Monday, June 29, 2015

Pukul 7.39 Yang Selalu Ditunggu

Pertama menonton film ini, berkerut kening. Volume dikencangkan sampai maksimal kok tetap saja sulit dimengerti. Kenapa tokoh-tokohnya berbicara dengan nada aneh? Kadang terdengar seperti kumur-kumur, kadang terdengar seperti kasak-kusuk. Cara mengucapkan I can't (saya tidak bisa) terdengar aneh : I KANTH, biasanya IKENT. Kecurigaan saya beralasan karena setelah penyelidikan lebih lanjut : FILM ini ternyata Bristish Production alias dibikin oleh negaranya Pangeran Charles. 

Inggris British selalu membuat saya terlihat kurang sopan, karena sering sulit menangkap percakapan mereka, ujung-ujungnya nanya melulu. Seringkali saya berkata, "Pardon me"...-- Maaf saya kurang paham-- ora mudheng omongane njenengan.... Kalau menonton film sering pula saya rewind -- saya mundurkan karena tidak jelas mendengar apa ucapan sang tokoh dalam film. Sudah beberapa saat lamanya sih saya menonton film berbahasa Inggris tanpa text. Untuk melatih "listening"-- Kalau pemusik bermain piano biasanya melatih "hearing" -- Yang jago dengar nada sudah bisa memainkan langsung pada instrumen musik. Kalau yang jago bahasa listening dan writing udah kayak air mengalir. Saya masih taraf belajar saja. Maklum sampai usia 20-an masih asyik berbahasa Jawa. Tertatih, karena English British sulit untuk dicerna oleh kuping, tetapi karena filmnya bagus banget dan berkesan. Maka saya ikuti dari awal hingga akhir. Film ini potret atraktif untuk kehidupan berumah tangga dan perselingkuhan. 

Alkisah Carl lelaki early 50ies udah nggak ketulungan stress dan bosannya. Kerja tiap hari bolak-balik pakai jas dan dasi, naik kereta "commuter" -- Pergi pagi pulang petang demi mencari nafkah bagi istri tercinta dan kedua anaknya yang sudah remaja. Yang sulung Adam hendak masuk kuliah dan adik ceweknya kelas senior di SMA. Rumahnya bagus banget. Di pinggiran kota London gitu. Ibarat kata di perumahan Cluster Citra Indah. Rumahnya tertata rapi, bahkan kebun dan segala isinya rapi. Istrinya bernama Maggie, paruh baya, lembut dan keibuan. Wah, rumah tangga dengan jam terbang yang cukup tinggi dan mapan! Tapi diam-diam si Carl ini udah capek banget kalo harus ke kantor apalagi boss-nya itu kejam banget. Suka membully anak buah. Kalau meeting ada orang datang telat dia nyinyir, "Wah udah telat sempatnya beli kopi segala di warung." Di lain waktu pegawai wanita juga dikomentari sadis sampai nangis. Carl posisinya semacam 'wakil' si Boss. Dia nggak suka karena boss arogan tapi nggak bisa berbuat apa-apa. Melihat rekannya yang lain dibully -- dia hanya diam dan pura-pura tidak tahu. Tapi dalam hati suasana kantor kayak gitu si Carl udah "eneg banget."

Kebahagiaan Semu Carl & Sally
Nah, naik kereka itu si Carl kenalan sama wanita muda bernama Sally. Sama-sama naik commuter kereta bolak-balik yang mengantar pekerja dari perumahan dipinggiran kota ke pusat kota London. Si Sally ini udah tinggal serumah dengan tunangannya tapi belum menikah. Tunangan Sally bekerja freelance semacam atlet professional. Si Sally kerja sebagai manager trainer gym, kayak Celpit gitu ibaratnya ya. Tiap hari selama bertahun-tahun yang berangkat dan pulang kerja si Sally. Tunangannya ini bersantai dirumah karena dia kan atlet. Jadi Sally bangun pagi-pagi, mandi dan naik kereta. Tunangannya bangun buat jogging dan olah tubuh. Otomatis Sally juga capek dan nggak tahan dengan perjalanan bolak-balik serta rutinitas. Tapi dia mengusahakan agar masa depan rumah tangganya dan calon suami bisa berjalan dengan baik kedepan. Rumahnya semi apartment, bagus juga. Komplit segala perlengkapan dengan sepeda olahraga. Tapi disini yang bekerja keras adalah Sally. Ini sudah menjadi bibit "kelelahan bathin buat Sally" tapi dia bertahan dan bertekad menikah dengan tunangannya yang ganteng, seksi dan atletis (tapi gak kerja) bernama Ryan.

Perkenalan Sally dan Carl terjadi gara-gara rebutan tempat duduk di kursi kereta commuter, lama-lama jadi teman. Soalnya sehari itu kalau nggak salah sejam atau dua jam yang harus mereka habiskan waktu dengan berkereta commuter agar tiba di pusat kota London untuk bekerja kantoran. Bahkan si Carl menghitung setahun selama 37 hari dihabiskan dengan berkereta. Sementara Sally udah ngeluh-ngeluh cape bolak-balik ke kantor dan ke rumah, tiap hari terjebak rutinitas. 

Persahabatan keduanya terjalin baik, kompak banget. Semua diobrolkan. Yang tidak pernah dikeluhkan pada pasangan masing-masing juga diobrolkan satu sama lain. Sedikit demi sedikit lama - lama menjadi bukit. Niatnya hanya bersahabat tapi karena "lebih akrab" dengan sahabatnya daripada dengan pasangan masing-masing maka keduanya terjebak dalam skema perselingkuhan. Yang niatnya cuma sekali, jadi berkali-kali. Yang niatnya sebentar jadi curi-curi waktu untuk dapat bersama-sama. Menikmati masa-masa pacaran lagi. Penggarapan film ini sangat kuat dalam "proses terjadinya perselingkuhan." I mean cara memotret obrolan yang kompak, persahabatan yang erat lalu bergeser menjadi kebutuhan untuk saling mendukung, lambat-laun membuat dua orang yang terjebak rutinitas ini saling jatuh cinta. 

Keterkejutan Maggie 
Sepandai tupai loncat, sekali jatuh juga. Lama-kelamaan ketahuan oleh Maggie, istri Carl ini membuntuti dengan naik kereta juga. Jadi ketahuan kalau Carl pacaran sama manager tempat dirinya nge-gym. Padahal saat itu Sally pamit hendak pindah dengan tunangannya ke Australia. Ryan pengen mendalami "surfing" di australi dan mengajak serta Sally. Otomatis percintaan Sally dan Carl akan terputus di tengah jalan. Maggie ngamuk berat karena Carl ketahuan selingkuh. 

Sementara itu Sally akhirnya juga mengaku pada Ryan tunangannya kalau dia dekat dan pacaran dengan lelaki lain. Ngamuk juga! Anak-anak Carl diberi penjelasan dan cerita oleh Carl bahwa dirinya kenalan dengan cewek di kereta, bersahabat lalu kebablasan. Anak-anak terdiam tapi terlihat bahwa mereka sangat kecewa. Yang satu bahkan bertanya, "Bisa rekonsiliasi lagi nggak sama Mama? Bisa damai nggak?" Papanya jawab, "Belum tahu." 

Carl itu apesnya bertumpuk-tumpuk karena saat ketahuan selingkuh dia baru saja dipecat oleh bossnya yang arogan. Dia minta ijin cuti sehari buat jalan bersama Sally, tapi dia ngaku jalan sama anak-istri. Itupun dipersulit oleh bossnya dicari alasan biar nggak boleh cuti. Akhirnya dibentak oleh Carl, bahkan disantlap, "Udahlah ijin cuti sehari aja kok susah bener sih! Loe nama istri gue aja ngga hafal! Gue udah kerja disini tahunan. Nama bini gue Maggie!! Kalau nggak hafal juga: catat!!" Bossnya rupanya dendam, gitu doang dipecat. Disisi lain Ryan membuntuti Sally, jadi dia melihat dan tahu kalo selingkuhannya adalah Carl. Langsung digebugin abis-abisan pake diinjak. Apalagi Carl udah stw 50-an, nah Ryan masih muda 30-an, atlet pro pula! Carl masuk rumah sakit. Sukses babak-belur.

Di rumah sakit Maggie mengunjungi Carl, bagaimanapun juga mantan pasangan. Ketemu dengan Sally, duduk bersebelahan. Si Sally minta maaf, "Saya nggak bermaksud selingkuh dengan suami Anda. Dia itu sangat memuja Anda, sangat sayang pada Anda. Saya juga orang baik-baik." Didamprat oleh Maggie, "Ya sudah nggak usah banyak ngomong. Orang baik-baik itu tidak akan melakukan hal yang tidak baik. Tidak akan selingkuh." Sally langsung nangis dan mewek. 

Yang menarik adalah ucapan Maggie ketika menemukan Carl selingkuh. Maggie mengatakan, "Loe pikir loe doang yang merasa bosen, jenuh, eneg, gak tahan udah es te we, dst. Hidup monoton? Loe pikir gue kagak? Tapi gue kagak kayak elo dengan gampangnya selingkuh! Kenapa? Karena gue punya keluarga yang gue cintai dan harus dipertahankan. Kenapa bisa naksir Sally? Karena dia lebih muda? Karena dia lebih cantik?" Carl bingung menjelaskannya, "Memang dia lebih muda dan menarik. Tapi masalahnya bukan karena alasan itu." Maggie ngamuk dan tidak mau mendengar alasan lain. Muak. Tetapi penonton tahu, alasan perselingkuhan Carl dan Sally bukan sekedar karena ketertarikan fisik. More than that. Alasannya adalah karena Carl dan Sally merupakan dua orang yang sangat serius dan bertanggung-jawab untuk keluarga/pasangan. Rasa tanggung-jawab bahkan keharusan mencari nafkah ini begitu mendalam sehingga mereka berdua sangat kelelahan, kesepian di kereta dan terjepit rutinitas. Lalu pertemuan yang menjadi persahabatan itupun terjadilah. Berakhir pada perselingkuhan. 

Setelah Carl dan Sally mengaku pada pasangan masing-masing, keadaan cooling down dari klimaks cerita saat Carl digebugin oleh Ryan. Carl dan Sally kemudian liburan bersama. Disitu mereka menemukan persahabatan sejati mereka kembali, tanpa keinginan untuk berselingkuh. Permasalahan menjadi terbuka dengan jelas. Carl tadinya ingin hidup dengan Sally, tapi dengan bijaksana Sally menolak, "Kamu nggak usah bohong. Kamu masih merindukan rumah tangga kamu. Keluarga yang sudah kamu bangun dengan susah payah. Jadi kembalilah ke keluarga kamu." 

Kehidupan Berkereta Commuter Pagi-Sore
Ryan, tunangan Sally juga sudah menemukan damai dalam hatinya, "Yang lalu sudah berlalu. Kejadian kamu selingkuh sama lelaki itu sudah bubar. Saya memaafkan kamu. Ayo kita baikan dan rujuk lagi." Sally memandang dengan rasa tak suka dan akhirnya menolak. Padahal ia sedang mengandung bayi Ryan. Sally memperoleh pencerahan bahwa ia tidak bisa melanjutkan masa depan dengan seorang lelaki seperti Ryan. Dimana ia nyaris tidak pernah melakukan apapun untuk membantu penghidupan keluarga. Ryan seringkali mengucapkan, "Saya ingin kamu bahagia 110%, hanya kamu yang saya pikirkan." Tapi kerja jualan tempe atau pete juga nggak pernah. Relax terus di rumah sebagai "atlet pro." Ryan juga seolah memegang peran penting dengan terus mendikte dan menyetir Sally. Seolah ia berhak memberi maaf, karena Sally sudah berselingkuh. Padahal Sally tidak minta maaf. Dia memang lebih menyukai karakter Carl sebagai lelaki yang sangat bertanggung-jawab pada anak dan istri. Bekerja rutin kantoran walau dirinya sangat tidak bahagia. Yang penting istri bahagia dan anak-anak bisa kuliah.

ENDING FILM ditutup dengan scene maju pada DUA TAHUN kemudian. Carl masih naik kereta commuter, sudah berdamai dengan keluarga. Sudah punya pekerjaan baru. Ia melihat Sally dengan bayinya dan seorang lelaki baru yang bukan Ryan. Mereka hanya saling tersenyum, Carl melambai dari kejauhan saja. Ingin mendekat namun takut mengganggu dan takut pasangan baru Sally salah pengertian lagi. 

Moral cerita :.... banyak bangeeeet.... he-he.

Oh ya... The 7.39 adalah jam keberangkatan kereta commuter yang mempertemukan Carl dengan Sally. Anda naik kereta jam berapa?

Friday, June 26, 2015

Waspada Kejahatan Meningkat

Bisa enggak sih kejahatan dimaklumkan dengan kata-kata seperti ini. "Dia berbuat jahat karena terdesak kebutuhan." Lalu semudah itu harus dimaafkan? Menurut saya seringkali kejahatan terjadi karena adanya kesempatan. Yang tadinya mungkin nggak terpikir, melihat kesempatan terpapar didepan mata. Why not? Kenapa nggak dicoba saja? Didikan orang tua dan agama menjadi faktor utama seseorang berpikir dua kali. Serius nih gue mau jadi penjahat? Kalo nggak ketahuan mungkin aman-aman saja. Tapi kalau ketahuan? Untuk yang memiliki kesadaran spiritual tinggi, "Nggak ketahuan oleh manusia oke! Tapi suara hati kan terus menyindir -- ih, kamu maling!"

Beberapa waktu yang lalu seorang teman terkena hipnotis. Kemungkinan besar memang pelaku sudah mempelajari behaviour atau pola laku calon korbannya. Diberitakan bahwa anaknya celaka dan harus segera dioperasi. Lalu dibutuhkan dana sekian banyak untuk langsung melakukan tindakan medis. Desakan untuk mentransfer uang dilakukan melalui telepon dengan skema drama. Di latar belakang terdengar suara-suara orang yang berperan sebagai dokter, polisi dan resepsionis rumah sakit. Suara dibuat saling ribut, berteriak-panik dan histeris. Otomatis membuat ibu si anak panik dan langsung mengirim sejumlah uang yang diminta. Ketika mencoba menilpon sekolah dan mencari kejelasan tentang keadaan anaknya entah mengapa tidak ada yang dapat memberikan konfirmasi. Karena kasih sayang yang besar dari seorang ibu untuk anaknya, maka bablaslah uang puluhan juta. Anaknya ternyata baik-baik saja di sekolah dan tidak kurang suatu apa. Modus kejahatan yang sangat cerdik!

Yang kedua seorang teman memiliki usaha catering dan sewa perlengkapan untuk hajatan. Ketika seorang lelaki menghubungi dengan ramah dan sopan lalu mengatakan, "Deal, kami butuh jasa ibu dan akan segera siap mentransfer uang saat ini juga Bu. Mohon dibantu dengan memberikan nomor rekening dan langsung kami dibantu untuk prosedur transfernya ya Bu." Lalu mulailah si 'lelaki ramah' nyerocos mengajak berbincang dan mendikte teman saya untuk memencet tombol-tombol sehingga tanpa sadar bukannya menerima transfer sekian juta, dirinya malah mengirim transfer sekian juga. Suaminya pun ditelepon oleh si 'lelaki ramah' dan menyatakan bahwa dirinya hendak menambahkan kekurangan DP yang belum dilunasi. Dengan prosedur hipno kata-kata manis yang sama sang suami pun tanpa sadar mentransfer sekian ratus ribu rupiah. Waduh!

Yang terakhir. Seorang teman yang masih lajang, gemar bepergian kemana-mana seorang diri menggunakan transportasi umum. Entah naik bis, kereta, taksi atau bahkan ojeg. Ketika bepergian dirinya sering membawa terlalu banyak barang dan tas. Saya sering mengingatkan teman yang bepergian dengan public transportation agar mencoba lebih simple/ ringkas dalam membawa barang. Karena jika terlalu banyak barang yang dibawa, maka perhatian kita akan terpecah-belah dengan urusan pribadi dan banyaknya barang tentengan yang harus diangkut. Ribed. Menurut saya idealnya satu tas ransel punggung dan satu tas kecil untuk segala uang dan dokumen penting yang selalu tergantung di bahu/pinggang. Itupun dengan catatan jika menaiki kendaraan umum yang berdesakan atau berjejalan tetap saja keamanan barang-barang kita tidak terjamin dari tangan usil para copet. Kejadian teman saya ketinggalan dompetnya di taksi. Beruntung sehari kemudian dikembalikan. Ia merasa sangat bersyukur. Ternyata hari berikutnya ia menerima SMS dari sebuah bank swasta yang menyatakan bahwa ia telah berbelanja 2,7 juta. Kagetlah dirinya. Ketika dicek sebuah kartu kredit rupanya telah dicuri dan digesek dengan semena-mena. Senilai 4juta-an. Lemaslah tubuhnya. Sekarang ia sedang dalam proses mengurus pemblokiran dan meminta haknya untuk dikembalikan. Entah bagaimana akhirnya.

Kejahatan ada dimana-mana. Polanya sama, mencari keuntungan maksimal dalam waktu singkat tanpa perduli merugikan atau menyakiti orang lain. Yang terpenting uang, benda atau materi yang diinginkan langsung tersedia didepan mata. Mengenai cara-cara masa bodoh sajalah. Asal tidak ketahuan. Aman! Jaman sekarang siapa cepat dia dapat. Siapa culun dia tertipu dan siapa bodoh dia pantas dirugikan. Itu sudut pandang orang yang punya niat tidak baik. Tetapi sudut pandang mereka yang punya nurani dan takut akan Tuhan tentunya tidak akan semudah itu berniat mengakali orang lain. Hidup ini berupa lingkaran-lingkaran yang bersinggungan. Ketika berbuat baik, pada suatu ketika kebaikan itu berbuah persinggungan pada kebaikan yang lain, mungkin berlipat ganda, alangkah indahnya. Sebaliknya ketika berbuat kejahatan dan suatu saat ada malapetaka yang menimpa diri atau orang-orang terdekat. Muncul pertanyaan: mengapa terjadi seperti ini? Why me? Bagaimana dengan statement: Gue udah sering berbuat baik, kenapa gue apes melulu dan merugi? Bagaimana dengan iman dan kesabaran? Bagaimana dengan : Gue akan sabar, beriman dan percaya, Tuhan hanya akan memberi kebaikan pada umatNya dan tidak akan mencobai melebihi yang mampu ditanggungnya. Amin!

Kemiskinan mungkin adalah ibu dari tindak kriminal, tetapi kurangnya intuisi tentang kebaikan adalah bapak dari perilaku tersebut, (Jean De La Bruyere)

Wednesday, June 24, 2015

Pertemanan Koplak-Koplak Bergembira

Nih ya cerita. Saya punya gank. Komplotan. No, I'm not that old, yang serba gaptek dan culun. Nggak, saya ikut milis dari tahun 1999 kalau tidak salah. Ada beberapa milis yang saya ikuti dan Thank God, sampai hari ini pertemanan itu masih ada. Ada yang super akrab udah jadi BFF, till death due us part (halah lebay!). Ada yang sun pika-piki basa-basi. Ada yang kabarnya menguap entah kemana. Hilang tak tahu rimbanya. Namanya pertemanan ya seperti itu. 

Pengalaman mengenai karakter saya yang agak-agak labil tapi ngeyel (keras kepala) membuat saya introspeksi diri. Kayaknya saya nggak bisa ikut pertemanan kelompok. Saya kurang cocok bergaul dalam klub atau rombongan orang banyak. Biasanya saya hanya terseret arus dan membeo, lalu hal-hal jadi membosankan buat saya. Lha iya, kan saya bukan burung beo? Tepatnya saya burung kenari, biarpun kecil dan mungil tapi mencicit sendiri. Pantang membeo! He-he,..

Nah, grup pertemanan ini ada yang usianya belasan tahun. Kadang beberapa orang masih kompak ngumpul dan ketemuan. Sesekali. Ini grup ada beberapa. Inipun saya udah overdosis untuk ukuran emak-emak -- tante-tante whatever you name it about me, saya masih lumayan aktif. Ngobrol, chat, ngegrup, kopdar, kumpul reuni. Halah.... banyak bener gaulnya Tan? Sebodo lah yang penting happy. Oya, putri saya mirip dengan saya. Sama! Temannya seabreg-abreg. Buanyaaaak! Friends makes us happy. Beda dengan suami, agak rasis beliau, lebih mudah dekat dengan teman-teman sekampungnya saja yang sama-sama berbahasa Russia. Hihihi,...

Grup yang terakhir berusaha timbul kembali adalah grup penulis dan penggemar buku. Awalnya kita dipersatukan sebagai pembaca "Supernova" karya Dee Lestari. Perkumpulan ini isinya orang aneh-aneh. Sumpah aneh semua. Termasuk saya! Susah menjelaskannya. Tapi karakter manusia yang ada dalam perkumpulan ini unik-unik. Ada yang bujangan. Ada yang punya anak dua. Ada yang punya anak satu. Ada yang anaknya udah kuliah. Ada yang anaknya balita. Ada yang bapak bertanggung-jawab tapi jarang pulang karena kerja ke hutan-hutan. Ada wanita cantik yang diidolakan banyak lelaki sayang sekali bersama sang suami belum berputra hingga sekian lama. Ada yang ibu dan istri tapi jiwanya ke abege-abegean (ini mungkin sayah?) hihihi.... Menurut saya kelompok kami itu harusnya pake motto 'koreng adalah kami.' Karena setelah dilacak, karakternya unik-unik karena sebagian dari kami punya/ada pengalaman masa lalu, bisa luka hati bisa hal lain yang membuat kami tumbuh jadi 'orang aneh.' Pelariannya : kami hobby baca buku/ nonton film.

Kebayang dong, sesama orang aneh ngumpul? Gesekannya kayak gimana? Suka komen nggak nyambung, suka nyambung asal-asalan. Suka sinis berjamaah. Suka asbun. But I think we're all about age yang seharusnya ya udah nggak main drama-drama atau gimana. Honestly, saya udah nggak kuat main drama. Drama itu : benci/sebel/reseh sama teman dll. Hiyalah udah umurnya untuk just : yes or no. Gitu aja kok repot. Aging is default, maturity is optional. Menjadi tua dan bertambah usia itu pasti. Tetapi menjadi dewasa adalah pilihan. Dewasa itu keharusan bagi semua orang yang bertambah usia tetapi kedewasaan kadang nggak ada stock yang tersedia bagi orang yang bahkan mungkin sudah lanjut usia.

Kemarennya saya komen asbun (asal bunyi). Ya ampun. Ada teman yang kayaknya kesal banget dengan komentar asbun saya. Udah dong saya menjelaskan bahwa saya hanya bercanda dan asbun. Bahkan saya meminta maaf karena barangkali memang saya yang 'sok akrab' maksudnya melucu, eh malah melukai hati. Lha ya tanpa sengaja dong? Untuk apa sengaja melukai hati teman sendiri? Emangnya saya sebiadab itu..(hicks-hicks-hicsk...nangis ala pelem India). Ya pokoknya saya menjelaskan dan minta maaf, eh tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan. Apakah memaafkan. Apakah tidak memaafkan. Ataukah menganggap saya guilty as charged? Ya pokoknya salah - nggak salah -- saya minta maap ajah. Prinsipnya burung kenari itu hanya burung kecil yang rajin mencicit. Digencet, dilempar batu juga mati! Saya cuma nggak mau menyakiti perasaan teman sendiri. 

Karena nggak ada tanggapan, nggak enak dong perasaan saya. Wah, gimana nih? Sampai kapan saya dianggap bersalah? Kedewasaan saya itu kedewasaan 'cemilan', saya dewasa dengan sangat lambat. Sedikit demi sedikit. Secuil demi secuil. Seperti remah-remah yang dibuang Hansel dan Gretel untuk mencari jalan pulang kembali ke rumahnya sebelum diculik nenek sihir. Seperti itu saya mencari kedewasaan dalam diri. Kedewasaan ada tetapi kesabaran yang mungkin sudah menipis. Marah? Gantian ngambeg pada teman saya? Enggak juga ya? Saya udah tante-tante gitu ngambeg-ngambegan kaya anak SD, kayaknya kok 'bukan gue banget'. Cuman begini, SAYA TIDAK MAU TERINTIMIDASI OLEH APAPUN. I'm a free will, saya adalah jiwa yang bebas dan lepas. Jadi nggak ujan--nggak angin saya memutuskan resign dari group. LEFF FROM GROUP. 

Sumpah, saya nggak ngambeg. Nggak marah balik. Cuma saya menghindari di'casting' jadi peserta drama-drama yang sudah tidak saya inginkan. Saya mau bilang sama teman-teman, "Kalau kalian tetap mau menyapa saya secara personal, curhat, tanya jawab dll. Dengan senang hati saya tunggu dan saya terima nikahnya...eh maksudnya curhatnya." Soalnya sebagai seorang yang gemar nulis saya senang ngobrol dan mendengar pendapat orang tentang hidup dan kehidupan. Saya udah cuwek abis, kalau punya banyak teman yang baik dan sayang : Alhamdulilah. Punya dua-tiga orang teman yang mencintai saya dengan setulus hati jiwa dan raga : Terima kasih Tuhan, betapa baiknya Engkau! Jadi saya ini cuwek, mau ada banyak temen ya oke. Tidak dianggap teman karena saya kurang berguna bagi mereka, ya nggak apa-apa juga. Tokh saya punya suami dan anak. Minimal mereka jelas membutuhkan saya. Kalau teman-teman kan masih punya dunia kehidupannya masing-masing. 

Nah, saya keluar grup kira-kira jam sembilan pagi, tanpa pamit. Saya males basa-basi. Mau ngomong apa juga nggak tahu karena ya bingung, ya seganlah. Yang ada dalam pikiran saya hanya : kayaknya teman-teman kelompok aneh ini anehnya udah nggak kira-kira atau keanehan saya yang sudah sembuh? Atau bagaimana? Pokoknya saya sendiri nggak tahu harus berkata apa. Karena saya yakin saya nggak marah. Justru saya agak sedih karena merasa saya sudah bikin jengkel teman. Sudah menyakiti hatinya dengan komentar saya (yang tanpa sengaja dan awalnya dimaksudkan bercanda). 

Ternyata ketika saya resign dari group, yang lain heboh! Saling bertanya-tanya "WHY"-- Aduh, saya lagi-lagi ada pada dilema males menjelaskan, wong saya bukan dosen. Jam enam sore, SAYA DI ADD lagi dimasukkan paksa dalam group!! Kocak benerrr.... Belum juga kabur 1x24 jam, saya sudah dicari lagi! Tobat,...orang-orang ini memang aneh! Setelah saya pikir, mungkin I belong with them, karena saya juga merasakan masih ada tersisa sedikit unsur aneh dalam diri saya...Hmmmm,... Moral cerita : pertemanan itu koplak-koplak bergembira, hari ini sebal besok rindu. .... Jangan terlalu serius ya kalau ada teman yang kelihatannya menjengkelkan, yang penting selalu bagikan cinta untuk mereka! 

Tuesday, June 23, 2015

Drama Adik Engeline

Sebelum menuliskan ini, tadinya saya mau menulis macam-macam tentang film yang saya tonton, tentang pertemanan dengan teman-teman saya yang serba koplaks dan lain-lain. Tapi kebetulan karena musim liburan sekolah, saya kadang bepergian dengan keluarga, ketemu teman, mengurus anak, bebenah rumah dan sebagainya, waktu dan kesempatan menulis jadi terdesak alias tidak sempat. Tapi hari ini rasanya sulit jika tidak menuliskan cerita ini. Drama adik Engeline.

Engeline (yang sebelumnya banyak disebut sebagai Angeline), Engeline, Engeline,... sebulan lebih setelah kepergianmu, orang masih saja ribut. Ada yang menuduh, ada tertuduh, ada yang simpati, ada yang empati, ada yang punya kepentingan, ada yang beriklan. Komplet pake telor mata sapi, seledri dan daun bawang. Seandainya adik Engeline jadi malaikat kecil yang bahagia dan terbang di alam lain ia akan bingung dan mungkin tertawa. Ketika aku ada, hidup dan bernafas kalian menelantarkanku. Ketika aku tiada, mati berkalang tanah, kalian ribut, bertikai dan saling bersengketa mencoba menjadi pahlawan yang menyelamatkan nyawaku? Diriku kini hanya tinggal angin lalu.. Lebih baik kalian selamatkan Engeline-Engeline lain diluar sana,...Masih ada kesempatan bahagia untuk mereka.

Ceritanya saya nonton acara ILC disebuah televisi swasta, gara-gara teman (dan mungkin masyarakat luas) mengabarkan, "ILC sedang membahas kasus Engeline lho..." Semangat dong! Saya jarang nonton acara yang berbau politik atau hukum dan sebagainya. Its just not my thing. Mungkin film kartun lebih saya sukai ketimbang nonton acara-acara 'dewasa' semacam itu. Tapi mungkin karena saya sudah cukup dewasa (hellooo...udah punya anak abege gitu loch! kapan mau dewasa?), jadi saya mulai belajar nonton acara politik yang khususnya tertarik sejak masa pilpres dan acara kasus/hukum khususnya juga tertarik karena dulu penggemar cerita misteri. Iya misteri karena selalu kita tidak bisa menebak siapa penjahatnya?

Acara ILC menampilkan para tokoh dari empat sisi. Ada sisi orang tua kandung. Ada sisi pembela keluarga ibu angkat Engeline. Ada sisi pembela dari tersangka pembunuh yang sudah dijerat polisi dan ada sisi 'Negara & kaum intelektual.' Yang hadir banyak, menurut Bung Karni Ilyas sang pembaca acara yang serba cool, peserta yang diundang bicara 20 orang. Masing-masing bicara selama lima menit. Mengupas dari sudut pandangnya masing-masing. Tapi saya pikir acara kali ini dalam ILC bagusnya diberi judul 'drama adik Engeline.'

Yang saya lihat semua bicara dan saling menyangkal. Pusing deh tujuh keliling. Jadi ingat komentar - komentar badung di media yang sering saya baca : kalau semua maling ngaku, penjara penuh dong! Opini masyarakat menjadi 'tenaga dalam' yang menyudutkan ibu M, sementara secara hukum dan kebenaran, orang yang dituduh tanpa bukti = fitnah. Jadi memang tidak bisa memojokkan lalu memfitnah orang dengan semena-mena. Harus ada buktinya kalau menuduh. Hitam dan putih kadang dipermainkan dengan bodoh dan pintar lalu dibungkus dengan kaya dan miskin. Kebenaran kadang tersimpan terlalu rapi jika dibungkus dengan kekayaan dan kepandaian. Semakin pandai seseorang, semakin pintar pula membolak-balikkan fakta. Semakin kaya seseorang maka semakin banyak pula orang yang berkepentingan untuk pro atau mendekat. 

Tapi coba dilihat dari kacamata bening yaitu dari kebenaran itu sendiri. Tanpa embel-embel yang lain. Seorang anggota DPR yang bersimpati menjenguk tersangka dan mendapat 'pengakuan baru.' Terima kasih! Karena dari situ ada hal baru yang bisa digali oleh penyidik. Team pengacara ibu angkat dan keluarga dekat membela dan memberi kesaksian. Terima kasih juga, karena jika seandainya persangkaan kekejian yang dilakukan oleh ibunda adalah fitnah berdasarkan opini publik semata itu adalah 'hukum rimba', penjagalan manusia yang semena-mena. Ibunda berhak membela diri. Karena tidak ada atau belum ada bukti nyata bahwa dialah yang melakukan kekejian pada adik Engeline. Sementara itu pengakuannya tetap sama: tidak bersalah! Ada orang-orang lain yang menjadi saksi bagaimana sikap ibunda kerapkali bengis dan kasar pada adik Engeline. Semua berputar pada sebuah kumparan yang sangat membingungkan.

Justru saya merasa sangat bersyukur bahwa "negara dan kaum intelektual" hadir dalam acara ILC tersebut. Mengapa? Kita tidak bisa selalu hidup dalam 'hukum rimba', mau sampai kapan? Semua orang emosi, semua orang marah-marah, semua orang menuduh dan semua orang tertuduh. Tetapi suara dari Mentri Sosial Khofifah Indar Parawansa sangat jelas dan gamblang. Bagaimana proses adopsi tersebut terkategori ceroboh dan tidak sah/ tidak legal. Suara dari Irjen Polisi Ronny Sompie selaku Kapolda Bali juga tenang dan sangat teratur sekalipun dipojokkan sama sekali tidak mudah terpengaruh. Saya mengamati ekspresi wajah semua orang dan ekspresi Mentri Khofifah serta Irjen Polisi Ronny sangat terkontrol dan stabil. Untuk sejenak saya berterima-kasih dan bersyukur pada Tuhan, setidaknya kita tahu dua orang penyelenggara negara adalah sejenis pohon yang tertanam kuat dan tidak mudah masuk dalam pusaran angin puyuh. Yang lain adu debat, tereak dan silang sengketa. Mereka berdua mampu tidak terseret arus dalam segala statement, opini, keributan, teriakan bahkan caci maki. Kalem!

Saya juga suka gaya bicara ibu Ratna Sarumpaet, memberikan aksentuasi dramatis. Dengan segala perkataannya yang langsung, umum, bebas, tanpa rahasia. Menerjang dan boleh dikata cukup menampar. Kata-katanya tajam dan menohok. Tapi kita butuh juga orang-orang yang seperti ini. Kalau semua serba pakai bahasa santun, metafora dan klemat-klemot kapan selesainya? Harus ada yang tembak-tembakin peluru. Agar menari lebih lincah di atas panggung. Ibu kandung Engeline adalah orang yang paling memelas dalam acara tersebut, wanita muda yang sederhana dan entah punya anak berapa, namun terlihat ada penyesalan mendalam bahwa hidup putrinya tersia-siakan karena terpisah dari dirinya. Semua orang boleh mencibir dan mengatakan: salah sendiri punya anak main dikasih ke orang lain! Jawabannya: bagaimana dengan kemiskinan? Bagaimana dengan : buat makan besok aja masih susah,... gimana mau ngurus anak bererot? Sad! Saya yakin masih banyak Engeline atau mungkin Engelo lain yang harus kita perhatikan diluar sana... Now!

Yang tak kalah menarik adalah penampilan dari Profesor Hubertus seorang psikolog/ ahli jiwa. Kesaksiannya mengungkap bahwa orang yang sering marah-marah biasanya akan bertendensi melakukan kekerasan. Dan bahwa orang yang sering marah-marah adalah orang yang memiliki kelainan jiwa. Saya pikir gangguan jiwa adalah hal yang sangat 'abstrak' seperti kain kelambu yang tipis. Antara mengatakan seseorang itu waras atau tidak waras. Sering saya bertemu orang yang omongannya mbolak-mbalik. Hari ini bicara demikian, esoknya lupa dan mengatakan sebaliknya. Ketika diingatkan, mengaku tidak pernah mengatakan hal-hal yang sebelumnya. Bahkan jelas-jelas bersalah pun akan mengaku tidak bersalah sama sekali. Kenapa? Karena jiwanya terganggu. Ada juga orang yang tidak bersalah tetapi mengaku bersalah. Kenapa? Bisa jadi jiwanya terganggu juga. Mudah labil, kurang cerdas, mudah diintimidasi. Bullying dan intimidasi adalah hal yang tidak sehat dan menakutkan. Tapi kadang-kadang profile kejiwaan seseorang yang labil dan tidak percaya diri juga akan menempatkan dirinya menjadi obyek untuk ditekan oleh orang lain. Masalah kejiwaan memang menarik. Kadang kita saling bercanda, "dasar loe psikopat!" Jangan-jangan memang ada psikopat diantara kita?

Drama adik Engeline menyisakan luka yang menganga buat banyak orang. Bahkan kedua anak ibu M akan terancam kehilangan ibunya jika sang ibunda masuk penjara. Yang harus sangat disadari adalah bahwa : biaya membesarkan seorang anak itu luar biasa! Saya tidak bicara masalah uang dan materi, tetapi saya bicara mengenai waktu, kesempatan, kasih sayang, teladan, bimbingan, keringat, kesabaran, cinta. Itu semua hendak dibeli dengan harga berapa? Tidak ada HARGAnya. Kasih sayang ayah dan ibu : tidak ada harganya. Semua harus diberikan dengan gratis kepada anak-anaknya. Tetapi ketika orang dewasa gagal dalam memberi waktu, kesempatan, kasih sayang, teladan, bimbingan, keringat, kesabaran, cinta, HUKUMANnya mengerikan. Anak tersebut bisa mati. Anak tersebut bisa terlantar. Anak tersebut bisa jadi bandit. Anak tersebut bisa menjadi penjahat. Anak tersebut bisa jadi sadis. Whatever,...anything horrible is possible. 

Satu hal yang sangat tidak saya mengerti adalah begitu mudahnya seseorang hamil, memiliki anak, tidak hanya satu bisa dua, tiga, hingga lebih. Saya dengar tersangka AGT berasal dari 10 bersaudara. Dan kemana ia berakhir kini? Menjadi tersangka kasus pembunuhan dan perkosaan anak 8 tahun?? Okay, mungkin ada contoh keluarga dengan banyak anak yang rata-rata sukses, tetapi mungkin harus dibuat kajian ilmiah. Berapa persen dari keluarga dengan anak yang sejumlah pasukan pesepak-bola bisa sukses membesarkan dan mendidik semua anak-anaknya? Lagipula para orang tua terkadang juga masih memiliki peran lain selain dari peran sebagai orang-tua. Bisa jadi mereka pendidik, sarjana, artis, pembicara, pengacara, ilmuwan. Waktu akan menjadi perebutan: apakah ngurusin anak? Apakah ngurusin karir dan pekerjaan? Acapkali ada yang berkomentar : Bagi waktu dengan baik dong! Iya kalo anaknya satu atau dua. Kalau lebih dari itu? Kalang kabut,....

Mengurus dan membesarkan anak itu hal yang 'amazing' buat saya. Menurut saya pekerjaan seorang ibu dan ayah yang benar-benar mampu mengantar anaknya bukan semata pada kesuksesan saja, tetapi menjadi seorang anak yang senyumnya menyejukkan dan sapaannya membahagiakan orang-orang disekelilingnya, itu luar biasa! Hebat! Saya dan suami hanya punya satu anak. Dont ask why. I hate this question (baca saja :drama adik Engeline and suddenly u know why..). Dengan satu anak, itu kerja fulltime plus overtime. Ada manajemen keuangan. Ada manajemen kesehatan. Ada manajemen emosi. Ada manajemen pendidikan. Ada manajemen karir dan skill. Ada manajemen karakter. Itu harus dilakukan untuk satu anak, semua harus diperhatikan. Supaya karakter, mental dan akhlaknya terdidik sempurna. Sebagai seorang ibu saya akan mengatakan sebaiknya bidik target nilai "SEMPURNA", jangan dengan target "BAIK" apalagi kalau orang Jawa bilang 'asal mangan & asal urip (asalkan masih bisa makan dan hidup).' Kalo cuma makan, babi juga makan. Kalo cuma hidup, kebo juga hidup. Untuk masa mendatang baik saja tidak cukup, harus bijak. 

Semasa kecil saya tidak mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan seperti aniaya atau KDRT tapi saya tidak bahagia dan sangat berjuang untuk mencari bahagia itu seperti apa. Ketika ibu saya masih hidup setiap berjumpa sering bertengkar dengan ibu, beda pendapat. Ketika ibu saya tiada, saya kadang berpikir untuk ikut melompat ke liang kuburnya. Maka itu mendidik anak adalah hal yang extraordinary, semua serba gratis, hitung-hitungannya hanya surga. Drama adik Engeline membuka pintu kesadaran bagi yang ingin sadar : punya anak itu nggak main-main. jangan nggampangin!

Monday, June 15, 2015

Mengubur Kenangan

"Sudahlah Ma, kumpulkan saja barang-barang itu. Besok tukang loak akan datang mengambilnya. Alat-alat musik akan kucoba jual melalui internet." Suara Kevin menyentakkan lamunan, mata Meinar masih nanar memandang tumpukan barang yang menggunung di gudang. 

Sekarung pakaian, diantaranya ada kemeja pria, celana panjang dan beberapa pakaian dalam. Disudut ada dua buah terompet, sebuah clarinet dan gitar yang tersandar di dinding. 

Kedua anaknya tidak ada yang pandai bermain musik seperti bapaknya. Dua-duanya sudah mencoba mengikuti kursus musik, tapi satupun tak ada yang mampu menyelesaikan. Putus di tengah jalan. Yang sulung sekarang sudah menjadi pengacara dan Kevin putra bungsunya bekerja dibidang akunting.

Barry si sulung telah menikah dan pindah ke Semarang. Hanya Kevin yang masih menemani Meinar di rumah. Itupun dalam waktu tiga bulan lagi perhelatan pernikahannya dengan Santy akan segera digelar. Meinar termangu. Artinya ia akan benar-benar dipojokkan pada sebuah sudut. Ditinggal sendiri, untuk menyendiri, jadi tua, mengering, lalu mati.

Air mata mulai menggenang di sudut mata. Meinar tak mau Kevin melihat air matanya. Bukannya menghibur biasanya Kevin akan sedikit kesal dan menganggap Meinar cengeng. 

Kedua anaknya lelaki. Barry sedikit lebih sabar dari adiknya tapi pada hakekatnya sama, mereka sering menganggap Meinar 'Mama Cengeng.' Hanya karena Meinar mudah menangis jika merasa sedih. Tentu saja Meinar cengeng dan seharusnya diperbolehkan cengeng, bukankah Meinar seorang perempuan?

"Bagaimana kalau bulan depan saja barang-barang ini diloakkan Kev? Jangan bulan ini?" Tanya Meinar mencoba menawar.

"Ma,... sudah dua tahun lebih, Mama masih saja menyimpan semua barang-barangnya. Untuk apa Ma? Kalau Mama tidak ingin menjual atau meloakkannya, setidaknya berikan pada orang yang masih membutuhkan barang-barang ini. Pakaian-pakaian Papa sudah mulai menguning dan bau tengik. Terlalu lama Mama menyimpan semua ini di karung. Belum lagi alat-alat musik Papa, begini banyak barang hanya teronggok tak berguna." Tangis Meinar langsung pecah. 

Kevin diam. Ada kalanya ia tahu bahwa ia sudah keterlaluan. Ada kalanya Meinar menang tanpa perlu bicara dengan lelaki-lelaki yang ada di rumahnya. Cukup dengan menangis, lalu Meinar memenangkan semua pertarungan. Memang senjata yang sedikit licik, tapi masih ampun digunakan kaum hawa hingga kini. 

Setengah jam Meinar menangis. Bukan karena ia marah pada Kevin tetapi karena ia menyadari bahwa ia sudah harus berhadapan dengan kenyataan. Meinar harus membuang semua barang-barang yang teronggok tak berguna. Semakin lama menyimpannya semakin sulit bagi Meinar untuk melepaskan semuanya.

"Ma, maafkan aku. Tapi tempat ini terlihat sangat penuh. Tidak ada salahnya kalau kita keluarkan barang-barang Papa dari gudang dan kita hibahkan pada orang lain bukan?"

"Lagipula aku tahu Mama sering bolak-balik ke kamar ini, melihat barang-barang Papa dan termenung. Aku takut Mama terlalu lama menanggung beban rasa kehilangan Papa. ... Tapi terserah Mama, kalau masih mau ditunda lagi untuk membereskan gudang ini tidak apa-apa juga,..."

Meinar mengangkat tangan, "Jangan! Kamu benar Kev, Mama terlalu lama menahan semua barang-barang ini digudang. Menjadi mubazir. Padahal orang lain masih dapat memanfaatkan barang-barang ini."

"Besok kamu atur saja supaya tukang loak datang dan mengambil semua barang-barang bekas milik Papa. Mama cuma minta satu terompet yang paling kecil ditinggalkan untuk Mama. Itu satu-satunya barang kenangan tentang Papamu yang ingin Mama simpan."

Kevin mengangguk lalu merangkul Meinar, "Kenapa Mama menyimpan semua barang-barang ini Ma? Terlalu lama Mama menyimpannya. Barang-barang ini sudah nyaris menjadi sampah yang tidak berguna, Ma."

Meinar terisak dalam pelukan putra bungsunya, "Mama takut lupa tentang Papa. Kalau Mama buang semua barang ini, Mama lambat laun akan melupakan Papa."

"Jangankan tentang Papamu yang sudah tiada, kejadian yang baru saja terjadi seminggu lalu Mama sudah mulai lupa. Mama mulai pikun Kev!" Lalu Meinar mulai terisak lagi. Sedih dan bingung.

Meinar benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa suami. Tanpa kedua anaknya. Barry sudah berkeluarga dan Kevin sebentar lagi juga akan menikah. Dengan menimbum barang-barang suaminya, Meinar masih merasakan kehadirannya, seolah ia tak merana sendiri saja di dunia ini. 

"Ma, kenapa harus takut? Aku dan Barry nggak akan mungkin meninggalkan Mama. Kami akan selalu menjaga Mama. Dan Mama nggak usah khawatir, Mama bebas untuk memilih apakah tinggal bersama denganku atau tinggal bersama dengan Barry. Pokoknya kami berjanji, Mama nggak akan kesepian."

"Sungguh?" Meinar tersenyum dan harapan mulai muncul lagi dalam hatinya bahwa ternyata anak-anaknya tidak begitu saja melupakan dan menelantarkan dirinya. Mereka ternyata sangat memperhatikan dan menyayangi Meinar. 

Tiba-tiba saja Santy muncul di pintu gudang, ia tersenyum lebar dan langsung memeluk Meinar, "Nah ya,.. pada ngumpul disini. Pantas dari tadi aku memanggil-manggil dari pintu depan tidak ada yang muncul. Ternyata kamu dan Mama ngumpet disini!" 

Sudah sejak lama calon menantunya itu memanggil Meinar dengan sebutan Mama dan memang ia menjadi anak perempuan yang tak pernah dimiliki Meinar. Sikapnya selalu ceria, membuat hari yang paling mendungpun mendadak cerah. 

Kadang Meinar heran, bagaimana Santy yang selalu ceria dapat bertahan dengan sikap Kevin yang kebanyakan serius, tegas dan lugas? Mungkinkah Santy yang banyak mengalah? Atau mungkin Kevin yang menyesuaikan diri dengan gaya Santy? 

"Ayo Ma, kita ke dapur. Santy bawa jajanan, tadi beli beberapa kue kesukaan Mama. Ada kue cucur dan lemper ayam. Mama suka kan?" Bujuknya sambil mengajak Meinar keluar dari gudang. 

Meinar tersenyum bahagia, melangkah keluar dari gudang, membiarkan dirinya dibimbing oleh Santy. Untuk apa lagi menyimpan semua barang rongsokan mendiang suaminya? Kevin benar, besok pagi semua barang-barang itu harus dibuang keluar dari gudang.

Kevin yang masih tertinggal sendiri di gudang melenguh, menarik nafas panjang ketika tiba-tiba saja telepon genggamnya berbunyi. Diliriknya sejenak. Ternyata nomor telepon Barry, kakaknya.

"Bagaimana keadaan Mama?" Kakaknya tanpa basa-basi langsung bertanya.

"Masih sama."

"Lalu bagaimana persiapan pernikahanmu?"

"Masih lancar dan sesuai rencana, tentu saja."

"Papa bagaimana?"

"Katanya sih dia akan datang ke pernikahan."

"Dengan siapa?"

"Tentu saja dengan Anindita. Dengan siapa lagi?"

Kali ini giliran suara di seberang sana yang melenguh panjang seolah ada beban berat yang menghimpit dada dan mecekik leher. 

"Lalu bagaimana dengan Mama?" Tanya Barry lagi.

"Dia tidak akan ingat. Dia tidak ingat tentang Papa yang meninggalkannya untuk kawin lagi." Kevin menjawab pendek. 

"Baiklah, minggu depan aku akan menilponmu lagi." 

Ketika kakaknya mematikan telepon diseberang sana, hati Kevin merasa sangat sedih. Kasihan Mama, penyakit pikunnya makin parah. Tapi setidaknya yang terkubur dalam benak Mama adalah kenangan manis dan bukannya kenangan pahit. 


Thursday, June 11, 2015

Cinderella Tanpa Pangeran

foto doc.FB Fan Page
Tewasnya Angeline gadis cilik yang cantik membuka mata kita bagaimana kekerasan pada perempuan dan anak-anak sering terjadi di depan mata dan orang lain ternyata tak sempat berbuat apa-apa untuk menolong. Pada 16 Mei 2015, Angeline dinyatakan hilang oleh keluarga. Kakak-kakaknya membuat Fan Page di Facebook memohon bantuan publik untuk menemukan dimana adik kesayangan mereka yang berusia 8 tahun. Pengumuman pada Facebook memberi kesan seolah Angeline hilang diculik oleh orang yang tak dikenal. Kakak Angeline menyusun kata-kata yang menarik simpati publik. Perhatian masyarakat langsung tercurah pada Cinderella cilik ini yang wajahnya memang sungguh jelita. Berbondong-bondong masyarakat khususnya di Bali mencari keberadaan Angeline. Bahkan kabarnya ada 2500 brosur dengan foto Angeline yang disebar untuk mencari dimanakah sang bidadari kecil. Tak lupa tersedia hadiah uang sebesar 40 juta rupiah bagi siapa saja yang menemukannya. Tak ubahnya sayembara putri raja.

Karena wajah imut Angeline memang memikat maka perhatian yang besar tercurah pada keluarga Angeline khususnya pada ibunda, perasaan berduka dan simpati berdatangan dari KPAI, dua orang mentri bahkan perwakilan instansi lain yang terkait. Aneh bin ajaib, semakin besar atensi publik padanya justru ibu Angeline semakin menarik dan menutup diri dari perhatian tersebut. Kedua mentri kabinet kerja yang datang tak ditemuinya, bahkan yang seorang tidak diijinkan masuk ke dalam rumah. Kepada ketua KPAI, ibunda menampakkan emosi yang temperamental dan membuat terkejut tamunya itu. Perlahan-lahan masyarakat jadi bertanya-tanya benarkah Angeline adalah bidadari yang dicintai oleh ibu dan kakak-kakaknya? Ketika tiga minggu kemudian tubuh Angeline yang tak bernyawa ditemukan di kedalaman setengah meter dibawah kandang ayam di halaman rumahnya sendiri, Jgheeeeer! Petir menyambar. Apa arti semua ini? Adakah yang sungguh-sungguh mencintai dan memperhatikan Angeline semasa hidupnya? Masyarakat terhenyak kaget, drama apa yang tengah terjadi?

Alkisah Angeline dipungut sebagai putri adopsi saat usianya baru tiga hari. Kedua orang tua kandung memasrahkan Angeline pada pria berkebangsaan asing, istri serta kedua putri mereka yang sudah dewasa. Dalam anggapan mereka Angeline akan menjadi Cinderella yang bahagia, bungsu dari tiga bersaudara yang kesemuanya adalah gadis-gadis cantik. Angeline lah mutiara yang paling murni karena usianya baru delapan tahun ketika nyawanya dicabut. Ia tak tahu apa-apa, ia hanya mengharap cinta serta kasih sayang ibu dan kakak-kakaknya. Seorang ibu, entah ibu kandung atau ibu asuh atau ibu angkat atau ibu susu, seorang ibu yang memiliki cinta dan kasih sayang dalam hatinya pasti akan merasakan apabila ada perbedaan dalam sikap maupun gerak-gerik anak tercinta. Tetapi dalam hal ini tanpa gejala apapun mendadak Angeline hilang begitu saja ketika sedang bermain di halaman rumah. Padahal menurut tetangga halaman rumahnya selalu terkunci rapat.

Lalu ketika jenazah Angeline ditemukan berbagai fakta terkuak. Kedua orang tua kandung Angeline telah berpisah dan ibunya sudah menikah lagi serta punya beberapa anak lagi. Kedua kakak angeline ternyata bukanlah anak kandung dari pria berkebangsaan asing yang mengadopsi Angeline. Karena ibu angkatnya juga menikah dua kali. Lalu ketika tiga tahun lalu ayah angkat tercintanya yang berkebangsaan asing itu meninggal dunia, hidup Angeline mulai bergeser dari bahagia menjadi duka nestapa. Ia diharuskan berjalan kaki berkilo meter jauhnya untuk pergi dan pulang sekolah sendirian. Ia diharuskan memberi makan ratusan ayam, anjing dan kucing setiap hari. Terkadang ia kelaparan, tidak mendapat makanan yang layak dan tubuhnya kurus kering, berbau tahi ayam karena ia harus bertanggung-jawab mengurus hewan-hewan itu pada usia yang sangat belia. Puncak deritanya adalah ketika nyawa Angeline dihabisi pada sekitar tiga minggu yang lalu. Mayatnya dikubur berselimutkan sprai dan tengah memeluk boneka. Bersama boneka mungil itu ia pergi ke alam maut tanpa seorangpun membelanya.

Publik merasa dibohongi dan marah besar. Bagaimana mungkin seluruh keluarga begitu memfokuskan diri mencari anak hilang ke berbagai pelosok Bali ketika sang bidadari cantik ternyata dikubur dibawah hidung mereka sendiri dengan bau busuk yang sangat menyengat selama ini? Apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan? Sungguhkah mereka mencintai Angeline? Kabar lain berhembus bahwa ada pembagian harta waris dari almarhum pria kebangsaan asing yang jumlahnya cukup besar untuk Angeline. Publik lagi-lagi tertampar, jauh-jauh menebar permohonan simpati ke semua pihak namun ternyata ada motif finansial yang tersembunyi? 

Seorang pembantu pria kemudian duduk di kursi tersangka sebagai pesakitan dilengkapi dengan tuduhan mencabuli Angeline pada saat-saat terakhir hidupnya. Hidup seberat apa sesungguhnya yang dijalani oleh sang Cinderella cilik? Kebenaran pasti akan terungkap kelak. Rest in peace Cinderella cantik, takkan ada lagi ibu tiri jahat, Drunella maupun Barbetta yang akan menyakitimu. Hanya peri biru yang akan menyambutmu di surga. Seorang pangeran pasti menangis sedih untukmu di kehidupan lain karena engkau adalah seorang Cinderella. Bagaimana mungkin Cinderalla harus mati sedangkan pangeran belum sempat melamar dan melindungi sang putri hingga akhir hayat? There's no such a thing like happily everafter?...

Selamat jalan Cinderella, selamat berkumpul lagi dengan ayah tercinta ... Semua orang disini sangat mencintaimu, ... bahkan yang berbuat keji padamu pasti menderita karena mereka kini jadi tahu arti kehilangan dirimu... 

(in memoriam Angeline - 2015)

If you love me, dilly, dilly,
I will love you
Let the birds sing, dilly, dilly,
And the lambs play
We shall be safe, dilly, dilly,
out of harm's way

I love to dance, dilly, dilly,
I love to sing
When I am queen, dilly, dilly,
You'll be my king.
Who told me so, dilly, dilly,
Who told me so?
I told myself, dilly, dilly,
I told me so

lavender blue dilly dilly - Cinderella(2015) Movie Soundtrack

Wednesday, June 10, 2015

Siapa ibu dari anaknya?

Film lama "Broken Flowers" dari sutradara dan penulis Jim Jarmusch dirilis tahun 2005. Saya berkesempatan menonton film ini di 2015, artinya 10 tahun kemudian. Saya tahu aktor utamanya Bill Murray sangat terkenal, namun terus terang bukan aktor favorit. Beberapa film Bill yang saya tonton juga membuat saya merasa bloon. Mungkin Ghost Buster adalah film lamanya yang simple-lucu dan cukup saya sukai. Tetapi film "Lost in Translation" membuat saya kurang paham dan film "Groundhog Day" sepertinya terlalu banyak berceloteh buat saya. Tetapi okelah, saya coba nikmati "Broken Flowers."

Adegan pertama: Bapa-bapa usia setengah abad yang nyaris bergelar opa sedang duduk malas di depan TV (nonton film ttg Don Juan) mengenakan setelan training/ jumpsuit olah raga. Baju berlengan panjang dan celana panjang yang sama sekali tidak ada kesan trendy, kesannya 11-12 dengan mengenakan daster panjang bagi kaum wanita. Dari penggambaran tersebut kelihatan bahwa lelaki tersebut super pemalas! Tapi rumahnya mewah dan megah, kontras dengan rumah tetangganya, pria muda bernama Winston yang hidup dengan istri dan kelima anaknya. Empat dari lima anak itu masih terbilang balita (ada yang kembar segala). Dari awal menonton saya sudah ragu-ragu, "Ini Film mumbo dumbo? Atau layak tonton?"

Setelah Film berakhir, rasanya ingin tepuk tangan. "Bravo!" Filmnya bagus. No. Tanpa tembak-tembakan, tanpa action apapun, tanpa darah dan sadisme, tanpa adegan seks sama sekali, kecuali si Bill bangun tidur dengan Sharon Stone. Setiap detik dari awal film mengantarkan cerita tentang kehidupan seorang lelaki yang tanpa emosi lalu sedikit mulai ada perubahan di akhir cerita. Pria ini kaya raya. Tapi di usia setengah abad tidak punya istri dan tidak punya anak. Hanya gonta-ganti pacar sampai usia gaek. Yang membuat saya salut setiap inci dari film ini punya warna dan makna. Jadi hampir setiap adegan, percakapan dan tokoh, mencitrakan seseorang dalam kehidupan. Yang mungkin juga orang yang Anda dan saya pernah kenali. 

Don Johnston adalah seorang pria nerd yang sukses sebagai pengusaha komputer. Pada usia setengah abad Don seolah telah selesai dengan hidupnya. Don sangat pemalas, cuek, irit bicara dan tanpa emosi sama sekali. Ketika pacar terakhirnya yang bernama Sherry pergi, Don juga cuma diam saja pasrah. Tidak ada niat menghalangi apalagi melamarnya untuk dijadikan istri atau bagaimana. Pokoknya Don seolah 'telah selesai'. Nggak pengen ngapa-ngapain lagi. Don hanya ingin menjalani sisa hidupnya dengan tenang dan menonton televisi adalah surganya. Ngeri ya? 

Ketika kekasihnya pergi, di pintu rumah ada setumpuk surat kiriman pos. Yang paling atas adalah surat berwarna pink. Surat itu dari seorang wanita mantan kekasih Don yang mengabarkan bahwa mereka punya anak berusia 19 thn dan sekarang si anak kemungkinan besar sedang mencari Don. Surat itu tanpa nama pengirim alias surat kaleng. Don tetap saja acuh. Dia nggak yakin bahwa dirinya punya anak dan kalaupun iya, dia tidak bersemangat mencari tahu tentang anaknya. Seorang lelaki yang sangat aneh, acuh dan tanpa emosi. Don tidak jahat hanya saja ia malas melakoni kehidupan yang rumit. Hidupnya dibuat serba mendatar, flat. Nggak punya keluarga nggak masalah. Diputus pacar nggak masalah. Punya anak atau engga punya anak juga nggak masalah buat Don.

Sampai disini, tetangganya, Winston, yang punya lima anak memberi semangat pada Don. "Kamu harus mencari tahu dong tentang anakmu. Kamu buat daftar mantan-mantanmu dulu. Kamu selidiki sekarang mereka bagaimana dan siapa tahu kamu bisa melacak siapa sebenarnya ibu dari anakmu. Ini kalau benar kamu punya anak. Masak kamu nggak penasaran sudah punya anak yang berusia dewasa??" Winston lah yang setengah memaksa Don untuk sedikit beremosi dan berwarna karena tahu bahwa dirinya punya anak. Winston ingin Don punya tujuan hidup dengan menyadari pentingnya punya anak. Don sendiri pada akhirnya pergi mengunjungi para mantan untuk mencari tahu tetapi tanpa ambisi apapun. Dia pergi hanya karena diminta oleh Winston.

Perjalanan Don ternyata memberikan aneka pengalaman. Pertama ia menemui Laura (Sharon Stone), yang kini menjadi janda cantik tapi miskin. Laura memiliki anak gadis bernama Lolita, yang (maaf) berbakat menjadi perempuan nggak bener. Ada adegan anak remaja ini berjalan telanjang bulat diruang tamu dihadapan Don, yang membuatnya langsung terbirit kabur keluar rumah. Lalu Don ketemu lagi dengan mantannya yang lain, Dora(Frances Conroy). Dora hidup dengan suaminya, punya rumah mewah, sukses dan kaya raya namun tak memiliki anak. Yang ketiga ia menemui Carmen (Jessica Lange), kekasihnya yang tampaknya kini telah menjadi lesbian dan menjadi ahli berkomunikasi dengan hewan. Yang terakhir ia menjumpai Penny (Tilda Swinton), yang hidup dengan para pengendara moghe. Salah satu pengendara bahkan sempat menonjok Don karena membuat Penny jengkel dengan kemunculan Don kembali di rumah Penny. Yang terakhir Don menjumpai salah satu kekasihnya yang bahkan sudah meninggal dunia dan meletakkan serangkaian bunga indah di atas nisannya. Total mantan kekasih Don Johnston ada enam orang termasuk mantannya yang terakhir, Sherry.

Film ini disebut-sebut sebagai film yang mengedepankan kenikmatan sebuah perjalanan dan bukan sekedar tujuan akhir, karena ending film mengambang tak jelas. Pat-pat gulipat hewes-hewes bablas angine. Bagi yang mengharapkan film model Rambo atau Matrix, mungkin akan berkomentar, "Film kok isinya angin bahorok nggak jelas dari awal hingga akhir, bingung sendiri..." Karena ending film tidak membuka tabir misteri siapa anaknya, apalagi siapa ibunya. Penonton dibiarkan kebingungan dan terus penasaran dengan pertanyaan "Siapa sih anak dari Don Johnston dan siapa ibunya?" Mungkin harus mencegat sutradara sekaligus penulisnya, Jim Jarmusch, nodong sambil bertanya: jadi jawabannya siapa ibunya dan yang mana anaknya?

Sedikit penggambaran tentang karakter dari para kekasih Don:
  • Laura adalah wanita cantik yang menjalani hidup dengan terus bergembira (tipe party girl). Kaya, miskin atau kesedihan tidak mampir dalam hatinya. Dulu suaminya pembalap NASCAR yang tewas dalam kecelakaan. Sekarang ia sendiri saja mengasuh anaknya dengan kerja serabutan tak jelas (menjadi penata lemari pakaian?). Anaknya yang bernama Lolita menjadi terlalu cepat dewasa, genit dan menjual sensualitas diri. --> Ini menggambarkan kehidupan perempuan ada yang terlalu terbawa peran sebagai ibu. Ada yang santai saja, terserah anaknya mau jadi apa, masa bodoh.
  • Dora tampaknya masih mencintai Don karena sepertinya ia masih memakai kalung mutiara yang pernah diberikan oleh Don. Bahkan ada foto lama Dora semasa muda dan cantik. Foto itu diperlihatkan pada Don oleh suami Dora, Don ingat bahwa yang memotret Dora dalam foto itu adalah dirinya. Dora kaku dan nervous, tidak menunjukkan benci tetapi merasa kurang nyaman dengan kemunculan Don dalam hidupnya. --> Ini menggambarkan beberapa orang terkadang menikah dan kelihatannya hidup bahagia. Padahal dalam hatinya ia masih belum bisa melupakan seseorang dari masa lalu.
  • Carmen menjadi orang yang seolah ingin total melupakan masa lalunya. Bahkan seperti menyangkal bahwa ia pernah punya masa lalu dengan Don. Ini dikarenakan Carmen sepertinya memiliki perubahan orientasi seksual. Carmen hanya mencintai pekerjaannya sebagai seseorang yang punya keahlian berkomunikasi dengan hewan (mengobrol dengan hewan/ psikolog hewan?) --> Dalam kehidupan ada orang-orang yang sangat tidak suka jika disinggung mengenai masa lalunya. Dikubur dalam-dalam. Bahkan kalau bisa berganti buku kehidupan. Dengan tegas ia mengatakan tidak ingin makan, jalan, nge-date atau janjian apapun lagi dengan Don. 
  • Penny adalah perempuan yang paling sakit hati dan emosional atas hubungannya dengan Don. Ia masih marah dan murka karena hubungan mereka tidak berhasil. Padahal ia sendiri yang dulu memutuskan Don. Dan ketika ditanya apakah ia punya anak. Penny justru marah besar. Penny adalah perempuan yang paling "mungkin" menjadi ibu dari anak Don. Penny hidup melarat di sebuah sudut pedesaan terpencil dengan rumah yang bahkan kelihatan lebih buruk dari rumah Laura. --> Ada orang yang mendendam dan dibawa hingga berpuluh tahun lamanya sehingga hidup hanya difokuskan untuk beremosi semata. 
Pada endingnya Don ketemu seorang anak lelaki remaja dan mengobrol. Ia mencurigai anak itu mengikuti jejaknya sejak dari bandara. Ia melihat pita berwarna pink terikat pada tas anak itu. Dan berasumsi bahwa anak itulah anak yang sedang mencari bapaknya. Tetapi ketika Don menanyakan hal tersebut, "apakah kamu mengira saya ayahmu?" anak itu justru lari ketakutan. Ia menyangka Don adalah orang yang aneh. Maklum sekarang banyak people trafficking (penculikan orang). Don berusaha mengejarnya. Disisi lain, di seberang jalan ada seorang remaja lelaki chubby naik VW Beetle dengan temannya, yang memutar lagu dari CD yang sama persis dengan milik Don yang hilang ketika dipukul oleh kekasih Penny. Don jadi bingung, yang mana anaknya? Terlebih lagi yang mana ibu dari anaknya?

Saya sendiri mencurigai surat kaleng berwarna pink berasal dari Sherry (Julie Delpy), kekasih terakhir yang meninggalkan Don dengan rasa kecewa dan bosan. Karena pada akhir film tampak bahwa Sherry meninggalkan surat dengan amplop pink dan tulisan yang ada didepan amplop mirip sekali dengan tulisan tangan dari surat kaleng yang muncul pada awal film. Tampaknya Sherry sudah lelah dan bosan mendampingi Don. Tidak dijadikan istri. Tidak juga punya anak dan kehidupan sudah terasa sangat membosankan bagi mereka berdua. Tidak ada tujuan berikutnya. Sherry hanya mempermainkan Don, memberi surat kaleng palsu yang menggambarkan bagaimana seandainya kehidupan Don jika ia punya anak. Bagaimana kira-kira warna kehidupannya?

Perjalanan mencari anak yang awalnya dipaksakan oleh Winston sedikit demi sedikit membuka pintu emosi dalam diri Don. Ia menjadi lebih perhatian terhadap anak-anak dan remaja. Yang tadinya ia acuh dan tak perduli, sekarang ia mulai ragu, menebak dan mencari-cari siapa anaknya dan siapa perempuan yang menjadi ibu dari anak satu-satunya. Film ini dengan bagus memperlihatkan bagaimana kehidupan ini memang tidak adil. Ada orang yang acuh, dingin, tak punya perasaan, namun berhasil menjadi kaya raya dan punya banyak koleksi wanita dalam hidupnya. Disisi lain ia tak pernah berniat atau sanggup mempertahankan wanita manapun untuk menjadi pendamping hidup yang sesungguhnya, till death due us part. Ia menyia-nyiakan semua kisah cintanya di masa lalu. Bahkan ia tak perduli tentang anak. Baginya hidup hanya untuk dijalani sebagai egonya sendiri, sebagai Don yang serba masa bodoh. Tetapi "misteri anak dalan surat kaleng" perlahan-lahan mengubah pandangan hidupnya. Tidak secara drastis tetapi cukup signifikan... "What if I am a father of a son...? Gimana kalau seandainya gue punya anak?" --

Kalau dicari maknanya, film ini punya makna. 
Kalau dicari sensasinya, film ini tidak punya. Garing semata,... 
Pilihan bagi penikmat film, sesuai selera.

Monday, June 8, 2015

Rembulan dan Cahayanya

1995

Sri Surbekti heran dengan kawan sekelasnya, Wulandari. Belum genap berusia lima belas tahun tapi sudah asyik bergandengan tangan dengan kekasihnya, Nurcahyo.

"Kok tidak tahu malu ya?" Tanyanya bergosip pada kawannya, Surtini.

Keduanya mengamati Wulan dan Cahyo dari kejauhan yang asyik bercengkrama. Cubit-cubitan dan saling mengumbar senyum mesra satu sama lain. Mata mereka berkedip-kedip saling memandang, merindukan. Padahal berdiri berhadap-hadapan.

"Namanya juga lagi jatuh cinta, ya wajar! Dunia milik berdua, yang lain mengontrak saja,..." Sahut Surtini acuh.

Sementara Sri Surbekti masih saja terheran-heran. Baginya usia lima-belas tahun masih baru saja berangkat dewasa. Baru lepas dari bau susu ibunya. Dan sekarang salah satu temannya sudah asyik merajut cinta layaknya orang dewasa, lalu akan segera menikah? Usia berapa? Delapan belas? Kalau menunggu usia dua puluh lima tahun, apa sanggup menahan rasa?  Gila aja, ...itu artinya sepuluh tahun dari sekarang.

"Biarin saja,... namanya juga hati bertaut." Surtini menimpali ketika dilihatnya Sri Surbekti masih melotot melihat gaya hot kedua temannya. 

"Atau kamu yang cemburu dan iri hati?" Tanya Surtini lagi.

Tentu saja Sri Surbekti gengsi didakwa cemburu dan iri hati, "Maaf, Nurcahyo bukan tipeku! Pilihanku kalo nggak Toni tentu saja Roby."

Ganti Surtini yang tertawa mencemooh, "Sri,... kamu naksir Toni dan Roby? Punya cermin?"

Sri Surbekti buru-buru meletakkan telunjuk dibibir, "Shhhh...jangan keras-keras! Nanti kedengaran orang lain."

Sri Surbekti mendelik kesal pada Surtini  yang dianggapnya terlalu banyak berkomentar. "Nggak usah sok alim. Selama kita belum punya cowok, sah saja naksir cowok yang ganteng dan populer seperti Toni dan Roby. Naksir kan bebas! Hak tiap orang. Jangan munafik, aku sering melihatmu diam-diam memandang Roby,.."

Surtini memeletkan lidahnya. Bersilat kata dengan Sri Surbekti memang melelahkan. Omongannya selalu benar dan alasannya juga tepat. "Tapi kan pasti kamu rasa kepengen juga, punya pacar setia seperti Wulan? Kemana-mana berdua dengan Cahyo. Persis kayak Rembulan dan cahayanya."

Sri Surbekti memasang senyum meledek, "Maksudmu seperti kereta dengan kudanya? Dimplak-dimpluk kemana-mana berdua? Nggak. Terima kasih! Aku lebih suka sendiri bagaikan wonder woman. Daripada kemana-mana berduaan dan terjebak dalam cerita yang salah. Seharusnya aku bisa berfokus pada pencapaianku, daripada memikirkan kereta gandeng. Masa depan kita masih panjang!"

"Iya, tapi kalau namanya cinta sudah menyergap. Kamu lihat sendirikan?..."

Sekali lagi keduanya memandang Wulandari dan Nurcahyo yang kini asyik saling menyuapkan makanan ke mulut masing-masing. Entah apa yang dijejalkan itu.

"Hiyy...Brrrrh..." Sri Surbekti mendadak bergidik geli sementara Surtini tertawa kecil.


2015

"Sri, ..kamu diundang juga ke acara pelantikan ini?" Wulandari menyapa terkejut, didapatinya Sri Surbekti ada diantara banyak orang yang tak dikenalinya. 

"Eh, Wulan! Lama sekali kita tidak berjumpa! Sekitar dua puluh tahun ya?" Sri Surbekti tak kalah terkejut ketika dilihatnya Wulan bekas teman SMP nya juga hadir di acara pelantikan Bupati Klaten.

"Benar. Kurang lebih dua puluh tahun." Sahut Wulan tersenyum mengenang tahun-tahun yang berlalu sangat cepat, bagaikan minggu-minggu saja layaknya. 

"Wuah, ... anakmu dan Cahyo sudah berapa?" Tanya Sri dengan nada ingin tahu.

Wulandari sejenak tersentak ketika pertanyaan yang tak diduganya itu muncul, "Eh, anakku ada dua. Ehm,...tapi bapaknya bukan Nurchayo."

"Loh?...." Sri Surbekti mendadak terbengong. 

Seingatnya gaya pacaran Wulandari dan Nurcahyo ketika itu begitu lekat dan kuat, bagai iklan lem anti copot. Seolah janur kuning pasti akan dilengkungkan untuk menaungi keduanya. Dulu dunia milik mereka berdua, yang lain mengontrak saja.

"Aku menikah duluan dan punya dua anak. Cahyo menikah beberapa tahun setelahku dan punya tiga anak."

"Owh,... jadi kalian putus?" Tanya Sri Surbekti dengan perlahan. 

"Tentu saja putus!" Sahut Wulan sedikit ketus, "Kejadian itu tahun kuda! Dan sekarang tahun berapa?"

Sri terdiam dan sadar kelancangannya seperti biasa membuahkan hasil ketersinggungan salah satu temannya. "Lalu bagaimana kabar Cahyo?" Tanyanya mencoba menetralisir suasana namun lidahnya mengkhianati. Dengan lagi-lagi mengajukan pertanyaan yang salah. 

Wulan hanya mengangkat bahu, "Mana aku tahu? Sudah lama sekali kami tak saling kontak sejak putus."

Sri jadi bingung tak tahu harus bicara apa dengan Wulan. Rupanya temannya itu juga tak enak hati karena pertemuan yang baru terjadi setelah sekian lama harus diisi dengan ketegangan. Wulan lalu mencoba melempar tanya, "Bagaimana kamu bisa datang ke acara ini?"

"Oh anakku satu sekolah dengan anaknya Surtini. Maka boleh dikata aku sering berjumpa dengannya di ajang pertemuan orang tua murid," Ujar Sri. "Pelantikan dirinya menjadi bupati Klaten ini sudah lama diidamkan oleh Surtini. Sesuai dengan cita-citanya sejak remaja dulu, menjadi abdi masyarakat."

"Memang sejak dulu Surtini selalu teguh mengejar cita-citanya," Wulan terdiam setelah berkomentar pendek. Lalu untuk mengisi waktu diajukannya sebuah pertanyaan lagi, "Kamu kenal dengan suaminya Surtini, Sri?"

"Suami Surtini? Tentu saja! Dia juga tokoh masyarakat disini, pernah menjadi anggota DPR. Kabarnya sedang mencalonkan diri menjadi ketua partai politik. Namanya Partono SH. Lucu bukan? Surtini SE, menikah dengan Partono SH. Setidaknya mereka benar-benar sejodoh seperti Romi dan Yuli." Setelah menjelaskan panjang lebar, Sri Surbekti lalu tertawa sendiri. Merasa geli dengan leluconnya. 

Untuk makin mengakrabkan diri dengan bekas teman lamanya di sekolah itu, Sri Surbekti lalu melempar tanya yang sama, "Kamu sendiri kok bisa datang ke acara ini Wulan? Ketemu dengan Surtini dimana?"

Wulan tersenyum hambar, "Aku ketemu Wulan di Bandara. Sudah lama sekali kami juga tak berjumpa. Tentu saja kaget dan saling berpelukan dengan gembira. Bersyukur karena hari ini kita masih dipertemukan."

"Wuah,.. kamu baru pulang jalan-jalan dari mana Wulan? Asyik sekali kalian bisa berjumpa tak disengaja di Bandara!"

"Aku baru pulang dari Malaysia, Sri. Sudah beberapa tahun aku bekerja disana sebagai TKW. Karena aku ini seorang janda dan harus menghidupi kedua anakku."

Kali ini Sri Surbekti benar-benar mati kutu. Ia tak tahu harus berkomentar bagaimana. Ia teringat ketika dirinya dan Surtini mencela-cela Wulan yang pacaran diusia belia. Padahal mungkin hanya saat itulah saat-saat bahagianya. Saat ia menjadi Rembulan yang bercahaya,...

Tanpa Wulan tahu, nanti ia akan mendiskusikannya lagi dengan Surtini SE. Membicarakan bagaimana takdir terkadang kejam terhadap manusia.