Menulis, menulis dan menulis,....Itu yang didengungkan
rekan-rekan sesama penulis ketika saya bertanya. Bagaimana sih caranya
menghasilkan tulisan yang baik? Bagaimana cara agar selalu produktif dalam
menulis? Menulis, menulis dan menulis,....
Rite! Mana mungkin menjadi penulis kalau jarang
sekali menulis? Siapa yang baca, mengkritisi dan berusaha memahami tulisan kita kalau tak pernah menulis sama sekali? Jadi biasakanlah diri
menulis-menulis dan menulis....
Ketika menulis menjadi terbiasa, hal lain
muncul. Keterbatasan waktu dan perasaan hati. Kapan waktunya menulis kalau ada
saja hal lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum menulis? Ada
setrikaan yang menumpuk, ada anak yang masih harus diasuh, ada suami yang harus diperhatikan. Belum lagi mood yang jelek. Apa yang harus ditulis ketika keadaan seperti ini?
Masakan menulis isinya hanya curhatan 'nyampah', segala tetek bengek dan keresahan jiwa ditampilkan? Menceritakan hal-hal yang bikin gondok dari
A hingga Z. Atau menulis menceritakan kesuksesan diri sendiri berhasil meraih
ini, itu dan seterusnya. Berhasil kesana kesitu dan sebagainya. Apa sih yang
membuat kekuatan sebuah tulisan? Si penulis? Peristiwanya? Gaya tulisan?
Ternyata benar! Menulis itu kombinasi dari
semua perasaan jiwa, bahkan dari perasaan tanpa rasa (nggak mood)
seperti sekarang yang saya lakukan. Bisa saja menjadi sebuah tulisan. Menulis sama
dengan ekspresi coretan kuas bagi pelukis, menulis sama dengan menghias gula
pada kue tart bagi pembuat kue. Menulis adalah 'suara jiwa' dari si penulis. Dari situ tulisan akan layak baca dan bernyawa.
Sebenarnya dari tulisan dapat terlihat
jiwa si penulis, karakter pribadi si penulis. Ada yang gaya bahasanya demikian
'anak muda'. Ada yang gaya bahasanya super jadoel. Ada yang suka memberi
nasihat macam-macam. Ada yang kerjanya marah-marah melulu. Ada yang segala
macam diceritakan dari cucian yang belum kering hingga sepatu yang hilang
di gondol kucing (misalnya!). Menarik bukan..?
Pembaca akan menilai sendiri mana penulis yang menarik minat mereka. Hasil tulisan dinilai dari opini para
pembaca. Terkadang ada yang pro dan kontra, terkadang ada yang suka dan
benci. Terkadang tulisan bahkan menjadi bahan perdebatan panjang karena
sebagian pembaca tak setuju atau tersinggung dengan apa yang ditulis. Yang
lainnya merasa sah-sah saja dan menerima tulisan tersebut. Opini terbanyak menentukan kelayakan sebuah tulisan.
Saya paling malas baca tulisan
yang terlalu panjang dan bertele-tele. Apalagi jika banyak mengandung istilah yang hanya familier bagi si penulisnya sendiri. Yang kedua juga malas membaca
perdebatan si A dan si B, yang merasa terhina satu dengan yang lainnya. Yang
terakhir saya suka bingung dengan tulisan bergaya bahasa yang sedemikian agung
hingga hanya beberapa orang yang mengerti dan memahami apa yang dituliskannya.
Sepertinya saya butuh mediator untuk memahami makna tulisan tersebut.
Maka dari itu, saya selalu menulis sebagai diri sendiri. Menuliskan hal-hal yang simple, dipandang dari sudut pandang yang mudah dan
berusaha mengedepankan kebaikan di dalam tulisan. Kita tak pernah tahu
siapa pembaca kita. Bisa jadi seseorang yang sedang putus asa atau seorang
kanak-kanak, remaja yang tak tahu apa-apa. Saya berharap bahwa tulisan saya
tidak menyesatkan di rimba kehidupan yang hiruk-pikuk ini, sebaliknya mampu menjadi dian yang menyala.
Rite..! Write..!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.