Sore kemarin saya BBM-an seru dengan ex. teman-teman kuliah. Pembicaraan ngalor-ngidul hingga akhirnya mendarat pada
kehadiran David Beckham di Indonesia dengan LA Galaxy-nya yang memeriahkan
kebahagiaan para penggemar bola di tanah air.
Beberapa teman bersemangat mengamati dari layar kaca dan memberi
komentar tentang pertandingan persahabatan ini. Saya sendiri sedikit tersendat
dan ogah - ogahan mendengar pembahasan tentang bola tersebut, karena saya memang
bukan perempuan penggemar bola. Seandainya pun saya adalah seorang laki-laki
sepertinya saya tetap bukan penggemar bola. Saya akan setia pada kegemaran menonton dance championship dan ice skating! Ha-ha..
Alasan benci bola ternyata panjang dan historikal. Jika
diusut dimulai sejak masa sekolah dasar. Dimana dalam permainan kasti (bola
tangan) saya selalu menjadi target pelemparan bola. Sangat menyakitkan saat
bola dilempar dengan sekuat tenaga oleh seorang kawan pria pada diri saya.
Jika ada pertandingan kasti semua group menolak kehadiran saya di kelompok mereka. Alasannya saya pembawa sial. Membawa kekalahan! Maka sejak itu saya benci bola.
Memasuki masa sekolah menengah pertama. Pengenalan dunia olah raga
bergeser dari bola tangan ke bola volley. Lagi-lagi saya kepayahan mengikuti
alur permainan bola sekalipun kini adalah volley. Jangankan bermain, aturan mainnya saja saya tidak mengerti. Boro-boro bermain dengan gaya seksi seperti yang dilakukan oleh para
gadis pemain volley pantai, melakukan service awal untuk memulai pertandingan
saja saya tidak bisa! Tidak ada tenaga untuk memukul bola. Jika
harus memantulkan bola dengan kepalan tangan, kedua belah sisi tangan saya akan
kemerahan, memar dan sakit. Sungguh olah tubuh yang menyiksa bagi saya. Bisa jadi saya keturunan woro sembodro, ha-ha!
Setelah dewasa, saya bertemu suami yang sangat 'gila bola'.
Pernah kami janjian untuk pergi bersama dan saya menunggu dirinya lamaaaa... tak kunjung tiba. Khawatir akan sesuatu yang terjadi menimpa. Eh, tidak tahunya ia berhenti di sebuah lapangan dekat situ karena ada pertandingan
bola antar RT. Dan tanpa sadar ia keasyikan sendiri menonton bola hingga lupa
waktu lalu terlambat datang ke pertemuan kami.
Berusaha mendampingi suami, setengah terpaksa kadangkala saya
coba menemaninya menonton bola di televisi. Baru dua menit saya sudah merasa
gerah dan tidak betah. Tidak mengerti, mengapa dua puluh dua pria sibuk sendiri
saling berteriak, saling memaki dan berlarian kesana-kemari sekuat tenaga demi sebuah bola yang menggelinding. Saya 'benci bola' dan memiliki suami 'gila bola'. Untungnya sejauh ini tidak berdampak dan menjadi permasalahan dalam pernikahan kami. Fiuhhhhhhhhhhhh!...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.