Kebetulan ada teman-teman dari sebuah komunitas yang
menyelenggarakan acara lomba penulisan di bulan Januari 2012 ini. Acaranya boleh terbilang
sederhana yaitu acara bersama-sama melakukan komitmen untuk menulis setidaknya
minimal 50.000 kata untuk dijadikan sebuah buku novel. Lomba ini tidak memberikan
hadiah atau imbalan apapun selain dari ketekunan untuk menulis dan kekuatan untuk mengalahkan rasa malas.
Saya memilih judul 'Cerita Cinta Retak Adanya'. Judul ini
sederhana dan sekaligus menarik bagi saya. Adakah cerita cinta yang sempurna dan berakhir bahagia selamanya?Bicara soal cinta. Minggu lalu saya
berlibur ke sebuah kota dan bertemu dengan beberapa teman lama. Diantaranya bertemu seseorang yang pernah sangat mengesankan bagi saya.
Diluar dugaan, pertemuan kami terasa menyenangkan. Puluhan tahun tak pernah terjadi suatu pertemuan apapun. Pada akhirnya kami sempat bercakap-cakap
dan minum kopi bersama di lobby hotel. Pertemuan lebih terasa sebagai
perjumpaan dua sahabat lama yang sibuk bertukar cerita tentang keluarga, hobby
dan pekerjaan kami masing-masing. Jauh dari istilah pertemuan
rahasia atau pertemuan tak pantas lainnya. Kami bertemu dan
berbincang sekedar sebagai teman lama dan keluarga kami mengerti.
Mencintai tanpa perlu memiliki pernah menjadi slogan kosong yang tak saya pahami. Terkesan sebagai kata-kata artificial dari seorang pecundang yang tak berhasil
memiliki orang yang dicintainya. Belasan tahun menikah dan pertambahan usia sejak masa remaja membuat saya mengerti. Tidak semua cerita cinta dapat diakhiri dengan kebersamaan, pernikahan ataupun kutuk bahagia happily everafter. Itu hanya ada dalam negeri dongeng. Menikah
sebaiknya atas dasar cinta, tapi mencintai tak harus diakhiri dengan pernikahan.
Ada banyak faktor lain yang dipertimbangkan. Misalnya saja faktor keluarga,
keyakinan, karakter dst.
Cerita cinta retak adanya akan menjadi sempurna dengan lahirnya anak-anak yang baik. Terdidik, terawat dan teredukasi
dengan baik. Anak -anak yang lahir, besar dan muncul sebagai manusia masa depan adalah simbol kisah cinta yang sempurna. Kisah cinta
yang sesungguhnya karena peran ayah dan ibu yang mampu menahan diri serta ego. Demi kebahagiaan anak-anaknya. Namun, bagaimanapun juga - ego juga memiliki batas. Jika suatu batas sudah
terlanggar, pasti cinta itu lama-lama akan terkelupas lepas.
Barangkali
pernikahan dapat diibaratkan dengan naik sepeda tandem? Dua pasang kaki menggenjot bersama
menuju ke suatu arah dan menjaga keseimbangan agar tak terjatuh?? Lalu cinta
itu apa? Cinta adalah bersepeda! Ha-ha....
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.