Seorang teman gemar sekali mengeluhkan segala sesuatu. Ia mengeluhkan pembantu rumah-tangganya. Mengeluhkan kakak-iparnya, mengeluhkan ibu-mertuanya. Mengeluhkan pekerjaannya, mengeluhkan rekan-kerjanya. Ia mengeluhkan petugas meteran listrik dan bahkan mengeluhkan antrian ATM. Ketika bersua atau berbincang dengannya yang terdengar hanya keluhan-keluhan saja.
Ketika saya memberinya sebuah hadiah yang merupakan kerajinan tangan hasil jerih-payah yang saya lakukan sendiri, ia mengucap terima kasih namun masih menyambung dengan perkataan, "Pekerjaanmu kurang rapi ya? Ujungnya terlihat benang masih mencuat kesana-kemari." Saya terdiam dan sesungguhnya sedikit menyesal memberikan hadiah tersebut kepadanya.
Di lain waktu saya membeli sebuah barang di toko dan memperlihatkan kepada teman tersebut. Saya berharap akan mendengar pujian mengenai keindahan barang yang saya pilih. Namun ucapan yang keluar dari bibirnya adalah, "Wah,.. ini materialnya sedikit rusak. Tampaknya tergores. Mengapa saat membeli kau tak melihatnya? Rupanya kau kurang teliti saat memilih barang..."
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-VulimoVxqE2yiazepX1U4Grioo-v-79zU9wwqCgBRp_CXqgNEaMXRPFj0KiAQbOqWxf9tfJjVPSR3bCPs6adGBHZu9ztNDYDFzxxAR9vUlaLpu2kBtb_Cjk3rO2jkjedheq3F9mLlpy9/s1600/00013.jpg)
Belajar dari pengalaman melihat watak manusia. Saya mulai mengerti perbedaam kualitas karakter dalam diri setiap insan. Seseorang yang mengucap syukur untuk segala kenikmatan hidupnya dan bersabar menelan kepahitan yang dialami. Kualitas pribadi semacam itu jika terus-menerus didalami akan membentuk wujud insan yang bahagia dan mendamaikan bagi lingkungan orang - orang lain yang ada di sekitarnya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.