rumah TURI di SOLO |
Saya ingin jual rumah. Hu-uhm,....saya
punya satu rumah kecil, niatnya untuk investasi. Dan memang saya suka dengan property, menata rumah dan playing rumah-rumahan. Jika saya milyuner saya ingin invest di berbagai property. Nggak tahu kenapa, saya suka saja membayangkan diri saya menjadi NYONYA TANAH atau 'land-lady' dengan setumpuk surat-surat rumah.
Saya bukan jenis orang yang suka perhiasan atau
emas batangan buat saya gold
is not something that can makes me shine but silver DO. Karena gold itu sudah bersinar jadi fokus
orang memandang lebih tertuju pada kilau tajam sinar emas. Kalau silver sinarnya lebih
lembut dan tak setajam emas dan jika orang memandang otomatis akan lebih
terfokus pada si manusia yang mengenakan perhiasan tersebut ketimbang perhiasannya. Got it? So, iya saya bukan wanita
penggemar emas tapi kalau di kasih harta karun emas satu peti, why not? Mungkin karena kerepotan masalah emas
dan metode penyimpanannya yang rawan kejahatan, maka saya lebih suka menyimpan
surat rumah dan tanah. Mimpi kali yeee,..
Ternyata menjadi NYONYA TANAH bukan hal
yang mudah untuk dilaksanakan juga. Pertama, karena sertifikasi atau
surat-surat rumah dan tanah cukup kompleks. Ada AJB (akte jual beli) ada PPJB
(perjanjian pengikatan jual beli) ada PBB (pajak bumi dan bangunan) ada pula
IPL (iuran pemeliharaan lingkungan) dan bahkan SHM (Sertifikat Hak Milik)
kesemuanya berujung pada menguras biaya. Kemudian rumah itu sendiri butuh
pemeliharaan agar tetap rapi dan indah. Maka saya putuskan untuk menjual rumah
jika nilainya memang sudah lebih tinggi dari harga beli karena itulah tujuan saya
membeli rumah sebagai bentuk dari investasi. Jadi mulailah pasang petunjuk
rumah di jual. Anehnya yang menghubungi semua makelar rumah dan tanah. Jarang
sekali ada calon pembeli yang langsung mencari rumah.
Yang namanya orang bolak - balik ngomong
ingin beli rumah dan makelar sudah berusaha mengurus dengan segenap tenaga
tetap saja hasilnya nihil. Calon pembeli bolak balik membatalkan niatnya
membeli rumah dan tanah. Alasannya macam-macam ada yang alesannya pengen beli
dua kapling sekaligus karena ingin rumahnya besar, sayangnya kapling disebelah
rumah saya tidak dijual. Lalu ada yang dengan gagah menawar hampir 100 juta
dibawah harga pasaran. Yang bener aja lu, Ndroo..?? Lalu ada pula yang saya sudah setuju semua biaya dan
harga, siap ke arah pengurusan dokumen, calon pembelinya kabur dengan alasan
telah berinvestasi di tempat lain.
Saya sampai kesal dan bolak balik terjebak
dalam euforia gembira karena berharap akan segera mendapatkan hasil dari
investasi rumah dan tanah. Sayangnya hingga hari ini masih NIHIL. Tapi saya
tetap yakin jalan yang saya tempuh sudah benar dan sudah baik. Lebih baik saya
berinvestasi pada property daripada membeli barang-barang yang
tak saya butuhkan. Dimasa lalu saya gampang sekali membeli aneka barang; dari
lampu tidur berbentuk boneka hingga anting bergaya suku apache (olala!).
Dimasa pensiun ini saya lebih memilih membeli barang kualitas terbaik dan tidak
membuang uang dengan membeli barang murah yang bolak - balik rusak dan menjadi
sampah. Hmmm, ... menunggu rejeki ternyata memang
hal yang tak mudah ya! Namun jika memang sudah rejeki pastinya takkan kemana.
Amin!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.