Waduw,... apa itu artinya? Yup, ini
bahasa Russia yang artinya 'nyala dian akan menerangi insan pada jalan
kehidupan.' Maap saya bo'ong, bukan bahasa Russia dhing! Ini bahasa Jawa kromo, yang
artinya memang demikian, seperti tertera diatas. Manusia akan berjalan lurus dan berlaku dalam
kebenaran jika ia terus mengamati cahaya pelita atau dian. Jadi yang namanya
DIAN boleh bangga karena artinya adalah cahaya. Blencong itulah
si dian (lampu minyak) yang menjadi penerang dalam pertunjukan wayang kulit.
Dan emang benar pertunjukan wayang kulit biasanya banyak menceritakan
kisah-kisah kehidupan. Seperti lagunya God Bless, ...dunia ini panggung
sandiwara, ceritanya mudah berubah. Kisah Mahabrata atau tragedi dari
Yunani.....
Awal Februari lalu saya
ke Yogya dalam rangka melakukan tugas wawancara. Rekan yang saya temui super berbaik
hati, mendengar bahwa saya ingin melihat museum Ullen Sentalu (ini kependekan
dari bahasa Russia tadi ulating blencong sejatine tataraning lumaku)
dengan serta merta saya bersama seorang rekan lainnya diajak ke museum tersebut
dan di traktir pula! Tiket masuk ke museum dan minum coklat panas di sore hari
setelah hujan gerimis Kaliurang menjadi terasa mewah karena perhatian mereka. I have to say Thank You God! Best gift in life are people who really
cares about others.
Pokoknya saya belum pernah
masuk ke museum Ullen Sentalu dan penasaran sekali, ingin tahu apa sih isinya?
Museumnya bernuansa Jawir abis, dengan bangunan tersusun dari batu dan
kayu-kayu. Semacam rumah - rumah kediaman meneer Belanda tempoe
doeloe. Saya merasa bagaikan terjebak labirin masa lalu ketika masuk
ke dalam museum tersebut. Setiap kamar dan ruangan akan mengantar kita kepada
aneka foto, lukisan dan kain - kain peninggalan keluarga Keraton di pulau Jawa. Jadi
suasananya super magis, diperkuat dengan lampu penerangan yang juga remang-remang dan hujan
gerimis sore melengkapi seluruh ornamen yang berbau mistis. Kurang pemunculan
Limbad di sudut ruangan aja. he-he-he...
Memasuki gerbang museum,
saya dan rekan disambut oleh seorang gadis manis yang menjadi pemandu kami.
Gadis ini suaranya lantang menceritakan secara cepat dan terperinci
aneka kisah tentang foto dan perlengkapan gamelan yang ada di ruang utama. Semua
legenda foto dan lukisan diceritakan olehnya. Sayang saya tidak membawa buku
catatan, mungkin jika saya mencatat akan lebih lengkap kisah yang dapat saya
bagikan.
Ada foto putri Jawa dan
putri Cina memperebutkan seorang pangeran. Lalu ada pula lukisan tari Bedhaya
Ketawang yang ditarikan oleh sembilan gadis yang masih perawan, di bagian
sudut terjauh ada penampakan penari ke sepuluh (hiy..!). Jadi menurut
kisahnya tarian ini dipersembahkan bagi Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Kidul
yang juga merupakan kekasih atau istri Sinuhun Sultan. Penari tambahan yang
kesepuluh itulah perwujudan dari Nyi Roro Kidul. Sejak kecil saya sering
mendengar kisah legenda tentang Nyi Roro Kidul dan saya suka. Kisah tentangnya
adalah kisah perempuan agung serta penuh pesona, diliputi misteri dan memiliki kekuatan
besar.
Saya juga suka melihat
aneka kain batik yang dipajang disitu. Semua kain batik yang ada adalah kain
antik yang nilainya tinggi karena merupakan warisan dari keraton. Begitu juga
aneka foto dan lukisan. Ada foto putri keraton yang berwajah sedih. Bagian yang
sedikit menyeramkan adalah bahwa lukisan ini tiga dimensi. Jadi kemanapun kita melangkah
pergi, mata sendu sang putri akan mengikuti. Iya, bener lagi-lagi suasananya
mistis banget. Tapi saya suka dan tidak takut. Saya suka suasana mistis Jawa
karena menurut saya memang seperti itulah dunia di masa lalu. Ada
aturan dan larangan yang harus dipatuhi tanpa perlu diteriakkan atau
dipaksakan. Pada masa itu norma-norma dan tradisi masih menjadi hal yang sangat
dipercaya dan dipegang teguh oleh rakyat.
Yang terakhir, saya
sangat suka memandang foto putri yang bernama Gusti Nurul. Menurut kisah si
pemandu, beliau sekarang sudah berusia 90 tahun dan menetap di kota Bandung.
Foto Gusti Nurul, sangat cantik mirip seperti Elizabeth Taylor pada jamannya.
Dan menurut pemandu juga, Gusti Nurul selalu diikuti oleh paparazzi pada jaman
dahulu kemanapun ia pergi. Bahkan Sinuhun Sultan dan Presiden Soekarno boleh
dibilang sedikit menaruh hati kepadanya. Tapi Gusti Nurul justru menikahi
seorang kerabat jauh, pangeran pada silsilah kesekian yang menjadi anggota TNI
dan berdomisili di Bandung hingga kini. Dalem hati saya ngebathin, untung Gusti
Nurul menjadi remaja di masa lalu. Jika menjadi remaja di jaman sekarang, bisa
- bisa ia didaulat menjadi artis sinetron.
Adalagi sebuah ruangan
yang berisikan aneka surat dari negeri Belanda. Saya tidak hafal apakah surat
itu ditujukan kepada Gusti Nurul atau Putri Tinneke, tapi yang menarik surat -
surat itu masih rapi dan jelas terbaca semua tulisannya. Saya terharu karena
tulisan orang-orang jaman dahulu bagus, dengan garis tebal tipis. Semasa kecil saya
juga belajar menulis dengan cara itu dengan buku khusus yang disebut buku
menulis tebal-tipis. Ada aturannya untuk belajar menulis halus. Pada ujung kiri
atas selalu ada pas foto si pengirim surat. Rupanya tradisi jaman dulu jika
orang menulis surat harus memberikan foto si pengirim. Pantesan ya, kalau
nonton film lama - orang suka membaca surat lalu memandang foto orang yang
mengirim dan mulai berangan-angan rindu. Kalau sekarang? Halah, pake skype langsung
bisa muncul penampakan video conference! Kangen banget? Buru-buru
pesan tiket murah Air Asia. he-he-he....
Bahagia diri saya,
melihat-lihat museum Ullen Sentalu. Setelah itu saya dan rekan makan di RESTO
yang terletak diatas museum. Aduh, RESTO-nya keren banget dengan interior ala
jaman Belanda. Namanya BEUKENHOF Restaurant. Saya cuma kudu ganti gaun Noni
Belanda saja untuk melengkapi penampilan Resto tersebut. Makanannya sih so-so, tapi
nuansa kolonialisme, keagungan masa lalu dan kenangan yang berbau mistis serta
penghargaan pada budaya Jawa - bolehlah diacungi jempol. Sepulang dari situ, saya
makin yakin bahwa memang hidup itu sebaiknya ulating blencong sejatine
tataraning lumaku. Berpatokanlah pada nyala dian untuk terus melangkah agar
tak tersandung jatuh... sweet!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.