Tuesday, March 20, 2012

Dilema Paruh Baya

Selama satu hingga dua tahun ini ada sebuah dilema mendalam yang saya hadapi. Yaitu kesenjangan status sebagai pekerja. Sekian tahun bekerja saya hanya memperoleh lahan yang disebut sebagai 'support general'. Support general itu artinya kurang lebih pembantu umum, pekerjaan administrasi, klerikal dan sebagainya. Tanpa bermaksud merendahkan pekerjaan support general, hari ini saya mulai bertanya-tanya tentang harga diri saya.

Support general adalah awal yang bagus bagi orang muda untuk memulai karirnya di dunia kerja. Belajar dari bawah! Siapa yang belajar dari bawah tentunya jika sudah mendaki keatas akan lebih mengerti apa yang harus dilakukannya untuk menjaga keseimbangan agar tidak tumbang. Biasanya makin tinggi mendaki, makin kencang anginnya! Jika dihitung saya memulai bekerja dari usia dua puluh lima dan sekarang sudah hampir lima belas tahun saya bekerja. Artinya saya bukan lagi belajar dari bawah lagi dong ya? Tapi terus-terusan jadi bawahan?? Terus-terusan melantai?

Okay, disini pasti ada yang akan berkomentar. "Lha,... Anda pantas tidak untuk menjadi atasan? atau "Anda pantas tidak untuk naik pangkat? berkaca dulu dong?" Okay, saya akan coba jawab. Saya bukan jenis orang yang demen mainan telpon atau nyangkul game FB diwaktu senggang saya di kantor. Jika luang saya habiskan untuk membaca atau mencari ilmu tentang hal-hal yang baru dan menarik. Vice versa jika ada yang berpikir bos tidak ada tentunya asyik, saya berpikir jika bos tidak ada seharusnya saya lebih sibuk karena membantu jaga gawang. Kalau bos ada, saya bisa santai karena dialah penanggung-jawabnya. Kan dia bosnya! Saya berusaha bekerja bukan karena sekedar saya butuh uang (siapa sih yang ngga butuh?), tapi karena saya capable dan saya dibayar untuk kapabilitas saya. Ini point yang ada dalam benak saya.

Saya bisa kira-kiralah saya pantas atau tidak untuk naik pangkat. Semua orang mudah kok berkaca, yang tidak mudah adalah mengakui pantulan bayangan kita dicermin. Beberapa orang menyangkalnya alias denial, beberapa orang mengakuinya tapi tidak berbuat apa-apa tentangnya alias pasrah. Beberapa orang yang lain mengenali pantulan bayangan dirinya di cermin dan berusaha makeover, memperbaiki apa yang kurang dari dirinya. Berusaha menjadi orang yang lebih baik dan berkualitas di kemudian hari. 

Saya banyak mengobrol dan bercakap-cakap dengan teman-teman yang rentang usianya kurang lebih sama dengan saya. Ternyata terdapat sebuah fakta yang mengejutkan. Yaitu banyak yang menjelang usia paruh baya mulai digeser, digencet, dibuat tidak betah, dilecehkan dan disia-siakan. Sementara orang-orang ini tidak tahu harus kemana atau memulai apa. Tenaga kerja begitu murah meriahnya sehingga mereka yang berusia dua-puluh lima akan menerima saja bayaran minimum dengan kapasitas pekerjaan yang maksimum. Sementara mereka yang memiliki jam terbang tinggi tentunya tidak bersedia dibayar murah. "Apa arti dari pengalaman kerja dan profesionalisme yang kami bangun selama ini?" Kata mereka.

Saya berada di titik yang sangat serius menyikapi pekerjaan dan masa depan. Jika dikatakan saya tidak bersyukur, tidak benar. Tentunya saya merasa sangat bersyukur hingga bertahan selama 15 tahun dan diperlakukan sebagai 'support general kesayangan semua orang' (he3x...). Tapi saya berpikir, saya sudah mempersembahkan yang terbaik dari diri saya. Sudah tidak ada lagi yang tersisa kecuali harapan adanya timbal balik dari pemberi kerja bahwa sudah saatnya saya diberi 'peluang yang lebih baik' dari mereka. Jika memang peluang itu tidak ada, sudah seharusnya saya menggali potensi lain dari diri saya. Sehingga kelak di kemudian hari saya masih tetap dapat mempersembahkan yang terbaik dari diri saya. Tidak ada kata penyesalan dan mati sia-sia, karena melakukan sesuatu tanpa penghargaan ataupun kesukaan! 

Harga diri memang tidak bisa dimakan, tapi setidaknya membedakan manusia dengan hewan. Hewan diberi makanan sisa masih akan terus datang dan mengendus doyan. Manusia diberi makanan sisa akan berpikir, "Aduh kok jorok, ...bisa bikin sakit perut! Sebaiknya saya ke pasar, belanja bahan makanan lalu memasak lagi." Apa yang pasti didunia ini? Yang pasti adalah ketidakpastian! Tidak ada yang pasti. Jika sebelumnya saya merasa ragu-ragu untuk meninggalkan peraduan support general yang nyaman ini, sekarang saya yakin. Ini yang saya inginkan, menentukan masa depan saya sendiri!

WORK FOR FULL PRICE OR EVEN FOR FREE BUT NEVER FOR CHEAP!