Wednesday, March 25, 2015

Have Courage And Be Kind

Beranilah dan berbuat baiklah! Itu adalah pesan terakhir ibunda pada Cinderella. Dua kata ini sederhana dan basic sekali. Hanya dengan cara seperti itu Cinderella akhirnya berjumpa dengan pangeran pujaan hati. Seandainya kehidupan semudah itu. Bahwa dengan berani dan berbuat baik maka kita akan mendapatkan imbalan yang tiada tara. Hidup manusia bukanlah sepatu kaca. Sudah berani dan berbuat baik juga belum tentu ada yang menghargai. Jangankan diberi applause atau tepuk tangan. Yang ada biasanya orang akan bertepuk tangan kalau ada yang tertimpa kemalangan. Senang karena ada orang lain yang lebih menderita dibanding dirinya.

Setelah menonton Cinderella, dengan kisahnya yang sangat biasa, dengan nasihat ibundanya yang sangat biasa, bahkan dengan pangeran yang berseragam sangat biasa. Ternyata yang paling istimewapun yaitu menjadi princess Cinderella saya rasakan biasa saja. Yang menjadikannya istimewa adalah momen-momen kesedihan yang harus dihadapi dengan ketegaran. Yang membuatnya berkesan adalah ketika menangis tidak harus sampai tetes terakhir, ketika kecewa tidak menyalahkan orang lain dengan membabi-buta. Itulah Cinderella. Modalnya menjalani hidup sangat sederhana. Nasihat ibunya : have courage and be kind.

Nasihat ini seperti nasihat bagi bayi. Kalau ada monster datang, timpuk saja dengan bantal dan guling. Have courage and be kind. Dalam hidup ini terlalu berani bisa jadi akan mati sia-sia. Berbuat baikpun kadang-kadang hanya menanti imbalan. Kalau dibalas baik, ya baik. Kalau tidak dibalas dengan baik, untuk apa ngotot berbuat baik? Lagi-lagi sia-sia. Namun saya dapat melihat inti dari nasihat ini adalah 'Be Who You Are.' Kalau kita jadi pemberani dan baik tidak usah hiraukan situasi dan pendapat orang lain. Kita berani bukan karena sok gagah, tetapi karena keadaan kehidupan memaksa kita untuk menjadi berani. Kita berbuat baik bukan karena berharap untuk dibalas dengan kebaikan lain yang melimpah-ruah, tetapi karena kita memang orang baik dengan hati yang bersih. Sudah sewajarnya kita berbuat kebaikan. Hidup ini memang tidak mudah, tapi siapa bilang hidup ini tidak berharga? Seperti kata Alice in Wonderland, 'setidaknya sebelum sarapan, biasakan percaya paling tidak ada 6 keajaiban yang muncul hari ini dikehidupan kita.' Believe in miracles,...so, have courage and be kind!

Tuesday, March 17, 2015

Kebetulan Yang Sempurna

Dua hari lalu ada berita kurang mengenakkan yang saya terima. Tepatnya berita yang mengecewakan. Setelah penantian sekian lama dan harapan yang membumbung tinggi, ternyata apa yang menjadi keinginan tidak terpenuhi. Sudah berkali-kali saya mengalami kejadian seperti ini, dimasa lalu ketika berusia lebih muda rasanya sangat menyesakkan dada. Seolah kekecewaan harus disemburkan dengan kemarahan dan menyalahkan seseorang atau sesuatu. Ada kondisi yang menyebabkan saya tidak mempelajari bahwa segala sesuatu yang tidak atau belum terpenuhi oleh takdir memang ada maksudnya. Bukan sekedar bermaksud mengecewakan saya. Tetapi mungkin ada hal yang lebih baik yang menantikan setelah kekecewaan itu berlalu. Ini seperti menanti pelangi setelah hujan. Everything happens for a reason.

Menarik ketika saya sadari bahwa dalam kekecewaan ini saya tidak lagi terlalu berlarut atau depresi. Kecewa, namun saya merasakan bahwa memang ada garisan-garisan dan misteri dari Tuhan yang tak dapat kita abaikan begitu saja. Yang terpenting setelahnya saya segera bangkit kembali. Lebih menarik lagi ketika saya sadari bahwa saya sedang mempersiapkan sebuah tulisan rohani yang efeknya berdampak pada diri saya sendiri. Karena kekecewaan yang saya alami, saya merasakan rangkuman tulisan yang sedang saya buat seolah-olah nasihat Tuhan yang diucapkan dengan kata-kata kepada saya sendiri. Tidak melalui mulut manusia tetapi melalui tulisan tangan saya sendiri yang kemudian saya selesaikan menjadi sebuah artikel di majalah komunitas rohani Katolik.

Seolah dengan menuliskan naskah itu saya menjadi tersindir. Bahwa Tuhan mengatakan, "Kamu boleh saja pandai menulis, rajin membaca, tetapi ketika kesal dan kecewa tetap saja kamu membiarkan perasaanmu larut dan jengkel. Lalu apa artinya semua bacaan yang sudah kaubaca? Apa artinya semua tulisan yang sudah kauhasilkan? Jika pada prakteknya dirimu tetap saja mudah terombang-ambingkan dengan kenyataan yang ada." Tuhan bersabda dalam kehidupan kita, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Betapa mudah kita membaca dan mengangguk-anggukan kepala ketika memperoleh nasihat atau memberikan nasihat kepada orang lain. Tetapi ketika kita dihadapkan pada kenyataan dan  benar-benar diharuskan melakukan apa yang telah disabdakan oleh Tuhan, kita akan protes, "Why me God? Kenapa kejadian ini menimpa saya?" Manusia memang tidak makan dari roti saja, namun bagaimanapun juga manusia akan selalu mengeluh jika tidak punya roti. Namanya juga manusia! Thats why, we're all human and He is God!





Sunday, March 15, 2015

Sex Sebagai Dagangan Komersial -- (2) Killing Me Softly Vs Cloudy With A Chance of Love


Baru saja sedikit mengulas tentang fifty shades of gray mendadak saya berkesempatan menonton film lama 'Killing Me Softly'. Film ini dibintangi oleh Heather Graham dan Joseph Fiennes, adik kandung dari aktor Ralph Fiennes (pemeran  Lord Voldemort dalam Harry Potter) yang juga tersohor karena meraih berbagai penghargaan. Bagi para penggemar film Hollywood nama-nama ini tentunya sudah tidak asing lagi. Miss Heather juga tidak pernah ragu-ragu dalam melaksanakan segala adegan buka-bukaan. Film ini dibuat tahun 2002. Kebayang jadulnya seperti apa. Film yang sudah berusia lebih dari sepuluh tahun. 

Hingga kini kakak beradik Fiennes masih sangat tersohor pamornya di Hollywood, demikian pula Heather Graham yang dikenal sebagai aktris seks simbol karena keberaniannya dalam beradegan panas di film. Yang ingin saya soroti adalah kepiawaian kedua pemeran ini dalam melakukan adegan yang menjadi dagangan komersial. Tentu saja seks! Menurut saya jauh lebih baik dari adegan-adegan yang dibawakan dalam fifty shades of gray. Mungkin masalah selera, tetapi entah mengapa menurut saya adegan jatuh cinta dan semi sadomasokis yang dilakukan oleh Heather dan Joseph jauh lebih menjiwai ketimbang Dakota dan Jamie yang berperan dalam fifty shades. Walaupun dari segi penceritaan, kisah yang diangkat dalam 'Killing me sofly' menurut saya plot-nya lemah. 

Berjumpa seseorang di tengah jalan ketika hendak menyebrang zebracross, lalu mendadak naksir, jatuh cinta habis-habisan dan bahkan meninggalkan kekasih yang sebelumnya sudah dekat selama beberapa tahun. Bagaimana jika kekasih barunya adalah serial killer? Pembunuh yang membawa kampak kemana-mana? Konyolnya seperti dugaan saya, plot film ini demikian lemah sehingga ketika jatuh cinta setengah mati lalu tak lama kemudian menikah, setelahnya baru ketakutan dan berprasangka kekasihnya adalah pembunuh yang keji. Telat keleus? Ternyata oh ternyata, ... kakak perempuan si cowoklah sang pembunuh berdarah dingin. Lalu dengan mudah kakak dan adik berusaha saling membunuh demi si cewek. Tanpa bumbu adegan panas dari Heather dan Joseph, kisah film ini sangat lemah dan ajaib. 

Film kedua yang saya tonton selanjutnya adalah Cloudy with a chance of love. Film ini diproduksi oleh hallmark dan sepertinya dimaksudkan sebagai film keluarga. Dibanding film-film beradegan super panas seperti fifty shades dan killing me softly film ini seperti film anak-anak. Sangat sopan, sangat manis, sangat berpegang pada prinsip dan filosofi baik. Inipun plotnya terasa aneh dan lemah. Ketika Quentin sedang menyetel siaran radio di mobil, ia mendengar suara seorang gadis kampus pembawa acara meteorologi. Ia langsung bergumam, "Suaranya indah." Hah? Bukankah sudah agak jarang seseorang tertarik pada orang lain hanya bermodalkan suara? Bagaimana jika suaranya gagah berwibawa laksana pangeran namun penampilannya seperti kodok? 

Lalu ketika di stasiun TV tempat Quentin menjadi manager membutuhkan seorang pembawa acara cuaca ia langsung memohon si gadis kampus itu untuk mengisi posisi pembawa acara cuaca di televisi tempatnya bekerja. Si gadis awalnya menolak dan menganggap remeh karena dia bukan sekedar 'gadis pajangan' yang berminat jadi pembawa acara bermodalkan tampang. Ia adalah kandidat doktor, S3, Phd di bidang meteorologi. Baginya menjadi pembawa acara ramalan cuaca adalah konyol. Namun akhirnya Deb si gadis kampus itu bersedia menerima pekerjaan menjadi pembaca acara ramalan cuaca dan bahkan karirnya melesat tinggi. Ia menjadi kegemaran pemirsa dan sangat dibutuhkan oleh kantornya, stasiun TV dimana Quentin bekerja sebagai manager. Hah? Cuman pembawa acara ramalan cuaca segitunya dibutuhkan? Padahal yang menggantikan bisa ribuan gadis. Disini saya merasa plotnya mulai gagal menimbulkan data tarik benang merah. Minus adegan seks, maksimal hanya pada ciuman biasa-biasa saja antara Deb dan Quentin, menurut saya filmnya super garing dan terpaksa tampil imut.

Film yang baik seharusnya tercermin dalam plot cerita yang kuat dan tanpa dibuat-buat. Baik adegan yang baik ataupun yang tidak baik. Baik adegan seks atau tanpa adegan seks. Naskah skenario, percakapan dan penjiwaan masing-masing karakter harus diperkuat. Saya belum pernah main film, tapi saya pikir cerita yang bagus tanpa aktor dan aktris yang baik akan meruntuhkan keindahan film-nya. Sebaliknya cerita yang buruk diperankan aktor dan aktris yang baik juga berpeluang mempermalukan sang aktor maupun aktris ternama yang membintanginya. 

Hmmm! Membuat film ternyata serba salah. Tanpa adegan panas, plot yang lemah tidak tertolong sama sekali. Dengan adegan panas, tertolong dengan kemungkinan besar penonton sama sekali tidak memperhatikan narasi atau jalan cerita yang bagus, hanya butuh adegan hotnya saja? Jadi bagaimana sebaiknya? Mungkin maksud saya begini, seandainya fifty shades of grey dibuat sepuluh tahun silam, Heather dan Joseph layak dicasting. Sedangkan untuk Cloudy with a chance of love pasar penonton seharusnya diperjelas. Apakah film tersebut untuk penonton pada usia 5 hingga 17 tahun? Jika untuk mereka yang berusia lebih dewasa, maka naskah dan segala adegan percakapan harus diubah lebih juicy, jangan kering seperti keripik. Sex dalam film seperti buah simalakama. Ada salah, nggak ada juga salah. Duh, gimana dong?

Siklus Padang Gurun Kehidupan

Hari Sabtu yang lalu saya mengikuti seminar tentang meditasi Katolik. Judulnya "Dari Padang Gurun menjadi Padang Mistik." Judul yang bagi saya agak sedikit aneh. Tetapi ketika mengikuti seminar yang dibawakan oleh Pastur dari Maumere tersebut, saya cukup tertarik dan saya pikir tidak ada yang aneh ternyata dengan istilah padang gurun kehidupan. Yup, hidup ini seringkali terasakan bagai melintasi padang gurun. Panas, terik, melelahkan, yang ada hanya pasir dan kesepian. Seperti itulah manusia ketika sedang tertimpa bencana atau permasalahan. Mungkin perceraian, ditinggal lari, ditinggal kabur, ditinggal mati. Ditipu dari puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah. Diporoti dari surat rumah hingga surat tanah. Aduh, kok seram sekali? Hidup ini terlalu banyak musibah yang menimpa kita semua. Melelahkan sekali?

Kita semua adalah peziarah dalam kehidupan ini. Tiba-tiba saya lalu mengerti panik, emosi, marah, murka, dendam dan sebagainya tidak mempercepat peziarahan kita. Justru memperlambatnya. Bagaimana tidak? Bukankah kita sedang melintasi padang gurun? Bukannya melangkah perlahan, mengenakan sorban, berhemat dengan sekendil air, kita justru hendak berlari lintang-pukang di tengah padang gurun. Yang ada tentu kelelahan dan energi yang terkuras habis. Sebagai peziarah kita dilarang menyerah kalah. Kita dilarang mematikan api pelita yang menyala di jiwa kita. Karena yang berhak mencabut nyawa para peziarah dunia hanyalah Tuhan. Jika dalam kelelahan mengarungi padang gurun kita lalu menyerah kalah dan berkeinginan untuk mati saja, lalu apa artinya Sang Pemberi Kehidupan bagi kita? Kita menghinaNya. Apa arti penciptaan kita? Sia-sia belaka, bahkan tanpa perlawanan.

Kapal lebih aman jika bersandar di dermaga,
Tetapi itu bukanlah tujuan dari sebuah kapal
(The Pilgrimage)
Hidup indeed adalah padang gurun. Keras, tandus dengan sejuta tantangan. Tetapi peziarah tidak boleh menyerah kalah. Harus terus melangkah melintasi gurun. Itu adalah tugas kita. Untuk menenangkan diri, para peziarah akan meneguk air setiap seribu langkah. Dan seperti itu pulalah kita perlu melakukan doa atau meditasi yang hening secara reguler. Sebagai sumber mata air di kehidupan kita. Bagaimana kita akan memecahkan masalah jika hati kita masih panas dan jiwa kelelahan? Bagaimana kita akan menemukan jalan jika langkah kita membabi buta dan sesukanya? Dalam konteks spiritualitas ada hal yang harus selalu diulang-ulang. Repetisi itu adalah doa-doa yang singkat berupa ucapan syukur, terima kasih atau kepercayaan pada Sang Pemelihara Kehidupan. Maka sangat disarankan agar seseorang melakukan meditasi setidaknya 10-20 menit sebanyak dua kali dalam sehari. Dengan kata-kata singkat seperti, "Terima Kasih Tuhan." atau "Aku Bersyukur PadaMu." Dalam Katolik diajarkan untuk mengucap "Maranatha" yang artinya 'Tuhan datanglah.'

Dalam psikologi atau motivasi secara keilmuan ini adalah konsep affirmasi, pengukuhan rasa percaya diri seperti berulang mengatakan "Saya-bisa Saya-bisa Saya-bisa Saya-bisa." Tetapi dalam konteks meditasi secara rohaniah menurut agama, maka Tuhan yang menjadi sumber kekuatan itu. Bukan diri manusia itu sendiri. Bedanya disitu. Padang gurun hanyalah cobaan agar manusia 'disekolahkan' jiwanya. Mereka yang mampu melampaui padang gurun dalam hidupnya akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, disebut kesadaran dan kedewasaan. Padang gurun mengajarkan manusia untuk bersabar, bergerak perlahan dan mengikut tuntunan, tetapi tidak menyerah. Ketika sebuah badai di padang gurun usai memberikan 'pelajaran' dalam kehidupan kita, tidak mustahil akan muncul badai permasalahan lain dalam padang gurun hidup kita. Tugas kita? Kembali melintasi dan mengatasi padang gurun tersebut? Keharusan! Karena kita adalah para peziarah kehidupan,...

Thursday, March 12, 2015

Bebek Bertelur Emas

Berapa banyak dari kita yang bercita-cita setinggi langit? Berapa banyak yang ingin segala sesuatu dalam hidupnya terealisasi dengan sempurna? Lalu hitung dengan waktu, setahun, dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun, lima belas tahun bahkan hingga lima puluh tahun. Bagaimana akhir kisahnya? Ada yang tercapai, ada yang sama sekali tidak tercapai. Ada yang menurunkan standar hidup dari segala apa yang diangankan sebelumnya. Ada yang putus asa karena kegagalan, lalu jadi gila. Ada yang terlampau bangga dengan pencapaian sehingga menjadi arogan dan serakah. Ada orang yang sama sekali tak memiliki ambisi apapun dalam hidupnya, tiba-tiba saja mendapat keberuntungan jatuh di pangkuan yang bikin orang lain merasa iri! Kadang seseorang merasa iri tetapi yang menjadi sumber rasa iri barangkali justru merasakan hidupnya biasa saja. Masih ada harapan lain yang didamba dan sama sekali tidak tercapai. Fiiuhh,..

Setiap manusia di dunia ini berharap kehidupan selanjutnya akan seperti bebek bertelur emas. Yaitu penuh dengan kesuksesan dan keberuntungan. Berapa kali kita mendengar kisah aktor atau aktris Hollywood yang mengatakan, "Sebelumnya saya pernah bekerja menjadi pelayan, kuli bangunan, supir, satpam. Kini saya sukses sebagai aktor/aktris papan atas Hollywood,.. Nasib memang sungguh berbaik-hati terhadap saya." Sebagai penggemar kita akan melongo, ternganga-nganga. O em Ji. "Saya ingin punya kehidupan seperti itu. Saya ingin sukses seperti dia! Saya bisa dan harus bisa meraih harapan yang saya damba!" Nah, mulailah kita berharap bahwa pada suatu saat di kehidupan kita akan seperti bebek bertelur emas! Pengen banget sukses, menjadi orang ternama atau meraih kekayaan sebanyak-banyaknya. Ambisi menjadi ruh yang merasuk dalam jiwa. Disatu sisi baik dan disisi lain buruk. Ambisi seperti pedang bermata dua. 

Dalam salah satu episode Devious Maids dikisahkan Carmen Luna sangat berambisi menjadi penyanyi terkenal di usia 37 tahun, yang dalam dunia musik akan dianggap 'tua'. Sangat sulit baginya untuk meraih cita-cita tersebut. Tapi ia terus berusaha sekalipun berulang-kali pula ia gagal.  Ketika Carmen berpacaran dengan Sam yang merupakan rekan kerjanya, Carmen bertanya, "Apa ambisi kamu Sam?" Dengan santai Sam menjawab, "Saya ingin menjadi kepala pelayan/butler. Dan saya sudah menjadi kepala pelayan sekarang. Saya suka dan menikmatinya." Carmen terbelalak dan terkejut dengan jawaban tersebut, "Sam, kamu relatif masih muda, produktif dan pandai. Masakan kamu akan berhenti pada cita-cita jadi kepala pelayan?" Lalu Sam menjawab, "Apa salahnya jadi kepala pelayan? Kerjaan seperti ini enak, banyak santainya, cuma meladeni majikan orang-orang kaya. Gajinya juga lumayan dan saya tidak mempunyai beban pikiran sama sekali. Enjoying my life." Carmen lalu menjawab dengan  tajam, "Hyah, kalau kamu sudah tua, tinggal di apartemen yang buruk, karatan dan rongsok, sakit-sakitan serta sudah tidak punya uang sama sekali, kamu baru sadar ada yang salah dengan cita-citamu." Lalu Carmen melanjutkan, "Oya Sam,...saya tahu siapa diri saya. Yang pasti saya tidak ingin menikah dengan seorang kepala pelayan,..."

Di kehidupan ini banyak "Sam" dan "Carmen", ada orang-orang yang dengan dalih bersyukur menikmati semua yang mudah, gampang dan ada di depan mata. Ada orang-orang yang pun sudah mencapai suatu standar di kehidupan masih saja merasa 'kurang puas' dan ingin mendaki lebih tinggi. Bagaimana dengan Anda? Jujur, saya tipe Carmen dan tentunya akan lebih banyak mengalami gejolak konflik, kekecewaan, putus-asa dan tidak tahu lagi harus bagaimana untuk memuaskan ambisi. Tapi itu pilihan saya dan saya yakin pada dasarnya semua orang ingin kehidupannya seperti bebek bertelur emas. Kalau bisa mendapatkan keberuntungan yang sebesar-besarnya. Sangat tidak mudah! Ada yang jadi ambisius membabi-buta. Ada yang berharap setinggi langit tetapi santainya minta ampun dalam upaya mengejar ambisi. Dan pahitnya pula, ada orang yang berjuang hingga ajal terakhir, telur emas itu tak kunjung tiba. Ada orang yang cuma duduk santai menggunting kuku mendadak mendapat kiriman lotere. Sorry, hidup memang tidak adil. He-he-he,..

Satu rahasia utama selama nafas masih berhembus adalah 'jangan ada penyesalan.' Apapun yang terjadi dikehidupan, jangan ada penyesalan. Dengan kesadaran penuh kita jalani semua episode demi episode di kehidupan kita. Selama nafas masih berhembus akan selalu ada 'jalan cerita' baru yang akan dituliskan dalam buku takdir kita. Jangan percaya bahwa takdir akan berhenti hanya pada satu definisi sempit. "Saya orangnya seperti ini. Selamanya akan begini." Maka takdirpun akan tertulis seperti itu untuk Anda, hanya segitu! Hidup ini adalah kita berkesempatan menjadi pelayan Tuhan. Letakkan tangan kiri menyilang di depan dada sembari setengah membungkuk bagaikan pelayan setia yang melayani Rajanya lalu ucapkan, "Terima kasih untuk segala pengalaman baik di kehidupan, oleh karenanya saya menjadi bahagia. Terima kasih pula untuk segala pengalaman buruk di kehidupan, oleh karenanya saya menjadi belajar untuk lebih memahami arti bahagia." Dengan cara itu apapun yang kita terima di kehidupan, telur biasa atau telur emas, kita akan selalu diperkaya olehnya.

Oya ada lanjutan kisah Sam dan Carmen dari serial Devious Maids. Mendadak Sam memberitahukan sesuatu pada Carmen, "Carmen, aku ingin bercerita tentang ayahku. Dia bekerja selama tiga puluh tahun, ia terpaksa melakukan pekerjaan itu karena harus menghidupi keluarga. Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang tidak disukai olehnya. Lalu pada suatu saat ia sakit dan meninggal begitu saja. Jadi selama hidup, ia tidak pernah merasakan bahagia. Karena alasan itu, aku sering bersantai dan tidak punya ambisi. Aku tidak ingin jadi seperti ayahku. Orang yang tidak bahagia sepanjang hidupnya. Tapi sekarang aku sudah tahu ambisiku. Aku ingin memilikimu Carmen. Maka aku ingin membuatmu bangga, aku resign dari pekerjaan ini dan akan mulai bekerja serius merintis karir." Hayyah,... demi cinta gitu aja Sam? 

Apapun yang kita jalani, hanya yakinkan diri. Suatu hari kelak jangan ada penyesalan, saat nafas kita tinggal satu-satu menjelang. Hidup ini tidak melulu hanya masalah sifat melankolis atau koleris manusia, hidup ternyata lebih rumit dari sekedar mendefinisikan watak seseorang. Lebih dari itu hidup ini dihitung dengan hembusan nafas. Dan jika sudah tak ada, jangan ada penyesalan. Sh*t kenapa dulu saya terlalu melankolis dan kurang berambisi dalam meraih cita-cita? Atau sh*t kenapa dulu saya terlalu koleris dan sering kejam pada orang lain, sehingga hari ini tak seorangpun perduli pada saya? Hidup harus balance, seimbang diantara berbagai sifat. Tugas kita adalah belajar menyeimbangkannya. Jangan terjadi disaat kita mati, mata masih enggan terpejam karena ada 'hutang-hutang' yang belum lunas di kehidupan, yaitu hutang untuk merasa bahagia dan mencintai dengan tulus. Tentang bebek bertelur emas. Rahasianya ada pada telur. Telur ceplok justru enak untuk dimakan. Telur emas? Paling banter buat pajangan doang,...

Wednesday, March 11, 2015

Sex Sebagai Dagangan Komersial -- (1) Fifty Shades of Grey

Sudah lama beberapa teman memperbincangkan adanya buku Fifty Shades of Grey karangan penulis E.L. James yang memiliki nama asli Erika Mitchells. Saya belum membaca bukunya. Alasan utama: jarang membaca buku seringkali adalah karena 'tidak sempat.' Maklum ibu rumah tangga slash ibu dari seorang anak slash istri dari seseorang. Bagi saya membaca buku akan makan waktu lebih lama daripada menonton film. Maka untuk saat ini saya lebih cepat menyerap aneka narasi dari penggambaran dalam film. Walaupun di hati ada kesadaran penuh bahwa sebaiknya membaca buku tetap harus diutamakan daripada menonton film. Karena bagi saya film dan buku sesungguhnya berbeda, baik cara pemahaman maupun kenikmatannya. Film membatasi imajinasi, buku sebaliknya memperluas dunia angan dan impian. Namun atas dasar efisiensi, maka bagi saya membaca terpaksa turun pada peringkat kedua dengan catatan ketika sedang ada waktu.

Karena belum membaca bukunya, saya langsung membahas pada filmnya saja. Kisah fifty shades of grey bagi sebagian besar orang mungkin 'menjijikan' karena kisahnya adalah mengenai wanita yang pasrah menjadi budak seks seorang lelaki. Dengan imajinasi permainan seks yang liar menggelora, pola sadomasokis. Tentu saja ada masanya ketika pertama kali saya membaca buku atau cerita atau menonton film terkait dengan kata sadomasokis ini, yang artinya saja tidak saya pahami. Tapi seiring waktu ketika usia beranjak makin dewasa kata sadomasokis menjadi punya arti. Kurang lebih adalah permainan seks yang kasar, menggila dan menggunakan berbagai macam cara atau peralatan sehingga meningkatkan kenikmatan seks itu sendiri. Fifty shades of grey ternyata adalah 'pecahan' twilight. Karena penulisnya menuliskan kisah ini terinspirasi dari buku twilight. Namun dibandingkan dengan twilight, fifty shades of grey menjadi perbincangan 'bulan-bulanan' yang lebih gawat dikarenakan sebenarnya plot cerita terasa biasa, sangat biasa. Namun banyaknya adegan seks dan penggunaan kamar rahasia yang berisikan perlengkapan untuk bermain seks menjadi sajian utama dalam film atau mungkin juga bukunya.

Filmya dibintangi oleh Dakota Johnson (putri melanie griffith dan don johnson) sebagai Anastasia Steele dan Jamie Dornan sebagai Christian Grey. Kisahnya sangat mudah. Seorang gadis kuliahan yang lugu, sederhana dan masih perawan (garis bawahi kata perawan) berjumpa dengan pengusaha muda yang ganteng, kaya raya dan sukses. Entah mengapa keduanya langsung tertarik dan jatuh cinta (hellooo...? mendadak sekali? apanya yang membuat istimewa? sifat lugu perempuan dan sifat dominan lelaki?). Singkatnya langsung masuk pada berbagai adegan seks. Kemudian si lelaki yaitu Christian Grey membuka sebuah rahasia bahwa ia menyukai permainan seks yang menyimpang dengan menggunakan alat-alat. Jika Anastasia setuju maka mereka akan menandatangani kontrak bahwa hubungan itu adalah atas dasar suka sama suka. Si perempuan diperlakukan sebagai objek seks yang disebut submissive (diapain aja nurut) dan si lelaki menjadi tuan yang memilikinya serta disebut sebagai dominant (kadang menghukum dengan kekerasan seperti memukul dengan tongkat kayu, mencambuk, mengikat leher dengan tali dan sebagainya).

Ya-ya-ya, jenis novel yang membuat Shakespeare mungkin ingin bangkit dari kuburnya dan menulis ulang Romeo and Juliet. Entahlah. Saya tidak ingin menghakimi tetapi memang dalam buku atau film ini dagangan utamanya adalah seks yang kasar, menyimpang dan heboh. Acting Dakota Johnson dan Jamie Dornan sendiri dalam film fifty Shades of Grey saya rasakan datar dan 'terpaksa.' Dakota tampak terlalu lugu, polos dan tak tahu apa-apa, tapi kalau disuruh telanjang dan nge-seks langsung bersedia tanpa banyak protes? Segitu lugunyakah? Lagi-lagi bingung tapi saya tak mau menghakimi, karena saya tak punya latar belakang pendidikan perfilman. Jamie Dornan juga tampaknya bukan tipe aktor yang gemar memainkan perlengkapan seks bagaikan tentara yang mahir memainkan aneka senjata. Sepertinya ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap peralatan 'koleksi'nya dan bahkan perasaan ketertarikan atau cinta antara Ana dan Christian Grey bagi saya terasa datar dan dibuat-buat. Dimana percik-percik asmaranya? Tidak ada! Permainan seks yang ditampilkan pun tidak lebih dari Dakota Johnson yang rajin bertelanjang bulat setiap saat.

Bagaimanapun juga seks dengan bungkus baru yaitu sadomasokis menjadi dagangan yang laku luar biasa. Hingga saat ini kabarnya terjual hingga 100 juta buku. Kalikan saja harga buku, harga buku elektronik dan juga harga royalty film. Yup, tanpa diduga dan tanpa dinyana dengan kisah seks yang dicemooh banyak kalangan E.L. James langsung mendulang sukses dan kekayaan yang tiada tara. Saya lebih tertarik mengamati fenomena kesuksesan James atau Erika yang secara instant mampu menumbuhkan pohon duit. Kalau hanya dipandang dari segi materi atau pemasukan uang, menulis cerita yang bombastis seperti ini senada dengan ungkapan, "apa aja yang jadi duit gue jual dah! kalo perlu nenek loe,..." Tetapi saya sangat menghormati dan menghargai karya James, karena bagi saya ia tetaplah seorang maestro yang mampu menyulap fame and fortune dengan keahliannya berimajinasi. Tidak ada yang salah dengan imajinasinya yang mungkin bagi banyak orang adalah sangat liar. Setidaknya James juga tidak bersikap munafik. Ia tahu ceritanya akan menjadi kontroversial berbumbu sedap namun tetap saja ia tuliskan dan ia mampu mempopulerkan karyanya. Good job James!

Monday, March 9, 2015

Serangan Panik Tak Berdasar

Panik mudah menyerang siapa saja dan kapan saja. Hanya segelintir manusia yang benar-benar 'cool' dan tak mudah terserang panik. Mengapa ada orang yang mudah panik dan mengapa ada yang 'acuh' tak mudah terpengaruh oleh kejadian apapun? Sepertinya ada banyak faktor, bisa juga genetis, orang-tuanya keturunan orang yang 'adem' nggak mudah panik. Atau kebiasaan yang ditanamkan, cara seseorang dibesarkan. Apakah ia selalu diberi masukan positif dan ditenangkan atau sering ditakut-takuti sehingga mudah menjadi panik? Pendapat saya pribadi. Cara seseorang dibesarkan, memandang diri dan pengaruh lingkungan akan sangat membentuk pola sikap. Apakah mudah panik atau kalem menghadapi segala sesuatu?

Saya tidak terlalu panik untuk hal-hal diluar urusan keluarga, rugi secara materi. Tetapi untuk urusan celaka, hidup, mati yang tersangkut dengan kerabat atau keluarga terdekat, siapa sih yang tidak mudah panik? Dengar kabar kecelakaan atau musibah belum apa-apa nangisnya udah sesenggrukan. Saya teringat ketika mendapat kabar adik sepupu saya Erina Natania meninggal dalam kecelakaan berkendara, masuk jurang di Papua. Ketika itu saya ingat betul sedang berkunjung ke sebuah perumahan dan menimbang-nimbang hendak pindah rumah serta mencari rumah baru yang sekiranya lebih cocok dengan selera. Hal yang menyenangkan pupus karena ada berita tragedi, panik sehingga menangis didepan agent perumahan yang bingung tak tahu apa-apa. 

Serangan panik memang kadang tak berdasar sehingga seolah menjadi pemborosan energi untuk hal yang tak pasti. Serangan panik tak berdasar saya alami kemarin. Beberapa bulan sebelumnya suami terlibat insiden tabrakan dengan sepeda motor. Sudah dua kali ia mengalami kejadian tabrakan. Yang pertama mobilnya ditabrak truk dan yang kedua mobilnya ditabrak motor. Dua-duanya cukup parah dan menimbulkan biaya bengkel yang lumayan besarnya untuk ditanggung. Sementara dalam dua kejadian itu suami tak tergores sedikitpun. Pukul tiga seharusnya putri kami sudah dijemput ayahnya pulang sekolah. Namun hingga pukul 3.30 sore tidak ada yang pulang ke rumah. Ketika saya menilpun sekolah dijawab oleh sekretaris di sekolah bahwa putri saya masih bermain di sekolah. Belum ada yang menjemput. Panik mulai menyerang diri saya. Ketika mencoba menilpon suami, dua nomor telepon tidak diangkat. Saya menilpon hingga beberapa kali masih saja tak ada kabar apapun juga. Akhirnya saya putuskan untuk menilpon sekolah dan meminta putri saya pulang naik ojeg. Ketika saya menilpon kedua kalinya, sekretaris di sekolah langsung menjawab, "Bu putrinya sudah pulang. Baru saja dijemput papanya!"

Jadi selama tigapuluh menit hingga sejam saya mengalami serangan panik yang sama sekali tak berdasar. Panik karena ada prasangka tak baik, membuat ramalan negatif tentang suatu hal yang sebenarnya tidak terjadi. Ketika tiba dirumah saya tanyakan pada suami, mengapa telepon dua-duanya tidak diangkat. Dengan kalem ia menjawab kedua telepon di silent karena ada seorang temannya yang sering mengganggu dengan telepon tak penting. Ia terlambat pulang menjemput putri saya karena ada customer yang harus dilayani hingga detik terakhir sebelum ia pergi menjemput ke sekolah. Suami sungguh merasa heran karena saya mudah panik seperti itu. Menurutnya kalau tidak ada kabar hingga tiga jam dan putri kami masih di sekolah hingga jam enam sore bolehlah merasa panik! Hanya terlambat setengah jam atau sejam? Apa perlunya merasa panik? Panik tak berdasar memang melelahkan. Tapi saya jadi ingat kisah seorang wanita yang pergi hingga tiga hari dan tidak dicari oleh keluarganya, ketika akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat, korban pembunuhan. Brrr,...

Sunday, March 8, 2015

Mengais Rejeki Ada Jalannya

Beberapa hari lalu naik angkot dan terlibat insiden singkat yang mencengangkan. Kerasnya persaingan di kehidupan muncul dalam berbagai wujud yang tak terduga. Ada yang melakukan 'permainan cantik' ada pula yang hanya mampu melakukan 'permainan kasar.' Bermain cantik itu bagaimana? Rata-rata orang menyadari bermain cantik barangkali identik dengan ide menusuk dari belakang. Pura-pura baik didepan, namun diam-diam berusaha menjatuhkan orang yang tak disukai.

Kali ini saya secara langsung menyaksikan 'permainan kasar.' Ketika itu saya naik angkot jarak dekat saja, tetapi angkot sempat berhenti di depan sebuah pusat perbelanjaan. Supir angkot relatif masih muda usia, mungkin baru saja memulai karir narik angkot. Nah, ketika berhenti di depan pusat perbelanjaan itu di dekatnya sudah ada angkot lain yang juga menanti penumpang. Entah mengapa penumpang mulai berdatangan dan langsung naik ke angkot yang saya tumpangi. Asumsi saya adalah karena angkot yang saya tumpang parkir lebih dekat ke arah penumpang yang baru saja datang dari seberang jalan. Otomatis orang melangkahkan kaki ke angkot yang paling mudah dijangkau. Dalam waktu singkat angkot kami mulai penuh,

Tiba-tiba saja tanpa kami semua menduga, supir angkot yang sudah terlebih dahulu 'ngetem' alias mangkal menanti penumpang mendatangi angkot kami. Ia langsung menampar kaca spion milik angkot kami dan mengancam supir, "Hey, kamu tahu aturan atau tidak! Tahu diri sedikit lah! Jangan semua penumpang kauangkut. Mana kamu baru datang pula! Saya sudah dari tadi menunggu penumpang disini, jadi nggak kebagian. Brengsek kau!" Kurang lebih seperti itu ancaman yang ia lontarkan sambil menghantam spion yang tak berdosa. Sebagian penumpang termasuk saya merasa terkejut karena kekasaran atas penyerangan itu. Sementara penumpang yang lain mengatakan, "Kok sampai segitunya ngamuk hanya karena penumpang semua diambil oleh angkot ini. Gak bisa bersabar dan ikhlas." 

Saya jadi berpikir hampir semua orang hanya memikirkan 'harta duniawi' -- Bahkan supir angkot saja yang barangkali penghasilannya tidak seberapa dibanding pengusaha, akan sangat murka jika rejeki itu 'dijarah' oleh orang lain. Terbersit dalam benak, bagaimana dengan seseorang yang aliran rejekinya 'dimatikan' dengan sengaja oleh orang lain. Dendam apa yang sekiranya akan meliputi? Kemarahan seperti apa yang akan meledak dalam dirinya? Kerugian yang mungkin hanya 'recehan' bagi orang lain bisa jadi dianggap kerugian besar bagi yang merasa dirugikan. Tapi bukankah mengais rejeki itu akan selalu ada jalannya? Seberapa besarpun rejeki yang kita paksakan untuk kejar, bisa jadi akan hilang percuma dikarenakan cara memperolehnya yang sia-sia belaka. Tetapi jika memang rejeki itu datangnya dari Tuhan, tanpa dikejarpun akan muncul dipangkuan. Kita percaya yang mana? Rejeki harus dikejar dan direbut paksa? Atau rejeki harus diikhtiarkan semampunya, sisanya biar Tuhan yang menentukan? Have a nice day,...

Friday, March 6, 2015

Kita Di Masa Lalu

Sebenarnya malu mengakui hal ini, tapi waktu saya masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar saya makannya 'diemut.' Jadi saya nggak doyan makan, kalau makan harus disuapi oleh ibu atau pembantu dan susah menelan. Sukanya diemut lama di mulut, sehingga nasi menjadi tawar. Benar-benar menjijikkan! Entah ya, hingga kini memang saya bukan sejenis pemburu atau penggemar makanan. Kalau ada yang enak ya syukur, nggak ada yang enak ya apa saja asal bisa dimakan dan menambah energi. Sempat saya berpikir, mungkin kalau ada pil khusus yang menambah energi, saya masih malas makan dan memilih untuk minum pil saja.

Hari ini ini menonton cuplikan salah satu episode lama Sex and The Cities, Carrie Bradshaw sedang ngerumpi bete dengan sahabat-sahabatnya karena kekasihnya, Big meninggalkannya untuk seorang wanita lain. Untuk menghibur diri, teman-temannya mengatakan bahwa Carrie terlalu keren, hebat, rambutnya keriting complicated-ruwet sehingga lelaki pujaannya Big memutuskan untuk memilih gadis lain. Gadis yang lebih sederhana, lebih dapat dimengerti, gadis yang berambut lurus. Lalu Carrie dan teman-temannya menyamakan peristiwa itu dengan salah satu film lama Straisand, Barbara. Film romantis berjudul The Way We Were, yang juga memiliki soundtrack lagu berjudul sama. Dalam film itu, diungkapkan bahwa Straisand ditinggalkan karena ia terlalu complicated. Lalu Carrie mulai menyanyikannya, the way we were,... 

Semasa SD itu, ketika saya masih makannya suka diemut dan bersantai duduk di kursi rumah, saya gemar menyetel kaset ibu dan diantaranya ada lagu ini, The Way We Were. Filmnya, saya sepertinya belum pernah menonton. Tapi dengar lagu saja sudah sangat menyayat hati, entah apakah bisa meliwatkan nonton filmnya dengan manis tanpa menitikkan air mata? Film-film jaman dahulu belum mengenal special effect. Sehingga perasaan yang ditimbulkan dari acting harus sangat kuat, jika tidak demikian penonton tidak mendapatkan apa-apa. Maka saya percaya film lama Straisand dan Robert Redford itu pasti salah satu dari jenis-jenis film tersebut, yang menguras air mata. Ketika SD itu pula saya mulai menyukai Barbara Straisand yang saya pikir tidak cantik jelita tapi punya kualitas 'diva'. Karena kemampuan acting dan olah vokalnya yang sangat mempesona.

Ketika Carrie merutukki perpisahannya dengan Big, dapat saya bayangkan juga bahwa Straisand dan Redford dulu juga mati-matian mengolah acting dan kisah dalam film mereka, the way we were, menjadi adegan yang paling romantis dan menyentuh sepanjang masa. Dulu juga saya hanyalah anak kecil, bloon, yang tak tahu apa-apa tentang dunia, makanpun diemut. Dan sekarang putri semata wayang saya bahkan sudah besar dan beranjak remaja. It is weird! Aneh, tak dapat dipercaya. Betapa cepatnya waktu berlalu. Betapa banyaknya kegagalan yang tertunda. Betapa banyaknya kebahagiaan yang tak bertahan lama. Lalu seperti apa kita dimasa lalu? Apakah lebih bahagia dulu ketika kita masih kanak-kanak dalam belaian kasih sayang ayah dan bunda? Apakah lebih bahagia dulu ketika kita masih bisa mencintai seseorang dengan sungguh-sungguh dan tak pernah berpikir untuk meninggalkannya? Mungkin hari ini kita sudah ditinggal mati oleh orang-orang terdekat kita, mungkin kita sudah berpisah dan bercerai dengan orang yang dulu sangat kita cintai. Kita dimasa lalu, seperti apa? Bahagiakah?



Mem'ries,

Light the corners of my mind
Misty water-colored memories
Of the way we were
Scattered pictures,
Of the smiles we left behind
Smiles we gave to one another
For the way we were
Can it be that it was all so simple then?
Or has time re-written every line?
If we had the chance to do it all again
Tell me, would we? Could we?
Mem'ries, may be beautiful and yet
What's too painful to remember
We simply choose to forget
So it's the laughter
We will remember
Whenever we remember...
The way we were...
The way we were...

Kenangan menyinari sudut-sudut benakku
Rinai gerimis mewarnai kenangan,
tentang kita di masa lalu
rangkaian peristiwa
tentang senyuman yang telah kita tinggalkan
senyum yang kita berikan satu sama lain
karena dulu demikianlah kita
Mungkinkah semua hal itu dulu sesungguhnya sederhana?
Ataukah waktu yang mengubah dengan menulis ulang segala kisahnya?
Seandainya kita memiliki kesempatan untuk melakukan segalanya lagi
Katakan padaku, akankah? mampukah?
Kenangan mungkin indah namun pada kenyataannya
sesuatu yang menyedihkan untuk diingat,
kita memilih untuk melupakannya
tentang tawa itu
kita akan mengingatnya
pada saat kita teringat
seperti apa kita dimasa lalu
seperti apa kita di masa lalu

Thursday, March 5, 2015

Selamat Ulang Tahun Sahabat, Kakak..

Lupa, kapan tepatnya berjumpa dengan Sanie B. Kuncoro, sekitar akhir 2010. Yang saya ingat pasti adalah sering membaca karya-karyanya di majalah jadoel Anita Cemerlang. Lupa juga judul-judulnya di masa lalu saking banyaknya cerpen-cerpen masa itu yang dimuat di Anita Cemerlang. Saya rasa sebagian besar penulisnya kini telah menjadi 'penulis dewasa' -- karena pada masa itu mereka menulis kala remaja. Penulis-penulis ini antara lain adalah Kurnia Effendy, Tika Wisnu, Donatus A. Nugroho dan Sanie B. Kuncoro. Ketiga penulis yang pertama saya belum berkesempatan kenal dekat. Hanya sebatas tahu dan terhubung di sosial media (kecuali Donatus). Penulis yang terakhir, Sanie B. Kuncoro pertama ketemu di festival penulis di Bank Mandiri. Saya lupa judul festivalnya juga (ampun deh banyak bener lupanya!), tapi disitu saya berkenalan dengan Sanie dan sahabatnya Ida Ahdiah. Sampai sekarang saya masih menjadi 'adik' mereka di sosial media.

Penulis adalah dunia yang 'bukan ngartis' tapi 'asah otak' -- jadi kebanyakan penulis yang saya kenal down to earth, humble, sederhana, membumi. Apalah istilahnya. Sanie yang namanya cukup dikenal di dunia sastra dan penulisan pun demikian. Khususnya terkait dengan kiprahnya pada komunitas penulis SASTRA PAWON di SOLO yang biasa 'nongkrong' di balai Soedjatmoko -- Bentara Budaya Solo slash Gramedia Solo di jalan Slamet Riyadi. Sanie banyak aktif dalam kelompok ini dengan teman-temannya yang juga para pegiat sastra dan dunia penulisan. Pertama kenal dengan Sanie tentu saja saya terkagum-kagum karena karyanya juga kini banyak wara-wiri di majalah-majalah wanita yang dewasa. Antara lain Femina, PESONA dan majalah SEKAR (almarhum). Karya tulis Sanie juga banyak menghias koran-koran tanah air, yang pasti adalah koran Jawa Pos. Menulis bagi Sanie tidak lagi menggunakan 'loe-gue' atau 'kamu dan aku' -- tetapi 'engkau, dirimu, padanya' - dengan gaya penulisan sastra yang kian mengental. Saya sendiri gemar menulis tapi untuk 'masuk kesana' rasanya belum mampu. 

Sanie adalah orang yang ramah, sabar, penuh pengertian, bersikap dewasa dan selalu menolong. Banyak hal sedapat mungkin dilakukannya untuk menolong orang lain. Ketika pertama mengenal Sanie saya sudah mulai belajar menulis. Tetapi cerpen saya masih amburadul. Gitu deh, nggak nyambung antara isi dan judul. Nggak nyambung antara paragraf satu dan dua. Tanda baca yang super acak adul. Dan ketika akhirnya saya berhasil menulis sebuah cerpen. Vonis pembaca barangkali adalah demikian : ini ceritanya apa sih? Alias ancur total, hi-hi. Tapi setelah kenal Mbak Sanie, saya rajin 'merengek' bertanya bagaimana sih cara 'mengemudikan helikopter'? Maksud saya adalah cara mengendalikan diri untuk menulis? Itu benar-benar sulit. Pertama menulis, penulis juga barangkali akan bersikap seperti pelukis, semua cipratan cat ditumpahkan ke kanvas. Terlalu ramai, terlalu heboh sehingga pusing. Atau juga penuh ketakutan, sehingga yang dipakai hanya satu warna saja. Akibatnya tulisan itu garing, datar dan membosankan. Saya belum bisa menulis, blas! Tapi saya ngotot menulis tentang simbok-simbok di desa. Oleh Sanie, tulisan saya diperbaiki. Benar-benar diperbaiki dan diperhalus olehnya. Jadi ketika saya membuat seperangkat mebel meja dan kursi dengan potongan kayu yang sangat kasar, seperti tempat duduk manusia purba. Oleh Sanie diamplas dan diperhalus menjadi mulus dan cantik. Tulisan itu dimuat di majalah SEKAR. Itupun baru saya sadari setengah tahun kemudian ketika ada teman yang membaca majalah tantenya dan bertanya, "Itu tulisan karyamu ya?"-- Dan baru setengah tahun kemudian pula honornya saya tagih. 

Setelah pertama kali dibantu oleh Sanie. Saya tidak banyak merengek dan merong-rong dirinya lagi. Saya mulai 'menemukan' nafas saya sendiri sebagai penulis. Saya mulai mahir mengendalikan 'Helicopter'. Masuk ke dalam pesawat, mengenakan helm, microphone, menyalakan tombol-tombol, menyiapkan baling-baling dan siap melepas-landaskan helicopter seorang diri. Sejak hari itu saya menulis dimana-mana. Banyak dan sesuka hati. Media mana yang saya sukai ya saya coba-coba saja. Perjalanan panjang dan 'menggila' ini akhirnya mulai membuat pesawat saya berganti. Yang tadinya saya hanya minta belajar mengemudikan 'helicopter', saya mulai belajar mengemudikan pesawat komersial domestik. Yang tadinya saya hanya belajar menulis cerpen, saya mulai otak-atik dan bongkar pasang naskah lama saya. Dan lahirlah dalam sebentuk buku: --CROISSANT-- antologi kisah kehidupan. Mungkin tidak diungkapkan secara gamblang oleh Mbak Sanie. Tapi saya yakin dalam hati Mbak Sanie cukup bangga dengan pencapaian saya, yang naskah buku pertama mulai dilirik oleh ELEXMEDIA. 

Oya, saya bukanlah kacang yang lupa pada kulitnya. Bukan adik yang lupa pada kakaknya. Dan bukan pula penulis yang melupakan kebaikan sahabatnya. Bagi saya Sanie B. Kuncoro adalah orang yang penting dalam kehidupan menulis saya. Dan sekarang saya yang menjadi 'bandel' jika dinasihati oleh Mbak Sanie. Saya merasa makin 'mahir' dan jika diberitahu, "Win kamu harus memperbanyak baca karya sastra supaya tehnik menulis dan kemahiranmu meningkat." Saya lalu membantah cepat, "..Saya nggak mau nyastra Mbak, saya mau nulis yang gampang-gampang saja. Maunya naskah roman/ populer yang ringan dan yang lucu! Bandel ya? Saya pasti akan belajar terus kok Mbak. Tapi 'nyastra'nya entar aja ya. Saya belum mood - hi-hi-- ,... Anyway, Happy Birthday Mbak Sanie B. Kuncoro and ..thank you so much!