Wednesday, March 11, 2015

Sex Sebagai Dagangan Komersial -- (1) Fifty Shades of Grey

Sudah lama beberapa teman memperbincangkan adanya buku Fifty Shades of Grey karangan penulis E.L. James yang memiliki nama asli Erika Mitchells. Saya belum membaca bukunya. Alasan utama: jarang membaca buku seringkali adalah karena 'tidak sempat.' Maklum ibu rumah tangga slash ibu dari seorang anak slash istri dari seseorang. Bagi saya membaca buku akan makan waktu lebih lama daripada menonton film. Maka untuk saat ini saya lebih cepat menyerap aneka narasi dari penggambaran dalam film. Walaupun di hati ada kesadaran penuh bahwa sebaiknya membaca buku tetap harus diutamakan daripada menonton film. Karena bagi saya film dan buku sesungguhnya berbeda, baik cara pemahaman maupun kenikmatannya. Film membatasi imajinasi, buku sebaliknya memperluas dunia angan dan impian. Namun atas dasar efisiensi, maka bagi saya membaca terpaksa turun pada peringkat kedua dengan catatan ketika sedang ada waktu.

Karena belum membaca bukunya, saya langsung membahas pada filmnya saja. Kisah fifty shades of grey bagi sebagian besar orang mungkin 'menjijikan' karena kisahnya adalah mengenai wanita yang pasrah menjadi budak seks seorang lelaki. Dengan imajinasi permainan seks yang liar menggelora, pola sadomasokis. Tentu saja ada masanya ketika pertama kali saya membaca buku atau cerita atau menonton film terkait dengan kata sadomasokis ini, yang artinya saja tidak saya pahami. Tapi seiring waktu ketika usia beranjak makin dewasa kata sadomasokis menjadi punya arti. Kurang lebih adalah permainan seks yang kasar, menggila dan menggunakan berbagai macam cara atau peralatan sehingga meningkatkan kenikmatan seks itu sendiri. Fifty shades of grey ternyata adalah 'pecahan' twilight. Karena penulisnya menuliskan kisah ini terinspirasi dari buku twilight. Namun dibandingkan dengan twilight, fifty shades of grey menjadi perbincangan 'bulan-bulanan' yang lebih gawat dikarenakan sebenarnya plot cerita terasa biasa, sangat biasa. Namun banyaknya adegan seks dan penggunaan kamar rahasia yang berisikan perlengkapan untuk bermain seks menjadi sajian utama dalam film atau mungkin juga bukunya.

Filmya dibintangi oleh Dakota Johnson (putri melanie griffith dan don johnson) sebagai Anastasia Steele dan Jamie Dornan sebagai Christian Grey. Kisahnya sangat mudah. Seorang gadis kuliahan yang lugu, sederhana dan masih perawan (garis bawahi kata perawan) berjumpa dengan pengusaha muda yang ganteng, kaya raya dan sukses. Entah mengapa keduanya langsung tertarik dan jatuh cinta (hellooo...? mendadak sekali? apanya yang membuat istimewa? sifat lugu perempuan dan sifat dominan lelaki?). Singkatnya langsung masuk pada berbagai adegan seks. Kemudian si lelaki yaitu Christian Grey membuka sebuah rahasia bahwa ia menyukai permainan seks yang menyimpang dengan menggunakan alat-alat. Jika Anastasia setuju maka mereka akan menandatangani kontrak bahwa hubungan itu adalah atas dasar suka sama suka. Si perempuan diperlakukan sebagai objek seks yang disebut submissive (diapain aja nurut) dan si lelaki menjadi tuan yang memilikinya serta disebut sebagai dominant (kadang menghukum dengan kekerasan seperti memukul dengan tongkat kayu, mencambuk, mengikat leher dengan tali dan sebagainya).

Ya-ya-ya, jenis novel yang membuat Shakespeare mungkin ingin bangkit dari kuburnya dan menulis ulang Romeo and Juliet. Entahlah. Saya tidak ingin menghakimi tetapi memang dalam buku atau film ini dagangan utamanya adalah seks yang kasar, menyimpang dan heboh. Acting Dakota Johnson dan Jamie Dornan sendiri dalam film fifty Shades of Grey saya rasakan datar dan 'terpaksa.' Dakota tampak terlalu lugu, polos dan tak tahu apa-apa, tapi kalau disuruh telanjang dan nge-seks langsung bersedia tanpa banyak protes? Segitu lugunyakah? Lagi-lagi bingung tapi saya tak mau menghakimi, karena saya tak punya latar belakang pendidikan perfilman. Jamie Dornan juga tampaknya bukan tipe aktor yang gemar memainkan perlengkapan seks bagaikan tentara yang mahir memainkan aneka senjata. Sepertinya ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap peralatan 'koleksi'nya dan bahkan perasaan ketertarikan atau cinta antara Ana dan Christian Grey bagi saya terasa datar dan dibuat-buat. Dimana percik-percik asmaranya? Tidak ada! Permainan seks yang ditampilkan pun tidak lebih dari Dakota Johnson yang rajin bertelanjang bulat setiap saat.

Bagaimanapun juga seks dengan bungkus baru yaitu sadomasokis menjadi dagangan yang laku luar biasa. Hingga saat ini kabarnya terjual hingga 100 juta buku. Kalikan saja harga buku, harga buku elektronik dan juga harga royalty film. Yup, tanpa diduga dan tanpa dinyana dengan kisah seks yang dicemooh banyak kalangan E.L. James langsung mendulang sukses dan kekayaan yang tiada tara. Saya lebih tertarik mengamati fenomena kesuksesan James atau Erika yang secara instant mampu menumbuhkan pohon duit. Kalau hanya dipandang dari segi materi atau pemasukan uang, menulis cerita yang bombastis seperti ini senada dengan ungkapan, "apa aja yang jadi duit gue jual dah! kalo perlu nenek loe,..." Tetapi saya sangat menghormati dan menghargai karya James, karena bagi saya ia tetaplah seorang maestro yang mampu menyulap fame and fortune dengan keahliannya berimajinasi. Tidak ada yang salah dengan imajinasinya yang mungkin bagi banyak orang adalah sangat liar. Setidaknya James juga tidak bersikap munafik. Ia tahu ceritanya akan menjadi kontroversial berbumbu sedap namun tetap saja ia tuliskan dan ia mampu mempopulerkan karyanya. Good job James!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.