Friday, July 29, 2016

K-Movies (7) A Moment to Remember (Sesaat Dalam Ingatan) *****

Kim Su Jin (Son Ye Jin) yang baru saja putus dari kekasihnya pergi ke sebuah mini market dan membeli minuman. Dalam keadaan galau ia pergi tanpa membawa dompet dan minuman yang telah dibayarnya. Ketika ia kembali ke mini market Su Jin berpapasan dengan seorang pria muda yang tengah membawa sekaleng minuman. Su Jin melihat bahwa kaleng minumannya tak ada lagi di atas meja kasir, tanpa pikir panjang ia langsung merebut kaleng dari tangan lelaki itu dan menenggaknya habis. Ia berasumsi lelaki itu telah mencuri minuman yang dibelinya. Lelaki itu adalah Choi Cheol Su (Jung Woo Sung), hanya menanggapi dengan geli-geli santai tingkah Su Jin yang aneh. 

Ketika Su Jin menemui kasir mini market, ia mendapatkan kembali dompetnya dan kaleng minuman yang disimpan oleh sang kasir di laci meja. Dengan kata lain Su Jin telah 'merebut dan mencuri' minuman Cheol Su tanpa sadar. Beberapa hari setelahnya Su Jin melihat lagi lelaki cool itu yang ternyata adalah head carpenter (pekerja bangunan) di perusahaan konstruksi milik ayahnya. Cheol Su digambarkan sebagai lelaki yang kelihatan kasar dan acuh, sehari-hari kerjanya adalah mandor tukang kayu di konstruksi gedung pencakar langit. Tapi Su Jin sangat tertarik melihat Cheol Su dan mulai membuntutinya. Tidak lama kemudian keduanya saling jatuh cinta. Sebelumnya Su Jin berhubungan dengan seorang pria beristri (atasannya di kantor yang kemudian dipindahkan keluar negeri). Hubungan itu membuahkan perceraian bagi sang atasan dan hati yang hancur bagi Su Jin. Untung saja Su Jin menemukan cinta baru dalam hidupnya, Cheol Su.

Cheol Su sekalipun terlihat berandalan sesungguhnya adalah pria yang cerdas. Ibunya melahirkan Cheol Su di usia 17thn dan menelantarkannya di sebuah kuil. Di situ ia berjumpa dengan kakek tua yang mengajarkan Cheol Su keahlian tukang kayu. Ayah Su Jin sesungguhnya sudah pusing kepala dengan perilaku putri sulungnya yang sempat kabur dengan suami orang dan kini menjalin cinta dengan 'kuli bangunan' yang adalah anak buahnya. Jika ini adegan sinetron barangkali akan muncul jeritan semacam ini, "Perempuan macam apaaa kamuuuh!..." Namun dalam film ini ayah Su Jin menyaksikan sendiri bagaimana Cheol Su sangat mencintai Su Jin. Ia hanya berkata, "Cheol Su, tukang kayu yang baik tidak akan komplain dengan material kayu yang ada di hadapannya. Sebaliknya ia akan mengamati tekstur kayu dan membuat sesuatu dari material itu sesuai dengan teksturnya. Saya mengenali kamu sebagai lelaki yang baik. Sama seperti saya mampu melihat tekstur kayu,.." Dengan perkataan itu maka restu diberikan dan Cheol Su menikahi Su Jin.

Peruntungan Cheol Su membumbung tinggi sejak menikah. Dengan bantuan ayah mertuanya yang bijaksana, ia lulus test arsitektur. Yang tadinya bekerja kasar, kini ia berkantor dan memiliki usaha sendiri. Sayang kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Karena sifat "pikun" Su Jin kian menjadi parah dan mengganggu. Ternyata wanita cantik ini mengidap penyakit Alzheimer (penurunan daya ingat/linglung). Penyakit ini bersifat keturunan dan memang ada dalam keluarga Su Jin. Kenyataan ini membuat rumah tangga sepasang sejoli yang sedang indah-indahnya hancur berantakan. Su Jin sempat memanggil Cheol Su dengan nama kekasih yang sebelumnya dan menyatakan cinta. Penyakit Alzheimer menghapus daya ingat yang terbaru, sehingga hari kemarin lebih sulit diingat daripada seminggu yang lalu. Sama seperti kejadian pada tahun ini lebih sulit diingat daripada tahun-tahun sebelumnya. Demikian pun Su Jin mulai melupakan Cheol Su namun ia masih mengingat kekasih yang sebelumnya, sang atasan.

Dalam keadaan kalut saat ingatannya muncul dan tenggelam, Su Jin menangis. Ia merasa telah menyakiti hati Cheol Su. Ia meminta maaf dan berulang-kali meyakinkan bahwa orang yang paling ia cintai hanyalah Cheol Su. Su Jin buru-buru menulis surat saat pikirannya jernih dan memunculkan 'catatan' yang masih jelas. Su Jin meminta perceraian dari Cheol Su karena ia tak ingin jadi beban dan menghalangi masa depan suami yang sangat dicintainya itu. Dalam suratnya Su Jin mengatakan, "Kamu adalah suami yang baik. Kamu mungkin tak tahu dan tak menyadari hal ini. Tapi aku tahu karena aku adalah istrimu. Jadi kamu harus bertemu wanita lain dan hidup bahagia. Lupakan aku sama seperti aku pun pasti akan melupakanmu,..." Tentu saja Cheol Su menolak mentah-mentah gagasan itu. Bahkan ketika ayah mertuanya menyuruhnya berpisah, "Sejak kecil kamu hidup sengsara Cheol Su. Sekarang masa depan gemilang ada di hadapanmu, jangan kau habiskan waktu dengan mengurus Su Jin dan penyakitnya,.." Su Jin kemudian melarikan diri dari Cheol Su dan tinggal di sebuah panti perawatan. Namun pada akhirnya Cheol Su berhasil menemukan Su Jin dengan ingatan yang sudah sangat samar tentang masa lalunya bersama Cheol Su.

"Sedia Ember" (untuk menampung air mata) adalah prosedur menonton k-movies ini. Pasalnya sedih banget, kata-kata dalam dialog juga sangat menyentuh. Film ini kabarnya banyak di duplikasi ke berbagai negara dengan judul-judul yang serupa. "Ada Penghapus di Kepalaku" dan "Kamu adalah Rumahku." Jung Woo Sung menggambarkan dengan sempurna karakter "cowok macho yang cool abis,.." Sementara itu Son Ye Jin dalam film ini masih berusia 20-an dan 'omg,..so sweet!' Perfect love story with sad ending,.. Memang ending yang menyedihkan kurang disukai bagi penonton, tetapi why not juga. Tokh berikutnya kita dapat menonton film comedy atau film lain yang lebih ceria. Belajar tentang cinta dan kesetiaan ada di film ini (akh, gembel..gombal! Yeey, namanya juga usaha,...). Adegan dibuka dan ditutup dengan percakapan Cheol Su dengan seorang gelandangan di stasiun kereta, "Ingatan yang hilang sama saja dengan jiwa yang musnah,.." Alzheimer, hal ini sangat menyedihkan karena fisiknya belum mati tetapi otaknya sudah mati. Penderita Alzheimer tidak dapat mengenali lagi orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya. Dirilis 2004, ditonton today, tetap sedia ember!

foto: berbagai sumber

Thursday, July 28, 2016

Drama 28 - Kembali Pada Tahun 1988 (Reply 1988) ******

Bintang enam saya hadiahkan pada K-Drama yang super-keren-abis ini. Ibarat kata: sebelum mati sebaiknya seseorang menyempatkan diri menonton K-Drama ini menurut ke-lebay-an saya. Choahamnida! Back to 80ies adalah tema kental yang diangkat dalam drama ini. Tahun-tahun 80-an adalah sepuluh tahun kebahagiaan saya sebagai anak dan remaja. Entah ya, tahun 80an itu berkesan banget! Seingat saya, saya masih langganan majalah Bobo, kemudian berlangganan majalah Hai. Sesekali beli tabloid Monitor. Saya masih minum susu sapi yang diantar pakai botol kaca. Saya masih langganan bakso sapi yang tukang baksonya datang dengan satu 'rombong' almunium besar tempat bakso sapi yang yummy dipanaskan dalam kuah bertabur daung bawang/seledri segar dan dijajakan dengan bersepeda. Sambelnya caus (saus) yang sepertinya jaman sekarang setara sambal 'Del Monte', tapi itu saya yakin si tukang baksonya yang bikin sendiri! Saya masih hobby nonton TVRI sambil tiduran dan makan diatas kasur (pemalas kelas dewa). Jyaaah Tanteee,... pernah remaja?! Ya eiyyalaaah :P...

Menonton K-Drama ini membuat saya berteriak pada putri saya, "Mami dulu hidupnya kayak Hyeri! Ini persis gambaran masa remaja Mami,..!" Lalu putri saya mencibir dan menjulurkan lidah. Lima anak remaja bersahabat dan tinggal dalam kompleks perumahan yang sama di Ssangmun-dong, daerah utara Seoul. Lima anak ini terdiri dari empat cowok dan seorang cewek bernama Sung Deok Sun (Lee Hyeri). Deok Sun digambarkan sebagai gadis cantik pada masanya. Tingkahnya aneh, busananya trendy jadoel. Busana yang keren pada masanya. Deok Sun punya satu kakak wanita bernama Sung Bo-Ra (Ryoo Hye-Young) yang jutek, galak abis dan seorang adik lelaki bernama Sung No-Eul (Choi Sung-Won) yang wajahnya 'boros.' Usianya masih 17 th tapi wajahnya 'tuwek.' Setiap saat Deok Sun sering bertengkar jambak-jambakan dengan Bo-ra. Terkadang untuk masalah-masalah sepele. Ia meminjam perlalatan make-up Bo-Ra tanpa ijin. Dulu tahun 80-an gadis usia belasan masih diperlakukan seperti anak kecil, tidak boleh lipstikan, ber-make up tebal, dst. 

Keempat cowok sahabat Bo-Ra di perumahan itu adalah Jung Hwan (Ryoo Joon-Yeol), Sun Woo (Ko Gyung-Pyo), Taek (Park Bo-Gum) dan Dong Ryong (Lee Dong-Hwi). Diantara keempat cowok ini hanya Dong Ryong yang sama sekali tak memiliki hubungan asmara dengan Deok Sun. Ketiga cowok lainnya berkaitan erat dengan Deok Sun. Gadis ini awalnya naksir Sun Woo, namun 'salah sinyal.' Rupanya Sun Woo berbaik-baik pada Deok Sun karena ia naksir Bo-Ra, kakaknya. Hati Deok Sun hancur berkeping karena ia sudah GR abis bahwa Sun Woo naksir dirinya. Sementara itu Jung Hwan yang selalu bersikap ketus pada Deok Sun justru diam-diam naksir gadis lugu itu dan mentertawakan kegagalan cinta pertama Deok Sun pada Sun Woo. Dalam pencarian jati diri dan cinta sejati Deok Sun akhirnya sadar bahwa Jung Hwan menyukai dirinya dan ia pun berharap Jung Hwan segera membuat pernyataan cinta. Sayangnya hal itu selalu tak pernah terjadi. Jung Hwan bukan jenis cowok yang romantis dan mengaku-ngaku jatuh cinta. Walaupun dalam segala keseharian Deok Sun diam-diam Jung Hwan banyak berkorban dan menolongnya. Percintaan ini jadi terkatung hingga mereka dewasa dan sama-sama bekerja. 

Taek adalah jenius pemain Baduk (semacam catur cina) yang sejak kecil sudah menjuarai berbagai turnamen. Sifatnya cool, pendiam, murah senyum, pengalah, murah hati dan sering lemot. Artinya ia sangat jenius dalam bermain Baduk namun ia sering kudet (kurang update) untuk hal-hal terkini. Otaknya dipenuhi dengan strategi permainan Baduk. Hal ini wajar bagi orang-orang jenius, biasanya mereka tak sempat memikirkan hal-hal lain kecuali hal yang memang menjadi fokus utama mereka. Keempat kawannya sangat paham dengan kesibukan dan sifat Taek. Bahkan Taek tidak bersekolah di sekolah umum seperti teman-temannya yang lain, karena waktunya banyak dihabiskan di berbagai tempat baik dalam maupun luar negeri untuk mengikuti turnamen Baduk. Teman-temannya sangat mendukung dan memperhatikan Taek. Mereka kerap menunggunya tak sibuk untuk membuat pertemuan dan mengajak Taek bergabung. Taek sendiri menyukai Deok Sun sejak SD. Pada masa SD itu ia pernah terjatuh dan menangis. Deok Sun serta merta menggendong dan merawat dirinya. Selama menjelang masa dewasa Taek selalu menunjukkan kekaguman dan kasih sayang pada Deok Sun, namun gadis itu tak menganggap serius karena baginya Taek hanyalah 'si jenius lemot.'

Dalam suatu resensi pernah saya baca bahwa K-Drama ini ujung-ujungnya hanyalah menguak misteri, "Siapa diantara teman-teman masa kecil yang pada akhirnya menjadi suami Deok Sun?" Pertarungan karakter "cowok yang pantas kucintai" antara Jung Hwan dan Taek semakin lama semakin dipertajam bagi Deok Sun. Hebatnya, tak ada permusuhan sama sekali dalam drama ini. Dari awal hingga akhir yang dipertontonkan hanyalah kehangatan keluarga, keakraban tetangga, saling dukung antar sahabat dan kesantunan yang tak melanggar batas. Kisah cinta Deok Sun sangat menarik karena suaminya adalah salah satu teman masa kecilnya. Saya tidak yakin, saya bisa mencintai teman masa kecil tanpa rasa bosan. Lha bagaimana tidak? Kenal sejak jaman ingusan bercelana pendek dan masih diharuskan menghabiskan waktu bersama-sama hingga akhir hayat? Tapi drama ini memotret dengan baik momen-momen itu semua. "Cowok yang pantas kucintai", tidak harus muncul di masa SMA, kuliah atau bahkan di pekerjaan. "Cowok yang pantas kucintai" bisa jadi adalah tetangga sebelah rumah yang kukenal sejak berusia tiga tahun!

Sementara itu para orang-tua juga memiliki masalah sendiri. Ayah dan ibu Deok Sun yaitu Sung Dong Il dan Lee Il Hwa sangat bersahaja. Ayah Deok Sun bertahun-tahun bekerja di Bank dengan gaji pas-pasan demi istri dan tiga anak (gambaran pekerja kantor yang seumur hidup mengabdi). Kadang-kadang ia masih berusaha menolong orang lain dengan membelanjakan uang untuk membeli barang yang tak dibutuhkan, hal ini membuat istrinya kesal. Ibu Jung Hwan, Ra Mi Ran dipusingkan dengan abang Jung Hwan yang bernama Jung Bong (Ahn Jae Hong). Anak yang sudah berusia 24 tahun ini tidak lulus masuk ujian perguruan tinggi hingga 6x, tidak bekerja dan hobby-nya main game/kolektor macam-macam. Tipe orang yang tidak dapat bekerja dalam rutinitas, harus mengandalkan pendapatan dari pekerjaan slash hobby. Pada masa itu memang orang-tua masih berpatokan sebaiknya anak-anak mencecap perguruan tinggi agar sukses dalam bekerja. Ayah Jung Hwan, Kim Sung Kyun adalah lelaki humoris yang selalu menceriakan suasana, ia gemar bercanda dengan Deok Sun. Sementara itu ibunda Sun Woo yaitu Kim Sun Young adalah janda dengan dua anak yang akhirnya menikah dengan ayah Taek, lelaki cool bernama Choi Moo Sung. Dalam kdrama ini panggilan kesayangan "oppa" untuk abang lelaki/pacar hanya dilayangkan pada Choi Moo Sung oleh Kim Sun Young, yang sudah sama-sama esteweh. Lucu imut (amat?)! Karena dulunya mereka berasal dari kota yang sama (pernah kenal semasa muda). 

Dari awal hingga akhir kdrama sebanyak 20 episode ini mampu mengocok rasa haru-biru. Banyak 'andai-andai' yang kemudian berseliweran dalam benak. Saya jadi teringat teman-teman pria semasa kecil. Yang satu saya masih berhubungan dengan cukup baik. Yang lainnya sudah hilang jejak. Banyak kilas balik masa lalu yang ditayangkan dalam kdrama ini misalnya lagu Right Here Waiting (Richard Marx), film Forrest Gump (Tom Hanks), film Interview with A Vampire (Brad Pitt), Top Gun (Tom Cruise) dan banyak kenangan 80-an lainnya yang diumbar dalam drama ini. Tentu saja saya sedih, karena kini saya sudah berada di tahun 2016. Masih ingin kembali ke tahun 80-an, ketika hidup barangkali masih dapat saya rancang dengan lebih baik lagi (seandainya diberi kesempatan). Hanya mesin waktu yang dapat membawa kita kembali pada masa lalu. Setidaknya menonton Reply 1988 dapat menjadi mesin waktu itu, yang membawa kita pada masa lalu. Mungkin seharusnya bukan Reply 1988 tetapi Replay 1988. Memutar kembali tahun-tahun manis 80-an yang mulai pudar dalam ingatan. 

foto : berbagai sumber

K-Movies (6) The Host (Sarang) ***

Berani berpindah pada genre yang berbeda dilakukan oleh sutradara Bong Joon-Ho yang sebelumnya merilis Memories of Murder"Sejak duduk di bangku SMA saya ingin sekali bikin film tentang monster," ujarnya. Sebagian crew & aktor film yang pernah bekerja sama dengannya digandeng oleh Joon-Ho untuk membintangi film fantasi yang cukup fantastis ini. Dalam memories of murder Song Kang Ho dan Park Hae Il 'bermusuhan.' Pasalnya Kang Ho berperan menjadi detektif polisi yang mengincar penjahat dan Hae Il menjadi tersangka pembunuh serta pemerkosa yang diburu oleh Kang Ho. Uniknya dalam film The Host Park Hae Il berperan menjadi adik kandung dari Song Kang Ho. The Host dirilis tahun 2006 dan memiliki 3D versi. Pengerjaannya dibantu U.S. graphics company Orphanage (pembuat Sin City dan Hellboy) setelah sebelumnya gagal deal dengan New Zealand's Weta Workshop (pembuat trilogi The Lord of The Rings). Semoga suatu hari kelak film Indonesia juga akan dibuat dengan teknologi secanggih ini, marilah kita berdoa!

Diilhami oleh kisah nyata Albert McFarland, warga US yang bekerja di Seoul dan membuang 400 botol lebih cairan kimia ke sungai Han pada tahun 2000, kisah The Host dibuka. Beberapa tahun setelah itu di tepi sungai Han yang indah dan damai, para pengunjung yang berpesiar dikejutkan dengan munculnya mahluk besar yang bergelantungan di jembatan. Mereka berpikir 'barang raksasa' itu adalah salah satu peralatan konstruksi jembatan. Nyatanya itu adalah monster! Walaupun gagal deal dengan pembuat LOTR, teknologi monster yang didapat dari pembuat Hellboy tak kalah keren. Bagus banget! Saya terheran-heran, bagaimana cara special effect team mampu membuat 'monster' raksasa menjadi nyata dan seolah hidup diantara kita semua. Plus, bagaimana cara men-direct histeria massa? Bagaimana caranya mengarahkan orang banyak untuk berlari-lari dengan ekspresi ketakutan? Saya membayangkan seandainya saya ikut dalam kelompok figuran film tersebut pasti saya akan tertawa geli karena 'disuruh berpura-pura lari dikejar monster.' Bisa gagal shooting karena salah ekspresi.

Park Kang Do (Song Kang Ho) tinggal bersama ayahnya yang sudah lansia dan putrinya yang berusia 13thn Park Hyun Seo (Ko Ah Sung). Kang Do pecundang sejati di keluarganya. Dia pengangguran dan hanya bekerja jadi pelayan di kedai kelontongan ayahnya. Sudah estewe kerjanya malas, sering ngantuk, menganggur, rambut dicat blonde, gayanya kayak masih anak SMA (satu lagi peragaan kehebatan Song Kang Ho berakting!). Untung putri tunggalnya cerdas. Walaupun istrinya kabur setelah melahirkan, Kang Do masih dapat hidup bahagia bersama ayah dan adik-adiknya. Kang Do punya satu adik lelaki bernama Park Nam Il (Park Hae Il) yang lulusan universitas namun masih cari-cari kerja dan hobby mabuk. Sementara adik bungsunya perempuan bernama Park Nam Joo (Bae Doo-Na) adalah atlet panahan nasional Korea yang sering meraih medali. Ketiga anak ini patuh pada ayahnya Park Hee Bong (Byun Hee Bong) dan sangat menyayangi anak/ponakan satu-satunya Park Hyun Seo.

Insiden munculnya monster sungai Han berakibat pada bencana nasional. Banyak orang yang menjadi korban dihajar, digigit dan diculik oleh monster raksasa yang menjijikkan ini. Yang wajahnya masih kerabat dengan monster Aliens, monster Predator dan monster-monster imajinasi lainnya dalam film. Keempat orang ini (ayah dan ketiga anaknya) saling menyalahkan karena anak/keponakan/cucu satu-satunya menjadi korban tewas monster sungai Han. Namun suatu ketika Kang Do mendapat telepon aneh dari Hyun Seo, yang ternyata masih hidup. Rupanya ia belum mati dan dibawa oleh monster untuk disembunyikan di rawa-rawa yang menjadi sarangnya. Dari situ perburuan keluarga Park untuk menyelamatkan keturunan terakhir mereka dimulai. Nam Il menggunakan relasinya di bidang telekomunikasi untuk memetakan lokasi keponakannya, sementara Nam Joo banyak menggunakan keahliannya memanah untuk memburu si monster. Walaupun telah mengorbankan nyawa ayah mereka (Park Hee Bong) nyawa keponakan/anak tercinta (Park Hyun Seo) tetap tak dapat diselamatkan (film Korea pelit memberi happy ending). Sebagai gantinya Park Kang Do mengangkat anak Se-Joo (Lee Dong Ho) yang muncul bersama Hyun Seo dan berhasil lolos dari cengkraman monster dalam keadaan masih bernafas. Bintang 3? Karena kisahnya imajinasi (bangeeeuthh,..). :)

foto : berbagai sumber

K-Movies (5) Joint Security Area (Daerah Netral) ****

Sutradara Park Chan Wook memperoleh banyak penghargaan untuk film "Joint Security Area" dan film "Oldboy" yang ia buat empat tahun kemudian. Film ini berdasarkan novel karya Park Sang Yeon. Poster film-nya mirip-mirip poster film  A Few Good Men (Tom Criuse & Demi Moore), tapi ceritanya tentu saja berbeda. Film ini dirilis tahun 2000 dan ditaburi bintang-bintang top Korea seperti Lee Byung Hun (bintang Korea yang sudah 'nyemplung' Hollywood dalam film Terminator & G.I. Joe), si serba bisa Song Kang Ho, Shin Ha-Kyun dan Lee Young Ae (pemeran The Jewel in The Palace sebagai Jang Geum). Kisahnya merupakan komedi satire yang berakhir tragis. 

Terjadi penembakan yang menewaskan dua perwira Korut di perbatasan. Tersangkanya adalah tentara Korsel bernama Sgt. Lee Soo-Hyuk (Lee Byung Hun). Ia seolah menghadapi tekanan batin dan secara psikologis terganggu oleh tragedi itu. Bibirnya terkatup rapat, ia menyampaikan disposisi tertulis mengenai tragedi di perbatasan namun tak mau bercerita lebih lanjut tentang kejadian yang sesungguhnya. Seorang perwira cantik dari Swiss yang masih keturunan Korea ditugaskan untuk menyelidiki kasus tersebut. Maj. Sophie E. Jean (Lee Young Ae). Perwira wanita ini juga bingung dihadapkan pada kenyataan mengapa para perwira yang bertugas di perbatasan malahan baku tembak? Tokh tidak ada indikasi perang. Kedua negara (Korut dan Korsel) bagaimanapun juga berasal dari keturunan Korea yang sama. Masih bersaudara walaupun berbeda filosofi negara. 

Berbagai penyelidikan dan dugaan perlahan mulai menguak tabir misteri. Sophie (yang ibunya bule Swiss dan ayahnya Korea) menemukan bahwa ada orang lain di tekape ketika terjadi penembakan tersebut. Yang tadinya diduga hanya empat orang dalam satu ruangan, terindikasi ada orang kelima. Dan orang itu adalah perwira Nam Sung-Shik (Kim Tae Woo). Penyelidikan dan desakan yang terus-menerus membuahkan tekanan jiwa hingga perwira Nam Sung Shik terjun dari lantai atas gedung. Sementara itu perwira Lee Soo-Hyuk akhirnya juga bunuh diri karena tak ingin menceritakan perihal yang sebenarnya. Perwira yang tertinggal dan bertahan dalam kasus ini hanyalah perwira Korut Sgt. Oh Kyeong-Pil (Song Kang Ho). Sebagai perwira Korut, Kyeong Pil sangat cerdas, bijaksana dan berdedikasi. Hatinya juga baik. Ia pernah menolong Lee Soo Hyuk yang terjerat ranjau (bom yang ditanam di tanah). 

Berawal dari situ, Soo Hyuk bersahabat dengan Kyeong Pil dan rekannya perwira Jung Woo Jin (Shin Ha Kyun). Soo Hyuk juga memperkenalkan perwira yang bertugas bersamanya Nam Sung Shik (Kim Tae Woo). Keempat perwira penjaga perbatasan yang sering merasa bosan kemudian menjadi 'gank gaul.' Dua perwira Korut dan dua perwira Korsel. Mereka menghabiskan waktu di pondok jaga perbatasan Korut dengan bermain kartu, mengobrol, melukis dan bahkan saling memberikan hadiah saat ada yang berulang-tahun. Persahabatan ini kian erat dan keempatnya melupakan tugas yang diemban oleh masing-masing orang sebagai perwira penjaga perbatasan Korut dan Korsel. Suatu malam seorang perwira Korut lainnya muncul dan memergoki persahabatan yang aneh ini. Situasi sangat menegang. Dalam keadaan salah paham Nam Sung Shik menembak perwira Korut yang baru muncul. Jung Woo Jin yang hendak balas menembak Nam Sung Shik (padahal baru diberi kado ulang tahun oleh Nam Sung Shik) ditembak oleh Lee Soo Hyuk. Oh Kyeong Pil kemudian membereskan semua kekacauan itu dengan menembak mati rekannya yang masih sekarat dan meminta Lee Soo Hyuk dan Nam Sung Shik segera kembali ke markasnya. 

Sekalipun ia tidak lagi bertugas menyelidiki kasus tersebut Sophie merasa puas karena berhasil memecahkan misteri dan mengkonfirmasi dengan diam-diam pada Oh Kyeong Pil tentang kejadian yang sesungguhnya. Ia juga kemudian menemukan sebuah kenyataan pahit manis. Ayahnya ternyata adalah salah satu jendral Korut yang dibuang ke negara Eropa pada masa pergolakan Korea karena pertentangan pendapat dengan penguasa Korea saat itu. Maka dari itu ayahnya tak pernah kembali ke Korea. Sophie sendiri kini lebih banyak menjadi orang 'bule' ketimbang orang Korea. Karena tak sekalipun ia pernah mengunjungi Korea, hanya sekali ini saja demi sebuah penyelidikan tentang tragedi kecil persahabatan tentara perbatasan Korut-Korsel yang berakhir dengan tragedi. 

foto : berbagai sumber

K-Movies (4) The Chaser (Pengejaran) *****

Na Hong Jin adalah sutradara film "The Wailing" yang pernah saya kisahkan sebelumnya. Film yang dirilis 2008 ini adalah debut awal Na Hong Jin menjadi sutradara kelas A dari Korea yang layak diperhitungkan pada pentas perfilman dunia. Sebenarnya film-film Korea saya rasakan sepertinya banyak mengambil "nafas" Hollywood namun mampu menterjemahkan dengan baik ke dalam jiwa Korea/Asia. Berkisah dengan gaya ketimuran. Terkadang nonton film 'barat' tidak begitu klik bagi orang 'timur' Kenapa? Karena memang culture-nya sangat berbeda. Kadang-kadang orang timur tipenya 'tersirat' namun tidak 'tersurat.' Seseorang harus pandai menterjemahkan 'bahasa tubuh dan kata-kata bersayap' hehehe-... Sementara culture barat tidak demikian, "Lu mau apa? Ngomong yang jelas! Jangan membuat kami menebak-nebak, memangnya kami cenayang?"

Jung Ho (Kim Yun Seok) adalah lelaki ketus dan sengak yang sangat berdedikasi pada pekerjaannya. Dulu ia adalah detektif di kesatuan khusus kepolisian, kini profesinya,..germo! Perjalanan hidup seolah membalik telapak tangan. Dulu polisi sekarang mucikari. Dua orang gadis panggilan yang menjadi anak buah Jung Ho menghilang tanpa jejak. Jung Ho sangat kesal karena ia 'membeli' gadis-gadis itu dari pihak lain dan 'menyewakan' mereka kepada pelanggan juga untuk mencari uang yang dikumpulkannya sebagai uang tebusan bagi gadis-gadis pekerja seks komersial di perusahaannya. Ia memiliki kantor dan buku catatan khusus untuk para pelanggan yang menilpon dan 'pesan' cewek panggilan padanya. Bahkan seorang lelaki bekerja sebagai asistennya di perusahaan tersebut. Tentu saja Jung Ho yang kini menjadi mucikari sangat menghindari teman-teman lamanya dari kepolisian. Menghilangnya gadis-gadis panggilan tidak menjadikan Jung Ho langsung melapor pada polisi. Ia berusaha menyelidiki sendiri. Ia beranggapan gadis-gadis itu sengaja melarikan diri darinya.

Film ini memotret dengan sentuhan pada hati kita, bagaimana beratnya kehidupan gadis-gadis panggilan. Wanita yang bekerja dalam dunia prostitusi. Mencari uang dengan menjajakan dirinya. Salah seorang gadis bahkan dipukuli oleh pelanggan yang ingin merekam hubungan seks mereka dalam video. Beberapa lainnya menghilang entah melarikan diri, entah diculik. Jangan dibayangkan Jung Ho sebagai mucikari keji. Sebaliknya Jung Ho sangat melindungi gadis-gadis yang bekerja padanya. Ia balas menghajar lelaki gila yang memukuli salah satu gadisnya dan meminta ganti rugi. Sementara itu seorang pelanggan aneh meminta layanan gadis pada Jung Ho yang kemudian mengirim salah satu gadisnya yang lain bernama Mi-Jin (Seo Young Hee). Mi Jin sesungguhnya sedang sakit dan demam, namun Jung Ho memaksa, "Jangan cengeng! Batuk pilek saja kok malas kerja! Kamu ingin dapat uang atau tidak?" Dengan berat hati Mi Jin yang memiliki anak berusia 7 tahun (diperankan oleh Kim You Jung) berangkat 'bekerja' dalam keadaan sakit. Dari sinilah the chaser (pengejaran) dimulai. 

Rupanya gadis-gadis yang hilang itu terakhir kali selalu bersama dengan pelanggan yang menilpon, yang pada akhirnya Jung Ho mengirim Mi Jin. Bulu tengkuk Jung Ho langsung meremang. Ia merasa sangat bersalah dan sekuat tenaga mengejar si pelanggan aneh untuk menyelamatkan Mi Jin. Dengan kata lain tanpa sengaja ia mengirim Mi Jin untuk mati. Pelanggan aneh ini tak lain dan tak bukan adalah serial killer Ji Young-Min (Ha Jung Woo) yang gayanya sekilas mengingatkan saya pada serial Hollywood Dexter. Tapi ternyata film serial killer ini diilhami oleh kisah nyata serial killer di Korea bernama Yoo Young-Cheol. Pengejaran dilakukan oleh Jung Ho dengan segala cara hingga akhirnya ia bertatap muka dengan Young-Min. Prosedur hukum yang salah membuat Young-Min bolak-balik dibebaskan oleh pengacara. Apalagi Young-Min sempat dipukuli dan dihajar oleh Jung Ho. Tetap saja tak terbukti. Dimana mayat-mayat yang telah dibunuh oleh Young-Min? Polisi menelusuri gunung dan tempat kerja Young-Min untuk menemukan hasil yang sia-sia. Tidak terbukti ia membunuh siapapun. Tak ada mayat sama sekali. 

Jung Ho tidak putus asa, ia terus menyelidiki. Hingga akhirnya ia menemukan bahwa Young-Min yang punya keahlian sebagai tukang batu/pemahat telah membuat patung & salib Yesus di sebuah gereja. Ketika ia bertanya pendeta gereja menyatakan bahwa Young-Min yang pandai memahat itu diperkenalkan oleh seorang lelaki tua bernama Mr. Park. Rupanya Young-Min telah lama membunuh dan mengubur Mr. Park yang lansia dan tinggal seorang diri. Ia kemudian menetap di tempat kediaman Mr. Park dan asyik melakukan hobby pembunuhannya, serta menguburkan semua mayat yang dibunuhnya di halaman rumah Mr. Park. Termasuk diantaranya dua gadis panggilan sebelum Mi Jin dikirim padanya. Mi Jin dengan segala daya upayanya berhasil selamat dan melarikan diri dari rumah Mr. Park namun ketika ia bersembunyi di sebuah kedai, Young-Min berhasil menemukan dan membantainya tanpa ampun. Jung Ho yang tak putus asa menyelidiki tempat persembunyian Young-Min dan berhasil menemukan rumah kediaman Mr. Park. Emosi Jung Ho memuncak ketika ia melihat kepala Mi Jin telah dimutilasi dan diletakkan di dalam akuarium bersama ikan-ikan. Ending cerita menampakkan Jung Ho yang merasa menyesal. Ia setia merawat putri Mi Jin. Kisah ini menyentuh karena memperlihatkan bahwa manusia yang bekerja dalam dunia hitam-pun memiliki perasaan untuk berbuat baik. Sebaliknya manusia yang tidak waras akan mampu melakukan tindak kriminal secara biadab. 

Monday, July 25, 2016

K-Movies (3) Oldboy (Bocah Tua) ****

Dirilis 2003, dalam film ini si ganteng Yoo Ji Tae (kdrama-healer) terlihat masih sangat belia. Kisah penuh khayalan yang endingnya 'menonjok' ini menceritakan tentang suami/ayah yang ngelomprot ceroboh Oh Dae Su (Choi Min Sik). Laki-laki dewasa ini gemar mabuk, mengganggu istri orang dan kurang bertanggung-jawab pada anak-istrinya sendiri. Suatu malam setelah ditahan di kantor polisi, Oh Dae Su diculik dan dipenjarakan secara tersembunyi oleh orang tak dikenal selama 15 tahun. Selama belasan tahun itu Oh Dae Su dirawat dengan makanan/suntikan dan ditidurkan dengan asap bius. Selama 15 tahun itu pula Oh Dae Su hanya dihibur dengan acara TV. Ia nyaris gila menghadapi kehidupan yang tak jelas, dipenjara tanpa seorang pun yang tahu keberadaannya. Sementara itu ketika Oh Dae Su dipenjara istrinya terbunuh oleh penjahat dan Oh Dae Su difitnah sebagai tersangka. Ini semua adalah perbuatan orang yang sangat mendendam pada Oh Dae Su. 

Dae Su rajin berlatih boxing di kamar sel, tubuhnya menjadi liat dan tidak ngelomprot gembrot seperti ketika ia masih bekerja kantoran. Mukanya sedikit keruh dengan garis-garis mengeras karena terpaan tragedi hidup tapi secara fisik ia nampak lebih bugar. Tentu saja Dae Su penasaran sekali dan ingin mencari tahu siapa penjahat yang menahannya dan oleh karena alasan apa? Kenapa dirinya tidak disiksa dan dibunuh saja jika orang tersebut sedemikian mendendam padanya? Dae Su menemui sahabat lamanya No Jo-Hwan (Ji Dae Han). Ia menceritakan semua pengalamannya dan Jo-Hwan pun tentu saja bersedia membantu mengusut misteri ini. Siapa yang sedemikian mendendam pada Dae Su? Dae-Su sendiri lalu berkenalan dengan chef sushi belia yang cantik jelita bernama Mido (Kang Hye-Jung). Hubungan ini berlanjut menjadi hubungan asmara antara Dae-Su dan Mido. Sekalipun dengan selisih usia yang sangat jauh (kurang lebih 20 tahun perbedaan) keduanya saling mencintai dan beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami-istri. Dae-Su juga berusaha mencari keberadaan putrinya dibantu Mido. Didapatkan kabar bahwa putrinya telah diadopsi orang asing dan pindah ke Eropa. 

Sementara itu perlahan sebuah data terkuak. Orang yang membuat hidup Dae Su menderita ternyata kerap 'mempermainkannya' dengan banyak hal. Termasuk mengirim email pada Mido dengan nama evergreen. Dibantu Jo-Hwan didapatkan data lain. Evergreen Oldboy School adalah nama sekolah Dae Su dan Jo Hwan dulu ketika masih SMA. Mereka lalu memutar otak dan mulai membuka-buka buku tahunan sekolah untuk melihat wajah-wajah teman lama mereka. Barangkali ada yang pernah mendendam. Dari situ ingatan mereka muncul tentang Lee Soo-Ah (Yoon Jin-Seo). Gadis cantik bersepeda merah ini adalah teman sekelas Jo-Hwan. Dae-Su secara tak sengaja mengintip Soo-Ah sedang bermesraan dengan adik lelakinya yang bernama Lee Woo-Jin (Yoo Ji Tae). Rupanya kakak adik ini saling jatuh cinta dan melakukan hubungan terlarang sedarah (incest). Dae Su ketika itu hendak pindah sekolah ke Seoul, ia sempat berkisah pada Jo-Hwan tentang hubungan menjijikkan yang dilakukan oleh kedua kakak-beradik. Dae-Su berpesan agar Jo-Hwan tidak membocorkan rahasia ini. Namun tentu saja berita ini langsung bocor dan seantero sekolah heboh dengan gossip kakak-beradik yang pacaran. Soo-Ah kemudian bunuh diri di sebuah bendungan disaksikan oleh Woo-Jin adik lelaki yang sangat mencintainya. Keluarga mereka yang kaya raya memungkinkan Woo-Jin yang kini telah dewasa menjadi 'boss' yang mampu melakukan apa saja. Termasuk melaksanakan balas dendam keji yang dirancangnya bagi Oh Dae Su. Woo-Jin tidak dapat melupakan bayangan wanita yang sangat dicintainya, kakak kandungnya sendiri!

Dalam puncak konflik terjadi pertarungan seru antara Dae Su dan Woo Jin. Ketika tiba-tiba saja Woo Jin menghadiahkan sebuah album foto keluarga dalam kotak berwarna ungu pada Dae-Su. Ketika dibuka satu persatu, album itu menampakkan foto istri dan anak Dae Su. Pertumbuhan sang putri sejak usia balita hingga akhirnya menjadi gadis belia yang cantik. Dan gadis itu ternyata adalah Mido! Sebuah pukulan telak menghantam ulu hati Oh Dae Su. Balas dendam yang dirancang Woo Jin untuknya terlalu keji untuk dipikir dengan nalar orang waras. Bagaimana sebuah hubungan incest dibalaskan dengan incest lainnya. Hubungan antara ayah dan anak. Antara Oh Dae Su dan Mido. Woo Jin menceritakan dengan senyum kemenangan bagaimana ia akhirnya mengalahkan Dae Su dan menjadikannya pecundang. Tentu saja Dae Su memohon-mohon dengan teramat sangat agar Woo Jin tidak membuka rahasia pada Mido bahwa Dae Su yang dianggapnya sebagai kekasih sesungguhnya adalah ayah kandungnya. Twist plot seperti biasa menjadi ending yang menghentak. Entah sutradara entah penulis skenario yang memiliki imajinasi gila semacam ini? Walaupun menjijikkan membayangkan hal-hal seperti itu tetapi tak dipungkiri kreativitas perfilman Korea = gila. Film ini tentu saja box office pada masanya dan juga diakui oleh perfilman Eropa. Yah, memang hidup tidak melulu tentang disney princess!

Melawan Kanker Dengan Tertawa Gembira

Sebenarnya saya benci bercerita tentang sakit, penyakit dan rumah sakit. Tapi tak dapat dipungkiri begitu banyak orang disekitar kita yang bertumbangan sakit. Healthy lifestyle adalah sesuatu yang 'mahal.'. "Iya, kami terburu-buru hendak pergi, jadi udah aja sarapan mie instant dulu,...!" Itulah life style sebagian besar dari kita termasuk saya. Mie instant itu enak, gurih, sedap. Masaknya juga kilat khusus langsung jadi. Saya pernah mendengar istilah "Tubuh harus kita muliakan." Ketika itu saya berpikir itu pasti untuk orang-orang yang narsis dan harus terlihat keren. Mereka yang punya waktu untuk nge-gym seminggu 5x. Makan nasi merah, biji jagung, buah mengkudu dan sebagainya. Ternyata maksudnya bukan itu. Tubuh harus dirawat dengan pola makan, gizi dan olah raga teratur. Karena tubuh adalah arca tempat persemayaman jiwa kita. Jika tubuh tak terawat tentu saja gawat! Jadi memelihara tubuh untuk kesehatan (boleh lah untuk narsis sedikit!) itu penting! 

Yang kedua, jika merasa merawat tubuh sudah maksimal. Rawatlah jiwa dengan maksimal juga. Maksudnya? Yah, buang semua hal yang tidak membahagiakan! Tubuh adalah kendaraan dan pikiran adalah kemudinya. Apakah kita akan pergi menembus badai dan terus berhujan-hujan disambar petir. Apakah kita akan melewati bukit-bukit hijau dengan semburat sinar mentari yang indah? Pilih! Jadi segala yang jutek, rumit, napsuin, nggamparin dan segala emosi jiwa sebaiknya hanya diarahkan kepada happiness. Caranya? Berpulang pada masing-masih pribadi, tergantung situasi dan kondisi. Tidak bisa dipukul rata. Terkadang seseorang tidak merasa bahwa ia memaksakan diri/memforsir segenap jiwa dan raganya untuk suatu ambisi/emosi atau untuk memecahkan masalah yang mungkin seharusnya tidak perlu membebani benak. Cancer adalah 'dementor' roh-roh jahat gentayangan yang siap menelan energi bahagia kita dan menggerogoti tubuh.

Jumat 22 July lalu mendapat kabar kalau Mbak, senior di kantor dulu yang masih saya kenang dengan baik mendadak masuk RSCM. Bergegas kami kesana, naik bis kemudian disambung taksi, dari Tangerang hingga Megaria. Sesampainya disana Mbak tidak bisa kami tengok karena telah dimasukkan ruang perawatan ICU. Diisolasi karena dipasang banyak perlengkapan pada tubuhnya, kesadarannya pun dihilangkan dengan obat bius. Tentu saja saya kecewa. Dalam hati saya ingin menyuapi dirinya, memaksanya makan sedikit. Ini bagaimana hendak makan? Semua fungsi organ tubuhnya dalam posisi 'hibernate'. Sekalipun saya memaksa tentu tidak diijinkan masuk. Jangankan saya, keluarganya pun tidak dapat melihat dari jarak dekat. Kami hanya memandang dari kaca deretan ranjang-ranjang pasien ICU. Sementara Mbak ranjangnya diletakkan di ujung terjauh. Sedih dan sedikit terpukul. Ada apa? Dulu Mbak begitu gembira dan bahagia. Barangkali kebahagiaan itu telah direnggut darinya sejak tidak aktif bekerja? Hingga dalam waktu singkat kondisinya menurun? Inilah kisah kanker tulang. 

Dalam keadaan 'galau' saya kemudian mengirim pesan pada teman lain yang merupakan 'komplotan persahabatan' dengan Mbak di masa lalu. Panjang lebar saya berceloteh tentang keadaan Mbak dan mohon agar dirinya turut memperhatikan serta mendoakan Mbak. Saya tahu teman saya ini adalah wanita yang kuat dan sangat kuat. Tidak sekalipun ia pernah menampakkan wajah duka atau menangis. Selalu tertawa-tawa ceria. Dibandingkan teman-teman lain, saya sangatlah cengeng. Menonton drama Korea yang sedih saja langsung menangis, sampai suami dan putri saya merasa sebal, hi3x. Menangis untuk acara drama?? mBlehhh! Teman saya si 'Ceria' ini menanggapi dengan rasa terkejut atas keadaan Mbak dan tak mampu berkata banyak. Namun sejurus kemudian ia berkata, "Win aku juga sedang berada di rumah sakit Fatmawati." Tentu saja saya bertanya apakah ia sakit dan ia menjawab, "Yang sakit adalah putri sulungku, Belia." Tentu saja saya lega mendengar yang sakit adalah putrinya. Bayangan saya anak-anak/remaja biasanya sakit Tipus atau Demam Berdarah dan cepat sekali recovery-nya. Saya masih akan asyik berceloteh tentang Mbak kalau saja tidak secara tiba-tiba palu godam dihantamkan pada saya, "Win, minta doa juga. Belia sakitnya lumayan parah,.. Leukemia!" Speechless saya tak mampu bereaksi. Inilah kisah kanker darah.

Pada hari Sabtu 23 July sore ada undangan doa syukur dirumah "Bapak." Bapak adalah tokoh yang saya kagumi, segani dan biasanya saya nurut kalau disuruh-suruh oleh Bapak. Beliau adalah atasan di organisasi gereja yang saya ikuti. Sudah sejak awal tahun Bapak terdeteksi kanker dan pengobatannya dilakukan dengan sangat rapi. Bertahap dari Jakarta, Singapore kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi hingga 7-8 x di Singapore. Sore itu (bagaikan film Sabtu Sore bersama Bapak), Bapak berkisah sambil berlinang. Menceritakan pengalamannya sejak terdeteksi, petscan, biopsi, operasi dan hingga kemo. Tentu saja bukan cerita yang menyenangkan. Tetapi ada kesaksian mengenai bagaimana ia begitu cepat sembuh. Pulih! Banyak kelompok-kelompok teman yang mendoakannya. Kondisi fisiknya luar biasa. Masih sehat, tubuh berisi, kulit terawat, rambut tidak rontok. Masih sama persis dengan penampilan fisiknya saat sebelum terdeteksi sakit! Yang saya tahu Bapak orangnya easy going. Jabatannya Direktur tetapi ia lebih berlaku sebagai 'pendamai' pada semua jurusan konflik baik di rumah, kantor maupun lingkungan sosial. Selalu tertawa. Bapak selalu tertawa sambil memberikan segala nasihat. Sesibuk itu Bapak bahkan selalu sempat mendengar dan menanggapi segala curcolan, omelan dan rengekan saya yang sangat tidak penting! Inilah kisah kanker paru-paru.

Dalam pengalamannya 'menyembuhkan diri' Bapak berkisah bahwa ada seorang perawat di Singapore yang berceloteh suatu hal yang mungkin terdengar tidak penting. Perawat itu berkata, "You know uncle? Ibu saya bekerja di Pusat Kanker Singapore. Tidak Bahagia! Buang rasa tidak bahagia! Hanya dengan itu maka seketika kanker akan pergi menjauh!" Intinya pikiran tidak bahagia, cemas, takut, was-was, benci dan sebagainya itulah asap dupa yang dibakar untuk memanggil dementor bernama kanker. Sejak kecil ibu sering mengeluhkan saya "Selalu berlaku kekanak-kanakan dan tidak pernah dewasa!..." Mungkin benar juga. Saya merasa dengan cangkang kulit berlaku kekanakan maka saya akan selalu gembira dan mempertahankan perasaan itu. Seperti anak-anak yang selalu ceria dan memandang hidup dengan optimisme tinggi. Sejak usia 10 tahun ayah saya tidak pernah pulang dan ibu selalu bekerja di toko. Hubungan dengan satu-satunya adik memburuk karena wataknya berubah, yang menurut saya adalah dampak broken home. Saya harus survive! Saya harus menjadi pemenang dalam pendakian tebing terjal kehidupan saya sendiri. Yang benar sajalah! Mana ada orang dewasa dimasa sekarang yang tidak diliputi permasalahan hidup? Pasti selalu ada. Jangan sampai kita kecolongan, lupa bergembira dan merayakan kehidupan dengan luapan bahagia. Maka resep untuk selalu gembira sejujurnya hanyalah satu: Ndableg, tebal muka! Sebodo deh, apapun yang terjadi be happy for who we are, what we have and what we got,.. 

Thursday, July 21, 2016

K-Movies (2) Memories of Murder (Kenangan Pembunuhan) *****

Beberapa kali menyaksikan film yang dibintangi aktor Song Kang-Ho (Lahir: Jan 17, 1967). Hampir semua film-nya patut mendapat acungan jempol. TOP. Aktor ini sudah terbilang 'gaek' tapi baik film lama maupun film barunya semua layak tonton. Kepandaiannya berakting mungkin bisa disandingkan dengan Chou Yuen Fat dan Dustin Hoffman. Sepertinya aktor/aktris layar kaca dan layar lebar punya sentuhan yang berbeda. Menurut seorang kawan, berbeda sekali 'kelas'nya aktor televisi dan aktor film di negara India. Saya tidak tahu pasti bedanya apa, hanya menurut pengamatan saya film berdurasi sekitar 120-150 menit, sementara drama bisa berdurasi 50-100 x 60 menit (jadi lebih capek bagi para pemerannya). Tetapi dalam film 'akting yang mentah' akan sangat terlihat. Kalau dalam serial drama masih bisa tersamarkan (karena karakter lain banyak berperan dan alur cerita lebih rumit/panjang). 

Terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di Hwaseong, Gyeonggi selama tahun 1986 hingga 1991. Sepuluh wanita dari kisaran usia 13-70 tahun mati terbunuh secara mengenaskan oleh serial killer. Polisi bekerja keras namun tak satupun orang yang benar-benar dapat dijadikan tersangka. Hingga kini misterinya masih belum terpecahkan. Detektif Park Do-Man (Song Kang-Ho) melihat sendiri mayat telanjang seorang wanita yang diikat kaki dan tangannya ke punggung (seperti mengikat hewan buruan) disembunyikan di kolong parit di sisi jalan setapak sebuah ladang. Seluruh tubuh wanita itu sudah disemuti. Hatinya tercekat menyaksikan pemandangan yang begitu mengenaskan. Sejak hari itu pembunuhan terjadi. Bahkan ternyata ada satu pembunuhan yang sebelumnya telah terjadi dan mayatnya baru ditemukan kemudian. Wanita di parit ladang adalah pembunuhan kedua.

Detektif Seo Tae Yoon (Kim Sang Kyung) yang datang dari Seoul bertugas membantu proses investigasi. Ia menggunakan metoda-metoda yang lebih cerdas ketimbang rekannya di Hwaseong. Ketika detektif Park Do Man dan rekannya menangkap anak yang sedikit terbelakang bernama Baek Kwang Ho (Park No Shik), ia memperhatikan bagaimana Detektif Park dan rekannya menganiaya anak itu dan memaksanya mengaku melakukan pembunuhan. Detektif Seo tiba pada kesimpulan bahwa Kwang Ho tidak mungkin melakukan pembunuhan dan mengikat korban karena jemari tangannya semasa kecil pernah terbakar sehingga kulitnya lengket. Jangankan untuk mengikat temali pada korban, untuk memegang sumpit dan makan saja Kwang Ho kesulitan. Tetapi secara aneh Kwang Ho mampu menjelaskan dengan detail proses pembunuhan yang terjadi. Rupanya ia adalah saksi mata.

Tersangka kedua lalu muncul seorang lelaki pekerja pabrik yang terlihat aneh, melakukan tindak tak senonoh di lokasi tekape pembunuhan pada malam hari. Setelah melalui serangkaian penganiayaan oleh polisi hasilnya tetap saja nihil karena lelaki ini ternyata juga bukanlah tersangka. Sebuah petunjuk didapatkan dari seorang korban yang masih hidup. Wanita miskin yang tinggal di gubug sunyi di belakang sekolah. Wanita ini mengatakan bahwa ia mengalami serangkaian tindak kriminal yang sama dengan para korban. Namun ketika itu ia selamat. Kebetulan ada seseorang yang lewat di tekape dan mulutnya dibekap oleh si penjahat. Ia menggambarkan tangan lelaki itu sangat halus dan lembut seperti tangan wanita. Tidak kasar seperti tangan lelaki pada umumnya. Penyelidikan lalu mengarah pada tersangka ketiga Park Hyeon Gyu (Park Hae Il). Polisi terperangah karena lelaki ini berwajah tampan, terpelajar dan bukan pekerja kasar. Ia bekerja di belakang meja administrasi. Sehingga tangannya halus dan lembut. Banyak kecurigaan mengarah pada lelaki ini namun ketika test DNA tiba dari Amerika, ternyata tidak dapat memastikan bahwa DNA-nya cocok dengan pelaku. 

Para detektif sangat frustrasi dengan keadaan ini. Detektif Seo hampir saja membunuh Park Hyeon Gyu dengan pistol saking kecewanya pada hasil penyelidikan yang selalu berujung di jalan buntu. Untung saja Detektif Park menahan. Seorang gadis SMA kenalan Detektif Seo menjadi korban terakhir pembunuhan keji saat Hyeon Gyu tidak memiliki alibi. Hal ini memicu puncak kemarahan Detektif Seo. Dikisahkan 18 tahun kemudian Detektif Park sudah menjadi pengusaha sukses, berkeluarga dengan dua anak. Pada satu kesempatan ia melewati desa dan ladang tempat lokasi parit mayat yang pertama kali ditemukannya. Park melongok ke dalam parit sambil mengenang masa lalu. Seorang gadis kecil lewat dan bertanya, "Bapak sedang ngapain?" Dan ia menjawab, "Saya sedang teringat masa lalu." Gadis kecil itu tercengang, "Bapak tahu tidak? Beberapa hari lalu ada lelaki yang juga melongok ke dalam parit ini dan berkata bahwa ia juga sedang mengenang suatu perbuatan yang dilakukannya di masa lalu,.." Hati Detektif Park tercekat, "Seperti apa wajahnya?" Gadis kecil itu menjawab bingung, "Wajahnya sih biasa saja. Seperti kebanyakan orang, rata-rata,..." 

Jadi siapakah pembunuh itu? (Memories of Murder dirilis 2003; Foto berbagai sumber)

Wednesday, July 20, 2016

K-Movies (1) The Wailing (Ratapan) *****

The Wailing adalah film horror/thriller yang baru saja dirilis bulan Juni ini dari Korea. Seperti biasa saya suka iseng, karena sejatinya saya nggak suka film horror/sadis. Tapi entah kenapa 'kebaruan' dan posternya yang nggak lebay (hanya memajang gapura rumah dalam gelap malam tanpa ada foto wewe gombel atau kuntilanak) membuat saya tertarik untuk menontonnya. Saya pikir kalau sepuluh menit ditonton kurang pas bagi selera maka film akan segera saya matikan dan diganti dengan film yang lain. Ternyata sepuluh menit berlalu dan akhirnya dua jam terpatri di depan layar televisi menyaksikan film horror yang keren dan elegant ini. 

Film diawali dengan petikan ayat kitab suci "Lihatlah tangan dan kakiku, inilah diriku yang sesungguhnya. Sentuh dan lihatlah. Karena jika hanya roh maka aku tidak akan memiliki tulang dan daging, lihatlah sendiri aku memilikinya." (Lukas 24: 37-39). Petikan ini menyiratkan bahwa manusia kerap takut terhadap setan/hantu dan menganggap setan itu adalah roh gentayangan. Tetapi film ini mengajarkan bahwa setan dan kejahatan sesungguhnya memiliki tulang dan daging. Mereka yang melakukan kejahatan adalah mahluk-mahluk yang masih hidup dan ada diantara kita. Mereka yang dikuasai nafsu kejahatan. Apapun itu niat jahatnya. 

Di desa Gokseong (yang artinya meratap atau merintih sedih), mendadak terjadi serangkaian pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga. Ketika melakukannya si pembunuh tak sadar bahwa ia telah membunuh orang-orang yang paling dekat dengannya. Polisi Jong-Gu (Kwak Do Won) ditugaskan bersama pasukannya untuk menyelidiki peristiwa ini. Jangan dibayangkan Polisi Jong-Gu ganteng bertubuh nge-gym, tetapi Jong Gu hanya polisi biasa berwajah 'rata-rata' dengan tubuh sedikit tambun. Menurut saya inilah kepandaian orang Korea membuat film/drama dengan menampilkan character yang 'sangat membumi' tanpa 'muka sinetron' yang bermake-up tebal dilengkapi bulu mata anti badai. Jong-Gu sedikit penakut dan 'ogah' mengurus hal-hal mengerikan seperti itu namun 'tugas' memanggil sebagai polisi.

Alur cerita lambat namun menjerat. Ketika satu persatu keluarga-keluarga di desa Gokseong mulai saling membunuh dalam tragedi brutal. Banyak yang bingung dan mencari-cari penyebabnya. Ada yang berpikiran bahwa barangkali si pembunuh keracunan jamur sehingga kehilangan kewarasannya. Jong-Gu sendiri sempat berjumpa wanita aneh bergaun putih Mo Myeong (Chun Wo Hee) yang bergumam bahwa, "Saya melihat sendiri kejadian pembantaiannya." Di waktu lain Jong-Gu bermimpi tentang lelaki tua dari Jepang yang datang dan menetap di desanya diperankan oleh Jun Kunimura (Kill Bill 1), ia melihat lelaki itu matanya merah darah dan dengan hanya mengenakan mawashi (semacam celana kolor yang digunakan pe-sumo) si "Jap" (si Jepang) menggigit dan makan daging mentah. Hal itu membuat Jong-gu mulai membidik "Jap" sebagai tersangka.

Jeratan kisah makin mengencang ketika putri tunggal Jong-Gu yang bernama Hyo Jin (Kim Hwan Hee yang akting kesurupannya super keren untuk aktris berusia dibawah 15 th) mulai menunjukkan gejala kerasukan. Seolah ia dikuasai kekuatan aneh. Awalnya sakit demam lalu ketika sehat ia memaki-maki ayahnya dengan kata-kata yang sangat kasar seperti "Si Bodoh - Pecundang!". Belum lagi selera makannya seperti hewan, ia makan sangat banyak dan tulang-tulang /sisa makanannya berserakan dimana-mana. Dalam sebuah penyerbuan ke gubuk "Jap" Jong Gu dan teman-temannya menemukan aneka keganjilan. Si Jepang itu memiliki ruang penyembahan dengan lilin dan memiliki ruang foto berisikan foto-foto korban tragedi pembunuhan selama masih hidup dan setelah matinya. Rekan Jong-Gu yang menyaksikan aneka foto pembantaian merasa merinding dan seolah tak mampu untuk bergerak. Ia juga menemukan sepatu Hyo Jin di rumah "Jap" yang sepertinya disimpan dan diguna-guna oleh pria Jepang itu. 

Jong-Gu makin penasaran dan ngeri dengan segala keanehan yang terjadi disekitarnya khususnya mengenai kondisi Hyo Jin yang makin tak wajar. Ia lalu menuruti anjuran ibu mertuanya untuk membayar dukun (Shaman) bernama Il Gwang (Hwang Jung Min; aktor ini termasuk top stars Korea). Kita akan berpikiran, "Nah ini dia si dukun bloon yang hanya akan menguras uang si korban." Ternyata tidak! Dukunnya benar-benar ampuh dan mampu melawan guna-guna si "Jap". Namun dalam ritual eksorsisme itu Hyo Jin kesakitan dan hampir mati. Jong-Gu lalu berteriak dan meminta agar ritualnya dihentikan saja. Ia tak sanggup melihat anaknya sekarat. Kini Jong-Gu lalu berniat melakukan perburuan fisik terhadap si Jap dan langsung membunuhnya di tekape. Niatan ini mengingatkan pada kejadian masa lalu ketika banyak orang diburu lalu dihabisi nyawanya begitu saja karena dianggap dukun laknat penyebab wabah. 

Dalam perburuan itu Jong-Gu ditemani asisten pastor yang berfungsi sebagai penerjemah bahasa Jepang Yi Sam (Kim Do Yoon). Dalam satu adegan diperlihatkan Yi Sam bertanya pada Pastor gereja, "Pastor, apakah orang Jepang ini sungguhan iblis aliran hitam yang menyebabkan tragedi?" Si Pastor menjawab bijak, "Aku dengar kabar katanya ia profesor pensiunan dosen dan banyak kabar lain seputar riwayatnya. Tapi tidak ada yang jelas. Semuanya gosip. Mendingan kamu tidak mengurus masalah aneh-aneh macam itu." Ternyata jawaban ini tidak menyelesaikan masalah karena desa Gokseong tetap diliputi kengerian. Ini juga mencerminkan kehidupan jaman sekarang. Dimana orang tidak mau lagi berurusan dengan hal-hal yang berbau mistis, namun terkadang memang ada kejadian/penyakit yang tak dapat dijelaskan secara scientific. Lalu orang harus menjelaskan dengan cara bagaimana? Jawaban bijaksana terkadang merujuk pada "cuci tangan dan tak mau tahu."

Film ini plot-nya twisted/ sangat ngebolak-balik. Dukun Il Gwang mendapat sebuah petunjuk baru dan menilpon Jong-Gu, "Ternyata si orang Jepang itu juga dukun sama seperti diriku dan dia berusaha mengusir setan dari desamu. Setan yang sesungguhnya adalah wanita berbaju putih, Mo Myeong. Dialah setannya!" Jong-Gu lalu mencari-cari Hyo Jin yang kabur/menghilang dari rumah dalam keadaaan kerasukan. Tetapi ia malah berjumpa Mo Myeong dan menanyakan kebenarannya. Mo Myeong menjawab, "Aku justru akan berusaha menangkap setan di rumahmu, sebelum ayam jantan berkokok 3x. Ia akan tertangkap. Aku sudah memasang perangkap. Tapi kamu tak boleh pulang ke rumah sekarang!" Jong-Gu antara percaya dan tak percaya pada Mo Myeong ketika akhirnya ia berlari pulang. Jong-Gu menemukan Ibu mertua dan istrinya telah dibantai oleh Hyo Jin. Ia sendiri juga pada akhirnya dibantai. Dukun Il Gwang datang dan memotret Jong-Gu dalam keadaan sekarat. Ternyata ia menyimpan semua foto orang-orang yang sekarat dan mati dalam tragedi. Sementara itu Yi Sam menemui si "Jap" yang masih hidup (setelah diburu dan dibantai bolak-balik, nggak mati-mati juga!) dan bertanya, "Siapa kamu sesungguhnya?" Dan si "Jap" dengan gaya plot twisted-nya membuka kedok. Ia tertawa terbahak, matanya merah membara dan pada kedua telapak tangannya nampak lubang bekas ditembus paku (seolah pernah disalibkan). 

Pemandangan desa dan perjalanan yang di-shoot oleh kameramen dalam film ini sangatlah indah. Birunya gunung dan langit berpadu serasi dengan latar ladang padi menghijau. Bahkan rumah-rumah penduduk desa, rerimbunan hutan juga nampak natural dan cantik dalam besutan sinematografi yang menawan. Baru kali ini ada film horror bisa dinikmati pemandangan alamnya. Serasa film dokumenter NatGeo. Rumah "Jap" yang kumuh dan "altar penyembahan" juga nampak artistik sekali dalam frame film ini. Bukan rumah mewah. Bukan aktor dan aktris tampan jelita. Bukan kisah melankolis tentang cinta. Tetapi film ini punya kekuatan penuh untuk membuat penonton terpesona. Sebagai catatan: dalam 'The Wailing' tidak ada suara musik dan adegan-adegan yang mengagetkan, semuanya 'smooth', halus dan manis. Setelah menonton film ini saya yang kebetulan sedang sendirian di rumah, mendadak mendengar suara azan maghrib yang riuh bersautan dan gelap malam mulai meliputi. Merinding. Saya langsung menyalakan semua lampu-lampu rumah! Ha-ha-ha,.. 

Bow to film director Na Ho Jin! (foto: berbagai sumber).

Travel Note - Visit Jatim 2016 (2) Surabaya

Catatan 20 Juni 2016

(1) Soto Lamongan Cak Har MERR

Semalam akhirnya kami tiba dan menginap di rumah Linda, di Perumahan Puri - Surabaya. Rumahnya mungil dan terletak di ujung jalan. Perumahan Puri adalah sebuah perumahan yang nyaman, lumayan dekat ke Bandara Juanda. Banyak juga rumah-rumah besar mewah dan dilengkapi ruko/pertokoan yang nyaman. Tersedia aneka makanan enak, bahkan sekedar ngopi di Indomaret 24-H juga asyik! Pagi hari kami sudah keluar rumah dan menuju ke sebuah tempat untuk menikmati sarapan berupa soto khas Jatim. Ternyata soto ini mirip dengan 'Soto Pesek' yang biasa kami nikmati di Tangerang. Sotonya adalah "Soto Ayam Lamongan - Cak Har - MERR Surabaya." Beralamatkan di Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No.220, Phone: 0857-0426-5904.

Karena terlalu excited pagi hari berkelana di Surabaya (pengen nyanyi 'soerabajaaa.. soerabajaaa oh soerabajaaa..'), saya menikmati saja hidangan soto yang tersedia dengan gembira dan setengah melamun antara percaya nggak percaya berada di Surabaya. Sotonya bening dengan kupasan daging ayam dan bumbu semacam serundeng kuning yang mereka menyebutnya 'KOYA.' Saya sampai survey sebenarnya koya ini apa sih? Ternyata koya adalah: kerupuk udang goreng dan bawang putih goreng yang ditumbuk halus dan dijadikan bubuk. Digunakan untuk ditaburkan/membumbui soto agar makin gurih (selama ini saya pikir dari kelapa parut, plis dee' bloon banget! hihihi..). 

Nah, saking masih nggak nyadar (antara capek dan gembira), saya juga tidak memperhatikan harga per porsi atau tambahan camilan lain di RM Cak Har MERR. Pokoknya ke kasir dan membayar! Hal ini sering dilakukan oleh saya maupun putri saya. Biasanya suami yang 'menggila' hihi. "Kok belanja/makan nggak dihitung harganya, main ambil, main pesan dan main bayar aja!Ya kita kan robotics anak-istri bahagia,..ha-ha-ha,... Lagi pula jam 9 pagi biasanya saya hanya makan roti dan minum susu/kopi. Nasi soto porsi besar membuat saya bingung karena belum terlalu lapar. Tapi berhubung bulan puasa, suasana rumah makan Cak Har tidak terlalu ramai. Nyaman sekali dengan gedung resto yang dibangun megah seperti rumah kayu desa, angin pagi terasa lembut menyelimuti diri. Ditambah nyoto anget-anget! Pas deh,.. Simak foto-fotonya aja yaa...(ketahuan nggak bisa bercerita kuliner dengan baik dan benar hihi...)

(2) Musium Sampoerna

Setelah sarapan di Cak Har, kami lanjoet ke MUSIUM SAMPOERNA. Eng-Eng-Eng! Musium ini sudah bolak-balik menghias berbagai promosi wisata kota Surabaya. Jadi it's a must to visit here, kalau pertama kali ke Surabaya. Kami tiba masih relatif pagi di tekape. Duh tempatnya rapi, terawat, dihiasi kebun indah. Ada beberapa mobil kuno menghias halaman Musium Sampoerna. Saya pikir masuk ke dalam musium ini kami harus membayar tiket. Alangkah kagetnya karena ternyata : ge-ra-tis. Musium dengan banyak koleksi barang jadoel dan design arsitektur yang begitu indah kok gratis? Tapi itulah kekuatan "Group Sampoerna". Berlokasi di Taman Sampoerna No.6, Phone: (031) 3539000.

Dalam musium dipajang banyak sepeda kuno, sepeda motor kuno dan ada beberapa karung yang menampakkan aneka kualitas tembakau. Baunya menyengat. As always saya suka bau-bau dari masa lalu. Hal-hal yang serba vintage. Jadi oke-oke saja. Kamar mandinya (toilet umum pria dan wanita) terletak berseberangan dengan pintu kayu raksasa yang sepantasnya menjadi pintu gerbang rumah (saking gedenya). Di dalam kamar mandi, dindingnya dihias kertas dinding dari susunan kemasan 'Dji Sam Soe' unik sekali. Wastafelnya juga model antik gitu berbentuk kotak dengan marmer putih. Di berbagai sudut dikisahkan perjalanan rintisan usaha group Sampoerna. Apa saja milestones (titik-titik balik penting) yang terjadi pada masa lalu. Berbagai foto petinggi dan pemilik perusahaan dari masa lalu juga terpajang di dinding. Saya tertarik pada sebuah mesin kuno hitam yang sangat besar, yang rupanya adalah mesin cetak kemasan (dus) rokok.

Tangga menuju lantai dua ternyata berisikan toko souvenirs. Saya sarankan membeli dari toko ini karena banyak barang kenangan/ cindera mata khas Musium Sampoerna. Hal yang sangat 'magical' di lantai dua adalah kita akan bertemu dengan beberapa pegawai wanita (didudukkan berjajar dalam ruang kaca tertutup) yang sibuk bekerja membuat lintingan rokok dan mengepaknya. Kita dapat memperhatikan langsung namun tak boleh berkomunikasi dengan mereka. Manusia-manusia yang bekerja dengan kecermatan, ketepatan dan kecepatan tinggi. Tangan-tangan mereka bergerak lincah dalam menyusun dan memainkan tembakau-tembakau untuk dikemas dalam bungkus rokok. Yang hebat lagi ada sebuah jendela kaca yang sangat besar di dinding belakang dan dibawah sana ratusan pegawai melakukan kegiatan yang sama persis. Seperti ratusan minions yang bekerja bersama-sama (kebetulan seragamnya kuning). Sayangnya pengunjung dilarang memotret kegiatan para pekerja wanita ini. DILARANG. Ratusan pekerja mengenakan seragam yang sama persis dengan topi yang juga sama. Laksana pasukan semut pekerja. Sulit mengenali wajah satu-persatu kalau tidak memperhatikan dengan cermat.

Untuk suvenir saya membeli sebuah mug bergambar Musium Sampoerna. Tadinya ingin membeli kaos bertuliskan 'nyleneh'. Model kaos yang kalimat-kalimatnya membanyol. Sayang putri saya dan juga Albert, putra Linda yang menemani kami tidak terlalu berminat pada kaos-kaos lucu tersebut. Dari musium kami lanjut kebelakang, dimana terdapat sebuah art gallery yang memajang aneka kreativitas para seniman Surabaya. Kompleks Musium Sampoerna terdiri dari tiga tempat yang bisa dikunjungi: musium-galerry-coffeeshop. Karena perjalanan menikmat Surabaya masih panjang, kami tidak sempat ngupi-ngupi di Coffee Shop yang juga kebetulan baru akan dibuka siang hari. Ada satu lagi, mobil wisata dari Musium Sampoerna yang kabarnya bisa mengantar keliling. Tapi hari itu juga tidak dioperasikan. Kami cukup puas mengakhiri kunjungan ke Musium Sampoerna dengan melihat-lihat pameran di Gallery bertajuk "Ampyang."

(3) Gedung Siola/Tunjungan City

Dari Musium Sampoerna kami berniat mengunjungi Musium Surabaya, sayangnya musium tutup pada hari Senin. Lucunya musium ini bergabung dengan "DISDUKCAPIL" Surabaya. Bukan temennya 'upil'. Disdukcapil adalah : dinas kependudukan dan catatan sipil -- KTP/Lahir/Nikah/Cere/Mati se-Surabaya semua dilayani oleh dinas ini, beralamat di Jl. Tunjungan Surabaya. Lha kalo ke musium terus dikira mau daftar cere talak satu gimana jeung? Yah, itu muka elo aja yang apes! He-he-he,.. Gedung ini kini disebut TUNJUNGAN CITY. Ibu Risma mulai membangun lagi gedung warisan jaman Belanda ini dan difungsikan untuk melayani masyarakat Surabaya. Bagus sih di dalamnya modern banget disdukcapil terlihat rapi dan banyak penduduk serta karyawan disdukcapil yang berbusana kantor berseliweran di gedung ini. Sayang menurut saya arsitektur Belanda/desaign heritage-nya agak terhapus. Bagian dalam gedung menggunakan lantai marmer warna abu gelap model desain minimalis masa kini (kurang cocok). Saya pernah lihat design lantai Plaza Indonesia (lupa resto/toko/cafe EX plaza kali?), itu desaign lantainya asli pakai lantai tegel model jadoel vintage, jaman opa saya masih hidup. Terasa sentuhan heritage-nya :). Lapor Bu Risma yak! :)

Gedung layanan disdukcapil a.k.a. Tunjungan City, punya nama lain juga. Dulu gedung ini dikenal seantero Surabaya sebagai gedung Siola. Sebagai pendatang di Surabaya (hanya untuk seminggu), saya penasaran kenapa namanya Gedung Siola? Emangnya masih sodara dengan Biola? Ternyata pada tahun 60-an (masa jadoelnya), gedung ini adalah pertokoan milik lima orang yaitu : Soemitro – Ing Wibisono – Ong – Liem – Ang, jadilah disebut : TOKO SIOLA/GEDUNG SIOLA. Asal orang Surabaya pasti tahu, kalo orang Klaten mungkin bingung! Hihi,.. Asyik ke gedung Siola ini. Selain ada musium, disdukcapil, sudut lain difungsikan sebagai galeri/pameran. Ketika kami datang sedang ada pameran foto "Denyut Nadi Kehidupan Surabaya" Duh, foto dan lukisannya apik-apik! Tetapi yang menarik minat saya adalah "TOKO UKM." Suka! Di dalam toko UKM itu (buka hingga jam 5 sore) terdapat banyak kerajinan halus bikinan UKM Surabaya. Seperti tas, dompet, scarf dll (sayang kaos-T Shirt-nya kurang bagus/lebih bagus kaos-T Shirt yang dijual di musium Sampoerna). Dan harganya,... muraaah cynn! Ya maklum kalo di Jakarta akan sulit menemukan barang-barang unik serapi itu dengan harga yang oke. Tempat yang cocok buat belanja suvenir!

Menurut saya kalau tak ada teman/kerabat. Cobalah menginap di jalan Tunjungan. Sepertinya menarik untuk menelusuri seluruh wilayah jalan Tunjungan. Ada Hotel Majapahit yang dulunya adalah 'Hotel Oranje' pada masa Belanda dan 'Hotel Yamato' pada masa pendudukan Jepang. Di hotel ini terjadi perobekan bendera Belanda merah-putih-biru yang dibuang warna birunya dan diubah menjadi merah putih. Peristiwa yang menunjukkan betapa muaknya rakyat Indonesia terus diatur oleh penjajah. Hotelnya tentu saja kuno/vintage as always dengan banyak kisah masa lalu. Tapi kini Hotel yang bernama Hotel Majapahit ini adalah hotel bintang lima dengan 140 kamar lebih. Selain Hotel Majapahit di wilayah ini juga terdapat Hotel Tunjungan berbintang empat. Hotel ini sepertinya lebih muda usia daripada Hotel Majapahit dan menyatu dengan Pusat Perbelanjaan Mewah TUJUNGAN PLAZA (TP). Mall dengan taburan toko-toko yang menjual barang branded. Tunjungan Plaza sepertinya berseri TP-1 hingga TP-6, mengingatkan saya pada Mall Kelapa Gading (MKG). Yang juga berseri dari MKG-1 hingga MKG-5.

(4) DELTA PLAZA dan MONKASEL (musium kapal selam)

Dari gedung Siola kami melanjutkan perjalanan menuju ke Delta Plaza untuk makan siang. Jujur saya lebih suka Delta Plaza daripada TP. Disini banyak makanan enak dan barang-barang yang sepertinya tidak semewah di Tunjungan Plaza alias lebih terjangkau. Saya sendiri menikmati "RUJAK CINGUR" delta plaza. Enak! Sayuran, lontong, buah, bumbu petis dan daging 'cingur' (hidung) sapi. Biasanya sih seperti 'tulang rawan'/ tulang lunak. Ya, nggak semua orang doyan makanan ini, beberapa orang (seperti suami yang asli Manado) akan bergidik ngeri dan kabur karena tidak doyan. He-he-he,..Coba saja di Plaza Surabaya Lantai 2 Unit 104, Jl. Pemuda, No. 33-37. Tempat makannya sih kecil, cafe/kedai biasa saja. Dan kami pun hanya mendapat tempat di sudut yang sempit karena banyak orang kantoran makan siang disini. Tapi dindingnya berupa kaca separuh badan sehingga memungkinkan untuk melihat ke bagian depan/ hallway mall. Tidak terasa sumpek duduk disini, apalagi ber-AC, he-he-he,...

Keluar dari Delta Plaza kami berjalan kaki menuju ke "MONKASEL". Di musium ini bayar tiket Rp. 10.000/orang. Ternyata yang disebut musium barangnya cuman satu : "Kapal Selam" udah itu doang! Kami pun menaiki tangga ke atas menuju pintu masuk kapal selam. Memang besar kapal selam ini. Dan bagi penggemar kabel, dinamo, mesin, torpedo, teleskop alias penggemar tehnik mungkin akan suka melihat kapal selam ini. Ya, isinya hanya seputar banyak peralatan/kelengkapan kapal selam serta seperti apa rasanya masuk di dalam kapal selam. Sayang AC-nya agak panas dan sumpek, juga ada bau minyak pelumas di dalam kapal selam. Saya hanya membayangkan para crew kapal selam itu selama beberapa hari tinggal di dalam ruangan pengap seperti itu di dasar laut. Wouw! Kebetulan ayah saya dulu pernah bekerja sebagai KKO dan KPLP (kesatuan penjaga laut dan pantai). Dan saya tahu benar bahwa angkatan laut memang dilatih untuk tinggal di dalam kapal selam/kapal pengintai semacam ini. Waktu kecil ayah pernah mengajak saya melihat 'kapal selam'nya. Waduh, saya phobia ruang kecil dan pengap! He-he-he,.. Sebetulnya ada ruang audio video untuk menonton film tentang kapal laut/ angkatan laut tapi karena cuaca sangat panas dan sepi, kami memutuskan untuk 'skip' acara nonton video-nya. Sebetulnya bagus sekali Musium Monkasel ini hanya menurut saya kurang terawat dan kurang dikembangkan. Misalkan ada toko suvenir kapal selam dan pernak-pernik TNI AU (sekaligus promosi) pasti menarik. Alamat Monkasel adalah Jl. Pemuda No.39, Embong Kaliasin, Genteng, Phone: (031) 5490410.

(5) Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria - Kuno

Mencecap Surabaya sehari terasa sangat panjang karena begitu banyak hal yang dapat dilihat. Kami menuju ke gereja kuno/klasik. Kebetulan gereja Katolik KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA. Beralamatkan di Jl. Kepanjen No.4, Surabaya. Suka banget, bangunannya bagus sekali. Seperti kastil atau istana Disney Princess, he-he-he... Warnanya merah bata. Sayang seribu sayang, ketika kami datang gerejanya sedang di-renovasi  besar-besaran, sehingga super berantakan. Puluhan tukang dan aneka peralatan bahan bangunan terserak dimana-mana. Umat pun di tempatkan di tenda-tenda besar yang ada di halaman. Tetapi terlihat bahwa gereja ini sudah sangat tua usianya dan menjadi saksi ribuan kehidupan umat Katolik sejak jaman dulu. Ada ruang yang memajang sebuah kitab suci raksasa dan perlengkapan Romo/Pastor dari masa lalu. Sekali lagi karena tempatnya 'berantakan' kami tak dapat berlama-lama. Lagi pula sulit menikmati keindahannya dengan kaleng-kaleng cat, bambu dan kayu yang disusun disana-sini. Semoga suatu hari nanti dapat kembali ke gereja ini dan mengamati lebih detail keindahannya.  

(6) Pasar Atom dan Nasi Cumi

Sore masih 'diharuskan' oleh Linda untuk mengunjungi Pasar Atom. Ternyata Pasar Atom ini kayak 'kue lapis' jadi ada bagian pasar lama dan ada bagian mall-nya. Kalau di pasar-nya agak panas sumpek dan jadoel. Atapnya masih menggunakan solatap plastik hijau tembus cahaya matahari. Terasa banget suasana 'chinatown' disini. Banyak dijual hidangan-hidangan non halal. Dan merupakan surga makanan serta cemilan/jajanan kecil. Semua pedagang akan berlomba menwarkan kripik dan snacks. Segala manisan, asinan, pahitan semua ada hehehe,... Kebetulan saya bukan tipe penggemar kripik, jadi saya sama sekali tidak berbelanja cemilan yang ada disini. Repot bawanya, apalagi kalo dimasukkan dus, serasa "Saodah pulang kampung." Jadi saya hanya penikmat suasana chinatown. Ada sebuah hallway panjang yang isinya pedagangan makanan. Aduh, komplit-plit-plit. Dari aneka gorengan dan hidangan lain. Perut dijamin mbledhos kalau berkunjung ke pasar Atom dan berhenti di tiap penjual makanan. Coba deh kunjungi ke alamatnya di Jl. Bunguran No. 45, Bongkaran, Pabean Cantian, Phone: (031) 3551995.

Dibelakang Pasar Atom ada sebuah warung yang menjual hidangan khas "NASI CUMI" penjualnya adalah keluarga Madura. Masakannya serba berminyak dan disajikan bersama rempeyek yang tipis kemrenyes gurih kalau dimakan enak sekali rasanya. Saya biasanya kurang suka rempeyek (apalagi pakai kacang), tapi rempeyek yang ini beda. Teksturnya renyah dan tipis lebih mirip kulit ayam yang digoreng. Karena suatu kerakusan saya makan "Nasi Cumi" dua kali selama di Surabaya. Tidak memperhitungkan efek gorengan yang dapat berakibat fatal. Sebelum pulang ke Surabaya saya minta makan nasi cumi lagi. Ternyata kelelahan dan pergantian cuaca panas-dingin-sedang (JKT-SBY-MLG-BATU-SBY-JKT) ditambah dengan keasikan makan gorengan dari nasi cumi, saya batuk dan flu parah selama hampir dua minggu, hingga ingus berdarah (hiyeeeks,..). Bukan sulap bukan sihir. Bukan edan bukan gendheng. Ternyata saya termasuk orang yang gak bisa jajan warung sembarangan di tepi jalan :D hihihi,... 

(7) RESTO HAPPY GARDEN

Linda si penggila kuliner masih 'memaksa' saya dan anak-anak (putri saya dan putranya) untuk makan di Resto chinesse food pada malam hari. Kira-kira jam 9 malam kami pergi ke Resto yang terlihat mewah dan banyak dikunjungi oleh keluarga-keluarga untuk 'late dinner' bersama. Namanya adalah HAPPY GARDEN RESTAURANT, Jl. Simpang Dukuh (Komplex Andika Plaza). Resto ini sepertinya dibuka untuk mereka yang suka makan enak, walaupun tengah malam buta! Saya kebetulan tidak menyimak jam bukanya restoran ini, tapi sepertinya beroperasi 24 jam. Asli "Program Penggendutan Tubuh." Bayangkan saja kalau tengah malam kita masih bersantap enak yang serba daging dan lemak. Tetapi hidangannya memang sangat lezat, semua dimasak fresh oleh juru masak handal! Dan perlu saya sampaikan bahwa Resto ini chinesse food 'totok' jadi tersedia makanan-makanan yang non halal. Yang halal tentunya juga ada. Karena takut gembrot (walaupun ngiler) saya hanya ikutan icip-icip sedikit hotplate, bubur ayam dan cincang daging manis (lhaa,..kok banyak juga! Hi-hi-hi,..). Hadeh, cobaan banget! Lanjut besok kisahnya,...