Saturday, August 29, 2015

Jadi Rakyat Bukan Jadi Wakilnya

Tadi itu ada semacam acara perayaan di lingkungan kami. Ada keramaian pesta rakyat. Pastinya ada makan-makan dan minum-minum gratis. Ketika menghadiri acara itu niatan saya dan suami adalah menonton atraksi atau pertunjukannya. Tetapi karena jam-nya memang bersamaan dengan jam makan malam dan tidak ada penjual makanan kami terpaksa 'antri ransum'. Semua makanan dan minuman sederhana disediakan gratis. Sebenernya males ngantri gratisan. Bukannya sok kaya, tapi males berdesakan diantara sejuta umat. Saya paling nggak suka berdesakan kayak jaman Jepang menerima 'jatah beras'. Katanya udah merdeka? Nggak biasa 'jadi rakyat' padahal juga bukan 'wakil rakyat.' Kami orang biasa saja. Tapi perut lapar nih? Kalau pulang dulu atau beli makanan malas balik lagi ke tekape. Ya udah deh saya dan suami ngantri minta makanan gratisan!

Ngantrinya paling akhir, menanti histeria kerumunan bubar. Karena serba gratis memang orang - orang berdatangan dan merangsek masuk dalam antrian pesta rakyat tersebut. Ketika akhirnya saya dan suami mencoba 'berburu makanan.' Dengan susah payah kami memperoleh dua nasi bungkus daun pisang. Diikat dengan karet. Nah, selain makan tentu butuh minum juga kan? Pergilah kami ke sebuah meja yang sepertinya menyediakan semacam es buah gratis. Masih ada beberapa gelas yang terletak di nampan. Baru saja kami memandangi gelas-gelas itu, seorang bapak tiba-tiba muncul dan berteriak seolah kami tuli, "Bu disini makanannya sudah habis Bu! Sudah habis! Sudah nggak ada apa-apa. Silahkan sana ke bagian belakang sana. Disana masih ada!" Terus saya memperlihatkan bahwa kami sudah mendapatkan nasi bungkus, eh Bapak tadi berteriak lagi dengan gegap gempita, "Makanannya sama saja semua! Semuanya nasi bungkus seperti itu. Tidak ada makanan jenis lain! Disini sudah habis!" Ngomong sudah habis itu diulang-ulang seolah saya budeg TOTAL. Dalam hati jengkel tapi saya hanya menjawab, "Pak, saya mau minta minum. Makanan sudah dapat, tapi minumannya yang tidak ada." Bapak itu masih setia dengan misinya mengusir rakyat jelata, "IYA! Minuman juga sudah habis! Tidak ada apa-apa lagi disini. Ibu silahkan ke belakang saja, minta dibelakang sana!"

Dalam hati gondok berat. Karena semalam kami sekeluarga baru saja makan masakan Korea di mall. Beli sendiri dan bayar sendiri lumayan mahal, putri saya berulang-tahun. Ini sekalinya cuma 'nebeng' cari makanan buat ganjel perut ditereakin kaya sekumpulan orang berpenyakit kusta yang mengganggu pemandangan. Apa susahnya sih berlaku sopan? Maaf Bu, sudah habis. Silahkan mengantri dibagian lain. Dengarkan dulu orang cuma butuh minum kok diusir-usir kaya butuh pinjeman lima juta rupiah saat itu juga. Dasar Bapak sempok! Untungnya dalam pesta rakyat itu saya menikmati pertunjukan yang disajikan dan bertemu beberapa tetangga. Kami melepas rindu dengan bercakap-cakap akrab dengan teman-teman itu. Semua berpendapat sama. Pesta rakyat itu tujuannya baik, tetapi dikemas dengan cara yang tidak menarik dan kurang simpatik. Suami lalu berbisik, "Itu tadi ada yang bawa tas plastik kresek! Jadi minta makanan nasi bungkus dan macem-macem itu bisa aja bolak-balik ngantri. Sehingga dapat banyak dan dimasukkan ke dalam tasnya!" HASTAGAH NAGAH BONAR. Pantes yang lain ngga kebagian? Pantesan si Bapak sempok itu galak banget! Ngusir saya dan suami udah kayak pesakitan. Jadi berpikir sendiri. 70 tahun setelah Indonesia merdeka kok orang masih saja rebutan nasi kuning bungkus, teh botol dan es cincau hitam. HANYA KARENA GRATIS? Udah merdeka apa belum sih? Cape juga jadi rakyat, jadi wakil juga nggak pernah. Me, always be : rakyat jelata?

Note: catatan pesta nama paroki

Thursday, August 27, 2015

Proud of You, Girl !

Saya menghabiskan masa SD di sekolah swasta. Ketika pindah SMP ke sekolah negeri, saya merasa 'asing'. Soalnya banyak wajah-wajah baru yang tidak saya kenal dari berbagai sekolah dasar lain. Ada rasa gamang. Bagaimana saya akan mulai berkomunitas di tempat yang baru? Ada beberapa teman lama dari sekolah yang lama tetapi mereka tidak sekelas. Jadi bingung, harus berteman dengan siapa? Usia 12 tahun bukan usia yang mudah untuk berkata, "Hai, bolehkah aku jadi temanmu?"

Saat sedang melakukan SKJ (senam kesegaran jasmani) di lapangan sekolah, tangan saya menyenggol tangan seorang gadis. Langsung saja gadis itu tersenyum ramah. Saya langsung membalas. Senang ada yang memasang wajah ramah disaat saya sedang 'galau' takut karena tidak punya teman. Maklum baru lulus SD, bukan waktu yang tepat untuk tampil pede dan menjalin networking. Ha-ha! Saya terkesan dengan gadis berwajah ramah itu. Ia langsung memperkenalkan diri. Namanya Imelda. Berasal dari sekolah dasar swasta lain yang saya tahu letaknya dimana. Kebetulan adik bersekolah di sekolah itu. Ibu memang aneh. Memasukkan saya dan adik di sekolah dasar swasta yang berbeda. Tapi ada dampak positifnya. Saya tidak merasa asing dengan sekolah itu. 

Segera setelah itu Imelda menjadi sahabat karib saya. Benar-benar sahabat karib. Kami mencari-cari kesempatan untuk duduk sebangku berdua. Dengan 'licik' berusaha menggeser teman lain yang tadinya 'ditakdirkan' duduk bersama. "Kamu pindah ya? Duduk saja dengan teman yang lain! Aku ingin duduk dengan Imelda." Benar-benar cara yang tidak sopan untuk mendepak teman lain demi kebersamaan dengan sahabat. Tapi seperti itulah keakraban kami dulu. Yang membuat saya makin kagum Imelda ternyata anak dokter yang cukup terkenal di kota kecil kami. Tetapi ia tidak sombong. Bahkan adik saya ditolong kelahirannya oleh ayahnya. Imel seringkali berangkat dan pulang sekolah sendiri naik sepeda. Saya masih ingat sepeda mini-nya yang berwarna pink. 

Imel banyak memberikan 'warna baru' dalam kepribadian saya. Berteman dengannya saya dilatih badung tapi nggak bandel, cuwek dan tidak cengeng. And being positive in many ways. Imel orang yang tidak perduli dengan ocehan orang lain tentang dirinya. Padahal dia rajin berkomentar tentang orang lain dan seringkali komentarnya sangat pedas, jujur dan telak! I think saya belajar 'jahil' dan 'usil' dari Imel. Seringkali jika seorang anak lelaki gendut yang menjadi bahan olokannya liwat dalam keadaan keringat mengucur deras karena habis bermain lari-larian atau lempar tangkap bola, Imel akan mendesis, "Ih...si Guntur kemejanya basah banget!...Kecut tuh pasti keteknya!!" Saya yang tadinya pendiam dan pemalu langsung tertawa terpingkal-pingkal. Sementara Guntur berlalu dengan muka 'salting' (salah tingkah). Kejam ya! 

Masa abege saya habiskan bersama Imel. Pribadinya yang kocak, serba ceplas-ceplos dan kadang 'sengak' membuat hari-hari saya lebih berwarna. Saya yang tadinya penakut dan cengeng mulai tumbuh rasa percaya diri dan lebih banyak tertawa bersama Imelda. Ada saja yang menjadi bahan pembicaraan kami berdua, menjadi gosipan dan bahan celaan. Untuk ukuran remaja kota kecil Imel selalu tampil rapi, segar dan bergaya. Baju-baju dan gaunnya pilihan, maklum putri bungsu dokter. Kedua kakaknya lelaki, wajar ia sedikit tomboy. Kalau mengenang pertemanan kami yang diawali SKJ. Rasanya tidak percaya bahwa persahabatan ini masih sama. Dari masa kelulusan SD hingga 30 tahun kemudian. Waktu kami abege, ia mencela kaus kaki saya yang panjang selutut seperti pemain bola. Setelah kami dewasa, ia mencela perilaku saya yang manja dan tidak mau belajar mengemudikan mobil. Ada saja bahan celaannya. Tapi tanpa mencela rasanya bukan Imel yang saya kenal. 

SEPERTI APA PERSAHABATAN 30 TAHUN ITU? RASA NANO-NANO! Udah nggak jelas apakah kami sahabat, apakah kami bersaudara? Yang namanya saling cela, saling menggosip, saling mutung, baikkan. Mutung lagi. Baikan lagi. Protes karena potongan rambut jelek. Protes karena selera musik kampungan. Semua perdebatan dari masa abege hingga menikah dan masing-masing punya anak, tidak ada hentinya. Tak jarang kami saling bertengkar jika sebal atau tidak setuju dengan yang lainnya. Setelah berpisah kota, persahabatan kami sempat renggang. Namun tak lama membaik lagi. Diantara berbagai taufan kehidupan dan pusaran nasib, kami selalu menyempatkan diri untuk sekedar berkirim pesan pendek. Saling menyapa atau tepatnya saling mencela. 

Kemarin Imel mengirim pesan chat kepada saya, mengatakan bahwa ia sedang berusaha membeli Femina dimana cerbung saya sedang dimuat. What? Saya nggak menyangka! Untuk apa? Saya pikir ia hanya berbasa-basi senang karena saya kini rajin menulis. Kami tinggal di propinsi yang berbeda berjarak ratusan kilometer jauhnya. Untuk apa ia berpayah membeli FEMINA hanya demi membaca tulisan saya? Saya benar-benar tidak mengira ia akan repot sedemikian rupa, bela-belain cari majalah Femina! Lagipula saya pikir Femina itu sudah ada pasar pembelinya sehingga saya tidak perlu mempromosikan. Saya hanya sharing kegembiraan bahwa tulisan saya dimuat. Yang mengesankan Imel mengirim 'file suara' ke dalam pesan chat kami. Saya pikir dirinya salah pencet. Ketika saya tanyakan dengan santai ia menjawab, "Enggak. Saya nggak salah pencet! Kamu dengerin deh pesannya!" Ketika saya setel dengan logat 'medok'nya yang njawani Imel berkata, "Aku bangga karo kowe Nok!" (I'm so proud of you girl!)

TERHARU! Kenapa dia begitu bersemangat dan bangga karena saya menulis? Padahal saya seringkali putus asa, malas dan kurang sempurna dalam berkarya. Juga sering menggerutu dan tidak bersyukur, iri atas keberuntungan orang lain. Abis dimuat di Femina inginnya dimuat di Kompas! Whelhadalah! Imel merasa senang hanya karena saya dimuat di Femina. Padahal saya merasa masih belum berprestasi lebih baik lagi. Masih kurang-kurang dan kurang! Sekarang Imelda sudah menjadi dokter umum di kota kecil kami, memiliki dua anak yang lucu-lucu dan hidup bahagia. Hidup ini berharga bukan karena kita memiliki banyak harta. Tetapi karena kita memiliki banyak cinta. Maka dari itu keluarga dan sahabat-sahabat adalah harta terbaik kita, jangan disia-siakan. Thanks Mel! You give the real meaning of "That's what friends are for...for good times and bad times..I'll be on your side forever more..."

Monday, August 24, 2015

Saat Suara Tetty Kadi Berkumandang Syahdu

Lagu Sendu Tetty Kadi
Mungkin saya agak paranoid karena sekarang sudah punya putri yang berusia abege, it means I'm getting old! Walau seribu orang berkata, "Akh masih kelihatan muda Mbak, masih asyik seru, gaul dan lain-lain." I know the truth. I'm getting old,... Hari ini suara Mbak Tetty Kadi berkumandang di rumah. Gegara suami menyetel ALBUM EMAS TETTY KADI dari youtube. Waduh, kenangan saya langsung melayang ke masa-masa itu. Ketika saya masih mengawali masa Sekolah Dasar! Jauh bener melayangnya kenangan saya. Masa-masa tahun 70-an akhir dan 80-an awal. Sendu lagu-lagunya. Pada masa itu lagu yang punya irama menghentak mungkin aliran Godbless dan The Beatles (dari luar negeri). Yang laen serba sendu. Entah kenapa? Mungkin karena dunia juga masih muda baru berusia seribuan, waktu masih banyak tersisa. Sekarang dunia sudah berusia dua ribuan lebih, semua berpacu dengan ambisi meraih kesuksesan. 

Roy, Christine & Yenny
Langsung saya teringat masa-masa Roy Marten dan Rudi Salam masih muda-muda dan main di film dunia kampus. Yati Octavia juga masih berwajah 'Gadis Sampul.' Cantik banget. Inget rambut kiwir-kiwir (agak semi gondrong) dari Pak Roy dan Pak Rudi. Terus mereka juga pakai celana panjang model cut-brai yang kiwir-kiwir juga, saat itu jadi trend di film-filmnya. Jadi ketat tapi ujungnya melebar kayak sapu gitu, ha-ha,.. Beruntung banget sekeluarga kakak-adik ganteng-ganteng semua. Ada adik bungsunya Pak Chris Salam tapi film-nya lebih sedikit. Jadi ingat Baldwin brothers kalau di Hollywood. Kalo Roy Marten seringnya main film dengan Yenny Rachman atau Christine Hakim. Bu Christine pernah imut laksana Maudy Ayunda. Lihat aja fotonya!

Dulu juga ada pemain film Ibu Tanty Yosepha (ratu film drama) cantik banget setara dengan Ibu Suzanna (ratu film horror) cantiknya. Tanty Yosepha biasanya main film dengan Robby Sugara. Dua-duanya berwajah indo. Jaman sekarang wajah Indo banyak yakkk?? Sampe nggak tahu yang mana aja. Terus waktu SD itu saya juga punya majalah Liberty, majalah lama banget tahun 70-an. Ada foto Mbak Emilia Contessa nyanyi pakai celana pendek. Seksi banget mamanya Denada itu dimasa lalu. Semua tergambar dengan sendirinya seiring dengan nada-nada berkumandang dari Mbak Tetty Kadi. Ingatan saya paling kuat tentang diri sendiri adalah ketika ayah dan ibu mengajak saya naik ke kapal dagang raksasa di Tanjung Priuk. Ayah bekerja sebagai pelaut. Saya
Tanti & Robby
terkagum-kagum naik kapal itu saking gedenya. Ayah berlayar hingga ke Hongkong dan negara-negara lain. Dan ketika itu saya berusia 2 atau 3 tahun, belum punya adik. Saya ingat saya bergelantungan di lengan ayah dan ibu. Saya ditengah dan mereka di kanan kiri. Lalu saya asyik berayun seperti mainan ayunan. Iya, saya masih ingat!
Weird!

Lagu-lagu Mbak Tetty Kadi masih bisa dinikmati hingga kini. Tapi sama seperti feeling saya terhadap lagu-lagu Teresa Teng, bawaannya sendu kalau mendengar lagu-lagu lama seperti ini, jadi mellow. Mbak Tetty Kadi bersepupu dengan pencipta lagu terkenal A. Riyanto. Putra-putrinya kini membentuk band juga bernama Numata. Sementara Mbak Tetty Kadi pada usia 63 tahun baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai anggota DPR RI dari Jawa Barat periode 2009-2014. Melihat fotonya sih masih terlihat cantik dan mempesona di usia 60+. Mbak Tetty Kadi adalah salah satu penyanyi favorit ayah dan ibu saya. Sendu dan syahdu kalau teringat. Ini salah satu syair lagunya, silahkan disimak,..

Kenangan Desember

Setiap kisah hidup wanita sudahlah tentu
Tergores kenangan yang tiada mungkin
Akan terlupakan

Bagi diriku lembaran ini sudah terjadi
Sewaktu asmara disaat itu 
Berkobar dihati

Sangat dingin udara diakhir bulan itu
Engkau datang diulangtahunku
  
Aku kau peluk aku kau cium oh penuh mesra
Untuk yang pertama kini ternyata 
Penghabisan pula

Meski selintas sungguh berarti pada diriku
Kenangan desember sangat berkesan
Didalam hidupku

Kenangan desember sangat berkesan
Didalam hidupku

Sunday, August 23, 2015

Chappie Ketika Robot Punya Rasa


Chappie
Menyaksikan film Chappie. Komentar saya bagus dan unik. Tidak bisa dibilang menakjubkan dan keren banget. Tetapi menarik dan punya kesan tersendiri untuk film ini. Ceritanya pada tahun 2016 di Johannesburg kejahatan meningkat, solusinya team polisi memiliki troops atau pasukan khusus robot untuk membantu memberantas kejahatan. Yah, 11-12 dengan film ROBOCOP ya? Makanya saya bilang film ini bagus tetapi materinya sudah sering ada. Robot yang punya sifat manusiawi. AI = Artificial Intelligent. Nah, pasukan robot polisi ini banyak jumlahnya tidak diberi nama hanya diberi nomor. Robot nomor 22 berulangkali tertembak. Sampai akhirnya Deon Wilson (Insinyur pencipta troops robot polisi) berpesan pada staffnya, "Udah di recycle aja nih robot. Udah rusak spare parts-nya."

Deon Wilson
Pada suatu malam si Deon berhasil menemukan format AI = kecerdasan buatan tadi. Dimasukkan chip dan ingin dicoba ke body robot. Dilarang oleh atasannya (Sigourney Weaver), "Buat apa robot polisi punya perasaan? Mereka cukup menerima perintah." Deon memaksa ingin menguji coba format AI yang dimilikinya pada robot bahkan ia mencuri chip utama dari perusahaan. Robot yang menjadi sasaran uji coba Deon adalah robot nomer 22 yang sejatinya akan di-destroy. Sayangnya dalam perjalanan pulang ke rumah, Deon diculik oleh komplotan penjahat yang ingin memiliki akses menguasai robot. Pentolan penjahat ini adalah pasutri Ninja dan Yo-landi (namanya udah aneh!). Teman mereka orang meksiko namanya : Amerika (aneh pula deh!). Si Deon dipaksa uji coba robot nomor 22 agar dihidupkan dan ditanam AI-nya. Ini adalah kisah kelahiran si CHAPPIE robot. Ketika muncul dengan AI baru robot nomer 22 sifatnya seperti bayi/ anak-anak. Basically orang-orang memperlakukan Chappie sebagai kanak-kanak.

Tumbuh bersama pasutri penjahat, Chappie diajari bertindak kriminal dan berubah sikap. Deon berusaha merebut Chappie lagi tetapi tidak mudah. Karena Ninja dan Yo-Landi menyebut diri mereka sebagai Daddy dan Mommy bagi Chappie. Deon memiliki saingan insinyur robot lainnya yaitu Vincent (Hugh Jackman), yang sudah lama jengkel dan tersudut dengan penemuan Deon. Robot temuan Vincent adalah robot raksasa yang disebut Moose. Robot ini kurang diminati oleh kepolisian karena besar, aneh dan bentuknya seperti traktor raksasa. Budget Vincent untuk percobaannya selalu dikurangi dan dialihkan demi pekerjaan Deon yang dianggap lebih potensial menguntungkan bagi perusahaan. 

Deon vs Vincent
Dendam kesumat ini diam-diam menyulut dan ketika sampai puncaknya Vincent merusak sistem online robot-robot polisi Deon dan berdalih ingin menggunakan Moose robotnya untuk melawan kejahatan. Deon berhasil menyelamatkan Chappie. Sehingga perang robot satu lawan satu terjadi antara Chappie melawan Moose sama seperti Deon dimusuhi oleh Vincent. Kedua robot bertarung. Tentu saja Chappie yang menang (lakon utama!). Dalam pertarungan antar robot Deon tertembak dan Mommy Yo-Landi juga tertembak mati. Adegan ditutup dengan babak akhir memindahkan 3 nyawa pada 3 raga (yuhuu....aneh banget!). Yaitu nyawa DEON yang terluka parah karena tertembak dimasukkan dalam chip komputer dan dipindahkan ke robot merah. Lalu Deon memindahkan nyawa Chappie ke robot lain yang berada terdekat di area. Yang terakhir mereka membangun robot wanita dan memasukkan memori Yo-Landi alias Mommy ke dalam robot tersebut. 

Ninja and Yo-Landi
Filmnya benar-benar full entertainment. Pesan moral atau pesan psikologis tidak ada. Film yang sejenis Chappie ini barangkali Ex-Machine, Judge Dredd, Robocop, Transformer dan Elysium. Yang menarik justru penampilan Ninja dan Yo-Landi serta dekorasi rumah mereka yang serba rap. Rupanya pasutri ini memang anggota musisi Rap Afrika Selatan Die Antword (the answer). Dandanan kedua orang ini aneh banget. Rap and eklektik. Mungkin kalau di Indonesia model dandanan Melly Goeslow. Ajaib gitu. Orang menoleh bukan karena cantik atau ganteng tapi karena penampilan mereka berteriak, "Hey, I'm different than you're all guys!" Kalau lagu-lagu mereka saya belum pernah dengar. Robot Chappie dimainkan oleh Sharlto Copley (aktor Afrika Selatan). Siapa dia? Pemeran Prince Stefan yang menolak cinta Angeline Jolie dalam Maleficent! Dia juga pemeran Murdock dalam The A-Team film bioskop terbaru. Lalu Dev Patel menjadi Deon Wilson. Si Dev juga aktor terkenal pemeran utama Slumdog Millionaire. 

Sigourney & Hugh J.
Sisanya adalah Sigourney Weaver (berperan jadi bos wanita pemilik perusahaan robot) dan Hugh Jackman (berperan jadi ilmuwan Vincent yang dongkol berat pada ilmuwan Deon). Agak disayangkan Sigourney dan Hugh aktor-aktor papan atas tapi perannya justru 'tambahan.' Tapi it's okay, film ini debutan AFRIKA SELATAN, jadi yang 'pegang kontrol' juga serba Afrika Selatan. Backgroud cerita juga kota Johannesburg, Afrika Selatan. Sutradara dan penulisnya pun pasutri dari Afrika Selatan : Neill Blomkamp dan Terri Tatchell. Mungkin negaranya keras dan tangguh jadi filmnya serba rap, eklektik, perang, robot dan duel. Setting perkantoran juga agak tidak manusiawi dibikin kotak-kotak kecil kubikal bahkan untuk ilmuwan papan atasnya seperti Deon dan Vincent (tidak punya ruangan sendiri). Salute untuk Afrika Selatan! Indonesia kapan bisa bikin film debutan yang 'cukup menggigit Hollywood' seperti Chappie ini? Pasti bisa, paling engga model FILM SINGKONG dan KEJU. Ayo dong!

Saturday, August 22, 2015

Emprit Ganthil Dimuat Di Femina Agustus 2015

Sudah lama saya punya cita-cita karya penulisan saya harus dimuat di majalah FEMINA. Cita-citanya dari kapan saya lupa. Saya pembaca Femina sejak remaja. Ibu dan Nenek sering membeli majalah yang usianya kurang lebih sebaya dengan saya ini. Menurut saya kalau bisa menulis dan dimuat di majalah Femina akan menjadi tolok ukur pencapaian tersendiri bagi saya. Mengapa? Karena seleksinya cukup sulit. Biasanya tulisan yang bisa 'goal' rata-rata karakternya wanita dan tangguh. Lalu kisah juga mengalir dengan bahasa yang 'semi sastra'. Ini artinya tidak sastra banget dan tidak menulis dengan penyebutan 'lu-gue.' Aih, pliss deh,.. lu gimana sih? Masih aja nulis lu-gue? Tenang, saya juga masih nulis lu-gue kok. Hi-hi. Tapi lihat-lihat di media mana saja yang masih bisa lu-gue dan mana yang tidak. Saya pikir kayaknya susah nih, nembus FEMINA. Apakah saya sanggup melakukannya?

Setiap kali ada "SAYEMBARA PENULISAN FEMINA" Pasti saya memaksa diri untuk ikut. Beberapa kali saya mengirim cerpen dan gagal dengan sukses. Kalau dipikir memang cerpen yang saya kirim mungkin 'dangkal' dan terlalu biasa. Suatu ketika, tahun lalu, karena sedang 'mood' menulis, saya berhasil menyelesaikan sebuah novelet sepanjang 40 halaman penulisan. Diutak-atik, dibaca bolak-balik, saya merasa novelet ini sedih dan mengharukan. Sesedih perasaan saya ketika menuliskannya. Yang ini terinspirasi pengalaman pribadi dan diFIKSIkan. Hal yang tidak mudah dan sebenarnya saya kurang suka menuliskan kisah pribadi. Tetapi kesedihan itu terus ada, seolah dia berkata, "Aku akan selalu membuatmu bersedih, terkecuali jika kamu menuliskannya." Jadi akhirnya saya menuliskan novelet itu. Paragraf demi paragraf dengan airmata yang kerap mengalir. Novelet ini akhirnya 'menyentuh' hati para pengurus redaksi FEMINA dan lolos untuk diterbitkan. Jadi beberapa kali mengirim CERPEN ke FEMINA gagal melulu. Mengirimkan Novelet dua kali, yang kedua langsung goal, dinyatakan siap tayang. Tuhan itu penuh kejutan. Seandainya saya lolos dalam naskah CERPEN, maka hanya akan 1x bertayang di FEMINA. Tetapi karena lolosnya cerita bersambung malahan 3-4x bertayang di FEMINA selama beberapa edisi.

Ketika menyampaikan kabar sukacita ini, sahabat-sahabat sejati turut gembira. Teman-teman di dunia penulisan juga menyampaikan selamat. Beberapa orang mungkin basa-basi ikut senang, entah dalam hatinya. Tidak jadi masalah. Yang menakutkan adalah diri sendiri dengan luapan emosi jiwa. Antara senang, bangga, takut. Senang karena baru kali ini mampu menulis dan menembus majalah kesayangan. Bangga karena memang karya sendiri, mikir sendiri dan gulung koming sendiri. Takut, kalau setelah ini tidak ada hal-hal yang mampu menjadi tolok ukur sebuah pencapaian bagaimana? Kalau mandeg begini-begini doang bagaimana? Makanya harus mampu mengingatkan diri sendiri. Kalau ada keberhasilan itu adalah Tuhan yang mengijinkan. Kalau diberi kegagalan artinya Tuhan masih ingin agar kita terus belajar, berusaha dan memperbaiki diri. Bangga kecil-kecilan boleh saja sesekali tokh itu pencapaian diri saya pribadi. Tapi kalau baru segitu doang udah nyombongnya kaya gajah bengkak. Nggak perlulah. Selalu masih ada celah bagi manusia untuk terus berkarya dan menyempurnakan hasil kreasinya. Thank You God!

Friday, August 21, 2015

Tujuan Besar dan Tujuan Kecil

Ada orang bertubuh besar tapi cita-citanya kecil. Ada orang bertubuh kecil tapi cita-citanya besar. Dalam hidup yang sementara ini cita-cita Anda sebenarnya apa sih? Ingin hidup berkecukupan. Baik! Caranya? Belajar dan bekerja. Baik! Belajar apa dan bekerja sebagai apa? Belajar di sekolah dan bekerja di kantor. Baik! Sampai disini mulai agak membingungkan ya? He-he,... Cita-cita yang masih jamak. Semua orang juga mendefinisikan seperti itu. Apa sih cita-cita specific? Ingin menjadi juara Indonesian Idol. Interesting! Ingin dikirim pertukaran pelajar ke Inggris. Cool! Menurut saya punya cita-cita, mendefinisikan cita-cita, fokus dan mengarah pada tujuan adalah penting untuk eksistensi. Bukan eksis bernarsis foto ria di segala sudut kota, tetapi exist as a human being! Manusia sedemikian banyaknya di muka bumi ini. Apakah kita akan memilih jadi semut pekerja biasa diantara jutaan semut lain? Atau semut prajurit yang berjuang sampai mati? 

Herannya kadang-kadang saya melihat banyak sekali orang yang membuang-buang waktu dengan bersantai. Saya tahu memforsir diri dengan bekerja terlalu keras juga tidak baik. Tetapi kalau pencapaian secuil lalu lenggang-kangkung bersantai dan membuang hari-harinya dengan percuma, dengan mengobrol atau mengobral kata-kata yang tidak penting, menurut saya adalah kesia-siaan. Saya punya dua kenalan yang membuat saya terlongong-longong karena perbedaannya. Yang satu pria pengusaha muda. Benar-benar masih muda dan banyak membuka lapak-lapak perdagangan. Dia melakukan bisnis sambil menolong adik-adik dan saudara-saudaranya yang lain. Lalu ketika ditanya, ternyata masih bujangan alias belum tertarik untuk menikah. Alasannya belum berkeluarga karena merasa masih belum mapan, ingin mengumpulkan rejeki dulu. Yang lain lagi teman yang sudah paruh baya dan berkerja sebagai karyawan staff puluhan tahun lamanya. Setiap hari bekerja, jarang dirumah, jarang bersama keluarga. Ketika wafat meninggalkan dua istri dan beberapa anak-anak. Nasib keluarganya? Saya tidak tahu juga. 

Tapi silahkan dipikir, mana yang make sense? Mana yang masuk diakal dalam melayari kehidupan ini? Apakah hidup hanya untuk dijalani lalu mati. Atau hidup dengan strategi dan memasang kuda-kuda? Tentu saja semuanya selalu berpulang kembali pada Tuhan. Manusia berencana Tuhan menentukan. Saya hanya menemukan kenyataan yang mengkhawatirkan. Ketika manusia akhirnya mempunyai tujuan hidup, bagaimana si manusia itu akan menakar kemampuannya? Tidak mudah! Bisa jadi orang kecil terjebak dalam tujuan besar yang pada akhirnya hanya akan menjadi beban dalam hidupnya. Bisa juga orang besar yang punya tujuan kecil hanya berakhir pada pengumpulan harta dunia saja. Berhenti disitu. Paling mengkhawatirkan adalah orang kecil tapi merasa dirinya besar. Pencapaiannya belum seberapa tetapi omongannya sudah melebar kemana-mana. Alias orang yang cepat puas dengan hidupnya lalu membuang waktu dengan mengibul saja. Be careful. How do you define yourself? He-he,...

Bobot Seimbang Baca & Tulis

Dulu saya hanya membaca fiksi. Hanya fiksi. Tidak tertarik berita koran yang setiap harinya begitu penuh gejolak. Akhir-akhir ini jadi rajin membaca portal berita/news. Saya pikir berita news begitu memusingkan dan frustrating. Itu dulu ketika saya masih remaja dan tidak mau tahu tentang dunia. Sekarang dipikir lagi. Bagaimana kita akan menjalani hidup jika kita tidak perduli tentang kehidupan yang kita jalani dan di jaman apa kita hidup? Kita ini hidup asal numpang hidup atau ingin punya upaya untuk berkontribusi pada dunia dimana kita berada? Tapi mungkin juga karena setelah berkeluarga saya tidak punya banyak waktu untuk baca fiksi yang tebal dan berseri-seri sehingga untuk mengisi 'kekosongan' saya banyak melahap news. Bisa juga karena alasan itu. He-he,.. 

Mengobrol dengan teman yang bekerja di media massa membuka cakrawala baru, pandangan saya tentang menulis dan membaca. Jadi teman saya berkisah bahwa perusahaan konglomerasi tempatnya bekerja itu membuka ranah usaha dibidang-bidang pers bukannya tanpa tujuan. Bukan sekedar cari untung dengan berbisnis. Tetapi ternyata untuk 'make - up' bisnis lainnya. Wah? Keren! He-he... Pena itu bisa setajam pedang, lho! Misalkan gini, saya jual nasi uduk ya. Tapi saya punya saingan pedagang uduk lain disekitar saya. Dengan memiliki akses media atau penulisan, maka saya bisa promosi bahwa 'Nasi Uduk saya nomor 1 wangi dan gurihnya.' Kemudian kalau ada pedagang nasi uduk lain menjelekkan dagangan saya, maka saya akan tetap punya akses untuk menuliskan, 'Nasi uduk saya dibuat dari bahan terbaik berkualitas unggul. Yang menjelekkan adalah pedagang nasi uduk lain yang iri hati kepada saya.' Wouw! Sebegitu kuat ternyata pengaruh tulisan pada sebuah media. Medianya apa? Ya, bisa daun lontar bisa juga koran harian atau portal berita. He-he,...

Saya jadi berpikir, "Jangan percaya semua berita yang kamu baca!" Lha iyalah keabsahannya jadi dipertanyakan kalau selalu mengedepankan 'Nasi uduk buatan saya.' Saya pikir keahlian menuliskan dengan baik akan mampu 'menggiring' audience pada konklusi atau simpulan-simpulan yang memang diharapkan seperti itu, yaitu bahwa, 'Nasi uduk saya adalah nomor satu, tak terbantahkan.' Mungkin ini termasuk juga ilmu-ilmu kehumasan untuk menjernihkan berita atau justru meng-counter berita atau melawan hal-hal yang menyudutkan suatu pihak. Kalau digunakan untuk tujuan baik tidak apa. Tapi kalau kemudian dibelokkan dan dibuat untuk mengarah pada tujuan-tujuan yang tidak baik bagaimana? Bagaimana hati nurani si penulis itu sendiri akan berbicara? Mungkin ada yang sudah mati rasa, ada yang demi dapur ngebul, ada yang menurut pada perintah atasan. Whatever-lah dikembalikan pada si manusia masing-masing. 

Saya cuma berpikir bahwa tidak hanya 'tulisan' saja yang harus disajikan dengan baik, tetapi kemampuan 'membaca' juga seharusnya terlatih dengan baik. Sehingga manusia tidak gampang dikibuli dan saling mengibuli. Ada masalah dengan sebuah tulisan? NGGAK! Cuman saya jadi makin sering 'to read between the lines.' Artinya melihat MAKNA yang terselubung dari sebuah tulisan. Tidak hanya sekedar membaca kata per kata. Dalam beberapa tulisan saya pikir memang penulisnya JENIUS. He-he,..mampu menggiring tanpa terdeteksi. Nah, kapan Anda jadi pembaca yang juga 'jenius'? So, jangan percaya semua yang Anda baca. Cermati baik-baik,.. apa kira-kira tujuannya?

Wednesday, August 19, 2015

Coast to Coast Sawarna (V) - Tips Sawarna Trip

  • Usahakan brows dulu baca petunjuk atau saran-saran trip sebelum menuju kemari. Soalnya perjalanan cukup jauh (dari Jakarta) dan waktu yang ada sebaiknya dimanfaatkan dengan efisien dan efektif. Mampu menjangkau ke segala penjuru pantai yang ingin dinikmati. Paling pas: 3 Hari - 2 Malam. 
  • Pagi/subuh jalan ke arah Sukabumi (untuk sementara saran saya liwat jalur Sukabumi sebelum jalur Rangkas diperbaiki), setelah tiba langsung check-in dan makan siang. Usahakan sewa ojeg atau naik mobil (dengan guide lokal) menuju ke obyek Sawarna Barat (yang berisikan 3 titik wisata) : Pulo Manuk, Karang Bokor dan Goa Langir. Pulang, makan malam lalu bobok.
  • Hari berikutnya, sarapan lalu bersiap explore Sawarna Timur, Goa Lalay, Legon Pari, Karang Taraje, Karang Beureum, Tanjung Layar dan Pasir Putih Ciantir. Kalau memungkinkan bawa saja perbekalan untuk makan siang di perjalanan sehingga tidak repot cari tempat makan lagi. Bisa piknik di salah satu titik lokasi (ingat jangan buang sampah sembarangan, membuat alamnya jadi kotor/jorok).  
  • Akhiri hari kedua dengan bersantai di Pantai Pasir Putih menyambut turunnya senja. Tidak perlu berlama-lama di Tanjung Layar. Pasir putih memungkinkan kita berjalan-jalan menjejak pasir pantai dengan bebas/lepas. Kalau Tanjung Layar terlalu banyak karang. Buat jalan-jalan agak berbahaya. Bisa juga sekaligus makan malam di warung-warung tepi pantai Pasir Putih. Kalau ingin main air (jangan berenang ke tengah ombaknya gede) bawa perbekalan lengkap : handuk/baju ganti. IT'S A MUST : sunblock, topi, sunscreen, celana pendek.
  • Kalau hari ketiga jalan agak pagi dari Sawarna bisa liwat/mampir ke pantai Cikembang yang mulai masuk ke wilayah Pelabuhan Ratu lagi. Pelabuhan ratu juga selalu menarik untuk disinggahi. Banyak hotel disitu. ATAU VISIT BOGOR/SENTUL. Eh, diam-diam ada persaingan terselubung lho antara JABAR lawan BANTEN, hehe-- wisata pantainya! 
  • Perjalanan seputar Sawarna mungkin bisa ditempuh dengan jalan kaki/trekking. Tapi saya kurang tahu akan makan waktu berapa lama. Kemudian stamina untuk jalan jauh tidak sama bagi semua orang. Ojeg lebih efisien tapi biaya memang lebih besar. Bisa dipertimbangkan apakah trekking atau menggunakan ojeg
  • Rombongan menuju Sawarna dari segi efisiensi, budget dan sebagainya idealnya 6-10 orang (menggunakan 1 atau 2 mobil pribadi). Kurang atau lebih dari itu akan sulit mengatur budget dan mengakomodasi keinginan banyak orang. 
  • Usahakan sudah kontek dengan penduduk lokal untuk masalah penginapan, makan dan guide untuk melihat-lihat seputar area Sawarna. Artinya mempersiapkan akomodasi dengan baik, sehingga setibanya disana langsung memiliki agenda acara. 
  • Selain menggunakan ojeg, trekking. Ada satu sarana lagi yaitu menelusuri pantai dari wilayah Cisolok (Pelabuhan Ratu) dengan menggunakan perahu. Bujet sewa perahu kurang lebih 1,5 juta untuk sepuluh orang. Bisa menjadi pertimbangan alternatif lain. 
  • ADDITIONAL INFO CONTACT PERSONS: Pak Slamet (ojeg, perbekalan nasi uduk) # 087772154386,  Pak Ajat (trekking, Sari Jaya Seafood) # 085782426669 # 087770646230, Pak Anto Sani (Legoon Pari Resort Cisolok, Sewa Perahu) #081294876681, Bu Niken (Penginapan) # 081906368816
  • SELAMAT MENIKMATI ALAM YANG PERAWAN. INGAT JAGA KEBERSIHAN.

Coast to Coast Sawarna (IV) - Alam Yang Perawan

Berdasarkan peta yang terpampang di ujung gang perkampungan guest house Sawarna ada dua lokasi tujuan wisata sebagai berikut: wilayah timur dan wilayah barat. Pak Slamet, chief of ojeg kami mengatakan bahwa dirinya tidak terbiasa membawa peserta wisata ke bagian barat, yang meliputi obyek wisata : Pulo Manuk, Karang Bokor dan Goa Langir. Menurutnya itu termasuk wilayah 'desa tetangga' ia tidak familier. Lagipula jauh dan waktunya terbatas. Kami hanya dibawa berkeliling ke 5 titik tujuan di bagian timur. Sebenarnya ada enam titik wisata yaitu: Goa Lalay, Legon Pari, Karang Taraje, Karang Beureum, Tanjung Layar dan Pasir Putih. Ada satu spot untuk tempat surfing (tanpa nama), kami tidak mampir karena tidak ada yang hendak surfing juga. Satu lagi Pantai Karang Beureum kami lewati karena itu adalah pantai sunrise sedangkan kami datang sore hari, untuk apa kesitu (kata Mr. Slamet)? Kami pergi ke lima titik wisata lainnya. Seperti apa pengalamannya? Lanjoottt,....

Gua Lalay

Lalay  01
Berdasarkan peta yang tertera, Pak Slamet cs akan mengajak kami berkeliling. Start from gua Lalay. Yak, dimulailah pengalaman membonceng Valentino Rossi van Sawarna. He-he! Wadouw yang namanya sport jantung takut nyungsep terjun dari bukit atau masuk sungai berkali-kali kami alami. Thank God, semua selamat. Dan tibalah kami di Gua Lalay. Guanya menurut saya bagus dan cantik, sayang kurang terawat. Agak kotor sepertinya di sekitar lokasi. Dikelola swadaya masyarakat, ada penyewaan helm dan lampu. Tapi kami bermodalkan senter dari hape aja deh masuk kedalam goa. Hi-hi! Canggih kan? Guanya bagus. Batu-batu guanya seperti batu kapur putih. Sayangnya memang gelap gulita tanpa senter berkekuatan besar. Ada aliran sungai dibawahnya, jadi jalan kaki sambil menerabas aliran air setinggi pertengahan betis. Beberapa titik ada yang hampir setinggi diatas lutut. Hati-hati terperosok. Jalan pelan-pelan saja. Nggak pakai sandal atau sepatu gak apa-apa. Dibawahnya tanah pasir dan lumpur. Lembut banget enak di kaki. Ular? Nggak ada ular kok!

Lalay 02
Disebut gua Lalay karena maksudnya itu adalah gua sarang kelelawar. Apa mau dikata tidak ada seekor kelelawarpun yang kami jumpai. Mungkin kelelawar sudah cape mengusir wisatawan yang masuk ke gua-nya sehingga mereka yang pindah entah kemana. Bagian dalam gua ada rongga-rongga di dinding bagian atas. Seperti rumah bertingkat. Beberapa bagian meluas seperti 'panggung pertunjukan' di perut bumi. Gua ini katanya panjang. Tetapi kami hanya masuk sekitar mungkin 300 meteran lalu balik lagi melalui jalan yang sama. Kalau ke dalam lagi lumpurnya akan makin banyak dan ada kemungkinan kita terperosok masuk lumpur. Tapi di bagian gua yang terdalam itu katanya masih ada kelelawar. Ya udahlah jangan diganggu kelelawarnya kasihan! Biar saja yang tersisa menetap di kedalaman dan kegelapan gua lalay. Sekeluarnya dari gua lalay kami berfoto-foto sejenak di sawah depan gua. Rindu sawah!

Legon Pari dan Karang Taraje

Teraje 01
Tempat berikut yang kami tuju adalah pantai Legon Pari. Tampak ada beberapa tenda disitu. Kayaknya ada yang niat nginep di pantai dengan bermodalkan tenda saja. Sekitar situ nggak ada penginapan. Pantainya berpasir putih, sepi dan enak banget. Cocok kali untuk sesiapa yang pede dan niat foto session berbikini. Cheppy, pasangan ojeg saya berkomentar, "Ih, ini sih pantai buat tidur aja Bu. Nyantai banget kalau disini." Dalam hati saya menjawab, "Seandainya Chep, hidup bisa dihabiskan hanya dengan tiduran di pantai. Mungkin itulah surga dunia." Teringat lagi pada film Return to The Blue Lagoon by Brooke Shields and Christopher Atkins! Hedeuw. Rupanya Pak Slamet berpendapat tidak ada yang menarik dari Legon Pari terkecuali duduk leyeh-leyeh, ditancaplah gas. Legon Pari cuma
Teraje 02
numpang liwat dan langsung lanjut ke Pantai Karang Teraje. Dua pantai ini kayak kakak-adik. Bersebelahan banget cuma beda kontur tanah. Kalau Legon Pari pantai yang memanjakan dengan pasir putih dan suasana nina-bobo. Karang Teraje, dahsyat dengan barikade karang-karang. Dari keseluruhan tempat yang saya kunjungi paling berkesan Karang Teraje. Apa ya kata yang tepat? Magnificent!

Karang Teraje itu karangnya luar biasa. Benar-benar seperti 'benteng' yang dibuat oleh alam. Banyak banget dan karena sapuan-sapuan ombak bentuknya aneh-aneh. Ada yang seperti celah retakan bumi. Ada yang seperti pagar berjajar. Ada yang batu-batu besar. Ada beberapa ayunan buatan di tepi pantai itu. Saya suka duduk di ayunan sambil memandang pantai dan karang-karang yang bertebaran. Sesuatu banget. Pantainya sepi. Ada beberapa pengunjung lain tapi tidak banyak sehingga memungkinkan untuk ber-
Teraje 03
selfie ria dengan alam tanpa gangguan mahluk hidup lainnya he-he! Cukup bersih juga pantainya. Menurut Cheppy, pagi hari disitu terendam air pasang sehingga 'barikade karang' menghilang. Setelah siang atau sore hari saat surut maka barikade karang-karang itu akan muncul kembali. Cheppy itu asistant Mr. Slamet. Jadi deputy chief of the ojeg. Yang mendampingi kami jalan-jalan kalau nggak Pak Slamet ya Cheppy ini. Mr. Gemuk dan Mr. Kurus hanya bersantai dan leyeh-leyeh kalo lagi nggak angkut penumpang. Tapi mereka semua sangat baik dan memperhatikan keselamatan pengunjung. Pak Slamet sekali membentak Cheppy karena kawan kami ada yang terperosok masuk ketika di gua. Menurutnya Cheppy harus selalu waspada, siap membantu kami semua. 

Tanjung Layar dan Pasir Putih

Dari Karang Teraje kami lanjut ke Tanjung Layar. Ternyata ini pantai karang juga mirip Karang Teraje tapi karangnya datar dan luas banget kayak pelataran. Diujung ada beberapa karang yg agak tinggi seperti pagar tapi tidak seindah dan sedahsyat Karang Teraje. Udah gitu kita lama nyantai disini karena memang ini spot utama tujuan turisnya. Jadi warung dan segala WC umum tersedia disini. Mau pesan kelapa muda atau makan mie bakso juga ada. Yang menjadi icon adalah dua bukit kecil raksasa di tengah pelataran karang. Bentuknya memang kayak dua buah layar pada kapal, mungkin itu makanya disebut Tanjung Layar. Saya agak kurang nyaman dengan pantai ini karena sejuta umat, banyak manusia yang bergelimpangan pengen selfie di segala penjuru pantai. Kasihan bukit layarnya juga dipaksa dipanjat demi selfie padahal berbahaya. Walhasil ada yang jatuh dari bukit layar itu dan disorakin sejuta pengunjung lainnya (jatuh malah disorakin?). Masalahnya udah dikasih tahu : berbahaya - dilarang memanjat. Ada saja anak muda yang nekad manjat ke atas. Sejauh ini kayaknya belum ada bapak-bapak atau kakek-kakek yang nekad naik ke atas bukit layar. Saya sempat jatuh tersungkur juga dipantai ini. Masalahnya pake sepatu croc yang udah licin sol-nya. Sukseslah kepleset beberapa kali. Lain kali beli sepatu gunung akh! Mau manjat kemana Tan? he-he rahasia!

Pelataran Tanjung Layar
Batu Layar

Dari Tanjung Layar kita diajak mampir oleh Pak Slamet cs di Pantai Pasir Putih. Sempat mampir ke sebuah bukit yang oleh Pak Slamet disebut "BUKIT SENYUM". Bukit ini memang mampu membuat orang tersenyum. Pasalnya dari atas pemandangan indah sekali. Laksana berada di California (padahal belum pernah kesana juga). Kita mampu melihat pemandangan garis pantai yang mengular dengan hiasan aneka nyiur melambai. Bikin nafas tersentak. Indahnya! Pantai Pasir putih ramai juga hingga malam menjelang. Tapi mungkin mulai senja keramaiannya berkurang sehingga tidak sepadat di pantai Tanjung Layar. Masih bisa lega bermain ombak dan nyemplung sebentar kelaut. Pantainya enak, tapi karena nyampenya udah larut nggak bisa lama-lama juga mandi basah ditepi pantai. Bisa kena pneumonia kecuali kita masih famili dengan Deny si Manusia Ikan (siapa sih Deny? brows deh!). Ya udah setelah dari Pasir Putih kami semua berjalan pulang ke penginapan. Jaraknya dekat saja, lalu mandi. Acara malam hari itu ditutup dengan lagi-lagi makan di warungnya Kang Ajat. Masakan ikan lautnya, manteb banget! 

Bukit Senyum



Yah, besok udah balik lagi ke Jakarta deh! 
Yang mau lanjut -- Go to Part V --

Tuesday, August 18, 2015

Coast to Coast Sawarna (III) - Trayek Adrenalin Sawarna

Welkom to Sawarna
Nah, sampailah kami di Sawarna tanpa tour guide/rombongan. Kami yang hanya terdiri dari empat orang. Kalau di Agoda barangkali bisa dikategorikan : family with older children. Artinya traveller keluarga dengan anak remaja. Bingung juga mau menjelajah kemana nih? Mau ngapain nyampe Sawarna? Ketika masih bingung, kami bertanya pada ibu yang memberikan referensi penginapan pada kami. Ini kalau mau jalan-jalan enaknya kemana atau bagaimana? Si ibu lalu menunjukkan sebuah peta daerah wisata Sawarna. Dikatakan tempatnya lumayan jauh, sedangkan saat itu sudah jam 11 siang ketika kami tiba di Sawarna. Kata si ibu : kalau mau jalan sambil 'sewa ojeg' juga bisa. Kita masih bingung, jalan-jalan naik ojeg? Di Jakarta/Tangsel saja kami jarang naik ojeg. Mosok jauh-jauh ke Sawarna wisata ojeg sih? Yang bener aja? Tapi melihat peta dan banyaknya pantai yang ingin ditelusuri kayaknya ojeg memang pilihan yahud. Si ibu juga nggak punya koneksi tukang ojeg langganan. Dia agak bingung juga. Eh, pas lagi ngobrol rekannya si ibu liwat naik motor. langsung dipanggil, "Kang ini ada yang nyari ojeg,.." Ternyata pengojeg yang liwat bernama Pak Slamet. 

Jembatan Gantung Sawarna
Nah, Pak Slamet ini hebat banget. Udah kayak tour guide lokal. Ia menunjukkan peta pantai dan menjelaskan bahwa jaraknya memang relatif jauh. Naik mobil nggak bisa. Jalan kaki sih bisa, tapi jam 12 siang jalan-jalan di sawah dan pantai? Bisa pingsan kepanasan dan kelelahan. Lalu berapa sih kecepatan jalan kaki kami berempat? Ditimbang dan ditelaah lagi akhirnya kami putuskan untuk sewa empat ojeg dan jalan-jalan keliling area Sawarna. Harga ojeg/ paket @ Rp. 150.000 per orang. Jadi kami berempat menghabiskan dana Rp. 600.000 untuk naik ojeg doang. Awalnya terasa agak berat dan berlebihan. Naik ojeg kok sampai lebih dari setengah juta rupiah? Nah, disinilah muncul 'the real experience of Sawarna.' Jadi ojeg bukan sembarang ojeg, tapi super ojeg! Hi-hi. Rupanya motor-motor penduduk desa Sawarna diganti chasis-nya dengan kekuatan dan fleksibilitas motor trail. Karena medan tempatnya itu bener-bener ndeso tidak ada jalanan model di perumahan. Semua tembus padang ilalang, hutan, naik bukit, menyebrang jembatan gantung, liwat tepian pantai, ngebut di jalan berpasir. Untuk hemat waktu semua dilakukan dengan menggunakan motor dan keahlian para pengemudinya. Jadi asli bengong waktu naik motor itu! Dibonceng Keanu Reeves aja kali saya ogah, karena pasti nyemplung ke sungai saking susahnya berkendara dan bepergian agak jauh di wilayah Sawarna. Harus pengojeg asli Sawarna yang benar-benar menguasai medan jalanan.

Makan Siang Warung Kang Ajat
Nah setelah makan siang yang enak dan murah di warung Kang Ajat/Yayat kami sudah ditunggu 'Pasukan Ojeg.' Yang pertama Pak Slamet, dua rekannya gemuk dan kurus lalu yang termuda pemuda desa bernama Cheppy. Kita kagum karena namanya Cheppy tinggalnya di Sawarna. Mungkin dari Cecep? Bisa juga sih! Kalo namanya Kevin kita tambah bengong. So Cheppy tadinya pengen memboncengkan putri saya. Tapi saya tukar (enak aja!), saya yang membonceng Cheppy dan putri saya membonceng Pak Ojeg kurus karena dia suka motornya memang modelan motor trail lawas warna biru. Pak Slamet memboncengkan teman saya yang wanita sementara suaminya diboncengkan oleh Pak Ojeg gemuk karena dua-duanya sama-sama kelas 'bantam' agak berbobot gitu. Hi-hi. Sehingga berat antara pengemudi dan pembonceng setidaknya seimbang. Udah nih meluncurlah kita! 

Penampakan Ojek Nembus Padang
Namanya orang kota ya, dipikir bakalan liwat jalanan aspal nan mulus dan enak. Ternyata liwat jalanan aspal itu hanya sejenak dua jenak. Sisanya jalan kampung. Asli jalanan kampung nembus gang, rumah penduduk, liwat beberapa jembatan gantung. Oya, keahlian masyarakat Banten ini memang membuat jembatan gantung. Entah kenapa semua jembatan di kampungnya itu model jembatan yang digantung, yang kalau kita berjalan diatasnya goyang-goyang (apalagi pas ditengah). Mau pegangan juga agak susah, karena pinggirannya kawat kasar yang diikat model kawat berduri, bisa-bisa tangan tertusuk. Motor juga bolak-balik liwat di jembatan-jembatan itu. Keamanannya? Jelas agak meragukan. Kalau liwat jembatan sembari komat-kamit agar selamat. Jangan sampai tersungkur masuk sungai. #geleng-geleng kepala# Trayek motor pengojeg lokal ini akan membawa kami kemana aja? -- Go to Part IV --

Coast to Coast Sawarna (II) - Cikahuripan to Sawarna

Sudah diceritakan dalam bagian sebelumnya bahwa kami liwat jalur Lido - Sukabumi. Hati-hati liwat pasar Cicurug Lido, sering macet total disitu. Kalau bisa cari jalur alternatif (hindari jalanan yang liwat depan pasar Cicurug). Dari Cibubur kami berangkat pukul 14.30 siang. Setelah masuk wilayah Cikidang dan deg-degan dengan jalanannya yang sangat menantang, sekitar pukul 19.00 kami tiba di pelabuhan ratu, tapi teman kami menyarankan untuk menginap di wilayah 'Cikahuripan'. Pelabuhan Ratu sonoan dikit, masih termasuk daerah Cisolok. As I said ini adalah wilayah surfing jadi hotel banyak yang menyiapkan jasanya untuk melayani para surfer. Model penginapannya siap menampung rombongan besar. 

Phopho Cafe Resto
Untuk makan malam, tadinya bingung ingin kemana. Ternyata tak jauh dari situ (balik menuju ke arah pelabuhan Ratu) ada resto cafe besar bernama phopho. Tempatnya luas, apik dengan hiasan aneka lampu. Night life banget! Bahkan ada dua panggung musik. Yang satu untuk menyanyi dangdut karaoke dan lainnya menyetel house music. Justru musiknya itu agak mengganggu. Karena speaker disetel sangat kencang membuat gendang telinga berdentang-dentang. Tadinya putri saya ingin tampil menghibur dengan permainan keyboard lagu ' River flows in You' by Yiruma supaya memberikan sentuhan musik yang berbeda. Eh, abis kami makan udah bubar semua, bahkan lampu-lampu dimatikan. Jam 10 malam cafe-nya sudah tutup. Tapi masakannya enak-enak, ada bihun, cumi cabe garam, nasi goreng. Harganya ya memang harga cafe. It's okay yang penting juru masaknya memang cukup handal. Bangunan apik dan eksotik dengan kolam ikan berisi ribuan benih ikan kecil. Sayang pengunjung kurang ramai! Kemungkinan orang-orang lebih banyak berkunjung ke cafe resto yang di Pelabuhan Ratu. 

Penginapan Lagoon Pari
Tadinya kami ingin menginap di Hotel Ocean Queen sayangnya kamar full. Yang tersisa adalah kamar dengan harga extra mahal. Akhirnya mencari ke 'tetangga' yaitu Hotel Lagoon Pari. Namanya sudah eksotis mengingatkan pada film Return to The Blue Lagoon. Yah rejeki, pengelolanya Pak Anton memberikan kamar dengan harga reasonable. Sewa kamar adalah Rp. 600.000 (negotiable on the spot) dan harga Agoda Rp. 520.000. Kamar ini besar dan bisa diisi beberapa orang sekaligus. Disediakan pula kasur tambahan (free of charge). Ada dapur dan kamar mandi dalam. Kamarnya bagus, dengan design atap rumbia dan eternit menggunakan anyaman. Jendela kaca besar dimana-mana. Bangun tidur bisa langsung memandang lepas keluar kamar. Walaupun hanya sedetik, kami bisa merasakan dan memahami kehidupan para surfer yang bebas lepas. Hidup hanya untuk 'basah-basahan' bergelut dengan ombak. Pulang ke hotel hanya untuk shower-mandi, makan dan tidur. Kind of free spirit.

Pantai di Sekitar Hotel Lagoon Pari
Lagoon Pari tidak punya pantai pribadi namun tersambung dengan pantai umum yang ada disamping dan dibelakangnya. Bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki, sekitar 30 meter saja jaraknya dari hotel. Pagi-pagi kami bangun tidur dan langsung menikmati sunrise dari Gazebo yang menghadap pantai berkarang, namun tetap menyenangkan untuk jalan-jalan diantara karang-karang tersebut. dan pemandangannya memang lepas ke kejauhan. Di Gazebo kami sempat minum kopi/teh dan makan roti bakar. Rasanya merupakan kemewahan tersendiri, sarapan dengan memandang matahari terbit dari laut. Setelah selesai sarapan sederhana, kami lanjut ke pantai berpasir yang ada di belakang. Rupanya pantai ini milik tetangga yang semalam kami datangi. Yaitu hotel Ocean Queen. Ocean Queen memiliki kamar-kamar yang menghadap laut lepas dan beberapa Gazebo tempat bersantai sambil memandang laut. Pantainya relatif sepi dan nyaman sekali untuk dinikmati. Tidak banyak orang yang terlihat. Mungkin juga karena hari masih agak pagi sekitar jam 08.00. 

Jam sembilan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Desa Sawarna. Masih sekitar satu jam kami memanjat bukit memotong perbatasan Jawa Barat dan Banten. Lalu tibalah kami di tekape. Pertama bengong. Lho, kok kayak gini? Jalanannya sempit banget dan mobil berjajar-jajar semua sembarangan parkir di segala sudut. Pokoknya asal ada spot kosong, pasti ada mobil yang ingin parkir disitu. Yang namanya pengendara motor banyak sekali. Ternyata anak-anak muda banyak yang memilih berwisata dengan naik motor rame-rame/konvoy. Padahal kami saja yang naik kendaraan roda empat was-was sepanjang perjalanan menuju ke Sawarna. Jalanannya itu lho, benar-benar butuh keahlian tinggi untuk menyupir menuju kesana. Tanjakan dan tikungannya gak main-main. Resiko masuk jurang! 

Penginapan di Sawarna & Suasana Persawahan
Desa Sawarna benar-benar desa dengan rumah-rumah penduduk yang dialih-fungsikan menjadi guest house/ petakan penginapan. Dan kondisi tempat yang kami tinggali beda dengan hotel Lagoon Pari yang lebih terawat. Ini asli rumah penduduk dengan kamar mandi sempit, ember dan gayung. Pintu kamar mandi juga jebol/bolong, tapi masih bisa di tutup. Tidur juga di lantai dengan kasur busa yang dijajarkan disitu. Di depan ada Aqua galon dengan air panas dan air dingin. Juga disediakan teh celup. Yang keren AC/pendingin udara di 'petakan' yang kami sewa moncer banget! Dinginnya maknyus! Tarifnya Rp. 500.000,- untuk berempat. Yang ada hanya ini, alasannya : semua tempat lain penuh. Ya sudah, daripada repot. Saya memang bertekad 'menikmati alam' sight seeing, jadi akomodasi tidak jadi masalah. Kalau saya ingin menginap with style like Lady Diana, ya nanti nginep di Hotel Padma Bandung sajah! Setibanya di penginapan penduduk itu kita bingung mau ngapain lagi? Nggak punya itinerary. Berdasarkan percakapan dengan owner/ pengelola penginapan muncullah gagasan untuk keliling aneka pantai - coast to coast Sawarna. -- Go to Part III --

Coast to Coast Sawarna (I) - Rute Pilihan

Sawarna itu ternyata ada di wilayah pantai selatan di peta bagian bawah pulau Jawa. Ibarat kata punggung-punggungan antara Teluk Pelabuhan Ratu (sawarna di sampingnya) dengan Teluk Jakarta (yang memiliki pantai Ancol). Yang satu ngadep utara, lainnya ngadep selatan. Saya itu 'anak pantura.' Dari lahir ya terbiasa main ke pantai, lha rumah saya dekat pantai gitu! Naik motor 5 menit juga nyampe ke pantai. But somehow, pantai utara itu kalem, permukaan pantainya mendatar, panas dan ombaknya relatif kecil. Jadi kalau ada pilihan pesiar, saya memilih jalan-jalan ke gunung. Saya pikir pantai itu membosankan, cuma mengeringkan kulit. Pendapat saya berubah setelah mengenal pantai-pantai selatan dengan keindahan serta kegarangan deburan ombaknya.

Pilihan Jalur Sukabumi nuju Sawarna
Sudah lama banget pengen ke pantai-pantai di desa Sawarna. Sering dengar orang-orang berpesiar ke Pantai Sawarna, kesannya kok eksotis, melankolis dan syahdu. Jadi penasaran banget. Katanya pantainya 'masih virgin'. Penasaran dong! Mamak-mamak mau ke Sawarna. Repot banget. Gagal terus. Selalu ada alasan untuk gagal. He-he! Weekend kemarin (15-17 Agustus 2015) dengan dua sahabat pasutri yang memang juga ingin pesiar kesana, kami jadi deh! Deal. Off we go,.. Kami pergi berempat bersama kedua teman itu dan putri semata-wayang saya. Suami kurang suka jalan-jalan semi bekpekeran. Bukan tipe 'anak petualang,' alasannya : saya ini orang desa, kalau diajak jalan-jalan ke desa lagi, saya udah malas dan nggak berminat! Halah, memang selalu ada alasan untuk 'tidak' travelling. But not for me,..

Teman kami mendapat informasi dari rekan kantornya yang hobby surfing. Dia terbiasa berselancar di wilayah Pelabuhan Ratu, sehingga tahu benar bahwa Desa Sawarna itu adalah tetangga Pelabuhan Ratu. Yang lucu, Pelabuhan Ratu masuk ke dalam wilayah Jawa Barat. Modern, keren, gagah dan go international. Banyak Cafe Resto yang keren-keren dan bergaya metropolitan. Udah beken lah pokoknya. Sawarna itu hanya disebelahnya, saya nggak paham berapa kilo tetapi sekitar 30-45 menit naik mobil pribadi dari Pelabuhan Ratu dan masuk wilayah Banten. Maaf ya, tetapi saya pikir satu-satunya 'kemewahan' yang dipamerkan Sawarna adalah Indomaret di ujung gang sebelum masuk ke perkampungan/desa Sawarna-nya! Jadi saya WARNING kalau ke Sawarna jangan ngajak teman/relasi/saudara yang terbiasa menginap di hotel berbintang lima dengan gaya hidup resort, takut berasa ngesot dan kena serangan jantung. Ini asli kampung dan semuanya dikelola sendiri oleh penduduk desa. Dalam hati sedih, masyarakat Banten usaha banget buat mengais rejeki. Bener-bener sedih, nggak tertahankan. Apakah dalam upaya bertahan hidup bagi masyarakat Banten negara hadir? Dimana? Lihat dong! Datang ke Sawarna, menginap disana! Nambah haru karena kami meninggalkan Sawarna Banten pas Hari Kemerdekaan RI ke 70.

Jadi gini ke Sawarna itu ada dua jalan. Yang paling mudah tentu liwat Banten-nya sendiri. Itu dari Tangerang - Serang - Pandeglang - Rangkasbitung - Malimping - Sawarna. Yang menyebalkan, jalanan pada rute ini rusak berat. Jadi menyupir liwat jalur ini disamping resiko macet kalo lagi berdesakan dengan truk-truk muatan yang ke arah pelabuhan Merak bisa diperparah dengan masuk ke Banten yang jalanannya rusak berat. Katanya sih minimal 7-8 jam menyupir kendaraan liwat jalur ini hingga mencapai Sawarna. Saya lagi-lagi heran. Saya ini warga Banten juga tapi mungkin wilayah yang paling dimanja : Banten - Tangsel. Jadinya shock, lha kok jalanan wilayah Banten lainnya ternyata nggak seenak Tangsel. Wake-up Tan! Thus, rekan yang surfer itu menyarankan liwat jalur kedua : Jakarta - Ciawi - Lido - Cikidang (semacam memotong liwat perbukitan) - turun di wilayah Pelabuhan Ratu - Cikahuripan - Sawarna. Jadi saya ini warga Banten yang mau wisata ke Banten, muter dulu mundur ke Jakarta, liwat Jawa Barat, Ciawi dan Lido, naik ke bukit-bukit Cikidang baru turun ke Pelabuhan Ratu. Jalan lagi naik perbukitan Cikahuripan masuk lagi ke Banten, nyampe deh di Sawarna. Hastagah! Gapapa, kita rakyat Indonesia kan mewarisi semangat juang 45. Oya kalau liwat rute ini akan memacu adrenalin juga. Jalan-jalan di perbukitan relatif bagus kondisinya hanya saja kelokan-kelokan, naik turun - patah - meliuk, belok, nanjak. Halah, pokoknya ati-ati jangan sampai mobilnya masuk jurang atau nyemplung ke laut. -- Go to Part II --

Thursday, August 13, 2015

AEON Mall - Apa Yang Tidak Bisa Diberikan Oleh Desa

Ketika saya pindah ke wilayah Tangsel (Tangerang Selatan), tempat saya berdomisili disebut "Desa Serpong." Memang tinggal di perumahan yang cukup teratur dan rapi tetapi ketika itu tahun 2000 sepi sekali. Seorang teman kantor pernah mampir dan bercakap-cakap, "Kamu yakin kamu akan menetap disini? Tempat ini sepi sekali seperti tempat jin buang anak." Waktu itu saya pasrah dan mengatakan, adanya seperti ini dan dapatnya tempat tinggal di pinggiran kota satelit Jakarta. Ya sudah diterima saja. Daripada terus-terusan mengontrak atau indekost. Malah repot dan berpindah-pindah. 

atas : taman lampu ; bawah : lobby air mancur
Sekarang melihat perkembangan kawasan Serpong : unbelieveable. Ramenya minta ampun dan segala ada. Bahkan didepan rumah saya ada dua industri kecil yang giat melaksanakan produksinya. Yang namanya karyawan jejeritan, bercanda, kejar-kejaran, nyetel musik dangdut sekenceng-kencengnya, terpaksa dicuekkin saja. Daripada merasa terganggu, kami tetap bersyukur punya tempat tinggal yang cukup layak. Terbaru yang muncul di wilayah Serpong adalah AEON Mall. Pusat perbelanjaan raksasa ini muncul dengan gagah bertetangga dengan area universitas seperti SGU (Swiss German University), Prasetya Mulya dan gedung pameran raksasa yang juga baru diresmikan ICE (International Convention Exhibition). Desa Serpong yang dulu sunyi sekarang hingar-bingar, berdandan cantik bahkan nyaris mengalahkan induknya, ibukota Jakarta. Mengapa? Karena infrastruktur jalan raya disini benar-benar dirancang dan dipikirkan dengan baik. Diusahakan: ANTI MACET. 

AEON Mall adalah pusat perbelanjaan yang berafiliasi dengan group perusahaan dari Jepang. Masyarakat suka dikarenakan banyaknya hidangan aneka Jepang, Korea dan lain-lain. Saya sendiri sesungguhnya sudah agak bosan nge-mall. Karena isinya hampir sama yaitu ajakan untuk menguras kantong. However, mencari makanan, hidangan khusus, wisata kuliner dan nongkrong sambil mengobrol dengan teman atau keluarga masih menjadi tujuan yang sesekali kami lakukan. Okay, harus di-warning dulu ya! Bahwa harga makanan di mall, cukup mahal. Tentu saja berbeda dengan di warung atau resto yang biasa. Saya biasanya hanya memilih hidangan yang memang unik, sangat disuka dan harganya masih terjangkau. 

Dining & Hang-out @ AEON Mall BSD CITY

Ada tiga tempat makan di AEON. Yang dibawah atau lantai dasar (GF) adalah jajaran kafe/resto besar. CAFE STREET. Nama-nama beken seperti Starbuck, Krispy Creme, Food Culture menjadi pilihan dilantai ini. Kalau ingin yang bergaya Jepang bisa mencoba makan di FOOD CULTURE. Semacam food court yang isinya makanan olahan dari negeri Sakura. Komplit. Plit-plit. Sampe mbak-nya yang melayani juga ada yang pake kimono. Nggak perlu ke Jepang dong ya!
Krispy Kreme - Cafe Street
Jika berjalan terus ke sudut lainnya yang berlawanan arah dengan Cafe Street akan ditemukan area WAROENG BOENGKOES. Di tempat tersebut area counter makanan berbentuk lebih sempit, bersekat, namun lengkap menghidangkan aneka hidangan cepat saji dari nasi goreng, croquette, masakan india seperti nasi biryani, dll. Yang sangat diminati disini adalah counter SUSHI & Bento yang menjual sushi per-pcs Rp. 3000 dan Rp. 6.000. Yang 3rb-an biasanya hanya telur atau sayur atau rumput laut. Yang 6rb-an biasanya adalah daging ikan segar seperti salmon. Satu pembeli dibatasi membeli max 20 pcs (jangan kulakan ya). Sedangkan untuk paket lain ada yang dijual komplit/lengkap sushinya dengan kisaran harga 50-rb an/box. 

Sushi Bento & Waroeng Boengkoes
Well, saya anak Indonesia asli. Suka juga makanan seperti ini. But not that much. Lebih suka bakso atau nasi goreng, he-he! Putri saya adalah generasi yang tersesat. Suka banget dengan sushi!

Di lantai paling atas (3F) tersedia lagi area tempat makan yang disebut FOOD CARNIVAL. Nah, ditempat ini hidangan asli tanah air muncul turut meramaikan bursa makanan Jepang atau Korea. Ada bakso, nasi goreng, burung puyuh, nasi bakar. Semua ada. Tetapi yang menjadi icon di area ini barangkali adalah RAMEN VILLAGE. Katanya sih serba ramen alias serba mie gitu. Saya belum mencoba. Hanya sempat berjalan-jalan saja di area ini. Tempat duduk dan bersantai di food carnival sangat luas dan nyaman. Bisa duduk dimana saja segala sudut serasa dirumah sendiri. YUK, mampir ke SERPONG? AEON MALL-BSD CITY.

Kemegahan Food Carnival