Wednesday, August 19, 2015

Coast to Coast Sawarna (IV) - Alam Yang Perawan

Berdasarkan peta yang terpampang di ujung gang perkampungan guest house Sawarna ada dua lokasi tujuan wisata sebagai berikut: wilayah timur dan wilayah barat. Pak Slamet, chief of ojeg kami mengatakan bahwa dirinya tidak terbiasa membawa peserta wisata ke bagian barat, yang meliputi obyek wisata : Pulo Manuk, Karang Bokor dan Goa Langir. Menurutnya itu termasuk wilayah 'desa tetangga' ia tidak familier. Lagipula jauh dan waktunya terbatas. Kami hanya dibawa berkeliling ke 5 titik tujuan di bagian timur. Sebenarnya ada enam titik wisata yaitu: Goa Lalay, Legon Pari, Karang Taraje, Karang Beureum, Tanjung Layar dan Pasir Putih. Ada satu spot untuk tempat surfing (tanpa nama), kami tidak mampir karena tidak ada yang hendak surfing juga. Satu lagi Pantai Karang Beureum kami lewati karena itu adalah pantai sunrise sedangkan kami datang sore hari, untuk apa kesitu (kata Mr. Slamet)? Kami pergi ke lima titik wisata lainnya. Seperti apa pengalamannya? Lanjoottt,....

Gua Lalay

Lalay  01
Berdasarkan peta yang tertera, Pak Slamet cs akan mengajak kami berkeliling. Start from gua Lalay. Yak, dimulailah pengalaman membonceng Valentino Rossi van Sawarna. He-he! Wadouw yang namanya sport jantung takut nyungsep terjun dari bukit atau masuk sungai berkali-kali kami alami. Thank God, semua selamat. Dan tibalah kami di Gua Lalay. Guanya menurut saya bagus dan cantik, sayang kurang terawat. Agak kotor sepertinya di sekitar lokasi. Dikelola swadaya masyarakat, ada penyewaan helm dan lampu. Tapi kami bermodalkan senter dari hape aja deh masuk kedalam goa. Hi-hi! Canggih kan? Guanya bagus. Batu-batu guanya seperti batu kapur putih. Sayangnya memang gelap gulita tanpa senter berkekuatan besar. Ada aliran sungai dibawahnya, jadi jalan kaki sambil menerabas aliran air setinggi pertengahan betis. Beberapa titik ada yang hampir setinggi diatas lutut. Hati-hati terperosok. Jalan pelan-pelan saja. Nggak pakai sandal atau sepatu gak apa-apa. Dibawahnya tanah pasir dan lumpur. Lembut banget enak di kaki. Ular? Nggak ada ular kok!

Lalay 02
Disebut gua Lalay karena maksudnya itu adalah gua sarang kelelawar. Apa mau dikata tidak ada seekor kelelawarpun yang kami jumpai. Mungkin kelelawar sudah cape mengusir wisatawan yang masuk ke gua-nya sehingga mereka yang pindah entah kemana. Bagian dalam gua ada rongga-rongga di dinding bagian atas. Seperti rumah bertingkat. Beberapa bagian meluas seperti 'panggung pertunjukan' di perut bumi. Gua ini katanya panjang. Tetapi kami hanya masuk sekitar mungkin 300 meteran lalu balik lagi melalui jalan yang sama. Kalau ke dalam lagi lumpurnya akan makin banyak dan ada kemungkinan kita terperosok masuk lumpur. Tapi di bagian gua yang terdalam itu katanya masih ada kelelawar. Ya udahlah jangan diganggu kelelawarnya kasihan! Biar saja yang tersisa menetap di kedalaman dan kegelapan gua lalay. Sekeluarnya dari gua lalay kami berfoto-foto sejenak di sawah depan gua. Rindu sawah!

Legon Pari dan Karang Taraje

Teraje 01
Tempat berikut yang kami tuju adalah pantai Legon Pari. Tampak ada beberapa tenda disitu. Kayaknya ada yang niat nginep di pantai dengan bermodalkan tenda saja. Sekitar situ nggak ada penginapan. Pantainya berpasir putih, sepi dan enak banget. Cocok kali untuk sesiapa yang pede dan niat foto session berbikini. Cheppy, pasangan ojeg saya berkomentar, "Ih, ini sih pantai buat tidur aja Bu. Nyantai banget kalau disini." Dalam hati saya menjawab, "Seandainya Chep, hidup bisa dihabiskan hanya dengan tiduran di pantai. Mungkin itulah surga dunia." Teringat lagi pada film Return to The Blue Lagoon by Brooke Shields and Christopher Atkins! Hedeuw. Rupanya Pak Slamet berpendapat tidak ada yang menarik dari Legon Pari terkecuali duduk leyeh-leyeh, ditancaplah gas. Legon Pari cuma
Teraje 02
numpang liwat dan langsung lanjut ke Pantai Karang Teraje. Dua pantai ini kayak kakak-adik. Bersebelahan banget cuma beda kontur tanah. Kalau Legon Pari pantai yang memanjakan dengan pasir putih dan suasana nina-bobo. Karang Teraje, dahsyat dengan barikade karang-karang. Dari keseluruhan tempat yang saya kunjungi paling berkesan Karang Teraje. Apa ya kata yang tepat? Magnificent!

Karang Teraje itu karangnya luar biasa. Benar-benar seperti 'benteng' yang dibuat oleh alam. Banyak banget dan karena sapuan-sapuan ombak bentuknya aneh-aneh. Ada yang seperti celah retakan bumi. Ada yang seperti pagar berjajar. Ada yang batu-batu besar. Ada beberapa ayunan buatan di tepi pantai itu. Saya suka duduk di ayunan sambil memandang pantai dan karang-karang yang bertebaran. Sesuatu banget. Pantainya sepi. Ada beberapa pengunjung lain tapi tidak banyak sehingga memungkinkan untuk ber-
Teraje 03
selfie ria dengan alam tanpa gangguan mahluk hidup lainnya he-he! Cukup bersih juga pantainya. Menurut Cheppy, pagi hari disitu terendam air pasang sehingga 'barikade karang' menghilang. Setelah siang atau sore hari saat surut maka barikade karang-karang itu akan muncul kembali. Cheppy itu asistant Mr. Slamet. Jadi deputy chief of the ojeg. Yang mendampingi kami jalan-jalan kalau nggak Pak Slamet ya Cheppy ini. Mr. Gemuk dan Mr. Kurus hanya bersantai dan leyeh-leyeh kalo lagi nggak angkut penumpang. Tapi mereka semua sangat baik dan memperhatikan keselamatan pengunjung. Pak Slamet sekali membentak Cheppy karena kawan kami ada yang terperosok masuk ketika di gua. Menurutnya Cheppy harus selalu waspada, siap membantu kami semua. 

Tanjung Layar dan Pasir Putih

Dari Karang Teraje kami lanjut ke Tanjung Layar. Ternyata ini pantai karang juga mirip Karang Teraje tapi karangnya datar dan luas banget kayak pelataran. Diujung ada beberapa karang yg agak tinggi seperti pagar tapi tidak seindah dan sedahsyat Karang Teraje. Udah gitu kita lama nyantai disini karena memang ini spot utama tujuan turisnya. Jadi warung dan segala WC umum tersedia disini. Mau pesan kelapa muda atau makan mie bakso juga ada. Yang menjadi icon adalah dua bukit kecil raksasa di tengah pelataran karang. Bentuknya memang kayak dua buah layar pada kapal, mungkin itu makanya disebut Tanjung Layar. Saya agak kurang nyaman dengan pantai ini karena sejuta umat, banyak manusia yang bergelimpangan pengen selfie di segala penjuru pantai. Kasihan bukit layarnya juga dipaksa dipanjat demi selfie padahal berbahaya. Walhasil ada yang jatuh dari bukit layar itu dan disorakin sejuta pengunjung lainnya (jatuh malah disorakin?). Masalahnya udah dikasih tahu : berbahaya - dilarang memanjat. Ada saja anak muda yang nekad manjat ke atas. Sejauh ini kayaknya belum ada bapak-bapak atau kakek-kakek yang nekad naik ke atas bukit layar. Saya sempat jatuh tersungkur juga dipantai ini. Masalahnya pake sepatu croc yang udah licin sol-nya. Sukseslah kepleset beberapa kali. Lain kali beli sepatu gunung akh! Mau manjat kemana Tan? he-he rahasia!

Pelataran Tanjung Layar
Batu Layar

Dari Tanjung Layar kita diajak mampir oleh Pak Slamet cs di Pantai Pasir Putih. Sempat mampir ke sebuah bukit yang oleh Pak Slamet disebut "BUKIT SENYUM". Bukit ini memang mampu membuat orang tersenyum. Pasalnya dari atas pemandangan indah sekali. Laksana berada di California (padahal belum pernah kesana juga). Kita mampu melihat pemandangan garis pantai yang mengular dengan hiasan aneka nyiur melambai. Bikin nafas tersentak. Indahnya! Pantai Pasir putih ramai juga hingga malam menjelang. Tapi mungkin mulai senja keramaiannya berkurang sehingga tidak sepadat di pantai Tanjung Layar. Masih bisa lega bermain ombak dan nyemplung sebentar kelaut. Pantainya enak, tapi karena nyampenya udah larut nggak bisa lama-lama juga mandi basah ditepi pantai. Bisa kena pneumonia kecuali kita masih famili dengan Deny si Manusia Ikan (siapa sih Deny? brows deh!). Ya udah setelah dari Pasir Putih kami semua berjalan pulang ke penginapan. Jaraknya dekat saja, lalu mandi. Acara malam hari itu ditutup dengan lagi-lagi makan di warungnya Kang Ajat. Masakan ikan lautnya, manteb banget! 

Bukit Senyum



Yah, besok udah balik lagi ke Jakarta deh! 
Yang mau lanjut -- Go to Part V --

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.