Welkom to Sawarna |
Nah, sampailah kami di Sawarna tanpa tour guide/rombongan. Kami yang hanya terdiri dari empat orang. Kalau di Agoda barangkali bisa dikategorikan : family with older children. Artinya traveller keluarga dengan anak remaja. Bingung juga mau menjelajah kemana nih? Mau ngapain nyampe Sawarna? Ketika masih bingung, kami bertanya pada ibu yang memberikan referensi penginapan pada kami. Ini kalau mau jalan-jalan enaknya kemana atau bagaimana? Si ibu lalu menunjukkan sebuah peta daerah wisata Sawarna. Dikatakan tempatnya lumayan jauh, sedangkan saat itu sudah jam 11 siang ketika kami tiba di Sawarna. Kata si ibu : kalau mau jalan sambil 'sewa ojeg' juga bisa. Kita masih bingung, jalan-jalan naik ojeg? Di Jakarta/Tangsel saja kami jarang naik ojeg. Mosok jauh-jauh ke Sawarna wisata ojeg sih? Yang bener aja? Tapi melihat peta dan banyaknya pantai yang ingin ditelusuri kayaknya ojeg memang pilihan yahud. Si ibu juga nggak punya koneksi tukang ojeg langganan. Dia agak bingung juga. Eh, pas lagi ngobrol rekannya si ibu liwat naik motor. langsung dipanggil, "Kang ini ada yang nyari ojeg,.." Ternyata pengojeg yang liwat bernama Pak Slamet.
Jembatan Gantung Sawarna |
Nah, Pak Slamet ini hebat banget. Udah kayak tour guide lokal. Ia menunjukkan peta pantai dan menjelaskan bahwa jaraknya memang relatif jauh. Naik mobil nggak bisa. Jalan kaki sih bisa, tapi jam 12 siang jalan-jalan di sawah dan pantai? Bisa pingsan kepanasan dan kelelahan. Lalu berapa sih kecepatan jalan kaki kami berempat? Ditimbang dan ditelaah lagi akhirnya kami putuskan untuk sewa empat ojeg dan jalan-jalan keliling area Sawarna. Harga ojeg/ paket @ Rp. 150.000 per orang. Jadi kami berempat menghabiskan dana Rp. 600.000 untuk naik ojeg doang. Awalnya terasa agak berat dan berlebihan. Naik ojeg kok sampai lebih dari setengah juta rupiah? Nah, disinilah muncul 'the real experience of Sawarna.' Jadi ojeg bukan sembarang ojeg, tapi super ojeg! Hi-hi. Rupanya motor-motor penduduk desa Sawarna diganti chasis-nya dengan kekuatan dan fleksibilitas motor trail. Karena medan tempatnya itu bener-bener ndeso tidak ada jalanan model di perumahan. Semua tembus padang ilalang, hutan, naik bukit, menyebrang jembatan gantung, liwat tepian pantai, ngebut di jalan berpasir. Untuk hemat waktu semua dilakukan dengan menggunakan motor dan keahlian para pengemudinya. Jadi asli bengong waktu naik motor itu! Dibonceng Keanu Reeves aja kali saya ogah, karena pasti nyemplung ke sungai saking susahnya berkendara dan bepergian agak jauh di wilayah Sawarna. Harus pengojeg asli Sawarna yang benar-benar menguasai medan jalanan.
Makan Siang Warung Kang Ajat |
Nah setelah makan siang yang enak dan murah di warung Kang Ajat/Yayat kami sudah ditunggu 'Pasukan Ojeg.' Yang pertama Pak Slamet, dua rekannya gemuk dan kurus lalu yang termuda pemuda desa bernama Cheppy. Kita kagum karena namanya Cheppy tinggalnya di Sawarna. Mungkin dari Cecep? Bisa juga sih! Kalo namanya Kevin kita tambah bengong. So Cheppy tadinya pengen memboncengkan putri saya. Tapi saya tukar (enak aja!), saya yang membonceng Cheppy dan putri saya membonceng Pak Ojeg kurus karena dia suka motornya memang modelan motor trail lawas warna biru. Pak Slamet memboncengkan teman saya yang wanita sementara suaminya diboncengkan oleh Pak Ojeg gemuk karena dua-duanya sama-sama kelas 'bantam' agak berbobot gitu. Hi-hi. Sehingga berat antara pengemudi dan pembonceng setidaknya seimbang. Udah nih meluncurlah kita!
Penampakan Ojek Nembus Padang |
Namanya orang kota ya, dipikir bakalan liwat jalanan aspal nan mulus dan enak. Ternyata liwat jalanan aspal itu hanya sejenak dua jenak. Sisanya jalan kampung. Asli jalanan kampung nembus gang, rumah penduduk, liwat beberapa jembatan gantung. Oya, keahlian masyarakat Banten ini memang membuat jembatan gantung. Entah kenapa semua jembatan di kampungnya itu model jembatan yang digantung, yang kalau kita berjalan diatasnya goyang-goyang (apalagi pas ditengah). Mau pegangan juga agak susah, karena pinggirannya kawat kasar yang diikat model kawat berduri, bisa-bisa tangan tertusuk. Motor juga bolak-balik liwat di jembatan-jembatan itu. Keamanannya? Jelas agak meragukan. Kalau liwat jembatan sembari komat-kamit agar selamat. Jangan sampai tersungkur masuk sungai. #geleng-geleng kepala# Trayek motor pengojeg lokal ini akan membawa kami kemana aja? -- Go to Part IV --
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.