Monday, August 29, 2016

KDRT yang benar adalah Komunikasi Dalam Rumah Tangga

Marriage is not for everyone. Iya benar. Pernikahan itu memang bukan untuk semua orang. Karena pernikahan menggandakan semua masalah dari satu menjadi dua. Dari satu kepala menjadi dua kepala dan saling berbenturan. Menggandakan berkah? Belom tentu! Iya kalau peruntungan sepasang sejoli membaik selama jalannya pernikahan. Bagaimana jika memburuk lalu ambruk? Cita-cita masing-masing individu tak kesampaian. Karir masing-masing mentok. Harapan rumah tangga mencapai masa gemilang hanya pepesan kosong. Membesarkan anak dilakukan pula dengan cara kedodoran. Most of the time saya berpikir bahwa pernikahan bukan untuk saya. Pernikahan membuat saya banyak berkorban dan merugi besar. Tapi ternyata saya tetap menikah juga (masih)!

Anehnya pernikahan ini dalam beberapa tahun lagi akan mencapai angka 20 tahun pernikahan. Pertengkaran-pertengkaran kami mulai memasuki "Era GAK MUTU". Era PIL, WIL dan BOKEK sudah terlewat dalam bab-bab sebelumnya. Pertengkaran masa lalu itu sudah terjawab dengan kata-kata mutiara, "Emang masih ada yang mau sama elo? Kalau masih ada yang mau, silahkan...!" Kemudian masalah bokek pernah terjawab dengan latihan ketabahan, ketika kami sekeluarga (termasuk anak) hanya menyantap nasi goreng curah yang dibeli di warung depan rumah selama beberapa hari berturut-turut. Saking nggak ada duit sama sekali. Itupun masih termasuk bagus kali ya, nggak sampai ke level nasi ikan asin, indomie atau bahkan nggak bisa makan selama seminggu. 

Pertengkaran "Era GAK MUTU" sifatnya insidental dan sangat aneh. Misalnya begini. Suatu hari saya dan suami harus kondangan ke lokasi dekat rumah dengan berjalan kaki. Mosok jarak 200 meter harus pake mobil? Acaranya jam 11 siang. Itu adalah jam yang sangat saya hindari untuk berjalan keluar rumah. Saya sering kecentilan dengan "menolak keras sinar UV". Saya tahu benar bahwa sinar matahari hanya aman untuk kulit dibawah jam 8.30 pagi. Sisanya siap mengeringkan kulit dan berfungsi mengumpulkan kerut. Kalau ketemu sinar matahari siang biasanya saya akan lari-lari lebay dan selalu berlindung di tempat gelap/teduh (mungkin sebelum reinkarnasi saya adalah vampir?). Kalau kepanasan saya juga sering mengeluh panjang pendek. Hingga pernah satu kali sahabat saya membentak, "Kamu sebentar lagi akan meleleh atau bagaimana?" Yah, setiap manusia punya sisi jelek dalam dirinya. Mungkin saya = lebay.

Maka dari itu saya memaksa suami membawa payung besar yang mudah dibuka dan dapat dipakai untuk berteduh berdua (memang lebay kelas dewa!). Tentu saja suami menolak. Panas terik kok malah membawa payung raksasa. Ke acara kondangan pula. Gila kali? Ia memaksa saya membawa payung yang kecil. Dengan alasan ia tidak butuh berteduh di bawah naungan payung. Silahkan saya berpayung sendiri sepuasnya. Saya agak jengkel karena saya sudah mengatakan bahwa saya yang akan membawa si payung raksasa tanpa rasa malu. Saya akan cuek menyenderkan payung atau meletakkan payung di lantai dalam acara kondangan tersebut demi keselamatan kulit saya. Payung adalah anti oksidan yang realistis dari UV. Saya sudah tahu bahwa payung kecil mulai rusak karatan dan sulit dibuka. 

Payung lalu menjadi sumber pertengkaran kami dalam perjalanan menuju acara kondangan. Saya jengkel karena masalah membawa payung saja saya tidak diijinkan alias didikte. Dan sepulangnya acara saya makin marah karena payung kecil sungguh sulit dibuka bahkan gagangnya copot ketika ditarik! Sehingga selama beberapa menit di perjalanan pulang saya terpanggang sinar UV jam 1 siang dan ini adalah hal yang paling saya benci. Terpaksa saya setengah berlari pulang meninggalkan suami supaya cepat terbebas dari sengatan UV. Sesampainya di rumah payung kecil langsung saya lemparkan ke sudut dengan mendongkol. Sementara suami sengaja berjalan pulang berlambat-lambat seolah menikmati sengatan matahari terik jam 1 siang itu sebagai bagian dari spa alam. Itu adalah salah satu contoh pertengkaran era gak mutu.

Kali lain saya membeli juice tiga gelas : dragon fruit, banana-strawberry dan mangga. Saya membayar lunas dan mendapatkan dua juice karena ternyata juice buah naga (dragon fruit) sedang dibuat. Maka saya harus menunggu. Tiba-tiba saja suami muncul dan melihat dua juice yang ada di meja. Kegemarannya adalah juice buah naga. Saya hanya berkata singkat sambil cuek, "juice buah naga sedang dibuat,..." Lalu suami mengangguk dan melangkah pergi. Biasanya ia akan membeli beberapa makanan yang ia sukai seperti sushi. Tak lama kemudian juice buah naga sudah siap dalam gelas plastik dan saya ambil dari counter karena sudah dibayar. Saya lalu kembali asyik bermain hape. Tiba-tiba saja saya lihat suami sedang mengambil juice buah naga! Rupanya ia sudah membayar dan membeli segelas lagi. Buset! Nggak konek,..

Saya berteriak tapi segalanya sudah sangat terlambat karena juice telah dibayar di cashier. Struk telah dikeluarkan dan buah naga telah di blender. Total kerugian mencapai Rp. 12.500,- . Lalu kami mulai saling berteriak dan bertengkar. lutuna lutung kasarung,... "Kok nggak bilang kalau juice itu sudah kamu bayar?!" Adalah protesnya yang pertama. Saya ngamuk, "Kamu nggak nanya udah dibayar apa belum. Mosok saya langsung kasih pengumuman? Lagian biasanya kamu pergi hanya untuk beli sushi!" Lalu kami saling merepet satu sama lain dan saling menyalahkan karena ada seseorang yang begitu goblog dan membiarkan juice buah naga dibeli hingga dua kali. Seorang oma-oma yang baru menyantap es magnum di sebelah meja menatap pertengkaran kami dengan pandangan ngeri. Dua karyawan yang ikut di dalam lift sempat pula mendengarkan jejeritan kami berdua dan sangat paham mengapa kami saling mendiamkan bete.

Setelah keluar lift, kami yang masing-masing tergopoh-gopoh repot dengan dua tangan membawa dua gelas juice dan membawa tas di bahu kanan-kiri mulai lagi saling bertengkar. Pertengkaran terhenti di area parkir setelah suami mengeluarkan jurus komunikasi terbaiknya: membentak 'diam kamu!' Saya langsung berhenti merepet. Mungkin jika itu adalah pesawat turbo dengan kecepatan supersonik ia langsung meledak dan hilang jadi debu di angkasa. He-he-he,.. Saya diam bukan karena takut. Tapi saya pikir memang perjuangan untuk kemenangan juice buah naga ini tidak pantas lagi dilanjutkan. Hi-hi-hi,.. Di mobil saya sindir lagi, "Menanggung kerugian dua belas ribu lima ratus rupiah saja istri sendiri diomeli habis-habisan. Bagaimana jika istri tersebut membuat kerugian dua belas setengah milyar rupiah? Dibunuh?" Pendek suami menjawab, "Gantung!" Hi-hi-hi,..

Ya begitulah! Menikah memang tidak untuk semua orang. Hanya untuk orang-orang yang terpaksa sudah telanjur menikah. Menikah adalah untuk mereka-mereka yang bisa mengartikan KDRT sebagai komunikasi dalam rumah tangga. Tahu kapan saatnya merepet dan tahu kapan saatnya mingkem. Sejak tahun-tahun awal pernikahan saking tobatnya menyesuaikan diri satu sama lain saya sering berkomentar, "Saya coba menyabarkan diri ya! Saya bertahan karena kamu sudah saya anggap seperti saudara/kerabat! Saya kasihan sama kamu,..." Lalu suami menjawab dengan nyontek, "Sama dong! Kamu juga sudah saya anggap seperti saudara saja. Apalagi saya, udah nggak tahan banget! Bener, cuma kasihan aja,.." Ya begitulah KDRT, komunikasi dalam rumah tangga. 

foto: berbagai sumber

Thursday, August 25, 2016

Travel Note - Visit Jatim 2016 (3) Museum Angkut & BNS

Catatan 21 Juni 2016

(1) Museum Angkut Batu Malang

Selasa adalah hari ketiga kami berlibur di Jawa Timur. Setelah sarapan mie seduh di rest-area (he-he-he, soalnya mau kuliner lagi udah kesiangan dan kota Surabaya 11-12 dengan kota Jakarta, macet pada hari kerja), kami dengan gembira dan gegap gempita segera menuju ke daerah tujuan wisata yang sudah lama didamba-dambakan: Museum Angkut! Terletak di kota Batu yang sejuk. Jarak dari Surabaya ke kota Batu itu kira-kira dua jam saja. Perjalanannya relatif aman dan nyaman. Bisa melalui tol untuk keluar dari kemacetan kota Surabaya. Di perjalanan kami melewati Kebun Raya Purwodadi - Jatim dan Taman Safari Prigen - Jatim. Sayang nggak mampir dulu. Lain kali yaaaa,..

Jalan yang di lalui di kota Batu juga relatif tidak terlalu rumit atau berliku. Di Batu itu banyak obyek wisata dan area-area itu saling berdekatan. Seperti Museum Angkut, Jatim Park 1 & 2, Eco Green Park dan Batu Night Spectacular (BNS). Kira-kira tepat pukul 12 siang tetot kami tiba di lokasi Museum Angkut. Kami rada happy karena bulan ramadhan tampaknya suasana sepi dan tidak terlalu padat. Antrian di loket juga manusiawi tidak mengular-naga. Saya langsung mengantri tiket dan membeli untuk tiga orang. Kira-kira harga berkisar 60-80rb rupiah. Tergantung paket. Jika ditambah melihat obyek yang lain-lain (yang lebih lengkap) tentunya harus membayar tiket yang lebih mahal. Karena ke Jatim adalah kesempatan langka, tentu saja saya membeli tiket berupa paket lengkap. Agar tak ada penyesalan. Semua obyek sudah dijajal/dicoba. 

Setelah mengenakan gelang kertas menandakan pengunjung sah. Kami lalu mulai memasuki area Museum Angkut. Astaga, ternganga-nganga kami melihatnya. Dalam sebuah ruangan besar dipamerkan banyak mobil, sepeda dan sepeda motor antik. Mau mejeng dengan mobil yang mana atau sepeda bagaimana, semua tersedia. Heran juga bagaimana cara mengumpulkan semua koleksi ini? Atau siapa yang rajin membeli semua benda antik ini dan memoles serta memperbaikinya seolah-olah masih baru kinclong? Saking banyaknya sampai bingung hendak berpose dengan kendaraan yang mana? Bahkan ada kereta kencana lengkap dengan kuda-kudanya. Tentu saja ini adalah kuda palsu alias patung. Museum kereta (andong) terlengkap seingat saya ada di Yogyakarta. Tak puas-puasnya memandang deretan mobil antik dan sepeda jadoel, kami sembari melangkahkan kaki ke lantai dua. Ternyata ruangan besar tadi hanyalah "pemanasan" saja!

Di lantai dua kami menemukan alat transportasi yang lebih antik-antik. Seperti pedati dari lombok lengkap dengan patung sapi yang menggeretnya. Ada pula sebentuk sampan kayu yang sangat mungil dan sederhana, dilengkapi semacam lampu petromax. Gitu doang! Dalam penjelasan tertulis bahwa sampan itu digunakan untuk mencari ikan di waktu malam. Aish! Dan disebutkan kualitas kayunya sangat baik. Jadi anti keropos/basah dst. Hebatnya nelayan Indonesia. Ada pula area luas di halaman depan lantai dua itu yang merupakan "hanggar pesawat". Semacam area parkir untuk pesawat-pesawat kecil yang dipamerkan. Pengunjung boleh naik ke pesawat dan mengenakan helm lalu serasa Tom Cruise dalam Top Gun! Potongan bagian kepala pesawat penumpang raksasa juga mejeng di area penerbangan ini. Pengunjung boleh mengenakan baju dan topi pilot di cockpit untuk pura-pura jadi pilot dan co-pilot. Hehehe,., Karena tujuan saya adalah mengantar anak-anak pesiar, dalam banyak kesempatan jarang berfoto deh! Kebanyakan anak-anak yang gemar beraksi. 

Selama di dalam perjalanan ini juga tersedia canteen area jajan-jajan santai. Mungkin karena bulan ramadhan lagi-lagi tak terlalu ramai di tempat makan tersebut. Hidangannya macam burger, french fries dan sebagainya. Memang melakukan jalan-jalan seperti ini bikin lapar juga! Apalagi wilayah jelajahnya sangatlah luas. Dari hanggar penerbangan kami kembali ke dalam ruangan di lantai dua. Disitu juga dipamerkan mesin-mesin kendaraan. Di ujung perjalanan gedung pertama tersebut kami temukan pameran mata uang dan perangko dari berbagai negara. Semuanya terpigura rapi dan dipajang di dinding. Keluar dari gedung pertama tersebut kami memasuki area display "kota tua". Kami berjalan-jalan serasa di jalan raya kota pelabuhan Sunda kelapa. Di kanan kiri, bajaj, bemo, sepeda pengangkut semangka, sepeda motor helicak, sepeda pengangkut rombong kaleng/rombong plastik semua berjajar terparkir rapi. Bahkan pikulan tukang sate dan sepeda pengangkut duren. Di ujung jalan terdapat "Kantor Pelabuhan Sunda Kelapa" yang sesungguhnya adalah cafetaria. Mangkal deh disitu, beristirahat!

Perjalanan de ja vue berlanjut ke area western. Disini dibuat replika suasana Amerika. Entah mengapa saya merasakan de ja vue seolah berada di suatu tempat di Universal Studio - Singapore. Salah satu sudut lokasi disana mirip sekali dengan yang ada di Museum Angkut Batu! Jajaran gedung Bank Of America, Hotel Hollywood, Broadway Theatre, Broadway musical. Beberapa bangunan bisa dimasuki sungguhan, bukan sekedar dekor. Ada penjara. Ada toko cindera mata dan ada lokasi studio untuk nonton film jadoel (film bisu yang masih hitam putih). Lalu sebuah ruangan gelap yang sejuk juga menampakkan jajaran mobil-mobil tua dan suasana Eropa. Jadi mobil-mobil dikategorikan berdasarkan negara tempat asal mobil tersebut diproduksi, ada Germany, Italy dan England. Saya kagum bagaimana investor membangun gedung-gedung yang juga mirip dengan suasana di negara-negara Eropa. Kalau ada yang berniat jahil, foto-foto disini (modal 80rebu) dan mengaku baru pulang dari Eropa juga layak dipercaya. ha-ha-ha,... Bahkan ada replika istana Buckingham lengkap dengan patung Ratu Elizabeth. Kita dapat berfoto berdua di singgasana dengan yang mulia ratu!

Paling menarik adalah zona Italy lengkap dengan kebun terbuka, bangunan replika depan kastil putih berpilar-pilar dan kolam air mancur. Serasa fountain of youth. Kolam ini sepertinya boleh dilempari uang coin. Agar mirip yang di Italy aja kali yaaa,.. Terakhir kami tiba di area Las Vegas. Wow, suasana megastar terasakan disini! Ada mobil Humvee kuning cemerlang mejeng dengan manisnya disini. Maap, baru pertama kali ini melihat Humvee jadi norak! Ada limosin panjang kap terbuka dengan patung John Travolta disisinya. Maju lagi, di dekat situ kita akan bersua Elvis Presley dengan koleksi mobilnya. Di sudut belakang ada mobil Batman seolah-olah terparkir di Gotham City! Las Vegas memang diwarnai dengan koleksi kendaraan para bintang hollywood sekaligus patung-patung sosoknya. Tetapi area ini tidak terlalu luas, hanya satu area pameran mobil laksana garasi raksasa yang dapat dinikmati dengan sekali sapuan pandang. Sebelum keluar dari keseluruhan area pameran museum angkut kami melewati lokomotif kereta api uap. Asyik juga sesekali mejeng di wagon kereta yang berwarna kelam, berfoto dalam nuansa vintage.

(2) Pasar Apung Batu Malang

Dari situ kami memutuskan menyusuri pasar apung. Terletak masih satu kompleks dengan museum angkut. Ternyata Malang juga memiliki area foodcourt/makan-makan yang berada di tepi kolam/sungai. Tak jelas apakah ini kolam atau sungai buatan. Yang pasti suasananya sangat mirip dengan Pasar Apung Lembang yang ada di Bandung. Tetapi saya lebih suka yang di Bandung karena area wisata pasar apungnya lebih luas, bersih, rapi, indah dan sejuk. Makanan juga oke. Yang ada di Batu - Malang ini areanya lebih kecil dan kurang menarik. Tampaknya hanya sebagai pelengkap museum angkut yang maha besar dan dahsyat itu. Paling tidak setelah lelah muter-muter di dalam museum angkut, pengunjung dapat memilih hidangan yang ada di pasar apung ini. Saya memesan nasi liwet yang rasanya ternyata sangat jauh dari Solo. He-he-he, alias kurang maknyus. Cukup untuk mengganjal perut saja. Hidangan yang disajikan di foodcourt pasar apung ini so-so, alias biasa saja. Tapi suasana adem ayem lan tentrem tentulah cukup memikat dengan pondok-pondok dan dok kayu-kayu bagi pengunjung untuk berjalan di tepian kolam /sungai sambil memilih hidangan atau belanja pernak-pernik seperti T Shirt, gantungan kunci dan lain-lain. Untuk mengambil pose-pose narsis juga sangat pas!

(3) Museum Topeng Batu Malang

Obyek terakhir yang kami kunjungi dalam kompleks ini adalah museum topeng, berjudul D' Topeng Kingdom Museum. Sepertinya museum ini relatif baru berdiri, di tahun 2014. Koleksinya sangat unik, magis dan eksentrik. Hanya saja menurut saya gedung/sasana tempat memajang kurang memadai. Jajaran patung dan topeng disusun terlalu mepet satu dengan lainnya. Lemari-lemari berdesakan, etalage berjejer merapat. Area berjalan kaki bagi pengunjung juga relatif sempit, alias kalau sedang membludak bakalan kurang nyaman berdesakan di dalam museum topeng. Karena saya suka seni kerajinan seperti ukir/batik dan topeng kalau berdesakan begitu sulit mengamati satu persatu. Benda-benda semacam ini yang menarik adalah detailnya. Belum lagi seandainya ada banyak anak-anak kecil berkeliaran dikhawatirkan akan terjadi keributan jika ada yang menabrak, menyenggol benda-benda hingga terjatuh. Ini berbeda sekali dengan area museum satwa yang akan kami kunjungi di hari berikutnya. Gedungnya sangat besar, luas dan megah. 

Eniwei, patung-patung yang dipajang unik-ajaib dan menguarkan pesona eksotis. Ada beberapa foto hitam putih dari masa lalu ketika suku-suku tertentu di indonesia mengadakan upacara khusus dengan mengenakan topeng-topeng tersebut, perlengkapan batu/arca dsb. Lagi-lagi heran, bagaimana cara mengoleksi benda-benda semacam ini. Banyak sekali koleksi arca/batu, patung ukiran, topeng-topeng Bali, wayang kulit, patung-patung tembaga/kuningan kecil. Yang mengerikan ada sebuah batu yang digunakan untuk ritual masa lalu entah upacara apa, masih ada sedikit darah kering menempel. Lha, nggak tahu juga darah apa itu? Horor, jadi teringat upacara persembahan darah perawan oleh suku terasing di film-film model petualangan ala Indiana Jones. Dirumah saya memiliki (hanya) dua patung tembaga kecil seperti dewi pradjnya paramita (antik). Sementara koleksi yang ada di sini ratusan atau mungkin ribuan. Wouw! Di ruang tengah museum yang agak luas (aih legaa), sembari duduk-duduk ada tetabuhan musik karawitan/keroncong yang menghibur para tamu dan kita dapat menyumbang serelanya di kotak sumbangan milik para pemusik ini. Pada bagian akhir ada sebuah area dengan banyak topeng, para pengunjung diijinkan berpose narsis dengan mengunakan topeng/topi/selendang/rompi. Serasa deh diri ini adalah tokoh pewayangan!

(4) Batu Night Spectacular (BNS) Batu Malang

Petualangan hari ini belum selesai karena malamnya kami masih lanjoot ke BNS. Apa itu? Batu Night Spectacular. Sering dengar BNS disebut-sebut teman-teman yang sudah pernah berkunjung kesana. Penasaran dan kami merasa harus kesana. Tanggung udah nyampe kota Malang gitu lho! Nilai plus travelling sendiri bersama keluarga adalah waktu yang fleksible dan pilihan obyek wisata dapat sesuka hati. Mau pergi kemana kaki melangkah sesuka gue. Minusnya adalah budget yang suka 'ngaco'. Kalau semua diikuti dan dijalani lalu menginap terlalu lama di area wisata tentu saja akan mengakibatkan membengkaknya biaya. Berhubung setelah dilihat BNS adalah semacam 'pasar malam' atau dufan-nya Batu/Malang, dan kami tiba memang sudah malam juga. Maka diputuskan untuk tidak membeli tiket terusan hanya tiket masuk saja Rp. 30.000/orang. Kalau nggak salah tiket terusan Rp. 100.000/orang. Ternyata trik ini salah juga. Karena anak-anak tetap ingin mencoba banyak obyek. Jatuh-jatuhnya 15 ribu bolak-balik dikeluarkan untuk masuk obyek ini itu atau menjajal permainan ini itu. Yah, lumayan tekor juga! Mending langsung beli tiket terusan jika ada anak-anak yang suka adventure/permainan amusement park.

Suasana pasar malam sangat kental di BNS. Dilengkapi dengan foodcourt raksasa. Namun lagi-lagi hidangan yang disajikan agak kurang mengundang selera. Juga kebersihan kedai-kedai yang sangat banyak di tempat maha luas ini sedikit dipertanyakan oleh saya. Mungkin ada beberapa yang dikelola secara profesional tapi secara keseluruhan foodcourt terasa muram, perlu dicat lagi. Dan jajanan yang muncul di kedai mayoritas adalah bakmi serta nasi goreng. Ada sate dan soto juga. Untuk mengganjal perut mau tak mau tentu saja kami harus makan dulu disini. Asumsi saya tempat-tempat semacam ini sepertinya ramai membludak hanya saat musim liburan, sementara hari biasa atau hari yang tidak libur panjang cenderung sepi. Akibatnya para pedagang is waiting for godot, menunggu-nunggu calon pembeli yang tak kunjung tiba. Otomatis nggak mungkin juga sedia capcay, fuyunghai atau ifumie ketika calon konsumen sepi. Yah, pokoknya di area rekreasi seringkali konsumsinya kurang memadai (keluhan seseorang yang nggak bisa masak, bisanya hanya minta makan,..). However anak-anak sangat menikmati aneka permainan yang ada. Yang unik adalah musium 3D, taman lampion dan area go-kart, serta ada permainan anti gravitasi yang diputar bak gasing. 

(5) HOTEL GRAND BATU INN

Malam telah larut ketika kami pulang ke hotel dan menemukan kekecewaan besar. Merasa tertipu kami langsung check out dan ganti hotel. Sebelumnya kami sempat berjalan-jalan di alun-alun kota Batu dengan harapan pulang langsung istirahat. Saya sarankan agar berhati-hati menginap di Batu (dekat museum angkut) karena ada sebuah hotel yang sangat tidak menyenangkan layanannya. Demikian pula karyawan-karyawannya berlaku sesuka hati/kasar, dilatih menipu/menjebak dan tidak menghargai tamu sama sekali. Yang dipikirkan hanya segera mendapatkan pemasukan dari tamu-tamu yang menginap. Kami mengalami kerugian sebesar Rp. 225.000,-. Hitung-hitung buang sial untuk hotel apes tersebut yang barangkali akan segera gulung tikar dalam waktu singkat. Amin! (ciee doa yang mengancam, ha-ha-ha..). Hotel berikutnya yang kami booking adalah hotel GRAND BATU INN. Recommend sekali untuk menginap di hotel yang bersih, murah dan teratur ini. Para karyawan hotel juga bersikap menolong dan sopan. Kamar seharga kurang lebih Rp. 400.000 dapat dihuni empat orang dengan dua buah ranjang ukuran double. Letaknya juga dekat sekali dengan Jatim Park2. Sarapan tersedia untuk empat orang sesuai dengan voucher yang kami terima. Tersedia juga kolam renang. Hanya saja tidak ada lift sehingga untuk tamu harus berolah-raga naik turun tangga. Untuk menginap orang-tua/pengguna kursi roda juga agak kesulitan. Tapi secara keseluruhan menyenangkan. Yang cukup populer di Jatim Park adalah Hotel POHON INN. Jika tujuan utama adalah Jatim Park, lebih baik memesan hotel ini. Karena satu paket dengan tiket masuk ke obyek Jatim Park. Ada transportasi ke lokasi-lokasi wisata terkait. Kemudian lokasi hotel juga dikelilingi kandang hewan-hewan. Jika hendak tidur kita akan dinina-bobokkan oleh harimau, aaaaummm! :)

Wednesday, August 24, 2016

Resensi Buku (4) Corat-Coret Di Toilet ****

Masih modal minjem buku pada Neng Gita, saya membaca lagi karya Eka Kurniawan. Sebenarnya saya sering baca itu kadang-kadang juga pengen tahu, "Bagaimana sih cara menuliskannya?" Bukan sekedar menikmati karena saya berusaha belajar menulis juga. Dan believe it or not menulis (tanpa dihujat) itu sulit. Kumpulan cerpen karya Eka ini tampaknya ditulis pada masa lalu, ketika ia masih dalam proses menulisnya itu. Ada yang ditulis tahun 2000 dan ada yang dimuat di majalah Hai. Cukup unik dan eksentrik. Tapi bagi saya masih lebih menarik membaca Lelaki Harimau. Sebagai bacaan ringan atau 'belajar menulis cerita ala Eka' buku ini baik untuk disimak.

Saya paling suka kisah "Corat-coret di Toilet" bagaimana begitu banyak orang yang mampir di toilet secara iseng menuliskan banyak hal. Aspirasi. Oleh Eka gagasan ini digarap menjadi sebuah cerita pendek konyol tentang pemerintahan dan demokrasi. Dengan percakapan sambung-menyambung berbentuk coretan dinding orang-orang yang mampir di kakus itu. Ide ini gila dan sangat fiksi tetapi menjadi cerita pendek yang unik. Kemudian ada pula cerita pendek tentang Kontrolir Henri alias Meneer Henri, pria Belanda yang jatuh cinta pada gadis pribumi cantik penjual bunga. Untuk kemudian ia menemukan kenyataan pedih bahwa ia tak dapat melamar gadis itu karena dirinyalah yang mengirim orang tua si gadis ke tanah pengasingan, Boven Digoel. Judul cerpennya sederhana, "Siapa kirim aku Bunga?"

"Hikayat si Orang Gila" juga lucu dan menarik. Secara kontras diperlihatkan bagaimana orang waras menjadi gila ketika terjadi chaos/pergolakan politik/perang dan kerusuhan sementara si orang gila pikirannya nge-blank, karena ia tetap gila dalam situasi apapun. Hanya berpikir untuk mencari makanan. Ketika orang-orang waras mengkhawatirkan si orgil dengan adanya chaos, orang gila tersebut terus saja berkeliaran dan selamat dari berbagai kerusuhan/mara bahaya. Ia akhirnya mati hanya karena kelaparan. Tragis. Itulah cara Eka meramu cerita-cerita pendeknya. Bukan sembarang cerita pendek tetapi mengandung unsur satire, komedi dan bahkan sejarah Hindia Belanda. Buku ini bagi saya menarik sebagai ide-ide cara seseorang menuliskan cerita pendek yang bukan cerita pendek biasa tentang 'Kau, aku dan cinta.' Ending-nya menggebrak atau bisa jadi sekedar menusuk jarum  namun ditulis dengan gaya smart thinking. He-he-he,..

Resensi Buku (3) Pulang *****

Lagi-lagi masalah 'takut sastra' menghantui saya. Berapa kali melihat buku "Pulang" milik Mbak Leila Chudori mejeng di toko buku namun takut untuk membacanya. Takut jika daya pikir yang cethek dan sifat pemalas saya akan menjadi ganjalan untuk mengunyah buku ini hingga tuntas. Tapi tahun ini setelah rasanya cukup 'kenyang' memamah-biak film dan drama Korea (hi-hi-hi,..untuk sementara aja, .. masih cinta drakor...), saya kembali beralih melahap buku. Dan "Pulang" adalah buku yang baru saja saya rampungkan hari ini. Kesan saya: langsung terhanyut pada masa lalu ketika 'the smiling general' berkuasa dan keheranan saya kenapa harus ada acara nobar (nonton bareng film G/30S PKI bagi seluruh siswa). Masih sangat jelas dalam ingatan saya, berduyun-duyun ke bioskop satu angkatan siswa SMP di sekolah saya pergi menonton film yang bikin ketakutan (karena sadis ada adegan wajah disilet). Kenapa bukan nobar film Arie Hanggara, misalnya? 

Buku ini menjawab pertanyaan kekanak-kanakan saya pada masa SMP itu. That's why! Kisah yang diangkat adalah kehidupan empat eksil (pelarian) politik yang tak dapat kembali ke tanah air ketika terjadi insiden G30 S PKI. Paspor Indonesia yang langsung dicabut bagi mereka-mereka yang dianggap tersangkut Partai Komunis saat itu. Saya berpikir, "Asyik dong malahan jadi warga Paris gitu lhoo...dan dapat istri bule cantik jelita!" Ini adalah kisah tokoh Dimas Suryo. Ternyata tidak demikian. Saya sadari bahwa beberapa teman yang tinggal 'disono' sebahagia apapun di negara lain selalu rindu 'Tempe dan Tahu.' Bagaimanapun juga akar pepohonan akan mengenali harum tanah yang pernah menumbuhkan dirinya. Seperti orang-orang Indonesia yang lama menetap di luar negeri, sesekali tetap ingin pulang kampung (betul tidak Elvira?). 

Empat lelaki bekas wartawan media pada tahun 1965 berkelana ke manca negara dalam penugasan kantor lalu dianggap tersangkut PKI. Keempatnya menyebut diri empat pilar tanah air : Dimas Suryo, Nugroho, Tjai dan Risjaf. Sementara satu orang sahabat mereka Hananto bahkan dihukum mati di tanah air karena tersangkut paham komunis itu. Cerita bagaikan serakan kembang yang terayun-ayun pada permukaan kolam, kadang saling bersinggungan kisah antara empat pilar dan Hananto. Pernikahan dan keturunan mereka yang dianggap harus "bersih diri" dan "bersih lingkungan" di Indonesia menjadi materi cerita kental. Tokoh utama sesungguhnya adalah Dimas Suryo, almarhum Hananto dan anak-anaknya. Termasuk juga anak dari Nugroho dan dua kemenakan Dimas di Jakarta. Bagaimana keluarga eks tapol dan eksil politik harus selalu 'merunduk' pada masa orde baru agar aman dari rajaman kebencian yang ditempelkan pada jidat tanpa alasan jelas.

Novel mbak Leila ini sesungguhnya sweet, romantis tak kalah manis dengan karya Cicelia Ahern dalam garapan kisah cintanya. Namun novel ini justru lebih berbobot daripada sekedar so sweet. Dengan latar kisah politik khususnya perihal PKI dan reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Menurut saya ini adalah novel populer (karena tokohnya fiksi walau terinspirasi dari beberapa orang) dengan latar sejarah yang menarik dan riset mendalam. Disajikan ringan, tanpa membuat sakit kepala pembacanya dengan menyebutkan detail sejarah yang terlalu runtut atau diksi njlimet. Sama sekali tidak. Novel ini berkisah tentang orang-orang pada masa lalu yang bekerja di media, pindah ke luar negeri secara terpaksa dan membuka usaha rumah makan disana. Bagaimana mereka bertahan hidup di negeri orang, memendam rindu pada keluarga dan sia-sia mengharapkan keadilan yang muncul dari ketidakadilan. Tidak ada salah-benar dalam novel ini. Yang terpapar secara murni adalah kerinduan pada tanah air yang ditiupkan dari seberang laut, dari Paris Perancis. Menurut saya cara menulis ini sulit! Manis dan romantis bahkan ada unsur komedi/lelucon tetapi nafas sejarahnya sangat kuat, mendominasi. Pada ending ketika Dimas Suryo wafat, saya sempat ingin menangis. Huaaa,...

Resensi Buku (2) Lelaki Harimau *****

Bukunya Eka Kurniawan. Yang lucu pertama kali ketemu Eka Kurniawan saya tidak tahu "siapa dia, siapa ini cowok"? Ketemunya di workshop penulisan Femina. Eka tampil sebagai pembicara sementara saya baru dengar bahwa Eka menulis buku "Lelaki Harimau" karya sastra yang diperhitungkan di kancah dunia. Tahun ini saya ketemu Neng Gita dan dapat pinjaman Lelaki Harimau. Bertahun terpenjara dengan mindset kantoran, ibu dan istri. Hidup yang dihabiskan dengan mengantar anak les bahasa, membeli bubur susu serta pergaulan working women 'after office' membuat "gap" alias jeda yang sangaaaaat panjang dan jauh dalam dunia baca-membaca (perlu saya garis-bawahi bahwa ada teman gaul saya yang baru saja mendengar nama Pramoedya Ananta Toer). Pernikahan dan pekerjaan adalah spons yang menyerap semua kegemaran. It's okay jika saya baru mulai lagi hari ini. Boleh kan? Selama nafas masih berhembus anything is possible!

Nama tokoh dalam buku ini unik "MARGIO." Kisahnya sesungguhnya ndeso dan ngampung. Tetapi cara Eka menuliskan cerita ini membuat kita lupa ruang dan waktu apalagi strata sosial. Nggak masalah wong deso selama kisah hidupnya dituturkan lebih menarik eksentrik daripada orang kaya yang tiap hari ngeributin belanja LV dan Manolo Blahnik. Saya itu 'takut sastra' karena saya orang yang 'males mikir'. Jadi selama masa 'gap' saya isi dengan membaca buku roman yang so sweet dan gampang. Bangsa Cicelia Ahern, Nora Roberts, Sandra Brown lan sak panunggalane. Ibarat makan bubur sungsum tinggal dislurups. Untung saja saya mulai coba membaca buku 'Lelaki Harimau' sehingga saya menemukan keberanian untuk buka-buka yang rada nyastra lagi (Makasih Neng Gitaaaa!). Dari Lelaki Harimau, saya lanjut ke Corat-Coret di Toilet (Eka K.) masih modal minjem Neng Gita. Lanjut lagi ke Pulang (Leila S.Chudori) dan coming soon Cantik Itu Luka (Eka.K). Yang dua terakhir buku 'modal sendiri' alias beli di Gramedia. Rencana masih akan berlanjut ke 'Tetralogi Pulau Buru.' Ciaaaat!

Plot cerita sesungguhnya sederhana, Margio adalah pemuda desa yang tiba-tiba saja secara sadis membunuh pria paruh baya. Pria itu adalah tetangganya sendiri bernama Anwar Sadat (bukannya ini nama presiden?). Pembunuhan dilakukan dengan menggigit leher. Margio berdalih bahwa ada "Harimau" dalam dirinya. Besar kemungkinan kakeknya berhubungan dengan siluman harimau dan jalinan kedekatan dengan harimau ini diturunkan lagi pada garis keturunannya, Margio. Kemarahan Margio yang memuncak diceritakan flashback mundur kebelakang. Dengan kisah yang cukup sendu, mendayu dan pilu. Dimana ibunda Margio yang bernama Nuraeni ternyata pernah menjalin kasih dengan pria Anwar Sadat ini. Anwar Sadat sendiri punya istri dan tiga anak gadis. Si bungsu Maharani adalah pujaan hati Margio. Percintaan dengan Maharani tak dapat lebih serius ketika Margio mendapati ibunya berkasihan dengan Anwar Sadat bahkan hingga memiliki bayi.

Plot suasana kehidupan desa dan kisah problem sosial yang sebenarnya sangat jamak, ditampilkan Eka dengan gaya penulisan yang sulit ditebak. Cara bercerita yang maju mundur dan kembali ke masa silam lalu kembali ke masa sekarang membuat pembaca terus penasaran. Siapa Margio? Siapa Anwar Sadat? Siapa Komar bin Syueb? Kenapa Margio mengamuk? Keahlian menulis yang sangat piawai membuat pembaca selalu dibungkam dengan "Tar dulu, gue belum selesai cerita! Jangan ditebak dulu endingnya,.." Baru kali ini saya sadari tehnik menulis yang sangat baik dengan gaya yang simple mengalir, sederhana, jujur dan kaya diksi cantik mampu menyajikan formasi cerita yang menghanyutkan pembaca. Ibarat chef, seandainya Eka hanya dibekali kangkung, cabe, garam dan suwiran ikan kembung ia akan mampu menyajikan "water spinach hot plate with seafood". Mantebs!

Wednesday, August 10, 2016

K-Movies (15) When I Turned Nine (Saat Diriku Berusia Sembilan Tahun) *****

Film yang rilis 2004 ini mungkin nyaris terlupakan. Karena sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu dan kisahnya tentang anak-anak pula. Tentu saja minus action yang menarik kecuali sang anak dijitak dan dikeplaki gurunya (guru diperankan oleh Ahn Nae Sang) karena nakal. Tetapi bagi anak-anak film ini akan memiliki nilai indah pelajaran tentang cinta pertama. Kisahnya so sweet walaupun tema anak-anak seperti ini sepintas mengingatkan pada buku Totto-Chan. Sayang jejak pemeran utama pria yang bernama Kim Seok (kini berusia 23 tahun) sepertinya lenyap dan jarang berkiprah lagi di dunia film maupun televisi. Foto yang terpajang adalah foto lama dirinya. Jadi teringat Macaulay Culkin yang pada masa kanak-kanak begitu terkenal dan pada masa dewasa hilang lenyap tanpa karya. Malah wajahnya kerap muncul di media acak-adul seperti bangun dari tidur panjang. Mungkin menyadari masa keemasannya kian pudar. 

Baek Yeo Min (Kim Seok) adalah anak lelaki berusia 9 tahun yang hidup bahagia bersama ayah-ibu dan adik perempuannya. Hidupnya pas-pasan miskin dan rumahnya jelek dengan tambalan sana-sini di genting rumah. Tetapi ayah dan ibunya hidup rukun dan damai. Ibunya juga terlihat terpelajar dalam mendidik anak-anak sekalipun mereka orang tak berpunya. Suatu hari di sekolah datanglah murid baru Jang Woo Rim (Lee Se Young) yang cantik jelita. Usianya juga sembilan tahun dan duduk disamping Baek Yeo Min. Hampir seluruh anak lelaki di kelas jatuh cinta pada gadis ini. Ia rapi, cantik, rambut di kepang dua, selalu mengenakan kaus kaki putih dan sepatu pantofel hitam. Sayang sikapnya agak sombong. Ia merasa jijik dengan kaki Yeo Min yang kotor berlumpur. Ia juga sering menyombongkan barang-barang pribadi miliknya yang dikatakannya, "Semua adalah kiriman Papaku dari Amerika."

Yeo Min baru saja berkenalan dengan lelaki muda (diperankan oleh Choi Duk Moon) dan dijadikan "kurir surat cinta" pada wanita bekas pacarnya. Ia lalu mulai belajar tentang cinta. "Ada hal-hal yang tak dapat diucapkan dengan kata-kata. Dan jika kamu tak sanggup mengatakannya kamu dapat menuliskannya," demikian nasihat si lelaki muda pada Yeo Min yang masih berusia sembilan tahun. Yeo Min lalu memutuskan membuat surat cinta pada Woo Rim yang langsung dilaporkan pada guru kelas. Sebagai akibatnya ia malu besar karena diharuskan membacakan surat cintanya keras-keras di depan kelas. Yeo Min lalu mendiamkan dan memusuhi Woo Rim. Ia menggaris batas pada meja dan mengatakan jangan sampai Woo Rim melanggar garis itu atau ia akan kena akibatnya. Yeo Min juga merusak sepatu Woo Rim dan berbuat usil lain dikarenakan dendam dipermalukan. 

Namanya anak-anak mereka lalu bersahabat kembali karena Yeo Min rajin memelihara kelinci di kandang milik sekolah dan Woo Rim juga menyukai kelinci. Hubungan kedua anak lelaki dan perempuan berusia sembilan tahun ini sesungguhnya menggambarkan hubungan lelaki dan perempuan dalam skala kecil. Dimana kadang-kadang pertengkaran atau permusuhan dipicu hanya karena masalah sepele. Misalnya Woo Rim minta tolong Yeo Min mengumpulkan PR ke meja guru dan dijawab ketus, "Kumpulin aja sendiri. Emangnya aku siapa? Kok kamu seenaknya merintah-merintah aku?" Atau di lain waktu Woo Rim diajak jalan-jalan oleh Yeo Min ke hutan dan menginjak kotoran. Ia lalu menangis dan menyalahkan Yeo Min. Ketika dijawab, "Lho, kamu sendiri yang jalan terus menginjak kotoran kenapa menyalahkan aku?" Woo Rim terus saja menangis dan minta pulang. Ketika akhirnya Yeo Min mencucikan sepatu Woo Rim di sungai, Woo Rim masih saja sebal dan mengatakan Yeo Min kurang bersih dan tidak pandai mencuci sepatu. Ia lalu merebut sepatu itu dan mencucinya sendiri. Hedeh, tape deh!

Belajar, bermain, bertengkar dan berbaikan adalah hubungan yang terjadi antara Yeo Min dan Woo Rim hingga akhirnya ibu Woo Rim mengajak putrinya untuk kembali ke kota Seoul. Woo Rim lalu mengucapkan kata-kata perpisahan di depan kelas. Ia minta maaf pada teman-temannya betapa selama ini ia sering berbohong dan membual tentang Amerika. Sesungguhnya ayahnya adalah dokter yang bertugas di Amerika namun meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Sebelum meninggal ayahnya sempat menjanjikan akan mengirim banyak hadiah dan oleh-oleh barang dari Amerika untuk Woo Rim. Sebagai kamuflase kesedihan dan ingkar atas kematian ayahnya Woo Rim gemar berpura-pura bahwa ayahnya telah mengirimkan aneka hadiah dari Amerika untuk dirinya. Maka dari itulah ia terlihat angkuh dan gemar ngibul soal Amerika. Semua anak-anak di kelas menangis mendengar kenyataan sedih hidup Woo Rim yang sangat berbeda dari imaji yang ditampilkannya.

Dalam perpisahan terakhir Yeo Min khusus datang ke rumah Woo Rim dan memberikan hadiah kenangan jepit rambut cantik. Sejatinya uang yang tidak seberapa dikumpulkan Yeo Min dengan bekerja dagang es sehari-hari guna membelikan kacamata bagi ibunya yang matanya buta sebelah akibat kecelakaan kerja di masa muda. Woo Rim menitipkan kado perpisahan bagi Yeo Min melalui seorang teman dengan menyatakan bahwa ia sesungguhnya juga sangat menyukai Yeo Min hanya ia tidak mau menunjukkannya. Walaupun pindah ke kota Seoul, Woo Rim merasa dirinya takkan dapat melupakan Yeo Min. Dan sebagai hadiah kenangan ia membelikan kacamata hitam bagi ibu Yeo Min, dikatakannya bahwa ia tidak keberatan dirinya adalah perempuan kedua yang disayangi Yeo Min setelah ibunya. Woo Rim tahu bahwa kacamata ini sangat penting bagi Yeo Min untuk dihadiahkan pada ibunya. Dengan berlinang air mata Yeo Min memandangi kacamata indah dalam kotak yang diberikan Woo Rim, sedangkan gadis cilik itu sudah pindah kembali ke kota Seoul. Huaaaaa,...

foto: berbagai sumber

Tuesday, August 9, 2016

K-Movies (14) Clash of The Families (Perselisihan Antar Keluarga) ***

Film ini memiliki judul lain, Meet The In-Laws (rilis 2011). Purely entertainment, sangat menghibur untuk ditonton pada siang bolong dengan ngemil kacang bandung atau kacang bawang. Kisahnya sweet romance antara Cho Hyun Joon (Song Sae Byeok) yang adalah sahabat pena Gwang Da Hong (Lee Si Young). Keduanya saling jatuh cinta dan dalam tahap ingin memperkenalkan pasangan pada keluarga masing-masing. Sialnya kedua keluarga tidak masalah dengan calon menantu manapun asalkan jangan dari daerah tertentu (boleh menantu dari mana saja asal jangan orang Batak! contohnya). Keluarga Gwang menolak menantu dari daerah Jeolla-Do. Ayah Da Hong, Young Kwang (Baek Yoon Sik) sangat benci orang-orang Jeolla-Do. Rupanya ketika SMA ia adalah pemain baseball kenamaan dan matanya terluka oleh pemain baseball dari Joella Do yang tak lain dan tak bukan adalah (kebetulan slash sialnya) Cho Se Dong (Kim Eung Soo), ayahanda dari Hyun Joon.

Diwarnai oleh berbagai kelucuan, film ini cukup menghibur walau ceritanya sederhana. Sederhana karena permusuhan dibuat sangat rumit gara-gara masalah main baseball ketika ayah masing-masing masih duduk di bangku SMA (helllouwww..) dengan flashback berupa gambar kartun. Dalam film ini dikisahkan Hyun Joon punya profesi diam-diam sebagai kartunis (penulis cerita kartun) yang sangat sukses dengan nama samaran Hyun Ji. Maka dari itu flashback pun dikembalikan dengan gambaran kartun tentang masa-masa pertandingan baseball antara kedua ayah. Percintaan dan pernikahan yang dihalang-halangi antara keduanya tidak lalu serta merta membunuh cinta yang ada. Masing-masing berkeras mempertahankan. Ada adegan konyol ketika Da Hong dipaksa menikah dengan lelaki pilihan ayahnya diperankan oleh Jung Woong In. Lelaki ini kabur dari gedung resepsi, batal menikahi Da Hong setelah kekasihnya datang ke acara pernikahan tersebut dan memaksanya untuk pergi dari acara pernikahan. Kekasihnya adalah seorang pria kekar berewokan!

Dengan plot sederhana dan kisah yang membanyol akting para pemeran dalam film ini juga maksimal serta bertabur bintang. Adegan percintaan antara Hyun Joon dan Da Hong diperankan dengan sangat lebay kocak oleh Song Sae Byeok dan Lee Si Young. Da Hong cantik dan berambut bop pendek namun untuk terkesan feminim ia mengibuli Hyun Joon dengan wig rambut panjang keriting yang imut. Sementara itu Hyun Joon berwajah polos dan agak bodoh namun berhati baik dan tulus. Sering dipukul dan di keroyok karena ia kerap membawa-bawa tas berisikan pakaian wanita dan memotret baju/sepatu wanita serta barang-barang perempuan lainnya. Ia dianggap weirdo dan aneh. Ternyata semua itu dilakukan demi inspirasi menulis komik cewek. Karena profesinya sebagai penulis komik ia harus menggali inspirasi dengan membawa/memotret barang-barang cewek. Sementara kakak lelaki Da Hong (diperankan oleh Jung Sung Hwa, kdrama: personal taste) secara aneh menunjukkan kecenderungan kewanitaan dengan memiliki kamar yang serba pink dan mengoleksi komik cewek karangan Hyun Joon. Serta merta ia pun menjadi fans dari penulis komik yang sekaligus calon adik ipar itu.

Bahkan kemunculan Lee Han Wi sebagai DJ yang mengajari Hyun Joon dialek Seoul pun sangat lucu dan menginspirasi. Pria paruh baya yang perannya dalam film bertebaran dimana-mana laksana hujan musim semi ini muncul kocak dengan anting di kuping kiri dan mengenakan scarf lebay di leher. Ia memaksa Hyun Joon berlatih untuk menghilangkan aksen bicara Joella-Do yang 'ndeso' dan menggantinya dengan gaya bicara elegan ala Seoul. Maklumlah, calon mertua sangat benci orang-orang Joella Do! Tak disangka dan tak di nyana ibunda Da Hong ternyata adalah wanita yang berasal dari Joella Do. Selama ini ia menyembunyikan identitas demi memuaskan ego suami yang bencibanget.com dengan Joella Do. Ibunda Da Hong yang bernama Choon Ja (Kim Soo Mi) ternyata diam-diam sangat mendukung Hyun Joon untuk menjadi menantunya. Hal ini secara tak langsung meluluhkan hati ayah Da Hong. Permusuhan pun pudar dalam pertandingan baseball kenangan antara kedua ayah yang estewe. Kim Soo Mi adalah aktris senior berusia 60th-an dengan kecantikan abadi. Gayanya yang slengekan -- ala nenek-nenek-cuek mengingatkan saya pada almarhumah Joan Rivers. Tak lupa akting Kim Jung Nan sebagai bibinya Da Hong juga mempermanis film ini. Dan siapakah Kim Jung Nan? Dia adalah pemeran wanita-maha-kaya-judes-cinta-suami-berondong, Mrs. Park Min Sook dalam K-Drama A Gentleman's Dignity.

K-Movies (13) Shameless (Tak Tahu Malu) **

Kim Nam Gil yang berwajah imut agak memaksakan diri tampil macho dalam film ini. Tapi ya sudahlah kita maafkan saja karena ia sungguh imut. Film ini lebih cocok disebut sebagai kisah tentang aktor Kim Nam Gil yang barangkali berusaha keluar dari zona nyaman (comfort zone), yang terbiasa berperan sebagai cowok imut. Kim Hye Kyung (Jeon Do Yeon) adalah kekasih Park Joon Kil (Park Sung Woong). Lelaki ini buron, penjahat yang melakukan pembunuhan. Entah mengapa, terkait juga dengan dendam boss mafia, Park Joon Kil sangat diburu keberadaannya oleh polisi dan mafia yang ingin balas dendam. Demi mendapatkan Park Joon Kil, detektif Jung Jae Gon (Kim Nam Gil) melakukan pendekatan pada Kim Hye Kyung. Dari pendekatan yang niatnya untuk menangkap penjahat ini, Jung Jae Gon malah sungguh jatuh hati pada Kim Hye Kyung.

Untuk akting adegan dewasa antara Kim Hye Kyung dan Park Joon Kil diperankan dengan sangat 'dewasa' oleh Jeon Do Yeon dan Park Sung Woong. Sementara kemesraan antara Kim Hye Kyung dan Jung Jae Gon terasa tersendat bagaikan ingus. Sepertinya dari segi usia Kim Nam Gil masih belum cukup matang untuk memainkan adegan dewasa dengan baik dan benar. Sementara kedua pemeran lainnya tidak ragu-ragu dalam berakting. Padahal tokoh sentral dalam drama ini adalah Jung Jae Gon yang diperankan oleh Kim Nam Gil. Menjadi timpang ketika tokoh sentral kalah beradu akting dengan karakter-karakter pendukungnya. Karena memang Nam Gil dikelilingi oleh para seniornya yang sudah mapan dalam jam terbang seperti Jeon Do Yeon (The Housemaid), Park Sung Woong (Remember) dan bahkan Kwan Do-Won (The Wailing), bisa jadi ia grogi atau tidak pede?

Saking sederhananya plot cerita film ini dan minim akting yang menarik untuk diceritakan (selain akting dewasa Do Yeon dan Sung Woong, silahkan ditonton sendiri!), sepertinya tidak banyak yang dapat dikisahkan. Ending film dibuat sangat teatrikal dengan Jung Jae Gon nekad mengkhianati Kim Hye Kyung hingga polisi mengepung dan menyerang Park Joon Kil. Bahkan dengan tangannya sendiri Jung Jae Gon menembak Joon Kil di dada hingga mati. Dilatar belakang Kim Hye Kyung menangis ketakutan dan menyesal karena sempat 'jatuh hati' pada polisi yang hanya punya niat untuk menangkap kekasihnya, si penjahat. Setelah kejadian tersebut Hye Kyung hilang lenyap dari kehidupan Jae Gon. Dilandasi penyesalan, rasa bersalah dan sedikit cinta yang tersisa, Jae Gon mencari jejak Hye Kyung dan menemukan wanita ini bekerja sebagai pelayan para pemadat narkoba (bertugas menyuntikkan obat). Jae Gon lalu menangkapi para pemadat itu dan berusaha membebaskan Hye Kyung dari pekerjaan yang kotor dan hina. Tiba-tiba saja Hye Kyung justru mengambil pisau dapur, memeluk Jae Gon sambil menusuknya. Jae Gon masih sempat berjalan-jalan  menghisap rokok sambil tersenyum pilu dengan perut berhiaskan sebilah pisau. Lalu ting! The End.

Monday, August 8, 2016

K-Movies (12) A Tale of Two Sisters (Kisah Dua Saudari) ***

Saking terkesannya dengan "I Saw The Devil" saya mencoba menelusuri jejak sutradaranya, Mr. Kim Jee Woon. Saya lalu menonton "A Tale of Two Sisters", kisah tentang dua saudari. Ternyata film yang rilis 2003 ini bagi saya gregetnya belum mampu menyamai masterpiece sang sutradara pada 2010. Dibintangi oleh aktris ternama Moon Geun Young yang masih terlihat imut-imut berwajah SMP dan Kim Kap Soo yang masih menyemburatkan kegantengan masa lalu (kini berusia 59 th). A Tale of Two Sisters juga dibuat remake-nya oleh Hollywood dengan taburan bintang Emily Browning, Elizabeth Banks, Arielle Kebbel dan David Strathairn. Judulnya adalah  The Uninvited (2009). Karena sudah telanjur ditonton maka akan saya kisahkan, kisah dua saudari. 

Bae Su-Mi (Lim Soo Jung) baru saja pulang dari rumah sakit jiwa dan kembali tinggal dirumah bersama ayah dan adiknya Bae Soo Yeon (Moon Geun Young). Ia menikmati kebersamaan dengan adiknya sebagai masa-masa yang menyenangkan. Satu-satunya hal yang membuat Su-Mi sebal adalah Eun Joo (Yum Jung Ah) ibu tirinya yang muda dan cantik jelita. Nyonya muda ini berkeliaran dirumah dan sering berlaku galak pada Soo Yeon. Su-Mi lalu mengadukan perilaku ibu tirinya pada sang ayah Bae Moo Hyeon (Kim Kap Soo) yang menghardik Su-Mi agar 'waras.' Ayahnya mengatakan bahwa Soo Yeon sesungguhnya tidak ada, ia hanyalah imajinasi Su-Mi. Soo Yeon sudah lama mati demikian pula ibu kandung mereka, sedangkan sang ibu tiri sering melakukan perjalanan keluar kota/dinas dan tak pernah ada dirumah. Selama ini Su-Mi banyak berangan tentang kehidupannya di dalam rumah itu yang tidak benar. Ketidak-serasian dengan ibu tiri jahat hanya imajinasi Su-Mi.

Sampai disini saya bingung. Hanya imajinasi namun dibuat demikian kental dengan memunculkan acara makan malam dengan paman dan bibi Su-Mi (adik dan adik ipar Eun Joo). Ditambah adegan sang adik ipar melihat setan di bawah wastafel/sink? Film ini horror atau efek psikologis? Atau gabungan keduanya? Sehingga membingungkan. Su-Mi sangat membenci ibu tirinya padahal jelang ending cerita ditampakkan bahwa ibu tirinya bersikap cukup baik, terpelajar dan lembut. Tetapi pada ending juga digambarkan kenyataan lain bahwa ibu tirinya diam-diam pernah berlaku keji pada Su-Mi dan adiknya. Penyebab kematian ibu dan adik Su-Mi juga tak jelas, apa pemicunya? Hanya ditampakkan, ibunda Su mi dan Soo Yeon sakit dan depresi kemudian dirawat oleh perawat Eun Joo, wanita ini yang kemudian menjadi istri kedua ayah Su-Mi. Sejak awak Su-Mi judes dan benci pada perawat Eun Joo. Dalam sebuah adegan ibu Su-Mi bunuh diri dengan menggantung leher di lemari pakaian (hmm,...). Adiknya, Soo Yeon, melihat kejadian itu dan berusaha menolong ibunya dengan menarik lemari, namun malah ambruk menimpa Soo Yeon. Soo Yeon kemudian mati karena ketiban lemari pakaian (hmmm lagi,...).

Dengan alur cerita yang menebak-nebak dan ending yang dimaksudkan sebagai twist ending, yang sebenarnya terjadi di awal cerita, film ini membuat saya pusing dengan 'misteri kisah yang sesungguhnya'. Ibarat rangkaian makanan yang masuk ke jalur pencernaan tidak tercerna dengan baik, itu yang saya rasakan pada akhir film. Untuk adegan horror setan dibawah washtafel dengan meninggalkan jepit rambut memang terasa horror banget. Namun adegan itupun ada dalam imajinasi Su-Mi, karena ia benci kepada ibu tirinya. Jadi sebenarnya tak ada setan? Lalu itu jepit rambut siapa? Lalu kenapa ibu tirinya tertawa geli sendiri dalam obrolan di meja makan sementara suami, adik dan adik iparnya diam merengut, sama sekali tak tertarik dengan percakapannya? Mereka mereka membenci Eun Joo, apa salah dan dosanya? Lalu pada adegan Soo Yeon ketiban lemari dan mati sendiri mengapa dibuat seolah Eun Joo balas dendam pada Su-Mi dengan tidak langsung menolong Soo Yeon yang ketiban lemari? Pada akhirnya saya beranggapan lemari pakaian adalah tokoh sentral dalam film ini!

K-Movies (11) Thirst (Haus) ***

Menonton film ini dikarenakan Song Kang Ho. Ini adalah salah satu dari beberapa film Song yang kurang favorit bagi saya. Lebih karena selera pribadi barangkali. Akting Song Kang Ho dalam semua film-nya selalu maksimal dan memukau penonton. However skenario dan aktris pendukung lain kadangkala kurang memenuhi selera saya untuk menikmat film semacam ini. Dalam film ini terlihat Song Kang Ho sangat berhati-hati dan memberi 'porsi' bagi Kim Ok-Bin (aktris wanita pendamping) untuk mencuatkan nama besar. Yang ternyata tidak sia-sia karena Ok-Bin mendapat piala aktris terbaik untuk film ini dalam Sitges Film Festival 2009. Sementara Song Kang Ho tidak usah ditanya, dalam segala kesempatan selalu menyabet berbagai penghargaan. Aktor ini sangat 'natural' dalam berakting. Dicemplungin ke laut, ke sungai, ke danau, ke parit, ke sawah. Semua peran dilakoninya seolah-olah ia bukan dirinya, menjelma jadi karakter baru.

Sang Hyun (Song Kang Ho) adalah pastor yang melakukan kerja sukarela sebagai 'kelinci percobaan' di sebuah rumah sakit untuk menemukan obat penawar penyakit ganas. Ketika hampir mati ia mendapatkan transfusi darah dan dari situ mukjijat terjadi karena ia hidup kembali. Darah yang dimasukkan ke tubuh Sang Hyun ternyata adalah darah vampire. Karena mukjijat itu banyak orang memuja dan percaya pada pastor Kang Ho, meminta berkat dan didoakan. Salah satunya adalah keluarga Mrs. Ra (Kim Hae Sook). Ibu ini meminta Sang Hyun mendoakan puteranya Kang Woo (Shin Ha Kyun) agar sembuh dari sakit kanker. Dan memang benarlah entah karena apa Kang Woo sembuh. Dari sini keakraban Sang Hyun dan keluarga Mrs. Ra berlanjut karena ternyata semasa kecil Sang Hyun yang tinggal di rumah yatim gereja sering bertemu dan bertandang dengan Kang Woo dan Tae Ju (Kim Ok-Bin) adik angkat Kang Woo yang kini menjadi istrinya. Diam-diam Tae Ju sejak kecil menyukai Sang Hyun dan merayu pastor yang sudah kerasukan darah vampire ini untuk menjadi selingkuhannya.

Film banyak diwarnai dengan adegan "dewasa" sejak Tae Ju mengejar Sang Hyun dan menjadikannya kekasih. Dalam salah satu adegan yang menurut saya sangat vulgar, Song Kang Ho tampak bertindak as a gentleman dengan buru-buru menutupi punggung Ok Bin dengan kain putih. Sementara aktris wanita pendampingnya ini dengan gegap gempita asyik melakukan akting atau adegan seronok yang mungkin membuahkan penghargaan baginya itu, bergumul dengan Song Kang Ho. Aish! Sejujurnya akting Ok-Bin bagi saya terasa terlalu teatrikal bagi film. Sementara Song Kang Ho seperti biasa bersabar dan mengimbangi dengan baik siapapun lawan mainnya. Film ini memang banyak diwarnai adegan - adegan dewasa disana-sini dengan pola-pola laku yang menjurus vulgar. Sementara kisah vampire sendiri sudah dibikin variannya menjadi es dawet, bubur kacang ijo, es cincau, nasgor teri, bakwan udang dst. Saking bosennya saya melihat franchise vampire dimana-mana. Tentu saja yang paling saya suka hanya Edward dan Bella dalam Twilight!

Sekalipun Sang Hyun dan Tae Ju adalah varian Edward dan Bella, kisahnya sangat berbeda. Dengan adegan-adegan teatrikal yang brutal dan membawa mayat hidup ibu mertua (Mrs. Ra) kemana-mana, cerita film ini mendekati ending makin ngawur nggak karuan. Ketika Tae Ju sakit, Sang Hyun yang tidak tega kemudian menggigit Tae Ju dan menjadikan kekasihnya itu vampire wanita. Ternyata Tae Ju lebih ganas dari Sang Hyun yang hanya mencuri darah dari rumah sakit. Tae Ju berusaha membunuh manusia dan menyerap darahnya habis-habisan serasa es mambo! Merasa kesal dan terganggu dengan keganasan Tae Ju, Sang Hyun lalu berusaha menghentikan wanita ini. Pada akhir film, keduanya kemudian duduk diatas mobil dan bersama-sama berjemur di bawah sinar mentari untuk kemudian mati. Kalau ada yang belum tahu: vampire tidak boleh terkena sinar matahari, karena mereka akan terbakar dan kemudian mati. Great Kang Ho but not-my-type-movie.

foto: berbagai sumber

Friday, August 5, 2016

K-Movies (10) The Yellow Sea (Laut Kuning) ****

Duet maut Ha Jung Woo dan Kim Yun Seok setelah film ciamik "THE CHASER" diulang kembali oleh sutradara/penulis skenario Na Hong Jin dalam "THE YELLOW SEA" (rilis 2010). Film yang muram ini memiliki skenario "benang rajut" saking ruwetnya. Banyak penonton yang setelah menonton film bertanya-tanya ini dan itu. Soalnya memang sutradara/penulis membiarkan banyak tanya mengambang tanpa jawab dan penonton diharuskan menebak-nebak sendiri apa, siapa dan bagaimana keseluruhan kisah film. Perbedaan kontras terjadi dimana awal film berjalan sangat lambat dengan gambaran detail kehidupan suram sang tokoh, hidup enggan mati pun segan. Sementara mendekati tengah hingga akhir, film berjalan cepat dan melaju kencang, full action. Penonton harus fokus jika tak ingin kehilangan jejak cerita. 

Daerah Yanbian di Cina adalah perbatasan dengan Korut dan Russia. Disitu tinggal orang-orang Cina keturunan Korea yang hidup miskin. Banyak dari penduduk daerah ini yang menjadi imigran gelap dan bekerja illegal di Korea Selatan. Ku Nam (Ha Jung Woo) adalah supir taksi miskin yang gemar berjudi mahjong dan dilanda stress berat. Ia berhutang 60,000 yuan untuk mengurus visa bagi istrinya guna bekerja di Korea Selatan. Sekian bulan lamanya ia menanti sang istri tak juga mengirim uang hasil kerja malahan lenyap tanpa kabar berita. Kehidupan, tempat tinggal dan keluarga Ku Nam di Yanbian digambarkan sangat kumuh dalam film ini. Seorang ketua mafia Cina keturunan Korea yang hobby mengadu anjing Myun Ga (Kim Yun Seok) lalu menawari Ku Nam untuk berangkat ke Korea Selatan melalui jalur illegal alias diselundupkan dengan kapal melalui Laut Kuning. Di Korsel Ku Nam harus membunuh seseorang sekaligus ada waktu selama 10 hari bagi dirinya untuk mencari jejak sang istri yang hilang entah kemana. Dalam perjalanan di kapal yang sangat menyiksa itu jika seseorang sakit lalu mati, mayatnya langsung dibuang ke laut. Ku Nam menyaksikan dengan muram.

Di Korsel Ku Nam mulai mengerjakan PR-nya untuk membunuh Prof. Kim Seung Hyun (Kwan Do Won). Ketika ia hendak membunuh profesor itu mendadak muncul dua lelaki dan supir pribadi Prof. Kim yang rupanya juga berencana membunuhnya. Setelah Ku Nam menyaksikan dan ikut campur dalam pertarungan, keempat orang lalu tewas di tekape.: Prof, supir dan dua pembunuh bayaran. Istri profesor menyaksikan kemunculan Ku Nam dan menjerit. Namun lelaki ini berhasil lolos dari tekape. Dari point ini cerita dijalin bak selendang rajut karena rumitnya. Ku Nam menjadi pelarian karena ia adalah tersangka pembunuh. Yang memburunya adalah polisi dan kelompok mafia Korea pimpinan Kim Tae Won (Cha Seong Ha). Rupanya yang mengirim dua pembunuh bayaran dan mengajak supir bersekongkol membunuh profesor adalah Kim Tae Won. Kepada publik ia mengaku bahwa dirinya bersahabat dekat dengan Profesor Kim Seung Hyun layaknya kakak-beradik. Bingung deh, katanya teman baik kok dibunuh?

Tae Won ingin melenyapkan Ku Nam karena ia tak mau seorangpun tahu jejaknya sebagai pemberi kontrak pembunuhan terhadap Profesor Kim. Namun Ku Nam selalu lolos bahkan ia bersiap kembali ke Yanbian dengan kapal penyelundup. Ternyata ia dijebak oleh Myun Ga. Tidak ada kapal yang disiapkan untuk mengantar Ku Nam kembali. Ia hanya dijadikan anjing geladak yang menggigit mati mangsa untuk kemudian juga akan dibiarkan mati. Ku Nam terkejut menyadari kekejian Myun Ga. Namun ia tak patah semangat dan bertekad membuka motif pembunuhan Profesor Kim. Tae Won mendapati bahwa Ku Nam adalah pembunuh kontrak yang dikirim oleh Myun Ga dari Yanbian Cina. Ia mengirim anak buahnya ke Cina untuk membunuh Myun. Dari sini plot berputar 180 derajad. Ternyata Myun Ga bukan sekedar lelaki paruh baya yang hobby mengadu anjing. Lelaki ini mafia sejati berilmu Rambo (gak ada matinya) yang jago bertarung dengan segala martil, gada, kampak, pisau dst. Anak buah Tae Won mati di lokasi bahkan Myun Ga datang ke Korea untuk mencari Tae Won dan Ku Nam. Ia mendengar bahwa Ku Nam ternyata masih dalam pelarian di Korea dan ingin membunuhnya juga.

Tae Won yang tadinya ingin melenyapkan Myun Ga kini malah ditekan dengan kemunculan Myun Ga. Berulang-kali Tae Won mengirim puluhan anak buah untuk membunuh Myun Ga namun gagal. Si Rambo tidak pernah mati. Ku Nam sendiri terjebak di tengah mafia Cina pimpinan Myun Ga dan mafia Korea pimpinan Tae Won. Perlahan pembunuhan Profesor Kim mulai terkuak. Rupanya ada dua kontrak pembunuhan yang dilakukan untuk si Profesor. Yang satu dari boss mafia Kim Tae Won yang marah besar karena Profesor telah berselingkuh dengan wanita simpanan yang sangat disukainya. Yang kedua ada orang lain bernama Kim Jung Hwan yang meminta Myun Ga dari Yanbian membunuh Profesor Kim. Sementara itu Ku Nam yang mencari jejak istrinya di Korsel mulai menemui titik terang. Wanita itu sepertinya berjumpa lelaki lain dan tinggal bersama alias kumpul kebo. Dan karena kemunculan Ku Nam, si lelaki marah besar lalu memutilasi wanita yang tinggal bersamanya, diprediksi sebagai istri Ku Nam. Dalam kesedihan Ku Nam berhasil memiliki abu kremasi istrinya dan berniat membawa seguci abu itu pulang ke Yanbian.

Perseteruan Kim Tae Won dan Myun Ga tiba pada titik akhir ketika keduanya saling berhadapan dan saling bunuh. Kim Tae Won terkapar sementara Myun Ga juga tewas ketika ia berusaha kabur dari tekape dengan menyupir mobil (akhirnya Rambo mati juga). Ku Nam tiba di lokasi untuk menemukan kedua boss mafia itu sudah tewas bersama, dalam keadaan berdarah-darah ia juga memutuskan untuk kembali ke Yanbian. Satu fakta terakhir muncul ketika Ku Nam menyelidiki tentang lelaki bernama Kim Jung Hwan yang memberikan kontrak pembunuhan pada Myun Ga dan berakhir menjadi jebakan maut bagi dirinya. Lelaki pegawai bank ini ternyata memiliki relasi dengan istri Profesor Kim! Rupanya wanita ini ada dibelakang layar sebagai pembuat kontrak kedua untuk pembunuhan profesor Kim. Saking bencinya sang istri dan sang sahabat keduanya kompak tanpa saling komunikasi membuat kontrak pembunuhan atas Profesor Kim Seung Hyun yang memunculkan rentetan panjang perang mafia Cina dan Korea serta memojokkan nasib Ku Nam yang malang. 

Ku Nam lalu menodong seorang nelayan tua di pelabuhan agar mengantarkan dirinya kembali ke Yanbian bersama abu sang istri. Di perjalanan Ku Nam yang mengucurkan banyak darah lalu mati. Akhir hidup Ku Nam ditutup dengan adegan mayatnya dibuang ke laut oleh si nelayan tua bersama abu sang istri. Namun adegan film juga ditutup dengan penampakan istri Ku Nam yang turun dari kereta api hendak pulang kampung. Nampaknya istri Ku Nam masih hidup! Jadi yang dibawa oleh Ku Nam itu abu siapa? Prediksi saya : Ku Nam salah menelusuri jejak wanita lain sebagai istrinya. Kebetulan wanita itu dibunuh dan dimutilasi oleh lelaki yang tinggal bersamanya. Ku Nam sama sekali tak melihat wajah si mayat dan hanya berasumsi bahwa wanita itulah istrinya. Tetapi selama ini istri Ku Nam ternyata masih hidup sehat dan bahkan pulang kembali ke Yanbian. Jadi perjuangan hidup Ku Nam hingga titik akhir identik dengan kata : sia-sia. Yah itulah kepandaian Na Hong Jin ngibulin penonton,.. :)

Catatan : 
Yellow Sea (Hwanghae) adalah lubuk laut (cekungan/basin), laut yang menjorok ke dalam daratan. Yellow Sea ada di perbatasan wilayah Cina, Korut dan Korsel. Di dunia ada empat lubuk laut yang terkenal : laut merah, laut hitam, laut putih dan laut kuning (Hwanghae).

Foto: Berbagai sumber

Wednesday, August 3, 2016

Dua Pilar Yang Sehati dan Tak Sehati

Tadi saya menemani Mbak Annie melaksanakan layanan sosial. Sejak mengikuti workshop yang lalu Mbak Annie merasa terpanggil untuk melakukan layanan sosial khususnya terkait kematian. Barangkali saya egois. Barangkali saya trauma. Barangkali saya tak sanggup menerima kenyataan setelah hidup pasti mati. Barangkali saya takut mayat, dan sebagainya. Berulang-kali Mbak Annie membujuk agar saya ikut terlibat dalam layanan sosial kematian di gereja. Berulang-kali saya menolak. Hal-hal lain masih dapat saya lakukan tapi kematian selalu membuat saya sedih. Walaupun menolak terlibat langsung, saya tidak menolak untuk menemani Mbak Annie dalam melakukan pelayanannya. Menurut saya itu adalah hal yang sangat baik dan harus didukung. Dalam pelayanan ini saya adalah 'trainee' magang dan 'anak bawang.'

Sejak semalam kami mengunjungi sebuah keluarga yang baru saja kehilangan Mama/Oma tercinta. Oma ini meninggal dalam usia senja merah merona, 85 tahun. Akh,..diberi usia hingga 85 tahun, seandainya itu adalah anugrah bagi saya berarti saat ini hidup baru berjalan separuh. Alangkah bahagianya! He-he-he. Alangkah terkejutnya kami ketika tiba di lokasi persemayaman jenazah di rumah duka yang mewah, terasa sunyi senyap. Oma hanya punya satu anak, satu mantu dan satu cucu. Keluarga yang lain tidak ada, saudara-saudara kandungnya sudah meninggal dan menurut sang anak mereka berasal dari luar pulau sehingga tidak banyak yang berdatangan. Malam tadi kami berdoa dalam kelompok terdiri kurang lebih sepuluh orang saja. Dan sepuluh orang ini separuh diantaranya adalah orang asing bagi Oma, karena kami melakukan kunjungan layanan sosial kematian. Kami sama sekali tidak kenal dengan keluarga ini sebelumnya. Baru kali itu bertemu muka dan dalam suasana kedukaan pula. Sesungguhnya saya tipe orang yang agak canggung dengan orang asing yang baru pertama kali ketemu harus berakrab. Pula kesan saya tentang keluarga ini uncomfortable. Tidak nyaman. Bukannya tidak bersimpati, tapi saya merasakan 'hati yang dingin.'

Sang putri lalu membuka cerita. Hubungannya dengan sang suami yang pengusaha rupanya sedang di ujung tanduk. Lelaki itu sedang dirundung asmara dengan WIL yang tak lain adalah karyawati di tempat usahanya. Ia sering pulang ke rumah pada pukul 3 dini hari. Saya mengangkat alis, "What? cerita sinetron di kehidupankah ini?" Memang saya lihat hubungan pasutri ini buruk sekali. Mereka tidak saling bercakap-cakap. Saling mendiamkan. Acuh. Sementara anak mereka (cucu Oma satu-satunya) seolah terjepit ditengah-tengah batu granit kebekuan Mama dan Papanya. Upacara kematian Oma terasa sepi bukan saja karena sedikitnya pengunjung yang datang tetapi terlebih karena dinginnya hubungan sang anak dengan sang menantu. Pagi tadi dilaksanakan upacara kremasi jenazah dengan pengunjung yang lebih sedikit lagi. Hanya sekitar enam orang. Sang istri terlihat pening, nyaris pingsan dan uring-uringan namun tak sekalipun sang suami menyentuh atau menghibur istrinya. Bahkan sepertinya sama sekali tak saling mengucap sepatah kata. Lelaki yang katanya terlibat WIL itu malah asyik bermain dengan telepon genggamnya dan membuat foto-foto peti jenazah ibu mertuanya. Seolah sedang berwisata, tanpa ada ekspresi duka. Perempuan, bagaimana Anda memilih lelaki idaman Anda dulu? Dan lelaki, bagaimana Anda dapat bersikap seperti itu?

Sepulang dari upacara kematian sunyi Oma, kami pergi ke acara 7hari meninggalnya seorang lelaki muda. Anak dari sepasang pasutri paruh baya. Ketika saya dan Mbak Annie tiba di rumah yang bersangkutan, sang suami langsung menghampiri mobil kami. Memaksa kami untuk parkir di tempat yang teduh nyaman dan membayar sejumlah uang pada tukang ojeg yang mengantarkan kami ke lokasi rumah mereka. Lelaki yang adalah suami dari teman sekolah Mbak Annie ini terlihat sopan, sabar, mengayomi sang istri serta tamu-tamu yang berdatangan. Rumah sederhana mereka terletak di perumahan lawas yang agak jauh dari pusat kota. Tetapi lokasi tempat dan kesederhanaan mereka tidak mengurangi limpahan kehangatan yang dimiliki. Sepasang suami istri ini terlihat kompak bahkan dalam kedukaan. Sang istri tersenyum manis sekalipun matanya berkaca-kaca mengisahkan kematian anak sulung lelaki satu-satunya dalam keluarga. Meninggal karena demam berdarah akut. Almarhum meninggalkan tiga anak lelaki, yang bungsu bayi. Setelah kematian si sulung, pasutri ini kini hanya memiliki dua anak perempuan, para menantu dan tujuh cucu lelaki. Dengan mata berkaca-kaca sang ibu berkata, "Putra tunggalku telah pergi, namun Tuhan menitipkan tujuh putra baru dalam hidupku,.." Dalam kedukaan. Dalam usia separuh baya. Wanita ini masih terlihat manis, cantik dan bahagia dengan suami baik hati yang tak pernah pergi dari sisinya. Dalam untung dan malang. Perempuan bagaimana Anda memilih lelaki idaman Anda dulu? Dan lelaki, bagaimana Anda dapat bersikap seperti itu?

Sehari bertandang di dua rumah kedukaan, kami bertemu dua cermin cinta di kehidupan. Yang satu mulai retak-retak yang siap hancur berantakan. Yang lain tetap memantulkan keabadian. Lalu kematian. Apakah mati dalam sepi artinya ia kurang dicintai? Apalah mati dalam keramaian artinya ia sungguh dicintai? Salah siapa jika mati sendiri, pun yang melayat hanya segelintir? Lalu apakah lebih baik jika mati tetap sendiri, namun yang melayat datang berduyun-duyun lekat dengan ingatan hangat tentang si mati? Saya dan Mbak Annie menghela nafas. Hidup memang tidak mudah. Sekalipun kita masih hidup, kepergian yang mati dirasa menyakitkan bagi si hidup. Apalagi jika kehidupan itu masih berbeban dengan perkara-perkara tak terselesaikan. Seperti, ... mengapa cinta ada yang bertahan lama dan ada yang begitu saja terbuang? Kesalahan siapa? Harta ternyata tidak dipastikan membayar harga kebahagiaan. Dua pilar yang sehati tentu akan mengokohkan gapura. Sebaliknya dua pilar yang tak sehati selalu goyah dalam badai kehidupan. Perempuan berhati-hatilah memilih lelaki idaman Anda! Dan lelaki, bertindaklah sebagaimana Anda diciptakan,...sebagai lelaki.

Tinjauan Film, Drama dan Buku Adalah Pekerjaan Rumah

Kenapa akhir-akhir ini gemar menuliskan tinjauan film dan drama khususnya Korea? Jawabnya karena saya tidak sabaran, grasa-grusu. Tidak sabar adalah sifat buruk yang saya miliki. Jaman dulu saya tidak sabar dengan hal-hal yang 'lemot' termasuk manusia lemot. Lalu oleh kehidupan saya diberi kesempatan belajar sabar. Belajar sabar ini bukan sebulan dua bulan tetapi belasan tahun dengan berbagai peristiwa yang terjadi. Mudah-mudahan sekarang sudah sabar dengan yang lemot-lemot. Membaca buku dan menuliskan resensinya akan makan waktu yang cukup lama. Karena baca buku sama dengan mengunyah sendiri. Lalu supaya "instat" (karena nggak sabar), saya mulai menonton drama Korea (di-blender). Ternyata lama-lama jenuh dan drama ini juga berseri, makan waktu juga untuk menonton setumpuk drama, mengingat segalanya dan menuliskannya (banyak drama yang diatas 100 episode). Maka terakhir beralih ke film-film layar lebar Korea. Karena sifat nggak sabaran itu tadi! Nonton film dua jam saja selesai lalu bisa segera dituliskan.

Kenapa Korea? Karena mereka pandai menyisipkan "makna kehidupan." Saya merasa cukup melihat terlalu banyak film dengan "special effects". Pernah sekali saya berdiskusi dengan seseorang yang mengatakan ia sangat benci film special effects. Kenapa? Ia menjawab, "Karena saya menonton film untuk menikmati acting dan memahami peran yang dibawakan." Waktu itu saya belum paham apa bedanya dengan film full special effects? Tokh aktor/aktrisnya juga harus ber-acting pura-pura dikejar monster? Setelah banyak menikmati drama Korea lalu saya tersadar. Yang hilang dalam "special effect movies" adalah makna kehidupan yang dapat disisipkan. Pure entertainment dengan special effects seperti makan bubur ayam dan hanya dapat buburnya saja! Film atau drama yang kaya dengan acting-acting menawan para pemerannya seperti menikmati semangkok bubur ayam komplit. Tentunya dengan suwiran daging ayam, rajangan seledri daun bawang, kuah kaldu, tong-chay, bawang goreng dan bahkan barangkali sedikit micin penyedap rasa (biasanya sisipan adegan vulgar, halah!). Sejauh ini perfilman dan drama Korea saya rasakan pandai meracik itu semua. Jadi ibarat sarapan bubur ayam, udah langganan ke warungnya "Bang Somad". Hehehe,..

Menikmat karya lalu melupakan. Pergi travelling lalu melupakan. Melalui berbagai peristiwa di kehidupan lalu melupakan. No way! Sedapat mungkin saya akan mencatat segalanya. Sehingga suatu hari jika ada exam saya masih dapat belajar dari "catatan-catatan" yang saya buat sebelumnya. Teman-teman sering merasa heran dengan daya ingat saya. Dengan bergurau saya katakan, "Tentu saja ingatan saya setajam silet,.." Kejelekannya, saya sulit melupakan "catatan-catatan" buruk yang pernah ada. Saya paling takut dengan penyakit seperti dimentia/alzheimer. Waduh, bagaimana jika suatu hari kelak saya benar-benar 'blank' dan melupakan segalanya, buyar? Maka saya berusaha mengingat dan mencatat segalanya. Film, drama dan buku membuat kita memahami hal-hal yang tadinya tidak kita pahami atau tidak kita mengerti tanpa perlu merasakan dalam sebentuk pengalaman hidup. Menuliskan kembali catatan tentang film, drama dan buku bagi saya adalah 'memasak' dengan resep yang telah dipelajari sebelumnya. Sementara membuat catatan diary/ actual things in life adalah 'memasak' dengan segala keahlian chef yang ada dalam diri. Sejauh mana misalnya kita dapat meracik hidangan lezat jika yang disediakan hanya brokoli, gula dan garam? Menuliskan film, drama dan buku bagi saya adalah pekerjaan rumah sedangkan menuliskan pengalaman kehidupan adalah thesis. :)

foto:berbagai sumber

Monday, August 1, 2016

K-Movies (9) Big Match (Pertandingan Akbar) ****

Lee Jung Jae kabarnya merupakan aktor besar dan terkenal di Korea, namun baru kali pertama ini saya menonton filmnya. Ternyata oke juga! He-he-he,.. Sebaliknya Shin Ha Kyun yang kebagian peran antagonis di film ini sudah beberapa kali saya saksikan aktingnya. Sebenarnya hampir sama dalam segala film gaya Shin Ha Kyun hilarious. Seru gitu orangnya, gak ada aktor ini, dunia sepi. Cara berakting Shin Ha Kyun yang reseh-reseh kocak mirip dengan style Samuel L. Jackson. Cerita Big Match sepintas juga mengingatkan saya pada film Seeking Justice-nya Nicholas Cage. Mungkin tidak sama persis, tapi mirip. Dimana seseorang harus terus mengikuti perintah orang asing yang tak diketahui keberadaannya demi keselamatan anggota keluarga/orang terdekat. If you say jump, I say how high? Itu dendang Debbie Gibson dulu. Harus patuh atau anggota keluargamu mati!

Choi Ik-Ho (Lee Jung Jae) adalah juara gulat ternama dengan pelatih kakak kandungnya sendiri Choi Young-Ho (Lee Sung Min). Suatu malam kakaknya menghilang dan menjadi tersangka dalam sebuah pembunuhan. Ik-Ho pun ditahan polisi dengan dugaan yang sama : tersangka pembunuhan. Kenyataan ini tentu saja membuat dunia Ik-Ho gonjang-ganjing, kaget dan tak percaya. Ia lalu mendapat seperangkat alat yang memungkinkannya berkomunikasi dengan Ace (Shin Ha Kyun). Ik-Ho awalnya kebingungan karena ia merasa tak kenal dengan Ace. Tapi Ace meyakinkannya bahwa Young-Ho ada dalam tahanan Ace dan jika Ik-Ho ingin menyelamatkan kakaknya ia harus mengikuti semua perintah Ace. Penjahat siluman ini tak pernah menampakkan diri. Ia hanya mengirim suara dan video dirinya yang di-blur tanpa kejelasan gambar. Ace dibantu oleh hacker Goo-Roo (Choi Woo Sik) yang keahliannya nge-hack setara dengan Penelope Garcia (diperankan oleh Kirsten Vangsness dalam Criminal Minds). Yah pokoknya gitu deh ya! katak-kitik-katak-kitik,... (suara tuts komputer beraksi) lalu tiba-tiba saja pintu terbuka, camera berputar, dst. Hacker gitu lho!

Tentu saja Ik-Ho pontang-panting meladeni kemauan Ace yang aneh-aneh. Seperti melarikan diri dari tahanan, melawan satu batalyon tentara, mencari red angel Soo Kyung (yang ternyata adalah cewek cantik diperankan oleh BoA), mencari kakaknya agar gelang bom di kaki tidak meledak, dsb. Usut punya usut, sepertinya Young-Ho terlibat hutang-piutang dan hal itu membuka kesempatan bagi Ace untuk mempermainkan adik Young-Ho yang adalah pegulat tangguh Choi Ik-Ho. Ace melakukan judi gelap melalui internet dengan menempatkan Ik-Ho sebagai obyek taruhan. Perputaran uang yang sangat besar terjadi disini. Setiap kali Ik-Ho bertarung dalam upaya mencari dan menyelamatkan kakaknya maka pertarungan itu akan direkam dan disiarkan secara bebas agar para penjudi dapat menikmati hiburan dalam perjudiannya. Singkat kata Ik-Ho dibuat macam kuda pacu dalam acara taruhan judi berkuda. Film ini menampakkan serunya Lee Jung Jae dalam beraksi bak petarung sejati. However saya mencurigai perkelahiannya banyak menggunakan trik kamera agar terlihat seru. Beda dengan Jacky Chen yang memang jago ciat-ciat.

Akhir cerita tentu saja Young Ho selamat dan Ik-Ho bahkan mampu menolong si cantik Soo Kyung yang ternyata dulunya juga champion gulat/tinju wanita (heran aja kok nggak kenal? kan sama-sama atlet gulat?). Soo Kyung terlibat hutang untuk mengurus ayahnya yang sakit-sakitan maka ia pun pernah dijadikan 'kuda pacu' seperti Ik-Ho, dijadikan bahan taruhan dalam internet. Mau tak mau ia terpaksa menuruti semua kehendak Ace seolah menjadi kaki tangannya. Sejak awal hingga akhir film ini 'berlari terus' tanpa henti. Dalam artian action-nya terus berlanjut dari satu keseruan menuju keseruan lainnya. Tidak ada jeda untuk menarik nafas bagi penonton, saking terpananya pada berbagai kejadian yang menimpa Ik-Ho. Action-nya keren dan menawan, walaupun juga pakai ilmu Rocky bin Rambo. Lakonnya tak pernah mati walau dihadang seribu musuh! Dirilis 2014, jangan ketinggalan untuk menikmati film action yang satu ini. Siapa tahu jadi semangat fitness dan body building, membentuk tubuh yang kokoh bak Ik-Ho alias Lee Jung Jae. :)

foto: berbagai sumber