Wednesday, August 24, 2016

Resensi Buku (2) Lelaki Harimau *****

Bukunya Eka Kurniawan. Yang lucu pertama kali ketemu Eka Kurniawan saya tidak tahu "siapa dia, siapa ini cowok"? Ketemunya di workshop penulisan Femina. Eka tampil sebagai pembicara sementara saya baru dengar bahwa Eka menulis buku "Lelaki Harimau" karya sastra yang diperhitungkan di kancah dunia. Tahun ini saya ketemu Neng Gita dan dapat pinjaman Lelaki Harimau. Bertahun terpenjara dengan mindset kantoran, ibu dan istri. Hidup yang dihabiskan dengan mengantar anak les bahasa, membeli bubur susu serta pergaulan working women 'after office' membuat "gap" alias jeda yang sangaaaaat panjang dan jauh dalam dunia baca-membaca (perlu saya garis-bawahi bahwa ada teman gaul saya yang baru saja mendengar nama Pramoedya Ananta Toer). Pernikahan dan pekerjaan adalah spons yang menyerap semua kegemaran. It's okay jika saya baru mulai lagi hari ini. Boleh kan? Selama nafas masih berhembus anything is possible!

Nama tokoh dalam buku ini unik "MARGIO." Kisahnya sesungguhnya ndeso dan ngampung. Tetapi cara Eka menuliskan cerita ini membuat kita lupa ruang dan waktu apalagi strata sosial. Nggak masalah wong deso selama kisah hidupnya dituturkan lebih menarik eksentrik daripada orang kaya yang tiap hari ngeributin belanja LV dan Manolo Blahnik. Saya itu 'takut sastra' karena saya orang yang 'males mikir'. Jadi selama masa 'gap' saya isi dengan membaca buku roman yang so sweet dan gampang. Bangsa Cicelia Ahern, Nora Roberts, Sandra Brown lan sak panunggalane. Ibarat makan bubur sungsum tinggal dislurups. Untung saja saya mulai coba membaca buku 'Lelaki Harimau' sehingga saya menemukan keberanian untuk buka-buka yang rada nyastra lagi (Makasih Neng Gitaaaa!). Dari Lelaki Harimau, saya lanjut ke Corat-Coret di Toilet (Eka K.) masih modal minjem Neng Gita. Lanjut lagi ke Pulang (Leila S.Chudori) dan coming soon Cantik Itu Luka (Eka.K). Yang dua terakhir buku 'modal sendiri' alias beli di Gramedia. Rencana masih akan berlanjut ke 'Tetralogi Pulau Buru.' Ciaaaat!

Plot cerita sesungguhnya sederhana, Margio adalah pemuda desa yang tiba-tiba saja secara sadis membunuh pria paruh baya. Pria itu adalah tetangganya sendiri bernama Anwar Sadat (bukannya ini nama presiden?). Pembunuhan dilakukan dengan menggigit leher. Margio berdalih bahwa ada "Harimau" dalam dirinya. Besar kemungkinan kakeknya berhubungan dengan siluman harimau dan jalinan kedekatan dengan harimau ini diturunkan lagi pada garis keturunannya, Margio. Kemarahan Margio yang memuncak diceritakan flashback mundur kebelakang. Dengan kisah yang cukup sendu, mendayu dan pilu. Dimana ibunda Margio yang bernama Nuraeni ternyata pernah menjalin kasih dengan pria Anwar Sadat ini. Anwar Sadat sendiri punya istri dan tiga anak gadis. Si bungsu Maharani adalah pujaan hati Margio. Percintaan dengan Maharani tak dapat lebih serius ketika Margio mendapati ibunya berkasihan dengan Anwar Sadat bahkan hingga memiliki bayi.

Plot suasana kehidupan desa dan kisah problem sosial yang sebenarnya sangat jamak, ditampilkan Eka dengan gaya penulisan yang sulit ditebak. Cara bercerita yang maju mundur dan kembali ke masa silam lalu kembali ke masa sekarang membuat pembaca terus penasaran. Siapa Margio? Siapa Anwar Sadat? Siapa Komar bin Syueb? Kenapa Margio mengamuk? Keahlian menulis yang sangat piawai membuat pembaca selalu dibungkam dengan "Tar dulu, gue belum selesai cerita! Jangan ditebak dulu endingnya,.." Baru kali ini saya sadari tehnik menulis yang sangat baik dengan gaya yang simple mengalir, sederhana, jujur dan kaya diksi cantik mampu menyajikan formasi cerita yang menghanyutkan pembaca. Ibarat chef, seandainya Eka hanya dibekali kangkung, cabe, garam dan suwiran ikan kembung ia akan mampu menyajikan "water spinach hot plate with seafood". Mantebs!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.