Wednesday, October 21, 2015

Go Solo (9) Balai Soedjatmoko

Gemes, sering bepergian dan mengalami berbagai pengalaman. Tapi tidak sempat menuliskan maka menurut saya akan menjadi sia-sia. Kenangan itu memudar begitu saja seiring waktu yang berlalu. Mungkin beberapa foto akan mengingatkan kita tentang masa-masa itu namun tetap saja, kadang nggak ingat. Apa sih yang terjadi saat itu? Bagaimana perasaan kita? Mumpung stamina menulis masih saya milik, maka perjalanan Solo kali ini saya rangkum habis-habisan. Tujuannya apa? Tujuannya ketika traveller lain ingin ke Solo, mereka bisa membaca pengalaman saya dan mungkin bisa mengatur sendiri waktu dan tujuan yang dikehendaki semasa berada di Solo. Tentu saja juga mengatur budget keuangan sehingga plesiran tidak menjadi sekedar pemborosan tanpa guna.

Satu tempat yang tak kalah menarik di Solo adalah GRAMEDIA SOLO. Tempatnya tentu saja besar dan luas. Tetapi yang menarik disini adalah Balai Soedjatmoko semacam Bentara Budaya Solo. Tempat mereka-mereka yang berkesenian dan penggemar seni menikmati seni itu sendiri. Balai Soedjatmoko sering menjadi wadah para pelakon seni memajang atau memamerkan kreasi mereka. Pertunjukan atau pameran yang digelar disini biasanya free/gratis siapa saja boleh masuk, duduk lesehan dan menikmati. Tahun 2013 yang lalu saya menikmati Pameran Poster 'nylekit' Alit Ambara ketika berkunjung ke Balai Soedjatmoko. Nah, tahun ini saya punya kesempatan lain yaitu menikmati pertunjukan nyayian "Nyai Megan". Waduh siapa itu "Nyai Megan." Kini saatnya kita merasa malu.... Jadi ada gadis bule California yang sudah lama menetap di Solo. Sepertinya eks mahasiswi seni pesinden Jawa. Ya, Megan adalah pesinden asal Amerika. Gadis Amerika malah tertarik belajar seni nyanyian lagu Jawa dan menjadi ahli dibidangnya. Dengan kalem kita bahkan sudah lupa apa sih lagu Jawa itu? Apa sih seni karawitan? Apa pula nembang macapat itu?

Awalnya teman saya menunjukkan undangan pertunjukan. Lalu disepakatilah berangkat kesana, sebelumnya kami makan malam lesehan dulu di Omah Lawas. Saat kami tiba di Balai sudah agak terlambat. Tempatnya sudah penuh terisi. Beruntung kami dapat 'menelusup' diantara tamu-tamu lain dan duduk di tengah, bagian agak belakang. Seorang bapak yang sudah sepuh dan duduk disamping saya seolah 'trance' ketika menikmati pertunjukan nyanyi dari nyai megan. Megan cantik, berusia awal 30-an, memiliki putri yang juga cantik berusia sekitar enam tahun. Entah bagaimana pula perjalanan panjang seorang gadis California mendarat di Solo dan menjadi pesinden yang cukup tersohor, saya kurang tahu. Tetapi malam itu Megan tampil mempesona dengan lagu-lagu pop alternatif karyanya dan kelompok pemusik seni Gemati. Jadi malam itu Megan tidak nyinden tetapi menyanyikan lagu dari album terbarunya Peshawar yang juga dijual untuk umum. Lagu-lagunya antara lain adalah Kembang California, Holy Raven dan Berkah Indomaret. Penampilan Megan mengingatkan pada kilasan masa lalu ketika noni-noni Belanda menyanyi untuk menghibur tamu di pesta akbar tuan tanah perkebunan. He-he,...

Jika ke Solo tak ada salahnya Anda cek agenda Balai Soedjatmoko atau agenda Solo.
Siapa tahu ada acara menarik!

Go Solo (8) Pasar Batik Laweyan

Batik Gunasti Laweyan
Di Pasar Batik Laweyan banyak dagangan baju/kain dan toko-toko yang menjual aneka batik. Minta diantar oleh tukang beca saja kita pasti akan tiba disana. Hanya saja harga batiknya relatif 'harga turis' rata-rata ratusan ribu rupiah. Untuk traveller dengan budget terbatas tentu saja jalan-jalan disini hanya akan membuat 'lapar mata' dan 'kantong meronta.' Tetapi kalau memang ingin melihat-lihat saja seperti yang saya lakukan beberapa waktu lalu juga tidak mengapa. Ada sih beberapa barang yang saya taksir, hanya saja harganya belum cocok. Dan harga-harganya memang dibuat menjadi 'harga toko' alias harga pas sehingga tidak bisa ditawar. Berbeda dengan ketika kita pergi ke Pasar Triwindu (antik) atau Pusat Grosir Solo, barang-barang yang ada disana masih bisa ditawar. Tentunya dengan kepandaian menilai barang, kualitas dan kelayakan harganya. 

Suasana Kasunanan
Beberapa nama yang tersohor di kampung Laweyan adalah Batik Gunawan Setiawan, Batik Gunasti (cabang dari batik Gunawan yang sama), lalu ada Batik Soga dan toko kaos T-Shirt Rym handmade. Saya melewatkan belanja batik karena saya sudah terbiasa membeli batik. Tetapi saya membeli kaos/T-Shirt untuk oleh-oleh suami dan beberapa pernik pajangan seperti magnet kulkas bergambar Pasar Gede Solo. Putri saya membeli kotak pensil dari batik dan kipas batik. T-Shirt Rym bagus dan bahannya tebal, dibandrol Rp. 80.000,-. Dengan hiasan aplikasi batik bersimbol Solo. Misalnya hiasan becak/andong/sepeda onthel. Model T-Shirt kenangan seperti DaGaDu. Ada beberapa kaus yang lebih murah namun sepertinya menggunakan gambar sticker sablon. Saya kurang suka karena sablonan semacam itu akan mudah pecah atau rusak jika dicuci. Kaus yang saya beli menggunakan aplikasi yang dijahit rapi sebagai gambar di bagian dada.

Suasana Sekeliling Kasunanan
Kami cukup lama mampir di Batik Gunasti dikarenakan putri saya asyik berburu pernik oleh-oleh untuk teman-temannya dan kami juga melepas lelah. Batik Gunasti memiliki cafe mungil dan menyajikan es dawet seharga 5rb rupiah saja! Siang bolong pada kisaran jam 1, minum es dawet manis yang segar itu sesuatuu... banget. Entah kenapa ya di Solo pada bulan Oktober ini cuacanya luar biasa panas dan gersang. Solo itu tidak punya pantai dan tidak punya gunung karena Tawangmangu yang merupakan daerah pegunungan terdekat Solo pun jaraknya lumayan jauh. Sekitar 45 menit perjalanan, mungkin lebih. Visit kampung batik laweyan ini sudah beberapa kali saya lakukan dan ya batiknya masih model yang kurang lebih sama dengan yang pernah saya lihat sebelumnya. Gara-gara tukang beca yang kasih ide mengantar kami ke Keraton Kesunanan, ternyata kecele tidak buka. Alias tutup keratonnya. Katanya Sabtu baru dibuka. Lha, aneh juga obyek wisata bukanya hanya selama weekend? Akhirnya cuma keliling perkampungan di wilayah keraton kesunanan. Nggak melihat apa-apa kecuali jalanan yang panas gersang. Pulangnya itulah kami diajak si Bapa Beca mampir ke Laweyan. Yah, lumayan memberi order tukang beca! He-he...

Go Solo (7) Es Krim Tentrem


Sebelum berkunjung ke pasar antik Triwindu, saya dan putri saya menyempatkan diri mampir di kedai es krim tentrem yang ada dikelokan jalan. Dekat dengan lokasi pasar antik ngarsopuro. Tapi kedai ini tidak hanya menyajikan es krim lho! Kami juga menyempatkan diri makan nasi liwet yang disajikan disini @ Rp. 18.000. Nasi liwetnya enak, ditemani dengan rawit-rawit yang gemuk pedas. Huh-hahhh! Nah setelah makan rawit kami berkesempatan mencicip ice cream-nya. Kebetulan siang hari, Kamis 15 October 2015 itu sangatlah panas dan gerah! Jadi minum ice cream menjadi penyejuk dahaga yang sangat pas disiang hari. Harga es krimnya memang relatif mahal, ice cream yang kami beli @19.000 dan @ 18.000. Total pembelanjaan dikedai ini paling mahal menurut ukuran kantong budget travelling saya yaitu Rp 88.000 setelah tax. 

Karena kedai ice cream tidak banyak yang bisa saya ceritakan terkecuali bahwa tempatnya menarik dengan banyak sudut-sudut yang bagus untuk pemotretan. Maksud saya dekorasi cafe-nya keren. Banyak anak-anak muda yang datang membawa kamera yang berlatih fotografi diberbagai sudut tempat. Tetapi selain dari dekorasi cafe dan ice cream yang memang enak tidak banyak yang bisa diceritakan mengenai tempat ini. Sehingga berikut dibawah, saya hanya akan membagikan foto. Okay?


Go Solo (6) Pasar Antik Triwindu

Pasar antik Triwindu adalah salah satu destinasi wisata yang nggak ada salahnya ditengok ketika kita jalan-jalan ke Solo. Tapi namanya juga pasar antik jadi ya harus siap dengan barang antik dan harga yang juga antik. Maklum saya tidak paham pasaran harga barang antik sehingga kalau kepasar ini agak bingung. Apakah harga yang diberikan sudah setimpal? Atau kemahalan? Atau kemurahan? Antiknya itu macem-macem. Nah, kemarin saya sudah menemukan beberapa helai selendang batik tulis lawasan kecil-kecil. Bagus sih! Nyaris saya beli dengan harga yang relatif murah (dibawah Rp. 50.000,- per helainya). Transaksi ini mendadak batal ketika saya perhatikan : kainnya bolong! Bwahaha.... Antik sih, tapi apakah iya kain bolong juga harus saya beli? Karena ragu takut membeli barang aneh dengan harga mahal, akhirnya hanya melihat-lihat saja. 

Barang yang paling saya sukai dipasar ini adalah radio antik. Radio jaman dulu itu gede banget, menggunakan kayu dan semacam beledu/kanvas sebagai penutup speakernya. Tapi nggak jelas juga kalaupun radio ini dapat beroperasi dengan baik, apakah iya masih ada siaran radio gelombang "AM" pada jaman sekarang? Sekarang ini radio mengudara pada gelombang "FM". Kebalikannya jaman dulu hanya ada gelombang "AM." Jadi kalaupun punya radio antik yang lucu dan bisa dinyalakan, lalu nggak ada yang siaran, kocak juga! Begitulah resiko beli barang antik. Ibu saya pasti akan menjerit jika melihat saya belanja barang-barang semacam ini, "Barang rombeng dibeli untuk apa?" Padahal saya sangat suka. Saya banyak mengenang tentang oma dan nenek yang lain dengan melihat barang-barang rombeng yang karatan itu. Tatakan gelas, ceret dan panci djadoel.

Jalan-jalan di triwindu tidak lama saya lakoni karena memang ada kebingungan itu. Mau beli apa? Harganya berapa? Kalau udah dibeli, bawanya repot! Gimana nggak repot, yang dibeli pigura klasik, setrikaan lama, kain-kain batik lama, keramik tempo doeloe, lampu betawi antik. Barang-barang gitu kan berat dan sudah mengangkutnya. Salah-salah, udah dibeli malah rusak karena metode membawanya asal-asalan. Jika Anda ingin membuat cafe dengan sentuhan masa lalu, membuat rumah dengan dekorasi yang serba jadoel, unik dan antik, maka pasar triwindu akan menjadi ajang yang tepat untuk memuaskan keinginan Anda berburu barang-barang semacam ini. Saya akhirnya hanya membeli dua replika poster lama. Piguranya akan saya beli sendiri di tetangga depan rumah yang kebetulan ahlinya pigura. Lha, kalau bawa pigura dari Solo repottt beneeeer,...

Pasar Triwindu: Jl. Gatot Subroto, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57131

Go Solo (5) Musium Danar Hadi

Rumah Batik Danar Hadi adalah 'tetangga' dari Musium Radya Pustaka. Jalan kaki sekitar 50 meter dari Radya Pustaka, maka kita akan menemukan museum yang cantik jelita ini. Yang bikin saya merasa 'ngenes'. Keadaan kedua musium bagaikan langit dan bumi. Jika Radya nampak tua, sendiri dan sepi, Danar nampak mewah, anggun dan mempesona. Bagaimana tidak? Pertama kami masuk ke dalam rumah batik yang menjual aneka koleksi batik cantik yang siap diborong oleh siapapun pencinta batik yang berduit tentunya. Karena kreasi dan harga batik yang dipajang oleh Danar Hadi juga adalah koleksi terbaik anak bangsa. Kami diterima di meja kasir/respsionis dan diberikan tiket seharga Rp. 35.000 untuk pengunjung dewasa dan Rp, 15.000 untuk pelajar. Bermodalkan goban alias lima puluh ribu rupiah, kami mulai berpetualang menyaksikan aneka kain cita tercantik senusantara! Sayang seribu sayang, musium Danar Hadi tidak memperkenankan satupun dari koleksinya untuk difoto dengan alasan hakcipta/copy right dan sinar flash bisa jadi akan memburamkan kain. Kurang lebih demikian penjelasan mas gigih, guide kami. 

Perjalanan dalam musium ini kami lakukan berempat dengan seorang pria kebangsaan Belanda dan (sepertinya) kekasihnya yang cantik dan langsing mungil. Mas Gigih menggiring kami secara perlahan selama 45 menit dengan menjelaskan hikayat dan serba-serbi pengenaan batik. Jadi jaman dahulu kalaaaa.... Batik itu memang hanya kain yang boleh dikenakan oleh keluarga kerajaan. Hingga kinipun kita tidak dapat sembarang masuk keraton Yogya/Solo dengan mengenakan batik misalkan motif parang atau apapun. Karena ada aturan - aturan yang membatasi. Ahem! Ternyata kita memanglah sungguh rakyat jelata... Tapi nggak usah sedih. Karena rakyat jelata seperti saya pun berkesempatan menjelajah musium batik Danar Hadi. Musium ini sangat indah dengan koleksi diatas jumlah seribu kain. Beberapa kain sangat kuno bahkan ada yang sudah agak bolong. Mungkin saking kunonya sehingga rapuh. Perawatan kain-kain batik ini diberi merica untuk mengusir hewan ngengat. Kemudian untuk pengharum ruangan/kain mengenakan bunga mlati/mawar/kanthil yang didiamkan hingga mengering di dalam ruang. Jangan sekali-kali menyemprot kain batik klasik dengan Dior ataupun Channel! .. Ya, pengharumnya juga harus yang natural.

Ruang pertama yang dilalui adalah aneka kain batik Solo dengan simbolnya. Warna-warna sogan yang tua dan gelap ternyata adalah warna khas keraton Solo, sedangkan warna-warna sogan coklat muda dengan kombinasi putih adalah khas keraton Yogya. Sejak adanya perjanjian giyanti yang membedakan kraton Yogya Solo rupanya ada persaingan terselubung antar kedua keraton. Nah, sebab musababnya apa, kita harus menggali kisah sejarah. Tetapi yang pasti jika sebuah kain batik adalah motif bahagia di satu keraton maka di keraton yang lain motif itu akan dianggap motif kematian. Demikian pula sebuah motif yang dikenakan bagi anak-anak raja di sebuah keraton tak jarang di keraton lainnya diberikan sebagai kain yang dikenakan oleh rakyat jelata. Sebegitu sengit permusuhan antara dua keraton yang masih berkerabat muncul hingga ke pengenaan kain batik dan simbol-simbol yang diembannya. 

Sebegitu berurutan penjelasan dari Mas Gigih, sayang saya tidak ingat satu persatu. Namun setiap ruangan menceritakan perjalanan kain batik. Dari yang awalnya hanya dikenakan oleh keluarga keraton hingga muncul batik hasil produksi bule-bule Belanda pada jaman itu. Ada batik yang melukiskan motif hansel & gretel, flash gordon, snow white dan sebagainya. Tapi demikianlah pesona batik sehingga pendatang dari Eropah pada masa penjajahan pun jatuh cinta dan mengenakan batik. Selama di pulau Jawa karena merasa kepanasan para bule juga mengenakan kain dan sarong. Jaman pendudukan Jepang yang singkat namun keji mendatangkan kreativitas lain dalam berbatik yaitu kain pagi/sore. Dalam satu kain dibuat dua motif batik yang berbeda dan terbagi miring diagonal. Gunanya? Gunanya untuk dikenakan dalam dua kesempatan. Jadi dalam keadaan miskin dan kepepet karena pendudukan Jepang, kaum bangsawan serta rakyat lain yang ingin mengenakan batik dapat memanfaatkan kain batik pagi-sore. Kalau pagi dikenakan bagian atas dan sebaliknya kalau sore dikenakan motif bagian bawah. Dengan cara itu walaupun hanya memiliki selembar kain batik, pemiliknya dapat bergaya dalam dua penampilan yang berbeda. Cerdik bukan?

Ada ruangan khusus pula yang menceritakan silsilah dan asal muasal keluarga ini mengerjakan batik. Sejak jaman neneknya ternyata bapak Santoso Doellah (pemimpin Danar Hadi) sudah berbisnis kain. Sementara istrinya berasal dari keluarga yang memang mengkreasikan batik. Perjalanan panjang dalam bisnis batik mengantarkan pasutri yang kini memiliki tujuh cucu lelaki itu menjadi empu yang dikenal dan disegani dalam dunia perbatikan. Keahlian dan mata yang jeli membuat Pak Santoso Doellah kabarnya memiliki lebih dari 10 ribu lembar koleksi kain batik miliknya pribadi. Wouw! Lemari pakaian dirumahnya mungkin lima atau tujuh pintu. he-he,.. Melihat rumah batik dan musium yang demikian besar, indah dan terawat dapat dibayangkan betapa besarnya usaha yang diayomi oleh pasutri ini. Jangan dikira hanya usaha minyak bumi yang akan mendatangkan kesejahteraan. Ternyata usaha yang adalah melestarikan budaya leluhur seperti batik juga mendatangkan rahayu (artinya: selamat dan kebaikan nan cantik). Nah, nama Danar Hadi sendiri adalah nama dari istri tercinta Pak Santoso, nama beliau adalah ibu Danarsih Hadipriyono. Jadilah usaha perbatikan ini bernama Danar Hadi. Bahkan dimasa lalu foto ibu Danar menjadi simbol Danar Hadi. Sekarang hanya simbol huruf DH.

Selain Rumah Batik dan Musium, pada tempat ini juga ada Resto Danar Hadi. Tetapi saya tidak pernah mampir dan melihat seperti apa Restonya. Keseluruhan tour ditutup dengan kunjungan ke workshop mungil tempat beberapa pembatik berada. Pabrik batiknya sudah berpindah ke lokasi lain. Untuk saat ini workshop hanya berfungsi untuk memuaskan rasa ingin tahu para tamu/ pengunjung tentang proses batik. Kenapa batik tulis itu mahal dan ribed? Jadi cara membatik itu unik. Biasanya orang melukis mengenakan cat dan dilukis pada kanvas. Tidak demikian dengan membatik. Orang melukis mengenakan lilin/malam lalu kainnya dicelup pada satu warna batik. Setelahnya kain kering, lilin-lilinnya dicongkel dan dicelup lagi pada warna yang lain. Jadi ciri khasnya bukan melukis, tetapi mencelup bolak-balik. Memang melukis dengan canting/lilin/malam. Tetapi celupan setelah lilin dicongkel itu yang akan menimbulkan sensasi warna. Maka dari itu semakin detail, semakin banyak permainan celupan warna, semakin repotlah cara pembuatannya. Ya, jangan disamakan dengan kain cinta yang dicetak mesin di pabrik. Sangat berbeda! Bahan pewarna batik juga natural dari akar pohon, daun dan semacam akar/ramuan lain. Rumit! 

Memiliki kain batik juga dapat dijadikan investasi diantara para penggemarnya. Waduh kalau disamakan dengan akik, saya nggak tahu deh cara menyamakannya. Mungkin kalau akik dari pancaran sinarnya kalau batik dari keindahan/rumit atau tidak pembuatan pola/motif batikan. Selain pewarna natural ada juga pewarna sintetis batik. Maka dari itu perkembangan batik memang sudah sangat meluas kemana-mana. Baik dari sejarahnya, pengguna, metode, bahan, pengrajin, pengusaha dan sebagainya. Musium Danar Hadi di Solo ini juga meraih banyak penghargaan bahkan termasuk destinasi wisata terbaik di Solo. Jadi kalau ke Solo, tempat ini rasanya wajib dikunjungi! Supaya mudah menginaplah di hotel Novotel yang memang terletak di depan Musium Danar Hadi. Pada kompleks itu lengkap ada Musium Danar Hadi, Resto Italia, Musium Radya Pustaka, Gramedia, Novotel dan Ibis Solo. Mall Paragon juga terletak tak jauh dari situ. Ini boleh dikata adalah titik/pusat keramaian kota Solo.

Go Solo (4) Museum Radya Pustaka

Makara - pajangan undakan Candi Prambanan
Pagi itu sepertinya saya dan putri saya adalah pengunjung pertama yang tiba di Musium Radya Pustaka. Seneng! Seru! Isinya barang-barang peninggalan keraton dan arca-arca purbakala. Sayangnya musium ini kurang terawat. Tiket masuknya juga relatif sangat murah hanya Rp. 5000,-, padahal isinya adalah benda-benda berharga. Peletakan benda-benda juga agak membingungkan tidak ada alur cerita yang jelas. Di bagian depan banyak mata tombak. Ditengah ada pelataran luas yang isinya gamelan dan alat musik tradisional. Ketika saya menengok ke belakang liwat jendela, ada semacam gubug atau bedeng tripleks. Padahal menurut saya rumah yang digunakan sebagai musium terlihat kuno, antik dan gagah. Kalau saja kebersihan dijaga, dibuat taman dan disamping atau bagian belakang bisa dibuat mini cafe untuk pengunjung bersantai/ istirahat. Isi cafenya bisa wedang jahe, kunyit asem, beras kencur, teh tubruk dengan jajanan model bitterballen, croissant dan poffertjes. Lho,..kok jadi dagang sendiri, Bu? He-he,...

welkom to Radya Pustaka
Thus, tidak ada pemandu/guide yang mendampingi. Sesampainya di pintu depan musium, kami bayar tiket 5ribu. Mas-nya yang jaga tiket agak lucu. Jadi dia harusnya berdiam di semacam box/ tempat loket. Tapi box loketnya itu sangat sempit dan (maaf) kayak agak reyot. Jadi ketika si mas-nya mau menjual tiket kepada kami dan buru-buru masuk ke dalam, box itu malah meluncur terdorong ke depan. Ia harus menarik mundur sedikit box yang menjadi 'kandang'nya berjualan tiket. Hadeuh! Kok jadi kayak tukang bakso, Mas? Tapi udah deh modal lima ribu rupiah kami mulai melangkah masuk ke dalam. Rumahnya anggun, adem dengan lampu-lampu kristal. Model rumah Belanda jadoel. Entah kenapa, saya pikir barang-barangnya agak debuan? Apakah jarang di lap? Nggak mudheng saya? Atau pencahayaan yang memang temaram? Atau memang barang lama/antik jadi semuanya suram kayak gitu? Lucunya benda yang paling saya sukai adalah 'kepala haluan kapal.' 

Ini yang di sebut 'Cantrik' haluan kapal
Haluan kepala kapal di sebut CANTRIK. Catat ya... cantrik bukan cantik. Jadi entah jaman Majapahit atau Singosari, leluhur sudah mampu membuat perahu-perahu raksasa untuk pesiar (edan?!). Itu pakai hiasan di haluan atau pada ujung depan perahu/kapalnya. Nah, haluan ini dipajang di musium Radya Pustaka. Besar, ukurannya sebesar kambing gitu. Sayang tidak ada guide yang menjelaskan jadi saya hanya mengira-ngira sendiri. Kalau hiasan ujung kapalnya saja sudah sebesar itu, kapalnya cukup besar juga untuk ukuran masa lalu. Bisa membuat kapal pesiar dengan hiasan yang menyerupai kepala 'buto' atau mahluk raksasa, keren juga. Pakai alat apa ya? Kan jaman dulu alat pertukangan belum ada? Tapi itulah hal yang membuat saya menyukai musium, kadang-kadang ingin bertanya pada roh-roh yang sudah tiada. Pada jaman dulu kalian dapat menciptakan ini-itu dengan cara apa? Bagaimana daya upayanya? Kok bisa?....Poto cantrik yang saya sukai akan saya pajang di tulisan ini, wajah buto-nya lucu menggemaskan dengan rambut tebal panjang. Iyalah, saya besar di jawa tengah... waktu SD setiap hari menonton acara tari Jawa di TV yogya, saya suka topeng2x buto. Hihi...
Apa Horoskopmu? 
Pajangan kedua yang menarik perhatian saya adalah 'Pawukon Jawa' alias horoskop Jawa. Ada sederetan foto wayang di dinding. Banyak banget itu menandakan weton atau pawukon atau horoskop kelahiran. Lagi-lagi karena tidak ada guide jadi bingung sendiri. Saya harus nanya mbah google. Jadi gini pawukon jawa ini banyak banget, sedangkan horoskop biasa kan hanya ada 12 rasi bintang. Jadi kalau hitungan Jawa itu sebenarnya ada berapa jenis bulan/horoskop? Kalau nggak salah seminggunya ada 5 hari, bukan 7 hari, yaitu : pon, wage, kliwon, legi, paing. Karena saya berdarah campuran macam-macam, pengetahuan semacam ini juga mengambang, tidak begitu jelas. Tahu tetapi tidak hingga detail. Penasaran juga dan ada cerita di pawukon itu tapi saya tidak sempat baca karena sahabat saya, Galuh mendadak menilpon dari Yogya. Menanyakan sampai kapan saya akan berlibur di daerah sana. Ia kecewa ketika saya katakan Jumat sudah akan balik Jakarta. Saat sedang berbicara dengan Galuh melalui telepon, mata saya tertumbuk pada pajangan medali atau mata uang yang namanya juga 'galuh.' Coin jaman dulu, ukurannya kecil banget. Kebetulan teman saya Galuh juga kecil mungil, cocok dengan simbol medali coin tersebut. Hi-hi,...

Galuh = medali? atau coin?
Sembari kami asyik melihat-lihat, seorang bapak liwat sambil menyapu-nyapu, "Hya,..jam sepuluh baru nyapu Pak?" Tapi saya nggak beneran nanya, cuma mbathin saja. Kalau ditanya apakah Radya Pustaka bagus? Kata saya sih bagus banget, banyak benda seni dan kenangan-kenangan masa lampau yang dipajang. Jadi kagum karena kerajaan di tanah air khususnya di Jawa jaman dahulu itu sudah pandai, agung dan digdaya. Ada tombak-tombak yang saya bingung jaman dulu itu pandai besinya gimana cara bikin kayak gitu? Apalagi kalau pesanan mata tombaknya banyak? Kan nggak ada pabrikan tho jaman dulu itu? Semua diolah menggunakan tenaga dan kedua belah tangan? Menurut kawan saya lagi yang berdomisili Solo, kabarnya saat ini sedang ada sengketa tanah peruntukan Taman Sriwedari dan Musium Radya Pustaka. Hya, ampun...Sesuatu yang harusnya dilestarikan dan dijaga dengan baik yaitu budaya leluhur mbok ya jangan dijadikan sengketa...Biarkan benda-benda ghaib itu hidup tenang dalam keanggunan masa lalunya!

Monggo pinarak - Radya Pustaka!

Go Solo (3) Omah Sinten

Dari dalam ruangan ber-AC
Ada yang ulang tahun! Yang ultah orang Jakarta, mengundang teman dari Jakarta juga dan acaranya diadakan di Solo secara tidak sengaja ketika semua sedang liburan. Seru abis! Omah Sinten adalah rumah makan yang wujudnya 'decent' -- pantes gitu untuk menjamu teman/kerabat/kenalan dalam sebuah acara resmi. Menurut ukuran orang Solo mungkin harga makanannya sedikit 'diatas rata-rata' tapi pilihan hidangan bervariasi. Dan lokasinya yang dihadapan Mangkunegaran cukup menarik, pas di tikungan jalan wilayah ngarsopuro.

Sebuah bar cantik di sudut ruang
Makanannya macem-macem dari kopi hingga tongkol dan sebagainya. Rasanya tidak mengecewakan juga. Hanya sayang seorang teman menemukan 'sesuatu' di hidangannya. Semoga hanya sekali itu saja. Yang diandalkan oleh resto ini barangkali adalah lokasinya yang eksotis dan dekorasi yang 'suwung omah jowo' -- Serba di dominasi oleh kayu-kayu, gazebo besar, kolam ikan, pigura foto jadoel, sangkar burung dan sebagainya. Resto ini berdandan layaknya putri Jawa yang tengah menyajikan tari Srimpi. Jadi berasa Jawaaa ...banget. Sayangnya tidak ada yang main gamelan disitu.

Ruangan indoor 
Untuk 'acara tak terlupakan.' Misalnya ulang tahun, lamaran, midodareni atau apapun itu. Sesuatu yang ingin Anda kenang secara lekat di hati, Omah Sinten akan menjadi 'setting' yang cocok untuk salah satu chapter kehidupan Anda (emang mau shooting sinetron, Bu?). However, makanannya saya masih kurang merasa 'pas'. Bukannya engga enak, tetapi so-so alias biasa saja. Bagi mereka yang kurang suka suasana 'omah tradisional jawa' yang serba gelap dan remang-remang mungkin tempat ini kurang cucok. Jujur waktu ke toilet karena sepi saya berasa creepy juga! Nggak, nggak ada hantunya! Hanya nuansanya nan eksotis dan penuh misteri bikin klepek-klepek saja, he-he-he,...

Ruangan outdoor

Go Solo (2) Resto Kusuma Sari

Nama restonya 'njawani' banget. Pemilik resto ini kabarnya adalah ibunda penari senior Sardono W. Kusumo, yang memang kelahiran Solo. Mungkin kini Resto dikelola oleh kerabatnya. Jadi dulunya pemilik resto melayani catering untuk hidangan pengantenan. Ketika kelezatan masakannya tersiar ke seantero Solo, mungkin kemudian diputuskan untuk mendirikan restoran ini. Semuanya berdasarkan kisah teman saya yang asli Solo. Makanannya tentu saja khas Solo. Yang terkenal adalah selad segarnya. Setiap kali ke Solo saya selalu diajak untuk mampir dan makan di resto ini. Entah makan pagi, siang atau malam tidak masalah. Hidangannya semua lezat dan memuaskan. Tetapi porsinya porsi 'nyamikan'. Jadi bukan menu sepiring besar laksana raja bersantap atau kuli abis macul dimana gitu. Menunya mungil-mungil, tapi saya suka karena dengan begitu bisa pesan makanan lain yang berbeda rasa. Mencicip segalanya.

Nah, seperti yang dibahas tadi. Yang terkenal selad solo, galantin, steak. Harganya? Dibawah Rp, 20,000/ per porsi untuk steak. Really? Iya, tetapi seperti yang saya katakan isinya memang tidak banyak. Kalau masih lapar bisa pesan makanan jenis lain. Selad solo yang segar, galantin (daging sapi cincang gulung) adalah menu menu andalan disini. Es kopyornya juga enak. Seperti jenis es puter (pakai santan dengan paduan rasa kopyor tentunya). Putri saya mencoba ice cream yang cukup heboh yaitu ice cream desert forrest atau black forrest, saya lupa nama tepatnya. Lumayan enak juga. Untuk hidangan, putri saya memesan spaghetti. Nah jangan kaget spaghetti-nya adalah 'spaghetti jowo' pakai kuah! Sampai putri saya kebingungan, karena biasanya makan spaghetti Pizza Hut, isinya keju yang kental. Yang ini spaghetti jadi tampil mirip mie ayam. Saya tidak mencicip, tapi menurut putri saya lumayan enak. 

Saya pesan sup kusuma sari. Bentuknya kayak daging cincang dibungkus kulit telur tipis yang dibuka laksana kembang. Laksana matahari. Dagingnya lembut banget dan kuahnya segar tanpa rasa micin. Dengan rasa asin yang sangat tipis. Sehat! Selain itu saya juga mencicip cemilan lain seperti lumpia dan kroket. Lumpia itu sejatinya khas semarangan, tapi kali karena sama-sama masih bertetangga. Orang Solo juga pandai membuat lumpia, isinya rebung. Rasanya manis-gurih-renyah. Yang istimewa adalah kroketnya. Belum pernah makan kroket seenak di Kusuma Sari. Tepung kroketnya itu nggak kebanyakan kentang doang, tapi ada campuran mentega. Jadi kayak model masakan "njonja belanda tempo doeloe." Enak! Enak banget. Resto ini juga penuh dikunjungi oleh penduduk Solo sendiri. Bahkan ada beberapa kelompok arisan/ pengajian yang bertemu di resto ini. Wajah restonya biasa saja. Tidak banyak ornamen dekorasi. Bahkan meja-kursi saling merapat untuk menghemat tempat. Tapi karena hidangannya sungguh nikmat, resto ini tak pernah sepi pengunjung.



Go Solo (1) - Stasiun dan Bandara

Stasiun Balapan
Pengalaman jalan-jalan ke Solo sudah sangat sering saya lakukan. Entah kenapa, sering banget. Mungkin pertimbangannya Solo juga asyik, adem ayem, biaya hidup/hotel, makan dan sebagainya tidak terlalu mahal juga. Pariwisata Solo seperti juga kisah masa lalu para pangeran dan putri keraton-keratonnya bersaing cukup ketat. Di Solo asyik, di yogya demikian pula.Hanya yang saya garis-bawahi, kota Yogyakarta sudah sangatlah padat penduduknya. Kemana-mana terkepung sepeda motor dan para pelajar berjejalan disana sini dalam upaya mengejar masa depan dengan menempuh pendidikan tinggi di Yogya. Solo tidak sedahsyat itu, kehidupan lebih mengalun. Kepadatan tidak terasa. Maka saya pikir Solo lebih ayem-tentrem tinimbang Yogyakarta. Tapi segala fasilitas plesiran, aneka pantai cantik dan gagasan-gagasan seni sepertinya mencuat lebih tajam di Yogya karena memang kotanya lebih padat menggeliat. 

Resto Untuk Sarapan @ Balapan
Yang dulu-dulu saya bepergian dengan mobil pribadi dan naik pesawat. Jadi tidak tahu suasana stasiun kereta. However ke Solo naik kereta api, dihitung budget jatuhnya bisa murah. Apalagi kalau naik kereta eco AC misalnya, yang dari Jakarta - Malang saja ada yang bayar (hanya) Rp, 115.000. Tapi ya siap-siap saja sekian belas jam, pantat tepos duduk di kereta. Bisa sih sesekali berdiri dan berjalan-jalan saingan dengan pramugari/gara kereta. Kemarin naik kereta bisnis dibandrol Rp. 250.000/penumpang. As I said, keretanya menyenangkan, asyik, adem, kursinya juga enak empuk (kursi kereta Eco agak lebih tipis joknya). Hanya saja bagi saya cocok untuk perjalanan siang sambil melihat-lihat pemandangan. Perjalanan malam, saya tetap prefer kereta eksekutif atau pesawat. Perjalanan yang lalu, kami turun di Stasiun Solo Balapan. Hmmm, I don't know why. Feeling saya kurang sreg dengan stasiun ini. Beda dengan saat saya (pernah) turun di Stasiun Semarang Tawang. Saya menyukai suasananya di Semarang. Mungkin karena turun di Balapan itu saya langsung keseleo. Tapi bukan itu saja. Di stasiun itu kayaknya hanya ada satu cafe dan menunya sarapan nasgor, nasi liwet ditulis tapi nggak ada. Penataan kursi cafenya berjejalan, sempit! Menurut teman saya yang di Solo, Stasiun Solo Jebres lebih cantik. Maka sebagai catatan : lain kali kalau naik kereta, coba turun di Stasiun Solo Jebres, oke?!

Nah, Bandara Adi Soemarmo Solo ini sekarang sudah dandan cantik banget. Kalo orang Jawa bilang "mbetahi"-- membuat betah dan kerasan. Ada cafe resto yang bagus- berjajar. Keramik lantai dan perabotan kursi di ruang tunggu juga nggak kalah keren dengan terminal tiga Soetta. Buat transit menunggu bepergian ke tempat lain juga menyenangkan. Recommend-lah dengan Bandara ini. Tidak jauh dari Bandara, satu jalur dijalan raya besarnya ada hotel LORIN SOLO. Hotelnya bagus dan cantik juga. Model resort. Sekeluarga saya pernah menginap disini bertahun yang silam. Ketika ibu saya masih hidup. Pernah baca juga ibu Veronica Tan mampir ke Solo dengan ibu Iriana Widodo, menginapnya di hotel ini. Ya, hotel berbintang. Jadi harganya lumayan. Tapi tenang! Untuk hotel budget di tengah kota Solo-nya banyak banget, tinggal pilih mau menginap dimana sesuai dengan kebutuhan. Saya tidak paham berapa tarif rata-rata bepergian naik pesawat ke Solo. Tetapi bulan October ini, entah apakah bulan yang sepi wisata? Entah memang tarifnya segitu, Lion Air membandrol penumpang dengan harga kira-kira Rp. 375.000/ orang. Menurut saya relatif murah. Biaya travelling saya sering 'membengkak' dikarenakan ingin 'menyenangkan' anak. Iya, kemana-mana seringnya travelling dengan putri tercinta. Jadi yang harusnya budget travelling perorangan jadi dilipat dua karena mengajak anak. Yang sayang anak, yang sayang anak.....

Pemandangan Pagi Berkereta


Tuesday, October 20, 2015

Liburan Menggali Makna (Trip Solo Oct 2015)

'Yihaaa Solo' - Patung di Manahan
Tanggal merah dan putri saya kebetulan libur midsemester. Udah lama seorang sahabat yang berada di Solo mengundang kami untuk mampir dan berlibur ke rumahnya. Terakhir bertemu di Solo November tahun 2013 jadi rasanya seru juga kalau Oktober ini menghabiskan waktu dan liburan kesana. Sahabat ini adalah orang yang mengajarkan saya bagaimana menulis lebih baik dan banyak memberikan poin-poin penting sebagai penulis. Apa dan bagaimana. Saya pikir disayangkan jika menolak undangannya. Akhirnya dengan sedikit dadakan dan tergesa. Disepakatilah pergi ke Solo. Karena hari Senin putri saya masih bersekolah. Kami memutuskan pergi dengan kereta Senja Utama pada Senin Malam, 12 Oktober.

Kereta Bisnis

Pernah sekali saya pergi ke Jawa Tengah naik kereta ekonomi AC yang menurut saya sangat nyaman, murah, meriah dan menyenangkan. Jadi saya pikir untuk menghemat biaya kami akan pergi dari stasiun Senen lagi naik kereta bisnis, yang saya pikir pastinya diatas kereta eco. Disini saya merasa malu,...Pasalnya ternyata saya tidak cocok bepergian dengan kereta pada malam hari. Lampunya terang benderang, jadi nggak bisa tidur. Dan tidak ada bagasi tertutup, was-was juga tas ransel bergelimpangan diatas tempat duduk dan di lantai. Emang isi tasnya berapa trilyun, Bu? Nggak punya duit sih,..cuma khas emak-emak aja...serba khawatir. Bwahahaha... Kemudian yang disebut kereta bisnis ternyata mirip dengan eco hanya saja 'jok kursi'nya lebih tebal busanya. Full AC. Nyaman untuk perjalanan siang. Tetapi sulit untuk perjalanan malam bagi saya. Tidur dilantai beralaskan koran? Maap bro, kami masih keturunan keraton nyi roro kidul, jadi ogah juga kelojotan di lantai beralaskan koran. Bwahaha,.. Nggak bisa! Waduh, rewel ya? Ya gitu deh! Pening dan semalaman nggak tidur sama sekali. Putri saya lumayan, bisa terlelap beberapa kali. 

Keseleo 

berbecak-ria dengan kaki keselo
Nah, gara-gara kelelahan semalam nggak tidur. Maka pagi harinya ketika turun kereta. Terjadilah kecelakaan yang konyol. Karena ngantuk dan lelah, saya nggak memperhatikan dengan baik. Undakan turun kereta dibuat dari besi yang bagian bawahnya tidak stabil, agak bergoyang-goyang. Sebetulnya cukup aman. Tetapi faktor keseimbangan berpengaruh. Kalau saat menginjak undakan di pinggir kemudian ada yang turun maka undakannya akan bergoyang, tepat ketika saya melangkah turun menjejakkan kaki dengan ransel dipunggung. Sukses deh terjerembab jatuh! Jatuhnya itu keren pisan, kaya jatuh bersimpuh di atas bumi. Pas jatuh kakinya menekuk menahan beban tubuh dan tas. Yang pontang-panting si pergelangan kaki kanan. Mata kaki langsung kena, terpelintir. Sakit banget! Beberapa menit tidak bisa bangkit dari posisi bersimpuh kaya abdi dalem di undakan kereta. Dibelakang saya seorang nenek tua bertongkat, turun dengan selamat dan sukses dituntun cucunya. Yeay! Udah nggak inget malu, abis lebih konsen ke sakit di pergelangan kaki. 

Trip Sederhana

daughter & niece
Tadinya saya berpikiran untuk full skedul di Solo mengatur itinerary, perjalanan kesana kemari yang padat. Bahkan berpikiran ingin ke Yogya juga ketemu beberapa teman naik kereta pramex. Tapiii... that's why kali ya. Disuruh benar-benar istirahat oleh Tuhan! Kaki keseleo gitu kan malas mau kemana-mana, soalnya jalan saja diseret-seret persis keong. Bicara keong? Nanti saya lanjutkan deh. Jadi hari pertama datang kemudian sarapan nasi liwet lalu tidur dulu dirumah teman saya (abis semalaman nggak tidur sama sekali, nyawa seperti 1/2 melayang). Bangun kemudian menjemput teman di kantornya, sore kami makan ke Resto Kusuma Sari. Lalu menjemput keponakan saya yang baru kost di belakang Regina Pacis Solo. Kasian juga, anak 15 tahun ditempatkan kost jauh dari orang tua langsung kurus dan terlihat 'banyak pikiran.' Harus menyesuaikan diri pula dengan kehidupan Solo/ Sekolah Regina Pacis (Ursulin). Saya dan teman kemudian pergi ke Paragon Mall (Haaa? ke Solo kok nge-mall lagi? Waduh namanya kaki keseleo, saya udah males mau kemana juga nggak minat). Saya dan teman saya nonton "The Walk." Putri dan keponakan saya makan serta mengobrol di Solaria karena sudah dua tahun juga mereka tak jumpa! Malam itu putri saya menginap di kost sepupunya. Biar menghayati 'nasib anak kost.'

Pijat Urut

Besoknya masuk dalam pengalaman terunik. Di Jakarta nyari tukang urut kan susah? Di Solo pada hari Rabu pagi saya sudah diajak ke tukang urut. Namanya Bu Bayan. Tentu bukan nama aslinya. Disebut Bu Bayan karena beliau adalah istri Pak Bayan. Ketika kami datang, Bu Bayan sedang sedih merenung dan nonton TV di kontrakannya yang sederhana.Warung sayur-mayur yang ada di depan rumahnya dicuekkin. Rupanya Pak Bayan baru saja meninggal 21 hari yang silam. Maka dari itu kesedihan masih mengganyut di hatinya. Saya sudah ketakutan. Menurut saya pijat urut keseleo itu bisa juga dijadikan salah satu adegan sadis dalam film. Abis keseleo diurut, sakitnya maaaak! Tapi kalau engga diurut, saya nggak bisa cepat sembuh dan berjalan-jalan! Thank God, Bu Bayan memang ahlinya. Metode urutnya halus dan tidak kasar. Sehingga hanya menyentuh urat-urat yang salah dan mengembalikan pada jalur semula dengan lembut. Beberapa kali memang menjerit karena sakit, tetapi tidak sampai menangis-nangis minta ampun, bwahahaha...!

Pijat Lulur

Rumah Joglo
Setelah mandi, kami makan siang lagi di Kusuma Sari. Kemudian jalan-jalan ke Pusat Grosir Solo. Sebenarnya saya berharap mendapatkan baju atau oleh-oleh yang berkualitas bagus dan harga terjangkau. Agak kecewa juga ternyata yang banyak dijual justru batik printing dengan kain yang serba kaku. Ada beberapa batik cap namun harganya juga sudah lumayan. Tetapi paling tidak saya sudah pernah ke Pusat Grosir Solo walau hanya sejenak. Dan saya tahu busana-busana seperti apa yang kira-kira dijual disitu. Siang harinya kami janjian dengan salon langganan. Tadinya saya pikir salonnya apakah akan menggunakan ramuan tradisional khas jawa gitu. Ternyata salon biasa saja. Tapi pijetannya lumayan. Pemijatnya bernama Mbak Nur berasal dari Ngawi. Berdua dengan adiknya yang cantik Mbak Ummi mereka membuka salon. Bahu-membahu. Kakaknya ahli pihat dan lulur, adiknya ahli gunting, make-up dan creambath. Pelanggan datang berdasarkan appointment. Jadi sebaiknya menelpon dulu dan minta waktu. Menyenangkan. Jadi segar setelah dipijat. Sehari itu saya pijat 2x! Wouw banget deh!

Surprise Party

Sahabat lain datang dari Jakarta. Rupanya ingin berkunjung ke Bromo/Tengger. Menyupir sendiri liwat pantura (#geleng-geleng kepala oleh semangatnya). Istirahat dilakukan di Solo karena dianggap 'titik tengah' dan ada saudara yang hendak dijemput diajak ke Malang (sekaligus menjadi driver/ supir kedua). Yang datang pada hari itu tepat sedang berulang-tahun! Saya dan putri saya lalu mengkhususkan diri datang ke acara ulang tahun tersebut. Menurut saya menjadi surprise party karena yang berulang tahun dan tamu-tamunya adalah pendatang di kota Solo. Sahabat saya tak menyangka bahwa kami semua akan berkumpul di hari ulang tahunnya di Solo. Kami makan di hotel dan resto "Omah Sinten" di daerah Ngarsopuro. Tempatnya unik dengan nuansa Jawa yang sangat kental. Saya perhatikan juga ada beberapa tamu asing/bule yang datang dan berkunjung kesitu. Menurut berita yang berhembus tempat tersebut 'masih' milik Pak Presiden RI kita, namun dikelola oleh teman dekat beliau. Benar-tidaknya? Wah, nggak tahu..he-he-he..

Keong Racun

Solo surga Batik, selain Pekalongan & Yogya
Hari kamisnya sepanjang pagi hingga siang dan jelang malam masih ada acara lain yang saya lakukan bersama dengan putri saya. Tapi acara tersebut tidak akan saya bahas dikarenakan ada kejadian lain yang lebih heboh. Layaknya drama, beginning and ending saya kali ini benar-benar seolah liburan yang harus dipetik maknanya. Kamis malam saya pergi makan wedangan alias lesehan. Entah karena salah makan, entah karena perut saya cari perhatian bersaing dengan mata kaki kanan saya, saya merasa keracunan makanan! Memang saya makan sate semacam keong kecil-kecil. Saya tidak memperhatikan dengan baik. Saya pikir sate daging biasa. Semalaman tidak bisa tidur (again) dan perut kembung. Pada Jumat pagi tidak bisa bangun karena seperti masuk angin. Pala pening, hilang nafsu makan dan perut membesar. Bolak-balik ke kamar kecil. Menjelang siang saya makan dengan 'rasa kardus' karena makanan terasa sangat tidak enak! Waduh nanti sore sudah harus pulang karena tiket pesawat sudah dipesan untuk dua orang (iya pulangnya naik pesawat,..horeee,...). Saya sempat berpikir untuk batal pulang karena takut perut bergejolak selama diperjalanan. Untung saja, dua jam sebelum menjelang boarding, perut saya 'menuntut' kembali ke kamar kecil dan melakukan detoxisasi sendiri secara total. Setelahnya saya merasa lebih nyaman (note : perut turunan keraton nyi roro kidul tidak boleh jajan dan makan sembarangan! hadeuuuuh!).

Singa Terbang (Lion Air)

Go Lion!
Jumat sore, saya dan putri saya duduk manis di bandara Adi Soemarmo. Bandaranya cantik! Kalian pasti suka, bersih, rapi! Banyak cafe/jajanan makanan dan bahkan pernak-pernik batik/suvenir juga dijual di salah satu lorong bandara di lantai dua. Sepertinya counter milik batik keris. Karena saya baru saja melakukan detox, masih lemas. Nggak ada semangat untuk melihat-lihat lebih detail. Beberapa penumpang termasuk saya bertanya pada petugas counter, apakah sudah harus masuk ke ruang tunggu (waiting room)? Para petugas menjawab dengan harga diri yang tinggi, "Harus siap ya Bapak/Ibu. Kami on schedule! Pesawat yang sebentar lagi datang dari Jakarta, pesawat itu pula yang akan langsung membawa Anda semua kembali ke Jakarta!" Siap komandan! Buset, kayak angkot aja bolak-baliknya nih pesawat! Bathin saya dalam hati. Tapi petugas itu tidak berbohong. Pesawat memang sedikit meleset dari jadwal namun hanya beberapa menit. Pesawat Boeing yang cukup besar dengan nomor dudukan 1-39 dengan alphabet A-F. Saya perhatikan sih semua kursi terisi penuh. Jadi kira-kira 240 orang sekali angkut. Wouw! Pesawatnya baru, bagus, bersih, AC nya moncer! Bagasi juga lapang. Pramugarinya cuantiikk-cuannntiiik. Bravo Lion Air! On time pula!

Selamat Tinggal Kenangan
Ke Jakartaaa akuuu kan kembaliiii....iiii. walau apapun yang kan terjadiiiiii... Jadi balik deh ke Jakarta. Tiba di terminal tiga yang bersih, gede dan nyaman. Agak sepi karena Jumat malam. Dijemput suami tercinta. Bah! Macet pula. Datangnya ke bandara macet. Pulangnya juga macet. Kata beliau. Kalau diingat selama di Solo kemana-mana naik taksi hanya pada kisaran ongkos Rp. 20,000,-. Kangen rasanya, hidup yang serba alon-alon asal kelakon. Hidup yang mengalir, santai dan lembut seiring irama lagu gendhing Jawa, seiring kayuhan becak dan aliran sungai Bengawan Solo. Makna liburan kali ini: harus bersyukur, mengerti bedanya naik pesawat dan naik kereta. Apapun yang diberikan kehidupan dirayakan dengan sukacita. Dan barangkali menulis harus dimaksimalkan lagi agar menjadi suatu prestasi dan tidak lalu cepat berpuas diri serta mandeg begitu saja (eh, kan saya udah nulis sepanjang ini yaaa... ini udah stamina pembalap formula one!). Kembali lagi ke Jakarta memainkan lagi emosi wajah, sabar dengan kemacetan, tabah dengan biaya-biaya jreeng yang membuat wajah tercengang saking mahalnya. Whaddeevver... Mungkin someday saya akan tinggal di Solo saja. Bertanam kacang panjang... or do something like that. Good idea... Sekarang? Nyanyi dulu... Ke Jakartaaa akuuu kan kembaliiii....iiii. walau apapun yang kan terjadiiiiii... 

Saturday, October 10, 2015

Momon, Kenapa Harus Jadi Beban Pikiran?

Surat nyampah tentang Momon tersayang,...

Momon adalah adik perempuan yang kutemukan somewhere out there. Ceritanya panjang, lebar dan menyedihkan, awal perjumpaanku dengan si Momon. Tapi sejak hari pertama kami berkenalan, persaudaraan ini tiada henti. Padahal jarang ketemu, paling dua atau tiga kali dalam dua tahun. Tapi karena Momon dan aku berbagi pengalaman pahit bersama, tidak ada yang kami sembunyikan dan tidak ada yang kami jaimkan satu sama lain. Kadang-kadang aku sedikit ketus dan tega pada si Momon. Abis capek, ngasih tahu dan ngasih nasihat, masuk kiri keluar kanan. Aku ingin Momon jadi kembang yang sungguh mekar. Do something or be someone!

Gini,... aku ngeliat Momon persis kayak diriku bertahun yang silam. Sifat dan keras hati yang sama persis. Rasa sensitif yang sangat tinggi. Dulu teman-temanku takut salah bicara denganku. Balik lagi menyalahkan masa kecil yang tidak bahagia, kayaknya seperti lingkaran setan yah? Ya pokoknya 'sensi kelas kakap.' Dulu aku nggak ngerti, kenapa sensi? Ternyata diam-diam aku suka nulis! Dan dulu nggak nulis. Jadilah sensi. Semua masuk ke hati, jengkel, dongkol, kecewa dan sebagainya. Masalah kecil jadi besar, masalah besar jadi malapetaka. Duh! Ga abis-abisnya tiap hari ngegerundel, hidup ini totally sh*t! Menulis akhirnya menjadi pelepas stress, terkadang nyampah abis!

Itu dulu! Sekarang,... (kayak iklan aja!). Pokoknya itu dulu ketika semua hal hanya jadi beban pikiran dan tidak dituliskan. Nah! Aku lupa kapan tepatnya ya? Mungkin sejak ibuku tiada, aku jadi terlepas beban. Dulu semua serba menakutkan, penuh kehati-hatian karena aku takut mengecewakan ibuku. Momon mirip aku dimasa lalu. Tapi berkebalikan denganku, masalah Momon mungkin adalah dengan bapaknya. Bukan dengan ibunya. Masalahnya apa aku sendiri nggak jelas dan nggak tahu. Mungkin diam-diam Momon kesal atau kecewa pada bapaknya. Diam-diam Momon punya harapan tinggi pada bapaknya. Atau sebaliknya bapaknya yang punya harapan besar pada si Momon. Aku nggak tahu, tapi aku merasa yakin masalah Momon adalah dengan bapaknya,...

Di hidup ini ada 'belitan nasib' yang kadang tidak kita sadari bahwa penyebabnya adalah karena kita terlalu mengikatkan diri pada satu hal. Ada 'belitan nasib' yang biasanya mengikatkan kita dengan orang terdekat, bisa ayah atau ibu. Ada yang salah dalam hubungan-hubungan itu. Ibu yang salah berlaku, ayah yang salah bertindak, anak yang sudah diluar kendali orang tua. Biasanya tentu saja anak-anak yang sudah sangat kurang ajar atau level durhaka. Tidak bisa dijelaskan kenapa belitan-belitan nasib ini terjadi. Biasanya sih memang dari perilaku diri sendiri. Kurang disiplin sebagai ayah, kurang lembut sebagai ibu. Dan sebagainya. Melahirkan anak-anak yang resah dan mudah galau. Banyak pula anak-anak yang berusaha benar walaupun dibesarkan dengan cara-cara yang tidak benar, inipun menimbulkan galau,...

Setiap hari Momon 'curhat' padaku, "Cicie, aku putus dengan cowokku dikantor dan jadi bahan ledekan serta olokan oleh teman-teman yang lain." Besoknya Momon 'curhat' lagi, "Cicie aku disuruh melatih anak junior magang. Bodohnya minta ampun, Cie. Aku naik darah ngajarin orang kayak gini,..." Berikutnya Momon kesal lagi karena ada teman yang berlaku culas, "Aku udah benci temanku itu Cie,... di depan gayanya baik banget. Di belakang ternyata dia jelek-jelekin aku. Memfitnah aku,...Aku muak Cie,..." Aku senang mendengarkan curhat Momon dan mencoba mencari solusi-solusi. Sebenarnya sampai hari ini aku masih sangat senang mendengar curhat Momon. Kekecewaan dan ketidakpuasan Momon memiliki 'energi'. Sama seperti aku dulu. Kadang kita berniat baik tetapi tidak dihargai, bahkan tidak dianggap. Namun aku nggak mau Momon gitu terus. Mon, aku ulangi lagi : do something or be someone!

Kenapa? Mon,... semua orang mengalami masalah yang sama! Semua orang pernah dicampakkan (even yang nggak ngaku), semua orang pernah dongkol memberi nasihat atau memberi ajaran yang tidak diindahkan (even yang mengaku dihormati oleh semua orang), semua orang pernah ditusuk dari belakang (even mereka yang nggak merasa). That's life! Ini artinya kamu HIDUP, Mon! Selalu ada dan terlibat masalah serta situasi-situasi yang seringkali menjengkelkan... Mbok ya'o akupun pernah dongkol seperti itu. Mending kalo dongkol ke orang-orang yang gak penting kaya masalah kamu Mon (maaf ya..). Aku sering dongkol seperti itu pada ibuku, ayahku, suamiku dan putriku. Itu lebih mencekik perasaan. Kuncinya adalah : BAGAIMANA KITA BERSIKAP. Gak mudah,... tapi harus dilatih. Bahasa Russia-nya Mon : ndablegh,...

Ndablegh itu = Masa Bodoh = Whaddaever = Talk to my hand (ngoceh'o pada telapak tanganku). Iya Mon, ilmu ini gampaaaaaaaaaaaaaang banget, tapi manfaatnya sehaaaaaaaaaaaaaaat banget Mon. Sumpah! He-he-he,... Aku kalo udah capek ngurusin seseorang atau sesuatu, udah langsung cuekkin kelas dewa aja Mon. Dan itu twisted Mon, situasi yang bisa kamu ubah sendiri 180 derajad. Itu sah saja sesuai kata hatimu yang membawa damai. Suatu hari kamu mencintai seseorang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kamu mencintainya hingga air mata terakhir. Kalau dibalas dengan buruk, ya kabur dong Mon? Lha, ngapain bertahan??... Apalagi dibahas oleh orang lain kamu jadi sensi. Nyengir aja, "Duh maap bukan urusan kamu dan aku udah tutup buku!" Orang itu masih ngoceh? Tinggal pergi,... Lalu Mon, masalah naik darah nggak sabar karena sikap orang lain. Biarkan saja. Seseorang yang memang tidak ingin berubah, biarkan saja. Mo nyemplung sumur atau masuk jurang itu hak dia. Itu pilihan dia. Terkecuali untuk anak yang masih dibawah umur, kamu dapat mengarahkan pada kebaikan. Kalau sudah 18 tahun ke atas dan tidak bisa dinasihati, kenapa pusing? Kasarnya: usia segitu seseorang harus udah punya otak! Jadi jangan dijadikan beban pikiran kamu. Masalah orang yang sirik/ mengkhianati/ menusuk dari belakang? Cari teman yang lain Mon,... even penguin di antartika juga banyak! 

Sikap orang lain itu tanggung jawab mereka, Mon. Tetapi sikap kita terhadap orang lain, itu tanggung-jawab kita. Tanggung jawab kemana? Tanggung-jawab kepada Tuhan lah. Jadi kenapa harus jadi beban pikiran? Kamu nggak move-on. Kalau terus ngebahas masalah yang sama. Suasana kantor juga akan selalu sama dimana-mana. Tanyalah seluruh orang dimuka bumi ini, ada nggak yang 1000% di kantor berasa kayak di surga happy-nya luar biasa? Nggak mungkinlah Mon! Akan selalu ada 1001 intrik. I will always be your 'cicie'... I will always be there as your big sista. Aku cuma nggak suka, kamu muter-muter dengan masalah yang sama Mon. You know what, kayak little puppy menggeram dan muter-muter mengejar ekornya sendiri. Nggak akan berhenti, terkecuali kamu sadar. Tujuan lain dari hidupmu... What? KPR rumah? Travelling ke Singapore? Pindah ke Jakarta? Menyelam di Bunaken?... Make a wish and whisper it to the wind,... Raih Mon, raihlah dengan tanganmu,...Mon, do something or be someone! 

I love you Momon,...

foto doc. pinterest