Wednesday, October 21, 2015

Go Solo (8) Pasar Batik Laweyan

Batik Gunasti Laweyan
Di Pasar Batik Laweyan banyak dagangan baju/kain dan toko-toko yang menjual aneka batik. Minta diantar oleh tukang beca saja kita pasti akan tiba disana. Hanya saja harga batiknya relatif 'harga turis' rata-rata ratusan ribu rupiah. Untuk traveller dengan budget terbatas tentu saja jalan-jalan disini hanya akan membuat 'lapar mata' dan 'kantong meronta.' Tetapi kalau memang ingin melihat-lihat saja seperti yang saya lakukan beberapa waktu lalu juga tidak mengapa. Ada sih beberapa barang yang saya taksir, hanya saja harganya belum cocok. Dan harga-harganya memang dibuat menjadi 'harga toko' alias harga pas sehingga tidak bisa ditawar. Berbeda dengan ketika kita pergi ke Pasar Triwindu (antik) atau Pusat Grosir Solo, barang-barang yang ada disana masih bisa ditawar. Tentunya dengan kepandaian menilai barang, kualitas dan kelayakan harganya. 

Suasana Kasunanan
Beberapa nama yang tersohor di kampung Laweyan adalah Batik Gunawan Setiawan, Batik Gunasti (cabang dari batik Gunawan yang sama), lalu ada Batik Soga dan toko kaos T-Shirt Rym handmade. Saya melewatkan belanja batik karena saya sudah terbiasa membeli batik. Tetapi saya membeli kaos/T-Shirt untuk oleh-oleh suami dan beberapa pernik pajangan seperti magnet kulkas bergambar Pasar Gede Solo. Putri saya membeli kotak pensil dari batik dan kipas batik. T-Shirt Rym bagus dan bahannya tebal, dibandrol Rp. 80.000,-. Dengan hiasan aplikasi batik bersimbol Solo. Misalnya hiasan becak/andong/sepeda onthel. Model T-Shirt kenangan seperti DaGaDu. Ada beberapa kaus yang lebih murah namun sepertinya menggunakan gambar sticker sablon. Saya kurang suka karena sablonan semacam itu akan mudah pecah atau rusak jika dicuci. Kaus yang saya beli menggunakan aplikasi yang dijahit rapi sebagai gambar di bagian dada.

Suasana Sekeliling Kasunanan
Kami cukup lama mampir di Batik Gunasti dikarenakan putri saya asyik berburu pernik oleh-oleh untuk teman-temannya dan kami juga melepas lelah. Batik Gunasti memiliki cafe mungil dan menyajikan es dawet seharga 5rb rupiah saja! Siang bolong pada kisaran jam 1, minum es dawet manis yang segar itu sesuatuu... banget. Entah kenapa ya di Solo pada bulan Oktober ini cuacanya luar biasa panas dan gersang. Solo itu tidak punya pantai dan tidak punya gunung karena Tawangmangu yang merupakan daerah pegunungan terdekat Solo pun jaraknya lumayan jauh. Sekitar 45 menit perjalanan, mungkin lebih. Visit kampung batik laweyan ini sudah beberapa kali saya lakukan dan ya batiknya masih model yang kurang lebih sama dengan yang pernah saya lihat sebelumnya. Gara-gara tukang beca yang kasih ide mengantar kami ke Keraton Kesunanan, ternyata kecele tidak buka. Alias tutup keratonnya. Katanya Sabtu baru dibuka. Lha, aneh juga obyek wisata bukanya hanya selama weekend? Akhirnya cuma keliling perkampungan di wilayah keraton kesunanan. Nggak melihat apa-apa kecuali jalanan yang panas gersang. Pulangnya itulah kami diajak si Bapa Beca mampir ke Laweyan. Yah, lumayan memberi order tukang beca! He-he...

4 comments:

  1. arep pindah Solo po piyeee.... adem ayem...kalo di Jakarta kerasa banget grasa-grusune manungso..

    ReplyDelete
  2. Kabarnya di Baluwarti (kompleks sekitaran Kasunanan) ada penjual kunyit asem yang enaak Mbak Win, tapi sampe sekarang saya juga belum ada kesempatan nyicipi.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduhh ini iklan doang...nyicip engga ya hehehe...

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.