Rumah Batik Danar Hadi adalah 'tetangga' dari Musium Radya Pustaka. Jalan kaki sekitar 50 meter dari Radya Pustaka, maka kita akan menemukan museum yang cantik jelita ini. Yang bikin saya merasa 'ngenes'. Keadaan kedua musium bagaikan langit dan bumi. Jika Radya nampak tua, sendiri dan sepi, Danar nampak mewah, anggun dan mempesona. Bagaimana tidak? Pertama kami masuk ke dalam rumah batik yang menjual aneka koleksi batik cantik yang siap diborong oleh siapapun pencinta batik yang berduit tentunya. Karena kreasi dan harga batik yang dipajang oleh Danar Hadi juga adalah koleksi terbaik anak bangsa. Kami diterima di meja kasir/respsionis dan diberikan tiket seharga Rp. 35.000 untuk pengunjung dewasa dan Rp, 15.000 untuk pelajar. Bermodalkan goban alias lima puluh ribu rupiah, kami mulai berpetualang menyaksikan aneka kain cita tercantik senusantara! Sayang seribu sayang, musium Danar Hadi tidak memperkenankan satupun dari koleksinya untuk difoto dengan alasan hakcipta/copy right dan sinar flash bisa jadi akan memburamkan kain. Kurang lebih demikian penjelasan mas gigih, guide kami.
Perjalanan dalam musium ini kami lakukan berempat dengan seorang pria kebangsaan Belanda dan (sepertinya) kekasihnya yang cantik dan langsing mungil. Mas Gigih menggiring kami secara perlahan selama 45 menit dengan menjelaskan hikayat dan serba-serbi pengenaan batik. Jadi jaman dahulu kalaaaa.... Batik itu memang hanya kain yang boleh dikenakan oleh keluarga kerajaan. Hingga kinipun kita tidak dapat sembarang masuk keraton Yogya/Solo dengan mengenakan batik misalkan motif parang atau apapun. Karena ada aturan - aturan yang membatasi. Ahem! Ternyata kita memanglah sungguh rakyat jelata... Tapi nggak usah sedih. Karena rakyat jelata seperti saya pun berkesempatan menjelajah musium batik Danar Hadi. Musium ini sangat indah dengan koleksi diatas jumlah seribu kain. Beberapa kain sangat kuno bahkan ada yang sudah agak bolong. Mungkin saking kunonya sehingga rapuh. Perawatan kain-kain batik ini diberi merica untuk mengusir hewan ngengat. Kemudian untuk pengharum ruangan/kain mengenakan bunga mlati/mawar/kanthil yang didiamkan hingga mengering di dalam ruang. Jangan sekali-kali menyemprot kain batik klasik dengan Dior ataupun Channel! .. Ya, pengharumnya juga harus yang natural.
Ruang pertama yang dilalui adalah aneka kain batik Solo dengan simbolnya. Warna-warna sogan yang tua dan gelap ternyata adalah warna khas keraton Solo, sedangkan warna-warna sogan coklat muda dengan kombinasi putih adalah khas keraton Yogya. Sejak adanya perjanjian giyanti yang membedakan kraton Yogya Solo rupanya ada persaingan terselubung antar kedua keraton. Nah, sebab musababnya apa, kita harus menggali kisah sejarah. Tetapi yang pasti jika sebuah kain batik adalah motif bahagia di satu keraton maka di keraton yang lain motif itu akan dianggap motif kematian. Demikian pula sebuah motif yang dikenakan bagi anak-anak raja di sebuah keraton tak jarang di keraton lainnya diberikan sebagai kain yang dikenakan oleh rakyat jelata. Sebegitu sengit permusuhan antara dua keraton yang masih berkerabat muncul hingga ke pengenaan kain batik dan simbol-simbol yang diembannya.
Sebegitu berurutan penjelasan dari Mas Gigih, sayang saya tidak ingat satu persatu. Namun setiap ruangan menceritakan perjalanan kain batik. Dari yang awalnya hanya dikenakan oleh keluarga keraton hingga muncul batik hasil produksi bule-bule Belanda pada jaman itu. Ada batik yang melukiskan motif hansel & gretel, flash gordon, snow white dan sebagainya. Tapi demikianlah pesona batik sehingga pendatang dari Eropah pada masa penjajahan pun jatuh cinta dan mengenakan batik. Selama di pulau Jawa karena merasa kepanasan para bule juga mengenakan kain dan sarong. Jaman pendudukan Jepang yang singkat namun keji mendatangkan kreativitas lain dalam berbatik yaitu kain pagi/sore. Dalam satu kain dibuat dua motif batik yang berbeda dan terbagi miring diagonal. Gunanya? Gunanya untuk dikenakan dalam dua kesempatan. Jadi dalam keadaan miskin dan kepepet karena pendudukan Jepang, kaum bangsawan serta rakyat lain yang ingin mengenakan batik dapat memanfaatkan kain batik pagi-sore. Kalau pagi dikenakan bagian atas dan sebaliknya kalau sore dikenakan motif bagian bawah. Dengan cara itu walaupun hanya memiliki selembar kain batik, pemiliknya dapat bergaya dalam dua penampilan yang berbeda. Cerdik bukan?
Ada ruangan khusus pula yang menceritakan silsilah dan asal muasal keluarga ini mengerjakan batik. Sejak jaman neneknya ternyata bapak Santoso Doellah (pemimpin Danar Hadi) sudah berbisnis kain. Sementara istrinya berasal dari keluarga yang memang mengkreasikan batik. Perjalanan panjang dalam bisnis batik mengantarkan pasutri yang kini memiliki tujuh cucu lelaki itu menjadi empu yang dikenal dan disegani dalam dunia perbatikan. Keahlian dan mata yang jeli membuat Pak Santoso Doellah kabarnya memiliki lebih dari 10 ribu lembar koleksi kain batik miliknya pribadi. Wouw! Lemari pakaian dirumahnya mungkin lima atau tujuh pintu. he-he,.. Melihat rumah batik dan musium yang demikian besar, indah dan terawat dapat dibayangkan betapa besarnya usaha yang diayomi oleh pasutri ini. Jangan dikira hanya usaha minyak bumi yang akan mendatangkan kesejahteraan. Ternyata usaha yang adalah melestarikan budaya leluhur seperti batik juga mendatangkan rahayu (artinya: selamat dan kebaikan nan cantik). Nah, nama Danar Hadi sendiri adalah nama dari istri tercinta Pak Santoso, nama beliau adalah ibu Danarsih Hadipriyono. Jadilah usaha perbatikan ini bernama Danar Hadi. Bahkan dimasa lalu foto ibu Danar menjadi simbol Danar Hadi. Sekarang hanya simbol huruf DH.
Selain Rumah Batik dan Musium, pada tempat ini juga ada Resto Danar Hadi. Tetapi saya tidak pernah mampir dan melihat seperti apa Restonya. Keseluruhan tour ditutup dengan kunjungan ke workshop mungil tempat beberapa pembatik berada. Pabrik batiknya sudah berpindah ke lokasi lain. Untuk saat ini workshop hanya berfungsi untuk memuaskan rasa ingin tahu para tamu/ pengunjung tentang proses batik. Kenapa batik tulis itu mahal dan ribed? Jadi cara membatik itu unik. Biasanya orang melukis mengenakan cat dan dilukis pada kanvas. Tidak demikian dengan membatik. Orang melukis mengenakan lilin/malam lalu kainnya dicelup pada satu warna batik. Setelahnya kain kering, lilin-lilinnya dicongkel dan dicelup lagi pada warna yang lain. Jadi ciri khasnya bukan melukis, tetapi mencelup bolak-balik. Memang melukis dengan canting/lilin/malam. Tetapi celupan setelah lilin dicongkel itu yang akan menimbulkan sensasi warna. Maka dari itu semakin detail, semakin banyak permainan celupan warna, semakin repotlah cara pembuatannya. Ya, jangan disamakan dengan kain cinta yang dicetak mesin di pabrik. Sangat berbeda! Bahan pewarna batik juga natural dari akar pohon, daun dan semacam akar/ramuan lain. Rumit!
Memiliki kain batik juga dapat dijadikan investasi diantara para penggemarnya. Waduh kalau disamakan dengan akik, saya nggak tahu deh cara menyamakannya. Mungkin kalau akik dari pancaran sinarnya kalau batik dari keindahan/rumit atau tidak pembuatan pola/motif batikan. Selain pewarna natural ada juga pewarna sintetis batik. Maka dari itu perkembangan batik memang sudah sangat meluas kemana-mana. Baik dari sejarahnya, pengguna, metode, bahan, pengrajin, pengusaha dan sebagainya. Musium Danar Hadi di Solo ini juga meraih banyak penghargaan bahkan termasuk destinasi wisata terbaik di Solo. Jadi kalau ke Solo, tempat ini rasanya wajib dikunjungi! Supaya mudah menginaplah di hotel Novotel yang memang terletak di depan Musium Danar Hadi. Pada kompleks itu lengkap ada Musium Danar Hadi, Resto Italia, Musium Radya Pustaka, Gramedia, Novotel dan Ibis Solo. Mall Paragon juga terletak tak jauh dari situ. Ini boleh dikata adalah titik/pusat keramaian kota Solo.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.