Showing posts with label Fiksi. Show all posts
Showing posts with label Fiksi. Show all posts

Wednesday, August 24, 2016

Resensi Buku (3) Pulang *****

Lagi-lagi masalah 'takut sastra' menghantui saya. Berapa kali melihat buku "Pulang" milik Mbak Leila Chudori mejeng di toko buku namun takut untuk membacanya. Takut jika daya pikir yang cethek dan sifat pemalas saya akan menjadi ganjalan untuk mengunyah buku ini hingga tuntas. Tapi tahun ini setelah rasanya cukup 'kenyang' memamah-biak film dan drama Korea (hi-hi-hi,..untuk sementara aja, .. masih cinta drakor...), saya kembali beralih melahap buku. Dan "Pulang" adalah buku yang baru saja saya rampungkan hari ini. Kesan saya: langsung terhanyut pada masa lalu ketika 'the smiling general' berkuasa dan keheranan saya kenapa harus ada acara nobar (nonton bareng film G/30S PKI bagi seluruh siswa). Masih sangat jelas dalam ingatan saya, berduyun-duyun ke bioskop satu angkatan siswa SMP di sekolah saya pergi menonton film yang bikin ketakutan (karena sadis ada adegan wajah disilet). Kenapa bukan nobar film Arie Hanggara, misalnya? 

Buku ini menjawab pertanyaan kekanak-kanakan saya pada masa SMP itu. That's why! Kisah yang diangkat adalah kehidupan empat eksil (pelarian) politik yang tak dapat kembali ke tanah air ketika terjadi insiden G30 S PKI. Paspor Indonesia yang langsung dicabut bagi mereka-mereka yang dianggap tersangkut Partai Komunis saat itu. Saya berpikir, "Asyik dong malahan jadi warga Paris gitu lhoo...dan dapat istri bule cantik jelita!" Ini adalah kisah tokoh Dimas Suryo. Ternyata tidak demikian. Saya sadari bahwa beberapa teman yang tinggal 'disono' sebahagia apapun di negara lain selalu rindu 'Tempe dan Tahu.' Bagaimanapun juga akar pepohonan akan mengenali harum tanah yang pernah menumbuhkan dirinya. Seperti orang-orang Indonesia yang lama menetap di luar negeri, sesekali tetap ingin pulang kampung (betul tidak Elvira?). 

Empat lelaki bekas wartawan media pada tahun 1965 berkelana ke manca negara dalam penugasan kantor lalu dianggap tersangkut PKI. Keempatnya menyebut diri empat pilar tanah air : Dimas Suryo, Nugroho, Tjai dan Risjaf. Sementara satu orang sahabat mereka Hananto bahkan dihukum mati di tanah air karena tersangkut paham komunis itu. Cerita bagaikan serakan kembang yang terayun-ayun pada permukaan kolam, kadang saling bersinggungan kisah antara empat pilar dan Hananto. Pernikahan dan keturunan mereka yang dianggap harus "bersih diri" dan "bersih lingkungan" di Indonesia menjadi materi cerita kental. Tokoh utama sesungguhnya adalah Dimas Suryo, almarhum Hananto dan anak-anaknya. Termasuk juga anak dari Nugroho dan dua kemenakan Dimas di Jakarta. Bagaimana keluarga eks tapol dan eksil politik harus selalu 'merunduk' pada masa orde baru agar aman dari rajaman kebencian yang ditempelkan pada jidat tanpa alasan jelas.

Novel mbak Leila ini sesungguhnya sweet, romantis tak kalah manis dengan karya Cicelia Ahern dalam garapan kisah cintanya. Namun novel ini justru lebih berbobot daripada sekedar so sweet. Dengan latar kisah politik khususnya perihal PKI dan reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Menurut saya ini adalah novel populer (karena tokohnya fiksi walau terinspirasi dari beberapa orang) dengan latar sejarah yang menarik dan riset mendalam. Disajikan ringan, tanpa membuat sakit kepala pembacanya dengan menyebutkan detail sejarah yang terlalu runtut atau diksi njlimet. Sama sekali tidak. Novel ini berkisah tentang orang-orang pada masa lalu yang bekerja di media, pindah ke luar negeri secara terpaksa dan membuka usaha rumah makan disana. Bagaimana mereka bertahan hidup di negeri orang, memendam rindu pada keluarga dan sia-sia mengharapkan keadilan yang muncul dari ketidakadilan. Tidak ada salah-benar dalam novel ini. Yang terpapar secara murni adalah kerinduan pada tanah air yang ditiupkan dari seberang laut, dari Paris Perancis. Menurut saya cara menulis ini sulit! Manis dan romantis bahkan ada unsur komedi/lelucon tetapi nafas sejarahnya sangat kuat, mendominasi. Pada ending ketika Dimas Suryo wafat, saya sempat ingin menangis. Huaaa,...

Friday, July 29, 2016

K-Movies (7) A Moment to Remember (Sesaat Dalam Ingatan) *****

Kim Su Jin (Son Ye Jin) yang baru saja putus dari kekasihnya pergi ke sebuah mini market dan membeli minuman. Dalam keadaan galau ia pergi tanpa membawa dompet dan minuman yang telah dibayarnya. Ketika ia kembali ke mini market Su Jin berpapasan dengan seorang pria muda yang tengah membawa sekaleng minuman. Su Jin melihat bahwa kaleng minumannya tak ada lagi di atas meja kasir, tanpa pikir panjang ia langsung merebut kaleng dari tangan lelaki itu dan menenggaknya habis. Ia berasumsi lelaki itu telah mencuri minuman yang dibelinya. Lelaki itu adalah Choi Cheol Su (Jung Woo Sung), hanya menanggapi dengan geli-geli santai tingkah Su Jin yang aneh. 

Ketika Su Jin menemui kasir mini market, ia mendapatkan kembali dompetnya dan kaleng minuman yang disimpan oleh sang kasir di laci meja. Dengan kata lain Su Jin telah 'merebut dan mencuri' minuman Cheol Su tanpa sadar. Beberapa hari setelahnya Su Jin melihat lagi lelaki cool itu yang ternyata adalah head carpenter (pekerja bangunan) di perusahaan konstruksi milik ayahnya. Cheol Su digambarkan sebagai lelaki yang kelihatan kasar dan acuh, sehari-hari kerjanya adalah mandor tukang kayu di konstruksi gedung pencakar langit. Tapi Su Jin sangat tertarik melihat Cheol Su dan mulai membuntutinya. Tidak lama kemudian keduanya saling jatuh cinta. Sebelumnya Su Jin berhubungan dengan seorang pria beristri (atasannya di kantor yang kemudian dipindahkan keluar negeri). Hubungan itu membuahkan perceraian bagi sang atasan dan hati yang hancur bagi Su Jin. Untung saja Su Jin menemukan cinta baru dalam hidupnya, Cheol Su.

Cheol Su sekalipun terlihat berandalan sesungguhnya adalah pria yang cerdas. Ibunya melahirkan Cheol Su di usia 17thn dan menelantarkannya di sebuah kuil. Di situ ia berjumpa dengan kakek tua yang mengajarkan Cheol Su keahlian tukang kayu. Ayah Su Jin sesungguhnya sudah pusing kepala dengan perilaku putri sulungnya yang sempat kabur dengan suami orang dan kini menjalin cinta dengan 'kuli bangunan' yang adalah anak buahnya. Jika ini adegan sinetron barangkali akan muncul jeritan semacam ini, "Perempuan macam apaaa kamuuuh!..." Namun dalam film ini ayah Su Jin menyaksikan sendiri bagaimana Cheol Su sangat mencintai Su Jin. Ia hanya berkata, "Cheol Su, tukang kayu yang baik tidak akan komplain dengan material kayu yang ada di hadapannya. Sebaliknya ia akan mengamati tekstur kayu dan membuat sesuatu dari material itu sesuai dengan teksturnya. Saya mengenali kamu sebagai lelaki yang baik. Sama seperti saya mampu melihat tekstur kayu,.." Dengan perkataan itu maka restu diberikan dan Cheol Su menikahi Su Jin.

Peruntungan Cheol Su membumbung tinggi sejak menikah. Dengan bantuan ayah mertuanya yang bijaksana, ia lulus test arsitektur. Yang tadinya bekerja kasar, kini ia berkantor dan memiliki usaha sendiri. Sayang kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Karena sifat "pikun" Su Jin kian menjadi parah dan mengganggu. Ternyata wanita cantik ini mengidap penyakit Alzheimer (penurunan daya ingat/linglung). Penyakit ini bersifat keturunan dan memang ada dalam keluarga Su Jin. Kenyataan ini membuat rumah tangga sepasang sejoli yang sedang indah-indahnya hancur berantakan. Su Jin sempat memanggil Cheol Su dengan nama kekasih yang sebelumnya dan menyatakan cinta. Penyakit Alzheimer menghapus daya ingat yang terbaru, sehingga hari kemarin lebih sulit diingat daripada seminggu yang lalu. Sama seperti kejadian pada tahun ini lebih sulit diingat daripada tahun-tahun sebelumnya. Demikian pun Su Jin mulai melupakan Cheol Su namun ia masih mengingat kekasih yang sebelumnya, sang atasan.

Dalam keadaan kalut saat ingatannya muncul dan tenggelam, Su Jin menangis. Ia merasa telah menyakiti hati Cheol Su. Ia meminta maaf dan berulang-kali meyakinkan bahwa orang yang paling ia cintai hanyalah Cheol Su. Su Jin buru-buru menulis surat saat pikirannya jernih dan memunculkan 'catatan' yang masih jelas. Su Jin meminta perceraian dari Cheol Su karena ia tak ingin jadi beban dan menghalangi masa depan suami yang sangat dicintainya itu. Dalam suratnya Su Jin mengatakan, "Kamu adalah suami yang baik. Kamu mungkin tak tahu dan tak menyadari hal ini. Tapi aku tahu karena aku adalah istrimu. Jadi kamu harus bertemu wanita lain dan hidup bahagia. Lupakan aku sama seperti aku pun pasti akan melupakanmu,..." Tentu saja Cheol Su menolak mentah-mentah gagasan itu. Bahkan ketika ayah mertuanya menyuruhnya berpisah, "Sejak kecil kamu hidup sengsara Cheol Su. Sekarang masa depan gemilang ada di hadapanmu, jangan kau habiskan waktu dengan mengurus Su Jin dan penyakitnya,.." Su Jin kemudian melarikan diri dari Cheol Su dan tinggal di sebuah panti perawatan. Namun pada akhirnya Cheol Su berhasil menemukan Su Jin dengan ingatan yang sudah sangat samar tentang masa lalunya bersama Cheol Su.

"Sedia Ember" (untuk menampung air mata) adalah prosedur menonton k-movies ini. Pasalnya sedih banget, kata-kata dalam dialog juga sangat menyentuh. Film ini kabarnya banyak di duplikasi ke berbagai negara dengan judul-judul yang serupa. "Ada Penghapus di Kepalaku" dan "Kamu adalah Rumahku." Jung Woo Sung menggambarkan dengan sempurna karakter "cowok macho yang cool abis,.." Sementara itu Son Ye Jin dalam film ini masih berusia 20-an dan 'omg,..so sweet!' Perfect love story with sad ending,.. Memang ending yang menyedihkan kurang disukai bagi penonton, tetapi why not juga. Tokh berikutnya kita dapat menonton film comedy atau film lain yang lebih ceria. Belajar tentang cinta dan kesetiaan ada di film ini (akh, gembel..gombal! Yeey, namanya juga usaha,...). Adegan dibuka dan ditutup dengan percakapan Cheol Su dengan seorang gelandangan di stasiun kereta, "Ingatan yang hilang sama saja dengan jiwa yang musnah,.." Alzheimer, hal ini sangat menyedihkan karena fisiknya belum mati tetapi otaknya sudah mati. Penderita Alzheimer tidak dapat mengenali lagi orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya. Dirilis 2004, ditonton today, tetap sedia ember!

foto: berbagai sumber

Thursday, July 28, 2016

Drama 28 - Kembali Pada Tahun 1988 (Reply 1988) ******

Bintang enam saya hadiahkan pada K-Drama yang super-keren-abis ini. Ibarat kata: sebelum mati sebaiknya seseorang menyempatkan diri menonton K-Drama ini menurut ke-lebay-an saya. Choahamnida! Back to 80ies adalah tema kental yang diangkat dalam drama ini. Tahun-tahun 80-an adalah sepuluh tahun kebahagiaan saya sebagai anak dan remaja. Entah ya, tahun 80an itu berkesan banget! Seingat saya, saya masih langganan majalah Bobo, kemudian berlangganan majalah Hai. Sesekali beli tabloid Monitor. Saya masih minum susu sapi yang diantar pakai botol kaca. Saya masih langganan bakso sapi yang tukang baksonya datang dengan satu 'rombong' almunium besar tempat bakso sapi yang yummy dipanaskan dalam kuah bertabur daung bawang/seledri segar dan dijajakan dengan bersepeda. Sambelnya caus (saus) yang sepertinya jaman sekarang setara sambal 'Del Monte', tapi itu saya yakin si tukang baksonya yang bikin sendiri! Saya masih hobby nonton TVRI sambil tiduran dan makan diatas kasur (pemalas kelas dewa). Jyaaah Tanteee,... pernah remaja?! Ya eiyyalaaah :P...

Menonton K-Drama ini membuat saya berteriak pada putri saya, "Mami dulu hidupnya kayak Hyeri! Ini persis gambaran masa remaja Mami,..!" Lalu putri saya mencibir dan menjulurkan lidah. Lima anak remaja bersahabat dan tinggal dalam kompleks perumahan yang sama di Ssangmun-dong, daerah utara Seoul. Lima anak ini terdiri dari empat cowok dan seorang cewek bernama Sung Deok Sun (Lee Hyeri). Deok Sun digambarkan sebagai gadis cantik pada masanya. Tingkahnya aneh, busananya trendy jadoel. Busana yang keren pada masanya. Deok Sun punya satu kakak wanita bernama Sung Bo-Ra (Ryoo Hye-Young) yang jutek, galak abis dan seorang adik lelaki bernama Sung No-Eul (Choi Sung-Won) yang wajahnya 'boros.' Usianya masih 17 th tapi wajahnya 'tuwek.' Setiap saat Deok Sun sering bertengkar jambak-jambakan dengan Bo-ra. Terkadang untuk masalah-masalah sepele. Ia meminjam perlalatan make-up Bo-Ra tanpa ijin. Dulu tahun 80-an gadis usia belasan masih diperlakukan seperti anak kecil, tidak boleh lipstikan, ber-make up tebal, dst. 

Keempat cowok sahabat Bo-Ra di perumahan itu adalah Jung Hwan (Ryoo Joon-Yeol), Sun Woo (Ko Gyung-Pyo), Taek (Park Bo-Gum) dan Dong Ryong (Lee Dong-Hwi). Diantara keempat cowok ini hanya Dong Ryong yang sama sekali tak memiliki hubungan asmara dengan Deok Sun. Ketiga cowok lainnya berkaitan erat dengan Deok Sun. Gadis ini awalnya naksir Sun Woo, namun 'salah sinyal.' Rupanya Sun Woo berbaik-baik pada Deok Sun karena ia naksir Bo-Ra, kakaknya. Hati Deok Sun hancur berkeping karena ia sudah GR abis bahwa Sun Woo naksir dirinya. Sementara itu Jung Hwan yang selalu bersikap ketus pada Deok Sun justru diam-diam naksir gadis lugu itu dan mentertawakan kegagalan cinta pertama Deok Sun pada Sun Woo. Dalam pencarian jati diri dan cinta sejati Deok Sun akhirnya sadar bahwa Jung Hwan menyukai dirinya dan ia pun berharap Jung Hwan segera membuat pernyataan cinta. Sayangnya hal itu selalu tak pernah terjadi. Jung Hwan bukan jenis cowok yang romantis dan mengaku-ngaku jatuh cinta. Walaupun dalam segala keseharian Deok Sun diam-diam Jung Hwan banyak berkorban dan menolongnya. Percintaan ini jadi terkatung hingga mereka dewasa dan sama-sama bekerja. 

Taek adalah jenius pemain Baduk (semacam catur cina) yang sejak kecil sudah menjuarai berbagai turnamen. Sifatnya cool, pendiam, murah senyum, pengalah, murah hati dan sering lemot. Artinya ia sangat jenius dalam bermain Baduk namun ia sering kudet (kurang update) untuk hal-hal terkini. Otaknya dipenuhi dengan strategi permainan Baduk. Hal ini wajar bagi orang-orang jenius, biasanya mereka tak sempat memikirkan hal-hal lain kecuali hal yang memang menjadi fokus utama mereka. Keempat kawannya sangat paham dengan kesibukan dan sifat Taek. Bahkan Taek tidak bersekolah di sekolah umum seperti teman-temannya yang lain, karena waktunya banyak dihabiskan di berbagai tempat baik dalam maupun luar negeri untuk mengikuti turnamen Baduk. Teman-temannya sangat mendukung dan memperhatikan Taek. Mereka kerap menunggunya tak sibuk untuk membuat pertemuan dan mengajak Taek bergabung. Taek sendiri menyukai Deok Sun sejak SD. Pada masa SD itu ia pernah terjatuh dan menangis. Deok Sun serta merta menggendong dan merawat dirinya. Selama menjelang masa dewasa Taek selalu menunjukkan kekaguman dan kasih sayang pada Deok Sun, namun gadis itu tak menganggap serius karena baginya Taek hanyalah 'si jenius lemot.'

Dalam suatu resensi pernah saya baca bahwa K-Drama ini ujung-ujungnya hanyalah menguak misteri, "Siapa diantara teman-teman masa kecil yang pada akhirnya menjadi suami Deok Sun?" Pertarungan karakter "cowok yang pantas kucintai" antara Jung Hwan dan Taek semakin lama semakin dipertajam bagi Deok Sun. Hebatnya, tak ada permusuhan sama sekali dalam drama ini. Dari awal hingga akhir yang dipertontonkan hanyalah kehangatan keluarga, keakraban tetangga, saling dukung antar sahabat dan kesantunan yang tak melanggar batas. Kisah cinta Deok Sun sangat menarik karena suaminya adalah salah satu teman masa kecilnya. Saya tidak yakin, saya bisa mencintai teman masa kecil tanpa rasa bosan. Lha bagaimana tidak? Kenal sejak jaman ingusan bercelana pendek dan masih diharuskan menghabiskan waktu bersama-sama hingga akhir hayat? Tapi drama ini memotret dengan baik momen-momen itu semua. "Cowok yang pantas kucintai", tidak harus muncul di masa SMA, kuliah atau bahkan di pekerjaan. "Cowok yang pantas kucintai" bisa jadi adalah tetangga sebelah rumah yang kukenal sejak berusia tiga tahun!

Sementara itu para orang-tua juga memiliki masalah sendiri. Ayah dan ibu Deok Sun yaitu Sung Dong Il dan Lee Il Hwa sangat bersahaja. Ayah Deok Sun bertahun-tahun bekerja di Bank dengan gaji pas-pasan demi istri dan tiga anak (gambaran pekerja kantor yang seumur hidup mengabdi). Kadang-kadang ia masih berusaha menolong orang lain dengan membelanjakan uang untuk membeli barang yang tak dibutuhkan, hal ini membuat istrinya kesal. Ibu Jung Hwan, Ra Mi Ran dipusingkan dengan abang Jung Hwan yang bernama Jung Bong (Ahn Jae Hong). Anak yang sudah berusia 24 tahun ini tidak lulus masuk ujian perguruan tinggi hingga 6x, tidak bekerja dan hobby-nya main game/kolektor macam-macam. Tipe orang yang tidak dapat bekerja dalam rutinitas, harus mengandalkan pendapatan dari pekerjaan slash hobby. Pada masa itu memang orang-tua masih berpatokan sebaiknya anak-anak mencecap perguruan tinggi agar sukses dalam bekerja. Ayah Jung Hwan, Kim Sung Kyun adalah lelaki humoris yang selalu menceriakan suasana, ia gemar bercanda dengan Deok Sun. Sementara itu ibunda Sun Woo yaitu Kim Sun Young adalah janda dengan dua anak yang akhirnya menikah dengan ayah Taek, lelaki cool bernama Choi Moo Sung. Dalam kdrama ini panggilan kesayangan "oppa" untuk abang lelaki/pacar hanya dilayangkan pada Choi Moo Sung oleh Kim Sun Young, yang sudah sama-sama esteweh. Lucu imut (amat?)! Karena dulunya mereka berasal dari kota yang sama (pernah kenal semasa muda). 

Dari awal hingga akhir kdrama sebanyak 20 episode ini mampu mengocok rasa haru-biru. Banyak 'andai-andai' yang kemudian berseliweran dalam benak. Saya jadi teringat teman-teman pria semasa kecil. Yang satu saya masih berhubungan dengan cukup baik. Yang lainnya sudah hilang jejak. Banyak kilas balik masa lalu yang ditayangkan dalam kdrama ini misalnya lagu Right Here Waiting (Richard Marx), film Forrest Gump (Tom Hanks), film Interview with A Vampire (Brad Pitt), Top Gun (Tom Cruise) dan banyak kenangan 80-an lainnya yang diumbar dalam drama ini. Tentu saja saya sedih, karena kini saya sudah berada di tahun 2016. Masih ingin kembali ke tahun 80-an, ketika hidup barangkali masih dapat saya rancang dengan lebih baik lagi (seandainya diberi kesempatan). Hanya mesin waktu yang dapat membawa kita kembali pada masa lalu. Setidaknya menonton Reply 1988 dapat menjadi mesin waktu itu, yang membawa kita pada masa lalu. Mungkin seharusnya bukan Reply 1988 tetapi Replay 1988. Memutar kembali tahun-tahun manis 80-an yang mulai pudar dalam ingatan. 

foto : berbagai sumber

K-Movies (6) The Host (Sarang) ***

Berani berpindah pada genre yang berbeda dilakukan oleh sutradara Bong Joon-Ho yang sebelumnya merilis Memories of Murder"Sejak duduk di bangku SMA saya ingin sekali bikin film tentang monster," ujarnya. Sebagian crew & aktor film yang pernah bekerja sama dengannya digandeng oleh Joon-Ho untuk membintangi film fantasi yang cukup fantastis ini. Dalam memories of murder Song Kang Ho dan Park Hae Il 'bermusuhan.' Pasalnya Kang Ho berperan menjadi detektif polisi yang mengincar penjahat dan Hae Il menjadi tersangka pembunuh serta pemerkosa yang diburu oleh Kang Ho. Uniknya dalam film The Host Park Hae Il berperan menjadi adik kandung dari Song Kang Ho. The Host dirilis tahun 2006 dan memiliki 3D versi. Pengerjaannya dibantu U.S. graphics company Orphanage (pembuat Sin City dan Hellboy) setelah sebelumnya gagal deal dengan New Zealand's Weta Workshop (pembuat trilogi The Lord of The Rings). Semoga suatu hari kelak film Indonesia juga akan dibuat dengan teknologi secanggih ini, marilah kita berdoa!

Diilhami oleh kisah nyata Albert McFarland, warga US yang bekerja di Seoul dan membuang 400 botol lebih cairan kimia ke sungai Han pada tahun 2000, kisah The Host dibuka. Beberapa tahun setelah itu di tepi sungai Han yang indah dan damai, para pengunjung yang berpesiar dikejutkan dengan munculnya mahluk besar yang bergelantungan di jembatan. Mereka berpikir 'barang raksasa' itu adalah salah satu peralatan konstruksi jembatan. Nyatanya itu adalah monster! Walaupun gagal deal dengan pembuat LOTR, teknologi monster yang didapat dari pembuat Hellboy tak kalah keren. Bagus banget! Saya terheran-heran, bagaimana cara special effect team mampu membuat 'monster' raksasa menjadi nyata dan seolah hidup diantara kita semua. Plus, bagaimana cara men-direct histeria massa? Bagaimana caranya mengarahkan orang banyak untuk berlari-lari dengan ekspresi ketakutan? Saya membayangkan seandainya saya ikut dalam kelompok figuran film tersebut pasti saya akan tertawa geli karena 'disuruh berpura-pura lari dikejar monster.' Bisa gagal shooting karena salah ekspresi.

Park Kang Do (Song Kang Ho) tinggal bersama ayahnya yang sudah lansia dan putrinya yang berusia 13thn Park Hyun Seo (Ko Ah Sung). Kang Do pecundang sejati di keluarganya. Dia pengangguran dan hanya bekerja jadi pelayan di kedai kelontongan ayahnya. Sudah estewe kerjanya malas, sering ngantuk, menganggur, rambut dicat blonde, gayanya kayak masih anak SMA (satu lagi peragaan kehebatan Song Kang Ho berakting!). Untung putri tunggalnya cerdas. Walaupun istrinya kabur setelah melahirkan, Kang Do masih dapat hidup bahagia bersama ayah dan adik-adiknya. Kang Do punya satu adik lelaki bernama Park Nam Il (Park Hae Il) yang lulusan universitas namun masih cari-cari kerja dan hobby mabuk. Sementara adik bungsunya perempuan bernama Park Nam Joo (Bae Doo-Na) adalah atlet panahan nasional Korea yang sering meraih medali. Ketiga anak ini patuh pada ayahnya Park Hee Bong (Byun Hee Bong) dan sangat menyayangi anak/ponakan satu-satunya Park Hyun Seo.

Insiden munculnya monster sungai Han berakibat pada bencana nasional. Banyak orang yang menjadi korban dihajar, digigit dan diculik oleh monster raksasa yang menjijikkan ini. Yang wajahnya masih kerabat dengan monster Aliens, monster Predator dan monster-monster imajinasi lainnya dalam film. Keempat orang ini (ayah dan ketiga anaknya) saling menyalahkan karena anak/keponakan/cucu satu-satunya menjadi korban tewas monster sungai Han. Namun suatu ketika Kang Do mendapat telepon aneh dari Hyun Seo, yang ternyata masih hidup. Rupanya ia belum mati dan dibawa oleh monster untuk disembunyikan di rawa-rawa yang menjadi sarangnya. Dari situ perburuan keluarga Park untuk menyelamatkan keturunan terakhir mereka dimulai. Nam Il menggunakan relasinya di bidang telekomunikasi untuk memetakan lokasi keponakannya, sementara Nam Joo banyak menggunakan keahliannya memanah untuk memburu si monster. Walaupun telah mengorbankan nyawa ayah mereka (Park Hee Bong) nyawa keponakan/anak tercinta (Park Hyun Seo) tetap tak dapat diselamatkan (film Korea pelit memberi happy ending). Sebagai gantinya Park Kang Do mengangkat anak Se-Joo (Lee Dong Ho) yang muncul bersama Hyun Seo dan berhasil lolos dari cengkraman monster dalam keadaan masih bernafas. Bintang 3? Karena kisahnya imajinasi (bangeeeuthh,..). :)

foto : berbagai sumber

Thursday, June 2, 2016

Tentang Alice Di Negeri Ajaib

Minggu lalu putri saya mengajak nonton "Alice Through The Looking Glass". Ketika kami tiba di Blitz Grand Indonesia, yang marak diputar adalah "X-Men Apocalypse". Putri saya menolak menonton X-men, "Aku nggak suka," ujarnya. Ia teringat pengalamannya memaksakan diri nonton Naruto dan Starwars yang berakhir dengan kata-kata, "Aku nggak ngerti ceritanya,.." Nyesek udah keluar duit and not so happy about the movie. Sesekali memang kami mengikuti tren, hanya ingin tahu, apa sih yang sedang berlangsung? Tapi kami tidak terlalu suka mengikuti 'gelombang besar' dan membeo dengan pendapat semua orang. Saya sendiri baru menonton AADC2 dan berpendapat, "Lho,..kok ngene?" Tetapi saya ambil positifnya saja dan menyukai semua acara wisata serta kuliner di Yogyakarta, kota tercinta tempat kampus kenangan. Hidup perfilman Indonesia!

Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ibu saya berjualan di pasar dan ia memiliki setumpuk buku/majalah tua yang bertimbun di kiosnya. Saya suka mengobrak-abrik kumpulan buku loakan tersebut walau sering dilarang oleh ibu karena berdebu. Jaman itu saya sering menemukan banyak 'harta' berupa buku-buku keren seperti serial Mahabarata bergambar (komik). Suatu kali saya menemukan buku yang sangat kuning dan buluk. Karena saya masih SD dan bukunya berbahasa Inggris, saya tidak tahu bahwa buku jadoel itu adalah buku "Alice in Wonderland." Saya hanya melihat gambar seorang gadis berambut sebahu yang bercakap-cakap dengan dua lelaki yang bentuknya seperti telur. Keduanya disebut Tweedledum and Tweedledee. Gambar itu saja sudah meninggalkan kesan ajaib bagi saya. Itulah perjumpaan pertama saya dengan Alice!

Alice In Wonderland adalah sastra klasik Inggris. Yang membuat saya terpesona dibaca pada masa lalu, dibaca pada hari ini atau dibaca pada masa yang akan datang, Alice In Wonderland selalu terasa sebagai kekinian. Abadi, bagi saya. Up-to-date terus melewati berbagai jaman. Bagaimana mungkin seseorang pada tahun 1865 mampu mengarang (berkhayal) dan menulis cerita yang ratusan tahun masih disukai dan selalu dibaca. Alice sejatinya adalah kisah kanak-kanak, buku cerita anak. Jika dibaca oleh anak-anak akan terasa bagai dongeng pengantar tidur yang imajinatif dan sangat menghibur. Tetapi jika dibaca oleh orang dewasa, kisah ini sarat pesan dan makna kehidupan. Kadang-kadang saya merinding membayangkan betapa cerdasnya Lewis Carroll alias Charles Dodgson. Charles adalah ahli matematika Inggris. Jadi saya simpulkan logika yang digunakan Charles dalam menulis sangatlah kuat. Tak terbantahkan hingga berbagai jaman. Sebab siapakah yang dapat membantah bahwa 2+1 tidaklah sama dengan 3 ?

Alice in Wonderland menceritakan tentang seorang gadis yang tertidur leyeh-leyeh dan bermimpi aneh di siang bolong. Mimpinya absurd tetapi kisahnya dapat diikuti dan dicerna sekalipun tak masuk di akal. Sebagai pembaca kita akan mendapat alasan kuat untuk kisah ajaib dalam buku tersebut, "Namanya juga orang tidur dan ngimpi, ceritanya bisa ngaco dan amburadul sesukanya. Nggak bisa diprotes!" Alice terjatuh dalam lubang gelap yang panjang karena terpesona pada seekor kelinci putih. Ia ingin tahu dan mengikuti gerak-gerik si kelinci putih yang pandai bicara itu. Jatuh ke dalam lubang tidak membuat Alice cidera atau gegar otak malahan ia menemukan makanan aneh dalam wadah yang bertuliskan "eat me" dan minuman aneh yang bertuliskan "drink me." Setelah makan dan minum, Alice berubah menjadi sebesar raksasa atau menciut sekecil semut. Dengan perbedaan drastis ukuran tubuh, Alice dapat mengatur dirinya masuk dalam lubang lain yang lebih kecil dan berpindah ke pengalaman lainnya.

Berikut beberapa petikan dari Alice In Wonderland:

“Who in the world am I? Ah, that’s the great puzzle.” -- Siapakah saya di dunia ini? Ah, ini adalah teka-teki besar. Kadang-kadang manusia hidup ala kadarnya. Tidak tahu tujuan, cita-cita atau kehendak terbaik sesuai ijin Tuhan. Siapa saya? Akan menjadi apa saya kelak?

“I can’t go back to yesterday because I was a different person then.” -- Saya tidak dapat kembali ke hari kemarin karena di masa lalu saya adalah orang yang berbeda. Seringkali manusia mengeluhkan masa lalu ini dan itu. Dulu gue begini, dulu gue begitu. Tentu saja tidak ada seorang pun yang dapat kembali ke masa lalu. Percuma dikeluhkan!

“If everybody minded their own business, the world would go around a great deal faster than it does.”-- Jika semua orang hanya mengurusi urusannya sendiri, dunia ini akan berputar jauh lebih cepat dari yang seharusnya. Dalam kehidupan akan selalu ada orang-orang yang gemar mencampuri urusan orang lain, kepo, sok tahu dan sok ngatur. Itu sudah menjadi hukum alam di kehidupan dunia ini yang sehari berlangsung selama 24 jam.

“Where should I go?" -Alice. "That depends on where you want to end up." - The Cheshire Cat.”-- "Kemanakah saya harus pergi?" -- Tanya Alice. "Itu tergantung kemana tujuan akhirmu." Chesire Cat menjawab. -- Manusia sering membual. Saya ingin ini dan saya ingin itu. Tetapi segalanya hanya berhenti pada kata-kata tanpa upaya keras untuk mewujudkannya. Jika seseorang hendak pergi, yang pertama kali harus diketahuinya adalah tujuan. Tujuan setiap manusia berbeda masing-masing harus mampu mengukur dan mengendalikan ambisinya dengan baik.

“Have i gone mad? I'm afraid so, but let me tell you something, the best people usualy are.” -- Apakah saya sudah gila? Sepertinya iya, tetapi kuberitahukan sesuatu, orang-orang terbaik biasanya perilakunya memang gila. (Contoh : Einstein, Newton, da Vinci).

Monday, January 25, 2016

Drama 02 - Kita Lihat Saja Bagaimana Akhir Kisah Ini (Que Sera Sera) ****

Eun Soo & Jun Hyuk
Seperti yang sudah saya duga, 'keracunan' drama Korea sangat buruk bagi kesehatan jiwa saya. Menghabiskan banyak waktu di depan pesawat televisi, menguasai semua remote, menghabiskan stock snacks. Pokoknya buruk! Ada beberapa drama Korea yang saya tonton hingga hari ini. Tapi drama "Que Sera Sera" yang dimainkan oleh empat bintang Korea ini (Eric Mun, Jung Yu-mi, Lee Kyu-han dan Yoon Ji-hye) sangat menggugah perasaan. Magnificent! Termasuk drama Korea bintang lima bagi saya. Keempat aktor/aktris entah karakter aslinya memang demikian, atau sangat canggih pemahamannya terhadap naskah, mampu menjiwai peran dengan sangat baik. Catatan ringan hanya untuk Lee Kyu-Han yang berperan sebagai Jun-Hyuk Oppa (oppa = kakak = abang; panggilan dari gadis pada pemuda teman dekat). Aktingnya sedikit dangkal dibanding yang lain tetapi lumayan masuk ke dalam 'permainan' drama yang dilakonkan. 

Bagi mereka yang terbiasa emosional dalam kisah percintaan, drama ini seakan mapping (memetakan) mampu menunjukkan, bagaimana sebenarnya perasaan cinta yang sering membuat orang kebingungan dan putus asa dalam menjalaninya. Ada grafik perasaan yang dapat kita ikuti dengan jelas. Kisah ini saya anggap real, tidak mengada-ada. Saya pikir seseorang barangkali pernah mengalami masa-masa putus asa seperti ini dalam bercinta dan mampu menterjemahkan dengan baik pengalamannya dalam sebentuk drama. 

Eun Soo & Tae Joo
Grafik perasaan dimainkan dengan sangat 'brilliant' oleh Eric Mun dan Yu-Mi. Singkatnya, "Kayak beneran terjadi." Eric Mun adalah anggota boyband K-Pop angkatan awal bernama SHINHWA. Pertama ngetop-ngetopnya boyband berasal dari Korea. Ketika saya menanyakan pada putri saya, "Pernah denger Eric Mun nggak yang dari K-Pop boyband Shinhwa?" Putri saya menjawab singkat, "Pernah, tapi boyband-nya udah ga gitu terdengar kayaknya Mami. Itu band jadul." Terus saya jawab, "Dia baru berumur 36 tahun kok,.." Putri saya menjawab lugas, "Iya,....buat bintang K-Pop itu tuakk..." Aisssshhh! 

Ceritanya gini. Kang Tae Joo (Eric Mun) pegawai kelas menengah di sebuah perusahaan swasta adalah buaya kelas kambing. Ia gemar pacaran dengan perempuan-perempuan kaya yang bersedia menanggung biaya hidupnya. Memberi hadiah, membiayai dst. Jadi dia 'suka main perempuan' tapi dia tidak pernah punya perasaan mendalam terhadap perempuan manapun. Semuanya biasa, hanya teman perempuan yang memberikan kenikmatan hidup.

Hae Rin & Tae Joo
Suatu hari Tae Joo ketemu dengan Han Eun Soo (Jung Yu-Mi). Gadis ini ndeso, miskin, rada bloon dan mukanya culun, biasa banget. Datang ke kompleks apartment Tae Joo, mencari adiknya. Saking ndesonya dia nuduh Tae Joo nyulik adiknya, rupanya dia salah apartemen. Setelah ketemu dengan adiknya mereka ternyata bertetangga, tinggal berdekatan di kompleks apartemen tersebut. Walhasil jadi sering ketemu. Tae-Joo rada jengkel karena Eun Soo kerapkali menyebut dia "Ahjussi = Oom" seolah dia tuwek banget. Belum lagi Eun Soo sering minta tolong ini itu (sampai membetulkan pipa ledeng yang bocor) dengan merengek dan pasang muka memelasnya yang ndeso. Karena kasihan Tae Joo jadi sering nolong Eun Soo dengan sendirinya. Terkadang dengan cara menggerutu, marah-marah terganggu, bahkan nonyol-nonyol kepalanya Eun Soo dengan ekspresi, "Kamu itu jadi perempuan kok bloooooon.... banget!"

Lama-lama Eun Soo-nya naksir Tae Joo, karena dianggap cowok yang baik walaupun kasar dan ogah-ogahan. Tapi Tae Joo males ngurusin Eun Soo lebih lanjut, bukan tipe wanita idamannya. Mana bloon dan miskin pula. Tae Joo sempat memberi nasihat pada Eun Soo, "Kamu jangan sembarangan mau sama cowok. Musti hati-hati. Banyak yang nggak bener dan banyak cowok hanya suka manfaatin cewek doang!..." Eun Soo-nya menjawab, "Akh, kamu jangan meremehkan saya. Gini-gini saya juga pernah punya pengalaman jatuh cinta..." Tae Joo tertawa karena ia tahu Eun Soo sangat lugu dan bloon tapi ngeyel/keras kepala sok tahu. Terus ditantangin oleh Tae Joo apakah Eun Soo pernah merasakan ciuman pertama? Akhirnya Eun Soo dicium oleh Tae Joo untuk pertama kali di dalam lift kompleks apartemen mereka. Setelah itu Eun Soo makin jatuh cinta setengah mati dan mengejar-ngejar Tae Joo. Jelas ditolak!

Disisi lain ada Cha Hae Rin (Yoon Ji Hye) dan Shin Jun Hyuk (Lee Kyu Han) yang adalah putri dan putra dari pemilik World Mall di Seoul. Berasal dari keluarga yang kaya raya. Keduanya saling jatuh cinta. Yang putra adalah anak hasil adopsi sehingga percintaan mereka seharusnya dapat berlanjut. Entah mengapa orang-tua Hae Rin si putri kandung pemilik Mall kurang setuju. Mereka mendidik Jun Hyuk untuk menjadi Manager Perusahaan tetapi kurang merestui untuk menjadi menantu, ada masa lalu Jun Hyuk yang masih belum terungkap. Hae Rin melakukan pemberontakan pada kedua orang-tua dan kehidupannya. Dia berupa keras agar agar percintaannya dengan Jun Hyuk direstui. Semuanya gagal karena Jun Hyuk juga tidak berani melawan orang-tua mereka. Keduanya dibesarkan dengan limpahan materi, bahkan Jun Hyuk lulusan sekolah di Amerika. Tapi keduanya tidak terlalu bahagia karena banyak aturan yang harus diikuti. 

Takdir cerita mempertemukan keempat orang ini. Sehingga Hae Rin pada akhirnya justru naksir Kang Tae Joo dan Jun Hyuk jatuh cinta pada Eun-So. Dari plot ini kisah cinta keempatnya dikocok oleh script dengan kuat. Meminjam istilah James Bond, "shaken, not stirred." Tae Joo kemudian menjadi tunangan kebanggan Hae Rin dan Eun-So bahkan diperistri oleh Jun Hyuk. Tapi tetap saja tidak ada yang benar-benar bahagia karena Eun-So dan Tae-Joo masih saling mencintai dengan mendalam. 

Salah satu adegan yang paling menggugah muncul ketika keempatnya berlibur ke Singapore. Jun Hyuk sedang membeli cincin dan berniat melamar Eun Soo. Ketika Hae Rin sedang berjalan-jalan dengan Tae Joo ke pusat perbelanjaan little India. Tiba-tiba saja Tae Joo kabur meninggalkan Hae Rin sendirian di pasar. Ia berlari pulang ke hotel, masuk ke kamar Eun Soo, menciuminya dengan membabi-buta dan mengatakan, "Please,... Kamu jangan jadian dengan Jun Hyuk. Aku mencintai kamu. Aku mencintai kamu,..." Lalu dengan mudahnya Eun-Soo langsung mencampakkan Jun Hyuk yang adalah manager perusahaan besar dan anak orang kaya. Di kemudian hari, ia menemui Jun Hyuk, "Maaf ya,... Tapi mendadak saja Tae Joo bilang bahwa dia mencintai saya. Saya nggak bisa berbuat apa-apa. Saya udah lama banget suka pada dia..." Ini adalah bagian dimana kita selaku penonton akan berkata, "Ini cewek kalau udah tergila-gila sampe nggak inget apa-apa...ngeri beneer.." Saking putus asanya Eun Soo dan Tae Joo saling berkomentar, "Sudahlah kita lihat saja bagaimana akhir kisah kita ini (que sera sera). Aku akan terus mengamatimu...."

all Cast : Hae Rin, Tae Joo, Eun Soo, Jun Hyuk 
Kata-kata yang muncul atau dialog antar karakter sangat tajam dan saling mengiris satu sama lain. Dimana Hae Rin dengan mudahnya merendahkan Tae Jo, "Kamu kan cowok miskin, ...cowok bayaran,.... Asal ada cewek kaya kamu pasti demen. Yang penting kamu bisa nebeng hidup enak. Makanya kamu ikut aku aja,..." Atau bagaimana Eun Soo membalas kebaikan dan kasih sayang Jun Hyuk yang lembut, ganteng, kaya dan baik hati dengan kata-kata, "Saya nggak suka cara kamu selalu ngebela-belain dan menolong saya. Seolah-olah saya ini sangat lemah dan nggak bisa berbuat apa-apa!.." Cara Joon Hyuk dan Tae Joo menolong Eun Soo memang berbeda. Kalau Tae Joo menolong dengan upaya sendiri dan sambil ngomel atau nonyol, "Dasar cewek bloon,.. Udah dikasi tahu, masih aja ngeyel,.." Joon Hyuk karena backgroud-nya kaya raya menggunakan pengaruh dan kekuasaannya untuk selalu menolong Eun Soo. Sementara Hae Rin terlihat sebagai "cewek kelas atas" yang sangat percaya diri dan punya kharisma. Saya sangat suka design busana-busana Hae Rin dalam drama ini.

Ending dari drama yang dirilis tahun 2007 ini agak mengambang. Setelah keempat tokoh putus. Dua tahun kemudian mereka reuni bertiga, Tae Joo, Hae Rin dan Joon Hyuk. Dalam obrolan itu ketiganya lega karena dapat memposisikan diri masing-masing sebagai teman. Sementara Joon Hyuk menyarankan Tae Joo untuk mencoba kembali hubungannya dengan Eun Soo. Walaupun saat terakhir Eun Soo mengatakan jangan saling bertemu lagi supaya tidak saling menyakiti, sepertinya bukan itu maksudnya. Pasti Eun Soo akan tetap gembira jika bertemu kembali dengan Tae Joo. Akhirnya memang Eun Soo berjumpa kembali dengan Tae Joo dan menunggu di depan apartemennya persis kejadian saat pertama kali dulu ia datang dari desa dan bertemu Tae Joo. Bagi saya inti sari kisah ada pada 'keruwetan' ketika mereka berempat saling jatuh cinta dan bersaing untuk memenangkan hati orang yang dicintai. Itu yang saya sebut mapping jatuh cinta. Dalam kehidupan saya pikir terlalu dramatis apabila seseorang selalu ngotot hanya mengikuti perasaannya. Tapi tentu saja saya akan memilih Jun Hyuk Oppa yang baik, lembut, pandai, kaya dan ..hanya ada dalam mimpi. :) 

Foto : berbagai sumber

Wednesday, January 13, 2016

Drama 01 - Pangeran Kopi (Coffee Prince) ****

Annyeonghaseyo,.. Seorang sahabat saya, ketika baru saja pulang dari tour Korea serasa bulan madu. Matanya berbinar-binar bahagia, kisah-kisahnya menggelora dan tentu saja nggak ketinggalan saya kebagian oleh-oleh (ini yang penting!). Sering dirinya membicarakan berbagai drama Korea. Tapi saya kekeuh, berkeras hati. No, I hate Korea! Ealah, kualat kali ya. Putri saya penggemar segala yang serba Korea, almarhum sepupu juga dikabarkan pernah dekat dengan seorang pria Korea, dst. I hate Korea, sebabnya dulu saya bekerja dan berkomunikasi dengan banyak orang-orang Korea. Memang ada yang cukup baik dan ramah, tapi lebih banyak yang kasar dan kurang halus adatnya. Ya, mungkin kultur saya yang serasa keturunan keraton laut kidul nggak cocok dengan budaya Korea. Serba berteriak dan menggertak. Gyaaaaah!...

Yang kedua saya sebal Drama Korea (atau Drama Asia lainnya) karena breath-taking, heart-breaking dan time-consuming. Satu seri bisa sampai dua puluh episode. Bisa lebih. Satu episodenya bisa makan waktu 45-60 menit. Sangat tidak sehat untuk tubuh, hati dan jiwa. Kenapa? Duduk berjam-jam dikasur atau sofa, menonton film berseri, mengenakan piyama, sedia popcorn, susu, dan tissue. Siap-siap menangis bombay terharu dan jatuh hati dengan tokoh utama. Pokoknya saya pikir Drama Korea adalah salah satu 'racun' dunia entertainment yang sangat berbahaya. Sekali keracunan susah sembuh. Dulu banget saya pernah keracunan serial Meteor Garden (Jerry Yan), sampai koleksi CD asli dari Taiwan dan membeli ratusan ribu rupiah. Kalau saya pikir sekarang, gila kali ya? CD-nya sudah teronggok berdebu di sudut lemari. Lalu menonton seri Full House (Rain) dan drama Friends (Won Bin). Thanks to my BFF, Elvira, akhirnya saya keracunan juga, yeayy! Awal tahun ini saya mulai dengan menonton serial Drama Korea lama yang dirilis 2009 -- 1st Shop of Coffee Prince.

RINGKASAN CERITA
Ceritanya sangat termehe-mehe. Bersyukurlah nama tokoh sinetron Indonesia lebih gampang diingat : Doddy, Bram, Anjas, dst. Nama orang Korea? Otak keriting jika mencoba mengingatnya satu-persatu. Go Eun-chan (Yoon Eun-hye), 24 tahun, adalah gadis yang tomboy sejak kecil. Penampilannya seperti lelaki, tingkah lakunya juga demikian. Keluarganya miskin, ibunya janda dan adiknya masih SMA. Untuk menghidupi keluarga, Eun Chan kerja serabutan dari tukang antar pizza, pelayan, menjahit mata boneka, mengupas kentang. Segala dilakukannya. Gayanya tomboy, ugal-ugalan tapi cutie. Baik hati sekaligus menggemaskan. Pokoknya dia nggak malu angkut karung, buang sampah, mengantar susu. Semua dilakukan Eun-Chan supaya dapur ibu dan adiknya tetap bisa ngebul.

Singkat cerita Eun-Chan ketemu cowok tinggi, ganteng, cucu keluarga ternama pemilik perusahaan kopi di Korea (Ouchhh,..so sweet!). Cowok ini usianya hampir 30tahun. Bandel, belum mapan bekerja, tapi kesayangan neneknya. Hartanya banyak, manja tapi baik hati. Cukup cerdas dan bertanggung-jawab. Alasan sebagai keturunan keluarga berpunya membuatnya agak malas untuk segera settled, membenahi hidupnya. Cowok ini Choi Han-kyul (Gong Yoo) lalu menyewa Eun-chan menjadi pacar gay-nya. Dia pikir Eun-Chan adalah seorang pemuda yang berwajah manis. Han-kyul tidak mau buru-buru menikah sekalipun neneknya sudah ngotot mencoba mencarikan jodoh, mempertemukannya dengan banyak wanita. Pertemanan Eun-Chan dan Han-Kyul makin akrab dan berliku ketika Han-Kyul diberi mandat membuka kedai kopi oleh neneknya, sang taipan. Eun-chan direkrut sebagai salah satu pelayan pria/barista kedai kopi. Eun-Chan sangat gembira karena ia menjadi karyawan di kedai tersebut dan tetap merahasiakan identitasnya sebagai seorang gadis. Dari sini plot cerita mulai ‘memanas’ sajian utamanya: romantika percintaan Eun-Chan dan Han-Kyul.

Untuk menambah keseruan kisah percintaan. Ada tokoh pendukung yaitu Choi Han-sung (Lee Sun-kyun), yang merupakan kakak sepupu Han-Kyul. Ganteng, dewasa, produser musik dan cinta pertama Eun-Chan. Rupanya Eun-Chan adalah tukang susu yang tiap hari mengantar ke rumah Han-Sung. Pribadi Han-Sung berbeda dengan adik sepupunya yang kasar, suka berteriak dan emosional. Han-sung mempesona sebagai pria dewasa yang matang, kalem dan mapan dalam bidang pekerjaannya (catet!). Biar makin seru ditambah lagi bumbu cinta segitiga antara Han-Sung, Han-Kyul dan wanita pelukis cantik yang anggun, Han Yoo-Joo (Chae Jung-an). Sampai disini bisa mengingat nama-namanya dengan baik? Syukurlah! Karena panjangnya adalah 17 episode yaitu sekitar 17 jam, tentu saja saya tidak sanggup menuliskan segalanya disini. Nanti malah jadi novel. Ceritanya panjang dengan plot, intrik, klimaks, romance dan anti klimaks yang sebenarnya mudah diduga. Kelebihannya adalah akting para pelakon yang keren abis. Chemistry-nya nyambung banget. Yang saya paling kurang cocok adalah akting pemeran Yoo-Joo, datar dan membosankan. Kurang improvisasi. Siapa saya kok sok menilai? Serasa temen deketnya Woody Allen aja hehe...

KEKUATAN KARAKTER
Suka banget dengan akting pemeran Eun-Chan yang tomboy, mudah berteman, suka menolong, kuat bekerja keras. Akting Eun-Hye sangat ciamik. Bagaimana ia konsisten dengan penampilan rambut pendek berponi dan gaya-gaya anak lelaki. Bisakah anak perempuan dikira anak lelaki? Bisa banget. Dulu saya pernah melakukannya. Syaratnya kurus kering, rambut dipotong pendek dan mengenakan topi pet serta kaus longgar kemana-mana. He-he,.. Patut disanjung akting Eun-Hye dan bagaimana menampakkan betapa ia sangat mencintai Han-Kyul sampai nangis-nangis banjir bandang. Berperan sebagai cowok ganteng yang stunning seperti yang dilakukan Yoo Gong mungkin tidak sulit. Buat saya yang sulit adalah membangun emosi bersama dengan aktris Eun-Hye. Saya hampir yakin keduanya saling naksir di belakang layar. Sampai hari ini kedua aktris dan aktor masih saling memuji. Saya ditipu romantika murahan drama Korea? Barangkali! Biarlah Tuhan juga yang mengampuni.

SETTING LOKASI
Setting lokasinya bikin manusia greget bermimpi tentang pencapaian hidup. Seandainya hidup kita seindah dalam film. Gyaaaah! (Ngegertak gaya Korea). Rumah kediaman Han-Kyul adalah semacam apartemen studio luas yang terletak di lantai teratas gedung bertingkat. Halamannya juga luas, berupa pelataran terbuka. Bisa jemur baju. Bisa memandang kota Seoul diwaktu siang dan malam. Bisa sarapan di luar beratapkan langit. Rumah kediaman Han-Sung adalah semacam villa rumah batu di pegunungan, serasa di Puncak gitu. Penuh kaca-kaca dengan pemandangan hijau taman dan perbukitan. Han-Sung juga memiliki anjing Bearded Collie yang dinamakan Terry namun dipanggil Ssulja oleh Eun-Chan. Beberapa adegan menampakkan  Han-Sung rajin menemani dan mengajak jalan Eun-Chan ketika ia putus asa tentang cinta, sembari membawa anjing kesayangannya yang berbulu tebal itu. Lucu! Belum lagi rumah eksotis si wanita pelukis Yoo-Joo. Karena dikisahkan sebagai seniman, maka ada studio lukis, adegan melukis dan aneka karya di sebuah galery. Keep dreamin’ on! Perhaps in another life (mengeluh sambil goreng tempe dengan serbet dibahu...) hihi...

Kesimpulan utama tentang drama Korea adalah cocok digelari sebagai silent killer. Gimana enggak? Kesibukan ketemu teman, masak, nulis, jalan keluar rumah, baca, bebenah rumah dst bisa kocar-kacir berantakan karena keracunan drama Korea. Salut untuk para sineas di Korea, kok bisa jago banget membuat cerita film, mengaduk emosi penonton dengan karakter-karakter yang dreamy and catchy. Lanjooooot!

Foto: berbagai sumber 

Monday, December 14, 2015

Tiga Pertanyaan Tolstoy

Semalam iseng mencoba mendengar 'audio book.' Ceritanya saya sedang giat dan asyik membaca banyak karya/literatur asing yang tersebar di dunia maya. Menggunakan aplikasi ebook reader saya dapat membaca karya-karya besar seperti Shakespeare, Jane Austen dst. Yep, in english! Sulit dimengerti untuk bahasa Inggris literatur lama. Udah gitu lama-lama mata kok lamur? Faktor U kali yee,... walau saya berusaha mengingkari? Ya sudah untuk menjaga kesehatan mata, saya coba alternatif lain. Sekarang saya coba mendengarkan kisah dengan 'audio book.' Ternyata di youtube banyak sekali naskah-naskah indah yang dibacakan. Jadi kita dapat menikmati karya sastra yang bagus-bagus itu dengan modal mendengarkan (listening). Kalau naskah Indonesia? Pengen banget! Tapi sejauh ini belum lihat ada audio book-nya. 

Untuk pertama kalinya saya mendengarkan naskah karya Leo Tolstoy. Saya pikir bakalan sulit dan menggunakan bahasa Inggris yang njlimet. Ternyata engga tuh! Cerita pendeknya simple dan inspiratif. Kisah Tolstoy yang saya dengarkan adalah, "The Three Questions" atau "Tiga Pertanyaan." Cara penceritaannya sederhana. Mirip seperti dongeng anak-anak HC Anderson. Siapa sih Pak Tolstoy ini? Tolstoy, orang Rusia. Dikatakan sebagai salah satu pujangga besar sepanjang masa. Masih keturunan bangsawan Rusia dan pemuda yang 'mbalelo.' Dia kuliah nggak selesai, kabur! Nggak mau dan nggak sudi belajar. Luntang-lantung nggak karuan, berjudi segala. Akhirnya masuk ketentaraan. Setelah masuk menjadi anggota ketentaraan ini, banyak pengalaman yang dialami Tolstoy maka mulailah beliau menulis. Tolstoy meninggal pada usia 82 di tahun 1910. Karya besarnya adalah 'war and peace' dan 'anna karenina.' Foto mudanya Tolstoy tampan seperti pangeran Rusia, tapi fotonya setelah kakek-kakek tua dan jenggotan seperti Gandalf dalam Lord of The Rings. He-he--he,...

Nah, balik ke karya yang saya baca, 'Tiga Pertanyaan.' Alkisah ada seorang raja yang pandai cendekia. Dia punya gagasan. Jika seseorang : MELAKUKAN SESUATU PADA WAKTU YANG TEPAT, BERINTERAKSI DENGAN ORANG YANG TEPAT DAN MENGERJAKAN HAL YANG TEPAT, orang itu tidak akan pernah gagal sepanjang hidupnya. Artinya bakalan sukses terus sepanjang usia! Bisa jadi kayak Warren Buffett? Si Raja ingin sekali tahu jawab atas pertanyaan-pertanyaan itu. PENGEN DONG SUKSES! Siapa yang nggak pengen? Jadi Raja mencari tahu kemana-mana, SIAPA NIH ORANG YANG TEPAT? KAPAN WAKTU YANG PAS? DAN APA YANG HARUS DILAKUKAN? Tidak ada jawaban yang memuaskan Raja. Akhirnya Raja ingin bertemu Pertapa yang pandai. Pertapa ini terkenal tapi ia menyepi tinggal di hutan, tidak pernah muncul ke kota. Raja khusus menyamar untuk datang ke gubug pertapa yang bijaksana. Pengawal-pengawalnya ditinggal di tepi hutan.

Ketika bertemu pertapa, Raja langsung menanyakan pertanyaan-pertanyaan penting tersebut. Tapi dicuekkin abis-abisan oleh si pertapa. Malah pertapa asyik menggali tanah, hendak menanam sesuatu. Karena tidak tega pada si pertapa yang tampak kelelahan mengolah tanah, Raja membantu pekerjaan pertapa mencangkul tanah. Tak lama kemudian muncul seorang lelaki yang terluka parah. Si Raja juga langsung menolong si lelaki yang terluka itu. Di perban dan di basuh luka-lukanya lalu ditidurkan di kasur pondokan si pertapa. Raja menjadi kelelahan atas berbagai pekerjaan yang dilakukannya hingga ia pada akhirnya juga tertidur pulas semalam suntuk di pondok pertapa.

Keesokan paginya raja terkejut, lelaki yang ditolongnya sudah sembuh. Lelaki itu ternyata adalah saudara dari orang yang pernah dipenggal kepalanya oleh raja. Ia datang ke pondok pertapa hendak membunuh raja! Dendam! Di tepi hutan ia dilukai oleh pengawal-pengawal raja dalam sebuah pertarungan. Namun karena raja justru menolong dan menyembuhkan luka-lukanya, lelaki itu tunduk menyembah kepada raja. Takluk. Ia dan keturunannya berjanji akan menjadi hamba raja yang setia. Raja tentu saja sangat gembira dan bangga. Tindakannya yang heroik berbuah manis. Tetapi masih saja berlanjut ia 'ngenyel' bertanya pada si pertapa, "Apa jawab dari tiga pertanyaanku?"

Si Pertapa menjawab kalem, "Raja, Anda sudah menemukan jawaban dari tiga pertanyaan itu. Kemarin Anda menolong saya mencangkul tanah. Lalu Anda menolong lelaki yang terluka parah. Seandainya Anda pulang dan tidak menolong saya, maka Anda akan terbunuh oleh lelaki yang ingin membalas dendam ini. Dan seandainya Anda tidak menolong lelaki itu, selamanya ia akan mendendam dan mengincar kesempatan untuk membunuh Anda! Jadi WAKTU YANG TERBAIK UNTUK MELAKUKAN SESUATU ADALAH SEKARANG, KETIKA ANDA PUNYA KEKUATAN UNTUK MELAKUKANNYA. ORANG YANG TEPAT UNTUK ANDA ADALAH ORANG YANG SAAT INI BERADA DEKAT DISISI ANDA. DAN HAL YANG TEPAT UNTUK DILAKUKAN ADALAH PERBUATAN BAIK."

Makjlebs ya? Terimakasih Pak Tolstoy, ceritanya super!

foto: wikipedia

Wednesday, September 30, 2015

Dibutuhkan : Para Badut Untuk Menghibur

Samar-samar lagu ini pernah melintas dalam ingatan saya, 'Send In The Clowns' -- Kesannya lagu aneh, judul lagu kok 'Tolong kirim para badut'. Ternyataaaaaa,... ternyatanya panjang karena lagu ini punya makna sedalam sumur 50 meter! Mungkin lebih. Send In The Clowns adalah lagu yang ditulis oleh  Stephen Sondheim pada tahun 1973. Lagu ini dimasukkan sebagai bagian dari drama musikal 'A Late Night Music'. Drama musikal inipun perpanjangan tangan dari film populer Ingmar Bergman berjudul 'Smiles of A Summer Night'. Pencipta lagunya jago banget karena menulis lagu sedih sebening kristal hanya dalam waktu dua hari! Pemeran dalam drama musikal di thn 1973 tersebut adalah aktris Glynis Johns. Sondheim menonton aktingnya kemudian langsung terinspirasi mencipta lagu. Glynis sendiri juga aktris yang ngetop dong! Dia adalah pemeran Winifred Banks dalam film inspirasi Disney sepanjang masa : Mary Poppins. Ibu Glynis sekarang sudah berusia 91 tahun.

Desiree memperkenalkan Frederika pada Fredrik
Dibutuhkan : Para Badut! Ceritanya sediiiiiiih banget. Ketika muda Desiree adalah aktris yang terkenal. Pacarnya banyak dan gonta-ganti. Seorang pengacara pria bernama Fredrik jatuh cinta mati-matian pada Desiree namun ditolak mentah-mentah. Alasannya cliche, Desiree merasa dirinya masih muda, cantik, populer dan berhak menerima perhatian banyak pria. Pada malam mereka berpisah ternyata Desiree hamil dan memiliki seorang anak perempuan yang diberi nama Frederika. Berbelas tahun kemudian Desiree berjumpa lagi dengan Fredrik, kekasih lama yang memberikannya seorang putri. Namun Fredrik tidak tahu bahwa dirinya memiliki seorang anak perempuan dari Desiree. Nah, udah sama-sama estewe, Desiree mengajak Fredrik menikah. Namun sekarang giliran Fredrik yang menolak mentah-mentah gegara dia baru saja menikah dengan daun muda, gadis belia yang usianya jauh dibawah Fredrik. Padahal si gadis tidak berminat pada Fredrik, malah kabur dengan anak lelaki Fredrik. Iya, si Fredrik juga dulu sudah menikah dan punya anak dari perkawinan sebelumnya! Ember, ceritanya rumit,...

Ditinggal kabur pengantin wanita yang tak pernah seranjang dengannya Fredrik akhirnya menerima kembali Desiree menjadi pasangannya. Lagu Send in The Clowns adalah lagu jeda per-adegan ketika Desiree kecewa mengajak Fredrik jadian lagi tapi malah ditolak. Isn't that life? Tidakkah kehidupan seperti itu? Ketika kita mencintai seseorang, orang tersebut seenak hati mencampakkan kita? Ketika kita telah melupakan, orang itu kemudian ingin kembali lagi bersama dengan kita (khususnya ketika sedang dalam masa kesusahan!). That's why dalam pernikahan sesungguhnya ada janji bermaterai atas nama Tuhan, through good times and bad times, melalui masa-masa bahagia maupun masa-masa kesusahan bersama. Setelah melampaui waktu pernikahan tidak lagi berwujud fisikal namun lebih berwujud spiritual dalam ikatan saling pengertian (understanding), bukan sekedar ketertarikan fisik (karena masa-masa itu sudah lewat! Sudah tua-ompong-peot apanya yang mau dipuja?He-he..). Karakter lagu yang bening, sedikit monoton namun sangat sedih dicocokkan Sondheim dengan karakter suara Glynis Johns. Miss Johns jago acting tapi tak mungkin juga ia sekaligus jago nyanyi jejeritan kaya Mariah Carey. Itulah keunikan lagu ini, diciptakan khusus untuk Desiree yang diperankan Glynis Johns. 

Glynis Johns 'Desiree'
Bagimana dendang Desiree ketika 'melamar' pria yang memberikan satu-satunya anak bagi dirinya dan ditolak? Simak 'Send In The Clowns'! Lagu ini berisikan keluh-kesah dan penyesalan Desiree ketika Fredrik ngotot hendak mempertahankan pengantin wanitanya yang muda belia. Betapa kisah cinta itu seringkali penuh ironi. Dulu dikejar-kejar, sekarang mengajak nikah dan ditolak pula. Desiree begitu sedih dan putus asa sehingga ia ingin melihat pertunjukan para badut/ kekonyolan untuk menghibur dirinya. Terkadang seseorang sedemikian patah hati sehingga untuk mengalihkan kesedihan ia memaksakan diri mencari kegembiraan atau pertunjukan jenaka. Pada akhirnya Desiree tersadar yang menjadi badut-badut dalam kehidupan adalah dirinya sendiri dan Fredrik, karena mereka tak pernah sepakat tentang cinta. Aih,...sedihnya! Send in the clowns please...tapi jangan dari MacD, karena biasanya mereka hanya kirim ayam...

Isn't it rich, aren't we a pair?
Me here at last on the ground
You in mid-air
Send in the clowns

Isn't it bliss, don't you approve?
One who keeps tearing around
One who can't move
Where are the clowns? Send in the clowns

Just when I stopped opening doors
Finally knowing the one that I wanted was yours
Making my entrance again with my usual flair
Sure of my lines no one is there

Don't you love farce? My fault I hear
I thought that you'd want what I want
Sorry my dear but where are the clowns?
There ought to be clowns, quick send in the clowns

What a surprise, who could foresee?
I've come to feel about you what you felt about me
Why only now when I see that you've drifted away
What a surprise, what a cliche?

Isn't it rich, isn't it queer?
Losing my timing this late in my career
And where are the clowns? Quick send in the clowns
Don't bother they're here

TOLONG KIRIM PARA BADUT

Tidakkah bermakna, tidakkah kita sejoli?
Pada akhirnya ku disini menjejak bumi
Dan kau justru mengambang di udara
Tolong kirimkan para badut

Beginilah bahagia, tidakkah kau setuju?
Seseorang yang memporak-porandakan hati (desiree)
Seseorang yang tak mampu berpaling (fredrik)
Tolong kirimkan para badut

Tepat ketika aku berhenti membuka berbagai pintu
Ketika kusadar yang kuinginkan adalah milikmu
Memasuki gerbang kembali dengan pikiran tajamku
Meyakini garis takdirku takkan ada orang lain disana

Tidakkah kau menyukai pertunjukan jenaka? Yang kudengar kesalahan ada padaku
Kupikir kau menginginkan hal yang juga kuinginkan
Maaf sayang, tetapi dimanakah pada badut?
Seharusnya ada badut-badut, tolong segera kirimkan para badut

Sangat mengejutkan, siapa yang dapat meramal?
Aku mulai merasakan apa yang pernah kaurasakan tentangku
Kenapa baru sekarang kusadari ketika kau beranjak pergi
Sungguh mengejutkan, sungguh cliche!

Tidakkah bermakna, tidakkah timpang?
Aku kehilangan momenku dimasa akhir pencapaianku
Dan dimanakah para badut? Tolong cepat kirimkan para badut
Sudahlah tak usah, tokh mereka ada disini....

Saturday, August 22, 2015

Emprit Ganthil Dimuat Di Femina Agustus 2015

Sudah lama saya punya cita-cita karya penulisan saya harus dimuat di majalah FEMINA. Cita-citanya dari kapan saya lupa. Saya pembaca Femina sejak remaja. Ibu dan Nenek sering membeli majalah yang usianya kurang lebih sebaya dengan saya ini. Menurut saya kalau bisa menulis dan dimuat di majalah Femina akan menjadi tolok ukur pencapaian tersendiri bagi saya. Mengapa? Karena seleksinya cukup sulit. Biasanya tulisan yang bisa 'goal' rata-rata karakternya wanita dan tangguh. Lalu kisah juga mengalir dengan bahasa yang 'semi sastra'. Ini artinya tidak sastra banget dan tidak menulis dengan penyebutan 'lu-gue.' Aih, pliss deh,.. lu gimana sih? Masih aja nulis lu-gue? Tenang, saya juga masih nulis lu-gue kok. Hi-hi. Tapi lihat-lihat di media mana saja yang masih bisa lu-gue dan mana yang tidak. Saya pikir kayaknya susah nih, nembus FEMINA. Apakah saya sanggup melakukannya?

Setiap kali ada "SAYEMBARA PENULISAN FEMINA" Pasti saya memaksa diri untuk ikut. Beberapa kali saya mengirim cerpen dan gagal dengan sukses. Kalau dipikir memang cerpen yang saya kirim mungkin 'dangkal' dan terlalu biasa. Suatu ketika, tahun lalu, karena sedang 'mood' menulis, saya berhasil menyelesaikan sebuah novelet sepanjang 40 halaman penulisan. Diutak-atik, dibaca bolak-balik, saya merasa novelet ini sedih dan mengharukan. Sesedih perasaan saya ketika menuliskannya. Yang ini terinspirasi pengalaman pribadi dan diFIKSIkan. Hal yang tidak mudah dan sebenarnya saya kurang suka menuliskan kisah pribadi. Tetapi kesedihan itu terus ada, seolah dia berkata, "Aku akan selalu membuatmu bersedih, terkecuali jika kamu menuliskannya." Jadi akhirnya saya menuliskan novelet itu. Paragraf demi paragraf dengan airmata yang kerap mengalir. Novelet ini akhirnya 'menyentuh' hati para pengurus redaksi FEMINA dan lolos untuk diterbitkan. Jadi beberapa kali mengirim CERPEN ke FEMINA gagal melulu. Mengirimkan Novelet dua kali, yang kedua langsung goal, dinyatakan siap tayang. Tuhan itu penuh kejutan. Seandainya saya lolos dalam naskah CERPEN, maka hanya akan 1x bertayang di FEMINA. Tetapi karena lolosnya cerita bersambung malahan 3-4x bertayang di FEMINA selama beberapa edisi.

Ketika menyampaikan kabar sukacita ini, sahabat-sahabat sejati turut gembira. Teman-teman di dunia penulisan juga menyampaikan selamat. Beberapa orang mungkin basa-basi ikut senang, entah dalam hatinya. Tidak jadi masalah. Yang menakutkan adalah diri sendiri dengan luapan emosi jiwa. Antara senang, bangga, takut. Senang karena baru kali ini mampu menulis dan menembus majalah kesayangan. Bangga karena memang karya sendiri, mikir sendiri dan gulung koming sendiri. Takut, kalau setelah ini tidak ada hal-hal yang mampu menjadi tolok ukur sebuah pencapaian bagaimana? Kalau mandeg begini-begini doang bagaimana? Makanya harus mampu mengingatkan diri sendiri. Kalau ada keberhasilan itu adalah Tuhan yang mengijinkan. Kalau diberi kegagalan artinya Tuhan masih ingin agar kita terus belajar, berusaha dan memperbaiki diri. Bangga kecil-kecilan boleh saja sesekali tokh itu pencapaian diri saya pribadi. Tapi kalau baru segitu doang udah nyombongnya kaya gajah bengkak. Nggak perlulah. Selalu masih ada celah bagi manusia untuk terus berkarya dan menyempurnakan hasil kreasinya. Thank You God!

Monday, June 15, 2015

Mengubur Kenangan

"Sudahlah Ma, kumpulkan saja barang-barang itu. Besok tukang loak akan datang mengambilnya. Alat-alat musik akan kucoba jual melalui internet." Suara Kevin menyentakkan lamunan, mata Meinar masih nanar memandang tumpukan barang yang menggunung di gudang. 

Sekarung pakaian, diantaranya ada kemeja pria, celana panjang dan beberapa pakaian dalam. Disudut ada dua buah terompet, sebuah clarinet dan gitar yang tersandar di dinding. 

Kedua anaknya tidak ada yang pandai bermain musik seperti bapaknya. Dua-duanya sudah mencoba mengikuti kursus musik, tapi satupun tak ada yang mampu menyelesaikan. Putus di tengah jalan. Yang sulung sekarang sudah menjadi pengacara dan Kevin putra bungsunya bekerja dibidang akunting.

Barry si sulung telah menikah dan pindah ke Semarang. Hanya Kevin yang masih menemani Meinar di rumah. Itupun dalam waktu tiga bulan lagi perhelatan pernikahannya dengan Santy akan segera digelar. Meinar termangu. Artinya ia akan benar-benar dipojokkan pada sebuah sudut. Ditinggal sendiri, untuk menyendiri, jadi tua, mengering, lalu mati.

Air mata mulai menggenang di sudut mata. Meinar tak mau Kevin melihat air matanya. Bukannya menghibur biasanya Kevin akan sedikit kesal dan menganggap Meinar cengeng. 

Kedua anaknya lelaki. Barry sedikit lebih sabar dari adiknya tapi pada hakekatnya sama, mereka sering menganggap Meinar 'Mama Cengeng.' Hanya karena Meinar mudah menangis jika merasa sedih. Tentu saja Meinar cengeng dan seharusnya diperbolehkan cengeng, bukankah Meinar seorang perempuan?

"Bagaimana kalau bulan depan saja barang-barang ini diloakkan Kev? Jangan bulan ini?" Tanya Meinar mencoba menawar.

"Ma,... sudah dua tahun lebih, Mama masih saja menyimpan semua barang-barangnya. Untuk apa Ma? Kalau Mama tidak ingin menjual atau meloakkannya, setidaknya berikan pada orang yang masih membutuhkan barang-barang ini. Pakaian-pakaian Papa sudah mulai menguning dan bau tengik. Terlalu lama Mama menyimpan semua ini di karung. Belum lagi alat-alat musik Papa, begini banyak barang hanya teronggok tak berguna." Tangis Meinar langsung pecah. 

Kevin diam. Ada kalanya ia tahu bahwa ia sudah keterlaluan. Ada kalanya Meinar menang tanpa perlu bicara dengan lelaki-lelaki yang ada di rumahnya. Cukup dengan menangis, lalu Meinar memenangkan semua pertarungan. Memang senjata yang sedikit licik, tapi masih ampun digunakan kaum hawa hingga kini. 

Setengah jam Meinar menangis. Bukan karena ia marah pada Kevin tetapi karena ia menyadari bahwa ia sudah harus berhadapan dengan kenyataan. Meinar harus membuang semua barang-barang yang teronggok tak berguna. Semakin lama menyimpannya semakin sulit bagi Meinar untuk melepaskan semuanya.

"Ma, maafkan aku. Tapi tempat ini terlihat sangat penuh. Tidak ada salahnya kalau kita keluarkan barang-barang Papa dari gudang dan kita hibahkan pada orang lain bukan?"

"Lagipula aku tahu Mama sering bolak-balik ke kamar ini, melihat barang-barang Papa dan termenung. Aku takut Mama terlalu lama menanggung beban rasa kehilangan Papa. ... Tapi terserah Mama, kalau masih mau ditunda lagi untuk membereskan gudang ini tidak apa-apa juga,..."

Meinar mengangkat tangan, "Jangan! Kamu benar Kev, Mama terlalu lama menahan semua barang-barang ini digudang. Menjadi mubazir. Padahal orang lain masih dapat memanfaatkan barang-barang ini."

"Besok kamu atur saja supaya tukang loak datang dan mengambil semua barang-barang bekas milik Papa. Mama cuma minta satu terompet yang paling kecil ditinggalkan untuk Mama. Itu satu-satunya barang kenangan tentang Papamu yang ingin Mama simpan."

Kevin mengangguk lalu merangkul Meinar, "Kenapa Mama menyimpan semua barang-barang ini Ma? Terlalu lama Mama menyimpannya. Barang-barang ini sudah nyaris menjadi sampah yang tidak berguna, Ma."

Meinar terisak dalam pelukan putra bungsunya, "Mama takut lupa tentang Papa. Kalau Mama buang semua barang ini, Mama lambat laun akan melupakan Papa."

"Jangankan tentang Papamu yang sudah tiada, kejadian yang baru saja terjadi seminggu lalu Mama sudah mulai lupa. Mama mulai pikun Kev!" Lalu Meinar mulai terisak lagi. Sedih dan bingung.

Meinar benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa suami. Tanpa kedua anaknya. Barry sudah berkeluarga dan Kevin sebentar lagi juga akan menikah. Dengan menimbum barang-barang suaminya, Meinar masih merasakan kehadirannya, seolah ia tak merana sendiri saja di dunia ini. 

"Ma, kenapa harus takut? Aku dan Barry nggak akan mungkin meninggalkan Mama. Kami akan selalu menjaga Mama. Dan Mama nggak usah khawatir, Mama bebas untuk memilih apakah tinggal bersama denganku atau tinggal bersama dengan Barry. Pokoknya kami berjanji, Mama nggak akan kesepian."

"Sungguh?" Meinar tersenyum dan harapan mulai muncul lagi dalam hatinya bahwa ternyata anak-anaknya tidak begitu saja melupakan dan menelantarkan dirinya. Mereka ternyata sangat memperhatikan dan menyayangi Meinar. 

Tiba-tiba saja Santy muncul di pintu gudang, ia tersenyum lebar dan langsung memeluk Meinar, "Nah ya,.. pada ngumpul disini. Pantas dari tadi aku memanggil-manggil dari pintu depan tidak ada yang muncul. Ternyata kamu dan Mama ngumpet disini!" 

Sudah sejak lama calon menantunya itu memanggil Meinar dengan sebutan Mama dan memang ia menjadi anak perempuan yang tak pernah dimiliki Meinar. Sikapnya selalu ceria, membuat hari yang paling mendungpun mendadak cerah. 

Kadang Meinar heran, bagaimana Santy yang selalu ceria dapat bertahan dengan sikap Kevin yang kebanyakan serius, tegas dan lugas? Mungkinkah Santy yang banyak mengalah? Atau mungkin Kevin yang menyesuaikan diri dengan gaya Santy? 

"Ayo Ma, kita ke dapur. Santy bawa jajanan, tadi beli beberapa kue kesukaan Mama. Ada kue cucur dan lemper ayam. Mama suka kan?" Bujuknya sambil mengajak Meinar keluar dari gudang. 

Meinar tersenyum bahagia, melangkah keluar dari gudang, membiarkan dirinya dibimbing oleh Santy. Untuk apa lagi menyimpan semua barang rongsokan mendiang suaminya? Kevin benar, besok pagi semua barang-barang itu harus dibuang keluar dari gudang.

Kevin yang masih tertinggal sendiri di gudang melenguh, menarik nafas panjang ketika tiba-tiba saja telepon genggamnya berbunyi. Diliriknya sejenak. Ternyata nomor telepon Barry, kakaknya.

"Bagaimana keadaan Mama?" Kakaknya tanpa basa-basi langsung bertanya.

"Masih sama."

"Lalu bagaimana persiapan pernikahanmu?"

"Masih lancar dan sesuai rencana, tentu saja."

"Papa bagaimana?"

"Katanya sih dia akan datang ke pernikahan."

"Dengan siapa?"

"Tentu saja dengan Anindita. Dengan siapa lagi?"

Kali ini giliran suara di seberang sana yang melenguh panjang seolah ada beban berat yang menghimpit dada dan mecekik leher. 

"Lalu bagaimana dengan Mama?" Tanya Barry lagi.

"Dia tidak akan ingat. Dia tidak ingat tentang Papa yang meninggalkannya untuk kawin lagi." Kevin menjawab pendek. 

"Baiklah, minggu depan aku akan menilponmu lagi." 

Ketika kakaknya mematikan telepon diseberang sana, hati Kevin merasa sangat sedih. Kasihan Mama, penyakit pikunnya makin parah. Tapi setidaknya yang terkubur dalam benak Mama adalah kenangan manis dan bukannya kenangan pahit.