Annyeonghaseyo,.. Seorang sahabat
saya, ketika baru saja pulang dari tour Korea serasa bulan madu. Matanya
berbinar-binar bahagia, kisah-kisahnya menggelora dan tentu saja nggak
ketinggalan saya kebagian oleh-oleh (ini yang penting!). Sering dirinya
membicarakan berbagai drama Korea. Tapi saya kekeuh, berkeras hati. No, I hate
Korea! Ealah, kualat kali ya. Putri saya penggemar segala yang serba Korea,
almarhum sepupu juga dikabarkan pernah dekat dengan seorang pria Korea, dst. I
hate Korea, sebabnya dulu saya bekerja dan berkomunikasi dengan banyak
orang-orang Korea. Memang ada yang cukup baik dan ramah, tapi lebih banyak yang
kasar dan kurang halus adatnya. Ya, mungkin kultur saya yang serasa keturunan
keraton laut kidul nggak cocok dengan budaya Korea. Serba berteriak dan
menggertak. Gyaaaaah!...
Yang kedua saya sebal Drama Korea
(atau Drama Asia lainnya) karena breath-taking, heart-breaking dan
time-consuming. Satu seri bisa sampai dua puluh episode. Bisa lebih. Satu
episodenya bisa makan waktu 45-60 menit. Sangat tidak sehat untuk tubuh, hati
dan jiwa. Kenapa? Duduk berjam-jam dikasur atau sofa, menonton film berseri,
mengenakan piyama, sedia popcorn, susu, dan tissue. Siap-siap menangis bombay
terharu dan jatuh hati dengan tokoh utama. Pokoknya saya pikir Drama Korea
adalah salah satu 'racun' dunia entertainment yang sangat berbahaya. Sekali
keracunan susah sembuh. Dulu banget saya pernah keracunan serial Meteor Garden
(Jerry Yan), sampai koleksi CD asli dari Taiwan dan membeli ratusan ribu
rupiah. Kalau saya pikir sekarang, gila kali ya? CD-nya sudah teronggok berdebu
di sudut lemari. Lalu menonton seri Full House (Rain) dan drama Friends (Won
Bin). Thanks to my BFF, Elvira, akhirnya saya keracunan juga, yeayy! Awal tahun
ini saya mulai dengan menonton serial Drama Korea lama yang dirilis 2009 -- 1st
Shop of Coffee Prince.
Ceritanya sangat termehe-mehe. Bersyukurlah
nama tokoh sinetron Indonesia lebih gampang diingat : Doddy, Bram, Anjas, dst.
Nama orang Korea? Otak keriting jika mencoba mengingatnya satu-persatu. Go
Eun-chan (Yoon Eun-hye), 24 tahun, adalah gadis yang tomboy sejak kecil.
Penampilannya seperti lelaki, tingkah lakunya juga demikian. Keluarganya
miskin, ibunya janda dan adiknya masih SMA. Untuk menghidupi keluarga, Eun Chan
kerja serabutan dari tukang antar pizza, pelayan, menjahit mata boneka,
mengupas kentang. Segala dilakukannya. Gayanya tomboy, ugal-ugalan tapi cutie.
Baik hati sekaligus menggemaskan. Pokoknya dia nggak malu angkut karung, buang
sampah, mengantar susu. Semua dilakukan Eun-Chan supaya dapur ibu dan adiknya
tetap bisa ngebul.
Singkat cerita Eun-Chan ketemu
cowok tinggi, ganteng, cucu keluarga ternama pemilik perusahaan kopi di Korea
(Ouchhh,..so sweet!). Cowok ini usianya hampir 30tahun. Bandel, belum mapan
bekerja, tapi kesayangan neneknya. Hartanya banyak, manja tapi baik hati. Cukup
cerdas dan bertanggung-jawab. Alasan sebagai keturunan keluarga berpunya
membuatnya agak malas untuk segera settled, membenahi hidupnya. Cowok ini Choi
Han-kyul (Gong Yoo) lalu menyewa Eun-chan menjadi pacar gay-nya. Dia pikir
Eun-Chan adalah seorang pemuda yang berwajah manis. Han-kyul tidak mau
buru-buru menikah sekalipun neneknya sudah ngotot mencoba mencarikan jodoh,
mempertemukannya dengan banyak wanita. Pertemanan Eun-Chan dan Han-Kyul makin
akrab dan berliku ketika Han-Kyul diberi mandat membuka kedai kopi oleh
neneknya, sang taipan. Eun-chan direkrut sebagai salah satu pelayan
pria/barista kedai kopi. Eun-Chan sangat gembira karena ia menjadi karyawan di
kedai tersebut dan tetap merahasiakan identitasnya sebagai seorang gadis. Dari
sini plot cerita mulai ‘memanas’ sajian utamanya: romantika percintaan Eun-Chan
dan Han-Kyul.
Untuk menambah keseruan kisah
percintaan. Ada tokoh pendukung yaitu Choi Han-sung (Lee Sun-kyun), yang
merupakan kakak sepupu Han-Kyul. Ganteng, dewasa, produser musik dan cinta
pertama Eun-Chan. Rupanya Eun-Chan adalah tukang susu yang tiap hari mengantar
ke rumah Han-Sung. Pribadi Han-Sung berbeda dengan adik sepupunya yang kasar,
suka berteriak dan emosional. Han-sung mempesona sebagai pria dewasa yang
matang, kalem dan mapan dalam bidang pekerjaannya (catet!). Biar makin seru ditambah
lagi bumbu cinta segitiga antara Han-Sung, Han-Kyul dan wanita pelukis cantik
yang anggun, Han Yoo-Joo (Chae Jung-an). Sampai disini bisa mengingat
nama-namanya dengan baik? Syukurlah! Karena panjangnya adalah 17
episode yaitu sekitar 17 jam, tentu saja saya tidak sanggup menuliskan
segalanya disini. Nanti malah jadi novel. Ceritanya panjang dengan plot,
intrik, klimaks, romance dan anti klimaks yang sebenarnya mudah diduga.
Kelebihannya adalah akting para pelakon yang keren abis. Chemistry-nya nyambung
banget. Yang saya paling kurang cocok adalah akting pemeran Yoo-Joo, datar dan
membosankan. Kurang improvisasi. Siapa saya kok sok menilai? Serasa temen
deketnya Woody Allen aja hehe...
KEKUATAN KARAKTER
Suka banget dengan akting pemeran
Eun-Chan yang tomboy, mudah berteman, suka menolong, kuat bekerja keras. Akting
Eun-Hye sangat ciamik. Bagaimana ia konsisten dengan penampilan rambut pendek
berponi dan gaya-gaya anak lelaki. Bisakah anak perempuan dikira anak lelaki?
Bisa banget. Dulu saya pernah melakukannya. Syaratnya kurus kering, rambut
dipotong pendek dan mengenakan topi pet serta kaus longgar kemana-mana.
He-he,.. Patut disanjung akting Eun-Hye dan bagaimana menampakkan betapa ia
sangat mencintai Han-Kyul sampai nangis-nangis banjir bandang. Berperan sebagai
cowok ganteng yang stunning seperti yang dilakukan Yoo Gong mungkin tidak
sulit. Buat saya yang sulit adalah membangun emosi bersama dengan aktris
Eun-Hye. Saya hampir yakin keduanya saling naksir di belakang layar. Sampai
hari ini kedua aktris dan aktor masih saling memuji. Saya ditipu romantika
murahan drama Korea? Barangkali! Biarlah Tuhan juga yang mengampuni.
SETTING LOKASI
Setting lokasinya bikin manusia
greget bermimpi tentang pencapaian hidup. Seandainya hidup kita seindah dalam
film. Gyaaaah! (Ngegertak gaya Korea). Rumah kediaman Han-Kyul adalah semacam
apartemen studio luas yang terletak di lantai teratas gedung bertingkat.
Halamannya juga luas, berupa pelataran terbuka. Bisa jemur baju. Bisa memandang
kota Seoul diwaktu siang dan malam. Bisa sarapan di luar beratapkan langit.
Rumah kediaman Han-Sung adalah semacam villa rumah batu di pegunungan, serasa
di Puncak gitu. Penuh kaca-kaca dengan pemandangan hijau taman dan perbukitan.
Han-Sung juga memiliki anjing Bearded Collie yang dinamakan Terry namun
dipanggil Ssulja oleh Eun-Chan. Beberapa adegan menampakkan Han-Sung rajin menemani dan mengajak jalan
Eun-Chan ketika ia putus asa tentang cinta, sembari membawa anjing
kesayangannya yang berbulu tebal itu. Lucu! Belum lagi rumah eksotis si wanita
pelukis Yoo-Joo. Karena dikisahkan sebagai seniman, maka ada studio lukis,
adegan melukis dan aneka karya di sebuah galery. Keep dreamin’ on! Perhaps in
another life (mengeluh sambil goreng tempe dengan serbet dibahu...) hihi...
Kesimpulan utama tentang drama Korea adalah cocok digelari sebagai silent killer. Gimana enggak? Kesibukan ketemu teman, masak, nulis, jalan keluar rumah, baca, bebenah rumah dst bisa kocar-kacir berantakan karena keracunan drama Korea. Salut untuk para sineas di Korea, kok bisa jago banget membuat cerita film, mengaduk emosi penonton dengan karakter-karakter yang dreamy and catchy. Lanjooooot!
Foto: berbagai sumber
Kesimpulan utama tentang drama Korea adalah cocok digelari sebagai silent killer. Gimana enggak? Kesibukan ketemu teman, masak, nulis, jalan keluar rumah, baca, bebenah rumah dst bisa kocar-kacir berantakan karena keracunan drama Korea. Salut untuk para sineas di Korea, kok bisa jago banget membuat cerita film, mengaduk emosi penonton dengan karakter-karakter yang dreamy and catchy. Lanjooooot!
Foto: berbagai sumber
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.