Thursday, June 2, 2016

Tentang Alice Di Negeri Ajaib

Minggu lalu putri saya mengajak nonton "Alice Through The Looking Glass". Ketika kami tiba di Blitz Grand Indonesia, yang marak diputar adalah "X-Men Apocalypse". Putri saya menolak menonton X-men, "Aku nggak suka," ujarnya. Ia teringat pengalamannya memaksakan diri nonton Naruto dan Starwars yang berakhir dengan kata-kata, "Aku nggak ngerti ceritanya,.." Nyesek udah keluar duit and not so happy about the movie. Sesekali memang kami mengikuti tren, hanya ingin tahu, apa sih yang sedang berlangsung? Tapi kami tidak terlalu suka mengikuti 'gelombang besar' dan membeo dengan pendapat semua orang. Saya sendiri baru menonton AADC2 dan berpendapat, "Lho,..kok ngene?" Tetapi saya ambil positifnya saja dan menyukai semua acara wisata serta kuliner di Yogyakarta, kota tercinta tempat kampus kenangan. Hidup perfilman Indonesia!

Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ibu saya berjualan di pasar dan ia memiliki setumpuk buku/majalah tua yang bertimbun di kiosnya. Saya suka mengobrak-abrik kumpulan buku loakan tersebut walau sering dilarang oleh ibu karena berdebu. Jaman itu saya sering menemukan banyak 'harta' berupa buku-buku keren seperti serial Mahabarata bergambar (komik). Suatu kali saya menemukan buku yang sangat kuning dan buluk. Karena saya masih SD dan bukunya berbahasa Inggris, saya tidak tahu bahwa buku jadoel itu adalah buku "Alice in Wonderland." Saya hanya melihat gambar seorang gadis berambut sebahu yang bercakap-cakap dengan dua lelaki yang bentuknya seperti telur. Keduanya disebut Tweedledum and Tweedledee. Gambar itu saja sudah meninggalkan kesan ajaib bagi saya. Itulah perjumpaan pertama saya dengan Alice!

Alice In Wonderland adalah sastra klasik Inggris. Yang membuat saya terpesona dibaca pada masa lalu, dibaca pada hari ini atau dibaca pada masa yang akan datang, Alice In Wonderland selalu terasa sebagai kekinian. Abadi, bagi saya. Up-to-date terus melewati berbagai jaman. Bagaimana mungkin seseorang pada tahun 1865 mampu mengarang (berkhayal) dan menulis cerita yang ratusan tahun masih disukai dan selalu dibaca. Alice sejatinya adalah kisah kanak-kanak, buku cerita anak. Jika dibaca oleh anak-anak akan terasa bagai dongeng pengantar tidur yang imajinatif dan sangat menghibur. Tetapi jika dibaca oleh orang dewasa, kisah ini sarat pesan dan makna kehidupan. Kadang-kadang saya merinding membayangkan betapa cerdasnya Lewis Carroll alias Charles Dodgson. Charles adalah ahli matematika Inggris. Jadi saya simpulkan logika yang digunakan Charles dalam menulis sangatlah kuat. Tak terbantahkan hingga berbagai jaman. Sebab siapakah yang dapat membantah bahwa 2+1 tidaklah sama dengan 3 ?

Alice in Wonderland menceritakan tentang seorang gadis yang tertidur leyeh-leyeh dan bermimpi aneh di siang bolong. Mimpinya absurd tetapi kisahnya dapat diikuti dan dicerna sekalipun tak masuk di akal. Sebagai pembaca kita akan mendapat alasan kuat untuk kisah ajaib dalam buku tersebut, "Namanya juga orang tidur dan ngimpi, ceritanya bisa ngaco dan amburadul sesukanya. Nggak bisa diprotes!" Alice terjatuh dalam lubang gelap yang panjang karena terpesona pada seekor kelinci putih. Ia ingin tahu dan mengikuti gerak-gerik si kelinci putih yang pandai bicara itu. Jatuh ke dalam lubang tidak membuat Alice cidera atau gegar otak malahan ia menemukan makanan aneh dalam wadah yang bertuliskan "eat me" dan minuman aneh yang bertuliskan "drink me." Setelah makan dan minum, Alice berubah menjadi sebesar raksasa atau menciut sekecil semut. Dengan perbedaan drastis ukuran tubuh, Alice dapat mengatur dirinya masuk dalam lubang lain yang lebih kecil dan berpindah ke pengalaman lainnya.

Berikut beberapa petikan dari Alice In Wonderland:

“Who in the world am I? Ah, that’s the great puzzle.” -- Siapakah saya di dunia ini? Ah, ini adalah teka-teki besar. Kadang-kadang manusia hidup ala kadarnya. Tidak tahu tujuan, cita-cita atau kehendak terbaik sesuai ijin Tuhan. Siapa saya? Akan menjadi apa saya kelak?

“I can’t go back to yesterday because I was a different person then.” -- Saya tidak dapat kembali ke hari kemarin karena di masa lalu saya adalah orang yang berbeda. Seringkali manusia mengeluhkan masa lalu ini dan itu. Dulu gue begini, dulu gue begitu. Tentu saja tidak ada seorang pun yang dapat kembali ke masa lalu. Percuma dikeluhkan!

“If everybody minded their own business, the world would go around a great deal faster than it does.”-- Jika semua orang hanya mengurusi urusannya sendiri, dunia ini akan berputar jauh lebih cepat dari yang seharusnya. Dalam kehidupan akan selalu ada orang-orang yang gemar mencampuri urusan orang lain, kepo, sok tahu dan sok ngatur. Itu sudah menjadi hukum alam di kehidupan dunia ini yang sehari berlangsung selama 24 jam.

“Where should I go?" -Alice. "That depends on where you want to end up." - The Cheshire Cat.”-- "Kemanakah saya harus pergi?" -- Tanya Alice. "Itu tergantung kemana tujuan akhirmu." Chesire Cat menjawab. -- Manusia sering membual. Saya ingin ini dan saya ingin itu. Tetapi segalanya hanya berhenti pada kata-kata tanpa upaya keras untuk mewujudkannya. Jika seseorang hendak pergi, yang pertama kali harus diketahuinya adalah tujuan. Tujuan setiap manusia berbeda masing-masing harus mampu mengukur dan mengendalikan ambisinya dengan baik.

“Have i gone mad? I'm afraid so, but let me tell you something, the best people usualy are.” -- Apakah saya sudah gila? Sepertinya iya, tetapi kuberitahukan sesuatu, orang-orang terbaik biasanya perilakunya memang gila. (Contoh : Einstein, Newton, da Vinci).

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.