Sunday, June 5, 2016

Pengalaman Yang Menghidupkan

Putri saya sedang bepergian ke kota Yogyakarta dengan kawan-kawannya dalam acara perpisahan SMP. Merasa kesepian dan bosan, saya merengek pada suami, minta jalan-jalan ke pantai Carita. Permintaan ini hanya diacuhkan dan liwat bagaikan angin lalu sampai akhirnya putri saya kembali dari liburannya. Suami terus saja sibuk mengurus usaha kecil-kecilannya. Saya pikir, ya sudahlah tokh hal ini baik daripada dia sibuk mengurus bini mudanya? Benar tidak? 

Lalu saya 'mendarat' dengan sukses pada sebuah acara kebangunan rohani. Semacam workshop yang judulnya adalah "Pengalaman yang Menghidupkan" sesuai ajaran kitab suci. Saya mengeluh pada suami, "Ini bagaimana sih? Saya pengen liburan santai jalan-jalan ke pantai berdua denganmu, kok saya malah berakhir pada sebuah kegiatan rohani?? (atas ajakan teman pula)." Suami saya terkekeh geli. Karena sekalipun ia memiliki latar belakang sekolah menengah Katolik kental, semangatnya mengikuti kegiatan rohani ini itu sudah NOL BESAR, alias ogah! Malah saya yang kadang-kadang ingin tahu. Bukan karena gemar juga. Saya merasa kehidupan spiritual saya sedang dibangun oleh Tuhan sekalipun saya tidak minta. Tetapi Tuhan yang memberikan kesempatan jadi saya manut saja.

Jadilah saya batal aksi jalan-jalan ke pantai bercelana pendek, malahan duduk manis di weekend get away bersama teman-teman baru saya di acara kebangunan rohani tersebut. Di sebuah gereja nun jauh di perbatasan Bintaro sektor dua. Yang saya saja baru tahu, "Kok ada gereja di tempat plosok kayak gini? Gimana cara kesononya? Jalanan kecil, macet dan ditengah model-model perumahan developer kecil yang tata kotanya amburadul. Bikin jalan persis kayak jalanan tikus dan semut nyambung kesana kemari membuat mobil, motor seringkali terjebak macet total. Singkatnya "Madam Manja" terheran-heran. Tapi as always karena saya diajak teman, perjalanan kesana dan sepulangnya dari sana saya cukup duduk manis di mobil baru yang berAC gonjreng dan nebeng pasutri yang menjadi sahabat saya itu. Intuisi saya sebagai seseorang yang gemar menulis dan mengalami hal-hal baru membuat saya ingin tahu tentang workshop "Pengalaman yang menghidupkan."

Sebagai seseorang yang gemar membaca, memiliki banyak teman dan sesekali travelling kesana kemari, saya sedikit sinis menyikapi workshop kebangunan rohani ini. Saya merasa arogan. Halah, seminar atau workshop-workshop semacam ini sudah jamak. Banyak bingits kaleee,..  Dan jika semudah itu mengubah sikap atau sifat seseorang (hanya dengan mengikuti seminar/workshop) mudah sekali menghadirkan surga di dunia ini! Sejak jaman masih remaja saya sudah sering diracun dengan semangat MLM, yel-yel kelompok, team building di kantor, mencari jati diri dan sebagainya. Saya merasa lebih pintar dari Tuhan yang secara tidak langsung mengajak saya untuk datang ke acara semacam ini. Guarantee saya bakal garing dan terkantuk-kantuk lalu merutuk, "Kenapa saya bodoh sekali mau-maunya ikutan acara yang membosankan semacam ini?"

Memang hari pertama agak membosankan. Saya merasa 'lebih pintar' daripada fasilitator pembimbing saya. Namun kelompok sharing saya yang hanya berjumlah lima orang ternyata memiliki sifat/pribadi yang mirip satu sama lain. Empat adalah peserta dan satu orang fasilitator/pembimbing. Profesinya guru. Sementara keempat peserta juga memiliki profesi unik, pegawai kantor pemerintah, desainer pakaian, rohaniwan/pastor dan saya sendiri mantan sekretaris yang gemar menulis. Saya juga terkadang antara mau tak mau harus bercerita terbuka dengan orang-orang yang baru saya kenal dua hari. Tetapi ternyata perkenalan ini adalah buah dari perjalanan spiritual saya. Dua orang teman kelompok saya mengalami perceraian yang pahit. Yang seorang wanita kini menjadi single mom dan salah satu anaknya mengidap kelaian ADHD. Yang pria bercerai dengan istri pertama dan memiliki empat anak. Kini menikah lagi dengan istri kedua serta memiliki tiga anak. Sang rohaniwan ataupun pastor muda yang tergabung dalam kelompok kami juga menceritakan restu ayahnya yang membuat dirinya mampu menjalani pendidikan teologia hingga ke Chicago, Amerika. Ia pun belajar mati-matian untuk membuktikan bahwa ia pandai dan sanggup menyelesaikan jenjang pendidikan sesulit apapun.

Dihadapkan pada "PENGALAMAN YANG MENGHIDUPKAN", saya menjadi terdiam/ makjlebs. Ternyata dalam kelompok sharing kami, sungguh sayalah "Madam Manja" yang sangat dimanjakan oleh kehidupan! Saya merasa dimanjakan oleh suami, keluarga, sahabat-sahabat terbaik saya dan memiliki pengalaman hidup yang boleh di kata datar-datar saja semi membosankan. Konflik-konflik yang muncul dalam kehidupan biasanya berisikan keluhan, rengekan dan sifat manja saya yang secara tak langsung hanya merepotkan orang-orang terbaik yang ada disekitar saya. Sementara pengalaman hidup teman-teman kelompok sharing saya begitu luar biasa, full adrenaline, mengocok hidup keimanan mereka dan bahkan nyaris melumpuhkan. Mereka sering putus asa, luar biasa bersedih dan nyaris patah semangat dalam menjalani hidup. Workshop ini justru menunjukkan bahwa kita yang dimanjakan oleh kehidupan sejatinya harus selalu berterima-kasih pada sang Pemberi Hidup dan membagikan rahmat bahagia yang kita miliki pada sesama. Untung saja teman-teman saya berpendapat bahwa saya juga 'berguna' bagi mereka. Karena sifat saya yang lembut, hati-hati, pendengar dan memberikan kesan damai. Ahem! Mereka juga senang memiliki saya sebagai teman baru.

Saya bersahabat baik dengan Elvira, seorang wanita moslem asal Malang. Sudah bertahun-tahun kepadanya saya terbiasa bercerita tentang segala hal. Apapun dalam kehidupan ini saya merasa bebas berkisah dan ia pun menanggapinya dengan bijak. Dengan sikapnya yang berbunyi, "Gue tahu bener siapa elo! Jadi gue udah nggak heran dengan sikap loe,.." Ketika saya ceritakan tentang workshop "Pengalaman Yang Menghidupkan." Ia hanya tertawa saja, mentertawakan kekonyolan saya. Sikap saya yang berubah-ubah, yang tadinya skeptis pesimis menjadi aktif optimis. Sikap saya yang terbiasa menganggap enteng segala sesuatu pada mulanya lalu mendadak mudah terkagum-kagum pada segala sesuatu juga. Memiliki sahabat yang baik, keluarga yang baik, relasi-relasi yang stabil dan menumbuhkan itu ternyata harta yang luar biasa mahal dalam kehidupan ini. Dan banyak orang yang mencari harta tersebut!

Di akhir percakapan, sahabat saya yang menikah dengan pria India dan hidup di bagian timur laut India itu bercerita. "Win, tadi saya membeli suvenir untuk oleh-oleh. Suvenir tersebut adalah coaster (alas gelas), gambarnya sangat lucu dan berhiaskan tulisan Hindi (India). Lha kok ternyata sesampainya dirumah setelah dilihat lagi tulisan-tulisan itu isinya adalah pisuhan (makian). Tulisannya seperti DASAR ASU, KUCING GEMBEL." Saya menanggapi kisahnya dengan mati ketawa ala Madam Manja. Yah memang lucu banget! Terkadang hal-hal yang kita pikir nice and sweet dalam kehidupan ini ternyata adalah maki-makian/ pisuhan. Seperti kata salah satu teman baru saya dalam workshop yang berpisah dengan pasangannya itu, "Saya pikir pernikahan akan membuat hidup saya seperti Cinderella, ternyata..." Indeed, hidup ini tak dapat diramalkan. There's no such a thing like 'happily everafter.' Kita sendiri yang harus terus waspada, berdoa dan menciptakan surga dalam kehidupan kita, bukan orang lain. Hmm, saya akan minta suvenir coaster dari Elvira dengan judul DASAR ASU. Rasanya pas dengan suara jiwa saya. :)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.