Tuesday, February 19, 2013

Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku

Waduw,... apa itu artinya? Yup, ini bahasa Russia yang artinya 'nyala dian akan menerangi insan pada jalan kehidupan.' Maap saya bo'ong, bukan bahasa Russia dhing! Ini bahasa Jawa kromo, yang artinya memang demikian, seperti tertera diatas. Manusia akan berjalan lurus dan berlaku dalam kebenaran jika ia terus mengamati cahaya pelita atau dian. Jadi yang namanya DIAN boleh bangga karena artinya adalah cahaya. Blencong itulah si dian (lampu minyak) yang menjadi penerang dalam pertunjukan wayang kulit. Dan emang benar pertunjukan wayang kulit biasanya banyak menceritakan kisah-kisah kehidupan. Seperti lagunya God Bless, ...dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah. Kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani.....

Awal Februari lalu saya ke Yogya dalam rangka melakukan tugas wawancara. Rekan yang saya temui super berbaik hati, mendengar bahwa saya ingin melihat museum Ullen Sentalu (ini kependekan dari bahasa Russia tadi ulating blencong sejatine tataraning lumaku) dengan serta merta saya bersama seorang rekan lainnya diajak ke museum tersebut dan di traktir pula! Tiket masuk ke museum dan minum coklat panas di sore hari setelah hujan gerimis Kaliurang menjadi terasa mewah karena perhatian mereka. I have to say Thank You God! Best gift in life are people who really cares about others.

Pokoknya saya belum pernah masuk ke museum Ullen Sentalu dan penasaran sekali, ingin tahu apa sih isinya? Museumnya bernuansa Jawir abis, dengan bangunan tersusun dari batu dan kayu-kayu. Semacam rumah - rumah kediaman meneer Belanda tempoe doeloe. Saya merasa bagaikan terjebak labirin masa lalu ketika masuk ke dalam museum tersebut. Setiap kamar dan ruangan akan mengantar kita kepada aneka foto, lukisan dan kain - kain peninggalan keluarga Keraton di pulau Jawa. Jadi suasananya super magis, diperkuat dengan lampu penerangan yang juga remang-remang dan hujan gerimis sore melengkapi seluruh ornamen yang berbau mistis. Kurang pemunculan Limbad di sudut ruangan aja. he-he-he...

Memasuki gerbang museum, saya dan rekan disambut oleh seorang gadis manis yang menjadi pemandu kami. Gadis ini suaranya lantang menceritakan secara cepat dan terperinci aneka kisah tentang foto dan perlengkapan gamelan yang ada di ruang utama. Semua legenda foto dan lukisan diceritakan olehnya. Sayang saya tidak membawa buku catatan, mungkin jika saya mencatat akan lebih lengkap kisah yang dapat saya bagikan.

Ada foto putri Jawa dan putri Cina memperebutkan seorang pangeran. Lalu ada pula lukisan tari Bedhaya Ketawang yang ditarikan oleh sembilan gadis yang masih perawan, di bagian sudut terjauh ada penampakan penari ke sepuluh (hiy..!). Jadi menurut kisahnya tarian ini dipersembahkan bagi Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Kidul yang juga merupakan kekasih atau istri Sinuhun Sultan. Penari tambahan yang kesepuluh itulah perwujudan dari Nyi Roro Kidul. Sejak kecil saya sering mendengar kisah legenda tentang Nyi Roro Kidul dan saya suka. Kisah tentangnya adalah kisah perempuan agung serta penuh pesona, diliputi misteri dan memiliki kekuatan besar.

Saya juga suka melihat aneka kain batik yang dipajang disitu. Semua kain batik yang ada adalah kain antik yang nilainya tinggi karena merupakan warisan dari keraton. Begitu juga aneka foto dan lukisan. Ada foto putri keraton yang berwajah sedih. Bagian yang sedikit menyeramkan adalah bahwa lukisan ini tiga dimensi. Jadi kemanapun kita melangkah pergi, mata sendu sang putri akan mengikuti. Iya, bener lagi-lagi suasananya mistis banget. Tapi saya suka dan tidak takut. Saya suka suasana mistis Jawa karena menurut saya memang seperti itulah dunia di masa laluAda aturan dan larangan yang harus dipatuhi tanpa perlu diteriakkan atau dipaksakan. Pada masa itu norma-norma dan tradisi masih menjadi hal yang sangat dipercaya dan dipegang teguh oleh rakyat.

Yang terakhir, saya sangat suka memandang foto putri yang bernama Gusti Nurul. Menurut kisah si pemandu, beliau sekarang sudah berusia 90 tahun dan menetap di kota Bandung. Foto Gusti Nurul, sangat cantik mirip seperti Elizabeth Taylor pada jamannya. Dan menurut pemandu juga, Gusti Nurul selalu diikuti oleh paparazzi pada jaman dahulu kemanapun ia pergi. Bahkan Sinuhun Sultan dan Presiden Soekarno boleh dibilang sedikit menaruh hati kepadanya. Tapi Gusti Nurul justru menikahi seorang kerabat jauh, pangeran pada silsilah kesekian yang menjadi anggota TNI dan berdomisili di Bandung hingga kini. Dalem hati saya ngebathin, untung Gusti Nurul menjadi remaja di masa lalu. Jika menjadi remaja di jaman sekarang, bisa - bisa ia didaulat menjadi artis sinetron.

Adalagi sebuah ruangan yang berisikan aneka surat dari negeri Belanda. Saya tidak hafal apakah surat itu ditujukan kepada Gusti Nurul atau Putri Tinneke, tapi yang menarik surat - surat itu masih rapi dan jelas terbaca semua tulisannya. Saya terharu karena tulisan orang-orang jaman dahulu bagus, dengan garis tebal tipis. Semasa kecil saya juga belajar menulis dengan cara itu dengan buku khusus yang disebut buku menulis tebal-tipis. Ada aturannya untuk belajar menulis halus. Pada ujung kiri atas selalu ada pas foto si pengirim surat. Rupanya tradisi jaman dulu jika orang menulis surat harus memberikan foto si pengirim. Pantesan ya, kalau nonton film lama - orang suka membaca surat lalu memandang foto orang yang mengirim dan mulai berangan-angan rindu. Kalau sekarang? Halah, pake skype langsung bisa muncul penampakan video conference! Kangen banget? Buru-buru pesan tiket murah Air Asia. he-he-he....

BEUKENHOF Restaurant
Bahagia diri saya, melihat-lihat museum Ullen Sentalu. Setelah itu saya dan rekan makan di RESTO yang terletak diatas museum. Aduh, RESTO-nya keren banget dengan interior ala jaman Belanda. Namanya BEUKENHOF Restaurant. Saya cuma kudu ganti gaun Noni Belanda saja untuk melengkapi penampilan Resto tersebut. Makanannya sih so-so, tapi nuansa kolonialisme, keagungan masa lalu dan kenangan yang berbau mistis serta penghargaan pada budaya Jawa - bolehlah diacungi jempol. Sepulang dari situ, saya makin yakin bahwa memang hidup itu sebaiknya ulating blencong sejatine tataraning lumaku. Berpatokanlah pada nyala dian untuk terus melangkah agar tak tersandung jatuh... sweet!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.