Sunday, March 15, 2015

Sex Sebagai Dagangan Komersial -- (2) Killing Me Softly Vs Cloudy With A Chance of Love


Baru saja sedikit mengulas tentang fifty shades of gray mendadak saya berkesempatan menonton film lama 'Killing Me Softly'. Film ini dibintangi oleh Heather Graham dan Joseph Fiennes, adik kandung dari aktor Ralph Fiennes (pemeran  Lord Voldemort dalam Harry Potter) yang juga tersohor karena meraih berbagai penghargaan. Bagi para penggemar film Hollywood nama-nama ini tentunya sudah tidak asing lagi. Miss Heather juga tidak pernah ragu-ragu dalam melaksanakan segala adegan buka-bukaan. Film ini dibuat tahun 2002. Kebayang jadulnya seperti apa. Film yang sudah berusia lebih dari sepuluh tahun. 

Hingga kini kakak beradik Fiennes masih sangat tersohor pamornya di Hollywood, demikian pula Heather Graham yang dikenal sebagai aktris seks simbol karena keberaniannya dalam beradegan panas di film. Yang ingin saya soroti adalah kepiawaian kedua pemeran ini dalam melakukan adegan yang menjadi dagangan komersial. Tentu saja seks! Menurut saya jauh lebih baik dari adegan-adegan yang dibawakan dalam fifty shades of gray. Mungkin masalah selera, tetapi entah mengapa menurut saya adegan jatuh cinta dan semi sadomasokis yang dilakukan oleh Heather dan Joseph jauh lebih menjiwai ketimbang Dakota dan Jamie yang berperan dalam fifty shades. Walaupun dari segi penceritaan, kisah yang diangkat dalam 'Killing me sofly' menurut saya plot-nya lemah. 

Berjumpa seseorang di tengah jalan ketika hendak menyebrang zebracross, lalu mendadak naksir, jatuh cinta habis-habisan dan bahkan meninggalkan kekasih yang sebelumnya sudah dekat selama beberapa tahun. Bagaimana jika kekasih barunya adalah serial killer? Pembunuh yang membawa kampak kemana-mana? Konyolnya seperti dugaan saya, plot film ini demikian lemah sehingga ketika jatuh cinta setengah mati lalu tak lama kemudian menikah, setelahnya baru ketakutan dan berprasangka kekasihnya adalah pembunuh yang keji. Telat keleus? Ternyata oh ternyata, ... kakak perempuan si cowoklah sang pembunuh berdarah dingin. Lalu dengan mudah kakak dan adik berusaha saling membunuh demi si cewek. Tanpa bumbu adegan panas dari Heather dan Joseph, kisah film ini sangat lemah dan ajaib. 

Film kedua yang saya tonton selanjutnya adalah Cloudy with a chance of love. Film ini diproduksi oleh hallmark dan sepertinya dimaksudkan sebagai film keluarga. Dibanding film-film beradegan super panas seperti fifty shades dan killing me softly film ini seperti film anak-anak. Sangat sopan, sangat manis, sangat berpegang pada prinsip dan filosofi baik. Inipun plotnya terasa aneh dan lemah. Ketika Quentin sedang menyetel siaran radio di mobil, ia mendengar suara seorang gadis kampus pembawa acara meteorologi. Ia langsung bergumam, "Suaranya indah." Hah? Bukankah sudah agak jarang seseorang tertarik pada orang lain hanya bermodalkan suara? Bagaimana jika suaranya gagah berwibawa laksana pangeran namun penampilannya seperti kodok? 

Lalu ketika di stasiun TV tempat Quentin menjadi manager membutuhkan seorang pembawa acara cuaca ia langsung memohon si gadis kampus itu untuk mengisi posisi pembawa acara cuaca di televisi tempatnya bekerja. Si gadis awalnya menolak dan menganggap remeh karena dia bukan sekedar 'gadis pajangan' yang berminat jadi pembawa acara bermodalkan tampang. Ia adalah kandidat doktor, S3, Phd di bidang meteorologi. Baginya menjadi pembawa acara ramalan cuaca adalah konyol. Namun akhirnya Deb si gadis kampus itu bersedia menerima pekerjaan menjadi pembaca acara ramalan cuaca dan bahkan karirnya melesat tinggi. Ia menjadi kegemaran pemirsa dan sangat dibutuhkan oleh kantornya, stasiun TV dimana Quentin bekerja sebagai manager. Hah? Cuman pembawa acara ramalan cuaca segitunya dibutuhkan? Padahal yang menggantikan bisa ribuan gadis. Disini saya merasa plotnya mulai gagal menimbulkan data tarik benang merah. Minus adegan seks, maksimal hanya pada ciuman biasa-biasa saja antara Deb dan Quentin, menurut saya filmnya super garing dan terpaksa tampil imut.

Film yang baik seharusnya tercermin dalam plot cerita yang kuat dan tanpa dibuat-buat. Baik adegan yang baik ataupun yang tidak baik. Baik adegan seks atau tanpa adegan seks. Naskah skenario, percakapan dan penjiwaan masing-masing karakter harus diperkuat. Saya belum pernah main film, tapi saya pikir cerita yang bagus tanpa aktor dan aktris yang baik akan meruntuhkan keindahan film-nya. Sebaliknya cerita yang buruk diperankan aktor dan aktris yang baik juga berpeluang mempermalukan sang aktor maupun aktris ternama yang membintanginya. 

Hmmm! Membuat film ternyata serba salah. Tanpa adegan panas, plot yang lemah tidak tertolong sama sekali. Dengan adegan panas, tertolong dengan kemungkinan besar penonton sama sekali tidak memperhatikan narasi atau jalan cerita yang bagus, hanya butuh adegan hotnya saja? Jadi bagaimana sebaiknya? Mungkin maksud saya begini, seandainya fifty shades of grey dibuat sepuluh tahun silam, Heather dan Joseph layak dicasting. Sedangkan untuk Cloudy with a chance of love pasar penonton seharusnya diperjelas. Apakah film tersebut untuk penonton pada usia 5 hingga 17 tahun? Jika untuk mereka yang berusia lebih dewasa, maka naskah dan segala adegan percakapan harus diubah lebih juicy, jangan kering seperti keripik. Sex dalam film seperti buah simalakama. Ada salah, nggak ada juga salah. Duh, gimana dong?

2 comments:

  1. Waaah, saya juga pernah kepikiran tuh Mbak, pertama kali kepikiran waktu nonton Twister.. merasa "tumben" ndak ada adegan panasnya.. :D bener emang, ada salah,, ga ada juga salah.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehhe... gitulah kayak dagang makanan rata-rata pake obat gula /obat pewarna...kali konsepnya sama?

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.