Friday, September 11, 2015

Bank Capek Antri

Tadi ke counter Bank Capek Antri. Seperti biasa counter-nya paling exclusive and all in. Bank ini memang bank kesayangan saya. Walaupun dulu sempat dijuluki oleh teman sebagai Bank Capek Antri tapi pelayanannya sejauh ini sudah memuaskan. Ibarat berpacu dalam prestasi buat saya bank ini ranking satu dalam perbankan. Dulu pernah lho, saya coba ikut management trainee-nya tapi tidak diterima. Alasannya apa engga jelas. Tapi lalu ditawari jadi teller di Bekasi. Ketika itu saya sudah bekerja di perusahaan asing (boss bule) Jakarta Selatan. Jadi dengan aksi saya menolak pekerjaan tersebut. Dengan bergaya saya ucapkan, "Silahkan pekerjaannya diberikan kepada yang lain saja, Bu. Saya sudah bekerja diperusahaan asing." Sekarang? Nyesel. Teman-teman yang tergabung dalam Korporasi Bank Capek Antri sudah pada sukses berat. Tapi udahlah nyesel ngga usah panjang-panjang lagian wajah saya ketus, dipajang jadi teller kasihan nanti customer kabur semua!

foto:crowngas
Hari ini saya masih setia menjadi nasabah 'kelas teri' Bank Capek Antri. Nah, tadi mampir ke semacam butiknya di sebuah wilayah perumahan. Tempatnya bagus, parkirnya luas, satpamnya banyak. Bener-bener merasakan 'customer adalah raja.' Yang menyambut di pintu masuk banyak banget. Dari satpam hingga semacam escort ladies yang bertanya, "Keperluannya apa Bu? Mau saya antarkan?" Padahal tibang nge-print buku tabungan doang sama numpang ngadem masuk ruang AC, ha-ha! Tapi patut diacungi jempol yah! Yang jaman dulu terkenal teller-nya judes-judes, jaman sekarang semuanya ramah-ramah banget, sampai nggak enak hati. Soalnya kita kan pemodal kecil. Aih, ... gapapa yang penting hepi ya jadi customer Bank Capek Antri (yang sekarang udah ngga capek antrinya)! Paling enggak terbayar dengan senyum cantik/ganteng para teller-nya. Iyalah, moso teller udah tuwek, jelek, merengut, customer mana yang mau datang? Thumbs up, Bank Capek Antri!

Cerita suka-duka Bank Capek Antri akan saya kupas dalam dua bagian. Dua-duanya hasil pengamatan ketika saya ketika berkunjung ke Bank Capek Antri. 

(1) Customer Rewel Minta Dijadikan Raja

Suatu ketika saya mengantri di teller, nah di teller sebelah saya ada seorang bapak-bapak yang komplain heboh. Saya tidak mengikuti kisahnya dari awal. Tapi setahu saya, bapak itu kehilangan buku tabungan. Kemungkinan hilang dalam proses di bank. Tetapi pria ini kemudian dibuatkan buku tabungan baru yang sama persis dengan buku tabungan sebelumnya. Hari itu dia datang dan marah-marah. Alasannya dia tidak dikabari ketika buku tabungannya ditemukan kembali dan digunting oleh pihak Bank. Jadi pria ini menuntut agar bank jangan sembarangan menggunting dan menyimpan buku tabungan lamanya yang ditemukan. Seharusnya ia diundang dan diperlihatkan di depan matanya ketika buku yang lama itu di'musnahkan'. Teller bank dengan sabar menjelaskan bahwa tokh bapak itu sudah punya buku tabungan yang baru. Saldo juga sama persis, tidak ada yang berkurang dan tidak ada masalah. Terpenting percayalah bahwa crew dan staff bank cukup profesional dengan tidak sembarang membuang buku tabungan bekas itu ke tempat sampah atau dijadikan bungkus pecel lele (yang ini hiperbola saya aja siy!). Tetapi bapak itu terus saja mengomel dan menuntut bahwa seharusnya ia diundang dan melihat dengan mata-kepala sendiri bahwa buku tabungan lamanya dimusnahkan agar tidak disalah-gunakan. Yang ada saya mikir, emang uangnya berapa milyar atau trilyun Pak? Atau uang hasil melakukan apa saja? Kok kayaknya panik amat? Wajah para teller dan manager-nya terbengong-bengong ciyus. Harus bagaimana? Lha wong kejadiannya sudah berlalu? 

(2) Customer Panik Terima Duit Kurang

foto: forbes
Tadi siang mengantar suami ke pusat counter mesin-mesin Bank Capek Antri. Nah ada seorang mas-mas yang duduk bersantai di podium counter tersebut mengenakan baju batik. Mas ini sedang asyik main handphone. Pengamatan sepintas saya langsung menyimpulkan bahwa mas ini adalah 'sales kartu kredit.' Setahu saya sales atau SPG biasanya pegawai lepas atau cabutan. Bukan karyawan asli Bank bersangkutan. Jadi saya pikir kayaknya mas ini sedang 'melepas lelah' setelah mungkin seharian berburu calon pengguna kartu kredit ternyata tidak dapat. Jadi saya amati sambil berpikir kasian juga ya, kerja marketing gini udah kudu mental baja sering dicuekkin orang kalau nggak dapat target manyun aja! Eh, mendadak ada bapak-bapak dengan anaknya yang masih TK datang terbirit-birit dan panik, "Massss...massss... tolongin saya dong! Saya ambil uang di ATM lima ratus rebu rupiah tapi keluarnya hanya dua ratus rebu rupiah! Gimana ini Mass??" Segitu paniknya uang 50 rebuan dijembreng kemana-mana bahkan diletakkan di meja si Mas. Dengan sopan Mas itu menjawab, "Maaf Pak, saya bukan staff BCA langsung tetapi sales kartu kredit. Jadi ini bukan tanggung-jawab saya." Si bapak itu tetap panik merasa kehilangan 300rebu. Akhirnya dia balik lagi ke mesinnya dan membaca-baca saldo yang tersisa. Suami cekikikan keluar dari counter, "Itu Bapak lucu deh! Harusnya dia cek dulu, apakah benar dia pencet penarikan 500rebu? Jangan-jangan dia yang salah pencet? Ha-ha,.. Kayaknya nggak mungkin kalau mau narik 500rebu dikasi cuma 200rebu. Harus nge-print buku tabungan dulu, agar yakin ada kesalahan yang bisa di-claim. Itu pun dirasa pihak bank akan kooperatif kalau memang ada kesalahan pada mesinnya. Saya cuma geleng-geleng kepala, salah pencet rugi 300rebu teriak-teriak panik kayak dirampok serombongan begal di siang bolong? Gimana kalo kehilangan 3milyar? Bisa stress berat dong!

Cape deh,.... 

Dalam hal ini saya salut pada Bank Capek Antri yang sudah sabar melayani segenap manusia Indonesia seutuhnya dengan jiwa Pancasila. Pasti dalam waktu dekat akan masuk dalam jajaran Bank kelas internasional yang disegani dunia dan membawa nama harum bangsa. Amin! 

4 comments:

  1. Hehe... kali ini saya komen dari akun Google saya yang lain.
    Untuk mereka yang tak mengetahui masalah teknis, hal ini yang dialami Bapak tersebut bisa terjadi. Apalagi perasaan kalo di ATM tuh si uang tak ujug-ujug keluar, tapi melalui konfirmasi lebih dulu setelah menekan tombol nominal. Baru ditekan OK.

    Mungkin saja sensor ATMnya sedang tak beres kala lembaran uangnya habis, atau kerja mekanis penghitung uangnya yang sedang error; karena saya pernah menjumpai seorang teller bank yang menghitung uang segepok berkali-kali pada dua mesin penghitung dan mendapati angkanya 99, lalu pindah ke mesin penghitung terakhir dan mendapati angka 100. Nah loh. Akhirnya si teller yang cantik ini lalu menjajal semua mesin penghitung yang terlihat di ruangan tersebut. wkwkwk
    Kejadian ini saya dapati di Bank Capek Antri (KCP) Ruko Pondok Tjandra Waru Sidoarjo.

    Kalau sedikit tahu dunia otomotif (saya tak banyak tahu tapi karena bekerja di rental mobil dan harus membuat artikel terkait), jika sensor pelampung pada tangki bermasalah maka pembacaan indikator di dashboard mobil pun bermasalah pula.

    Jadi saya tak sepenuhnya menyalahkan si Bapak ini, wong saya juga sama ngenesnya dengan Bapak tersebut ;p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehm, maksudnya komen para 3 tadi: tangki bahan bakar... :D

      Delete
  2. Di malang msh capek antri.. 2 kali antri hampir 2 jam. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. mudah-mudahan ke depannya akan lebih baik seperti rekan - rekannya di Jakarta... :)

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.