Putri semata wayang
saya mendapatkan sejuta panggilan kecil. Entah mengapa, saya dan suami menjadi sangat
kreatif memanggilnya dengan berbagai sebutan. Dengan melupakan kenyataan bahwa
ia sesungguhnya adalah manusia baru yang muncul di dunia ini. Banyak nama yang
kami ciptakan untuknya. Mungkin saking gemasnya, mungkin saking tidak ada anak
lain yang dapat ditumpahi kasih-sayang karena anaknya hanya seorang. Seolah ia
muncul dalam kehidupan kami yang tertata laksana subyek, predikat dan obyek.
Kenyataannya adalah manusia, bekerja dan berkeluarga. Lalu anak menjadi obyek
penderita. Dalam kasus kami, tentu saja ia menjadi obyek penderita limpahan
kasih sayang.
Jika membaca
berita tentang penganiayaan anak-anak rasanya kaget, tak percaya serta berpikir
alangkah kejam dan teganya. Kenapa melahirkan anak-anak hanya jika untuk
dianiaya dan membuat mereka menderita? Putri kami mendapat aneka julukan yang
aneh-aneh saking begitu ajaib dirinya menurut kami. Dimasa usia tiga hingga
lima tahun ia kami juluki 'kelinci'. Itu karena ia begitu kecil mungil, imut,
putih dan belum pandai menjaga keseimbangan. Ia masih beguitu lugu.' Lucu jika
dipikir bagaimana sikapnya yang polos kekanakan dan cara hidupnya yang masih
sangat tergantung pada orang-tua. Persis seperti kelinci yang jinak dan hidup
hanya untuk digendong dan dilimpahi kasih sayang.
Menjelang masa
sekolah dasar hingga pra-remaja. Ia mulai belajar nakal dan bohong
kecil-kecilan. Sulit mengajarkan padanya bahwa lebih baik jujur dan dihormati,
daripada bohong namun menyimpan api dalam sekam. Karena otaknya yang lugu
berpikir tidak boleh ada hal jelek tentang dirinya, nanti dimarah orang-tua.
Belum buat PR mengaku sudah membuat. Nilainya enam mengaku dibulatkan oleh guru
jadi tujuh dan masuk rata-rata kelas. Hal-hal kecil yang lincah, licik dan
penuh strategi mulai digarap olehnya. Ini membuat kami julukinya si 'onyek'
kependekan dari si monyet. Panggilan ini hasil kreasi papanya yang sering
dibuat jengkel. Bukan karena ia sangat jelek, justru saking 'pandai' nya ia
berkelit dan menipu serta menimbulkan perdebatan licik. Maka ia kami panggil si
'onyek.'
Yang ketiga, ia
kami panggil si kucing. Panggilan ini adalah ciptaan saya. Ketika melihatnya
bermalasan saja di sofa sambil makan cemilan dan menonton televisi. Lalu kadang
sore atau pagi hari saat libur, ia aktif hanya bermain sepeda dengan
teman-temannya. Dipesan pulang jam empat sore, terkadang badung. Pulang hingga
jam lima atau jam enam sore. Gayanya yang sangat santai, meremehkan segala
sesuatu dan banyak bermain saja membuat saya sebal. Maka saya gemar
memanggilnya si kucing pemalas.
Pada awal-awal
ketika ia masih berada dalam peralihan dari masa kanak-kanak menjadi pra-remaja
ia sangat kesal dan memprotes keras, "Mom,...aku bukan binatang!" I know, dia bukan hewan. Tetapi perilaku
manusia baru terkadang lucu dan menggemaskan dan tak beda dengan hewan-hewan
yang lucu serta menggemaskan. Ia masih begitu polos, tak tahu dunia dan
berpikir dapat mengibuli kedua orang-tuanya. I
know, kami tak seharusnya menyebut
ia dengan panggilan seperti itu. It's
just too cute, not to call her 'a name'.
Kini ia sudah
berusia tiga belas tahun. Dalam masa empat tahun lagi ia sudah akan dapat
mengendarai mobil jika memungkinkan. Dalam empat tahun ia akan menjadi remaja dewasa.
Kini panggilannya berubah lagi. Sangat cepat pertumbuhan fisik dirinya yang
bertambah tinggi, membuatnya menjadi sangat jangkung. Dengan kejam sekarang
saya memanggilnya si jerapah alias si Jiraff (giraffe).
Saking tinggi tubuhnya melebihi mamanya dan hampir setinggi papanya. Kadang ia
tertidur di kasur dan saya ukur dari ujung kaki hingga ujung kepalanya terasa
sangat panjang. Membuat saya makin yakin memanggilnya si Jiraff. Jika dulu ia
komplen tentang panggilan hewan. Sekarang ia menyadari itu hanyalan karena
kedua orang-tua sangat menyayangi dan terlalu penuh kreativitas untuk
menciptakan panggilan sayang bagi dirinya. Dan barangkali ia juga sudah
menyerah dan bosan dengan aneka julukan yang mampir padanya. Sepanjang cinta
kami selalu ada untuknya.
Yang tak pernah
hilang dari benak saya adalah panggilan 'Princicie' baginya. Maksudnya sih 'Princess.' Tapi sudah banyak juga panggilan princess atau princessa. Untuk menciptakan
panggilan yang spesial, saya lalu teringat masa-masa ia baru saja dilahirkan.
Masa ketika ia mendapat julukan si kelinci alias 'incie.' Maka untuk
menciptakan panggilan yang lain daripada yang lain, saya kadang juga
memanggilnya princicie.
Bulan Agustus 2014 yang lalu adalah ulang-tahunnya yang ke 13. Dirayakan dengan
berlibur sederhana ke Bandung bersama papa dan mamanya. Bermain ke trans studio
dan menginap di Hotel Ibis Trans. Sebagian orang mungkin akan berkomentar
'pengalaman mewah' bagi seorang anak! Sementara bagi yang lainnya hanya sekedar
lelucon ketinggalan jaman. Ke Trans Studio kok baru sekarang, hare geneee,..?
Udah telat kali,...! Tak mengapa. Hidup adalah sebuah kesyukuran. Tergantung
bagaimana yang memandangnya saja. Ada yang tak henti merasa iri, ada merasa
pantas mengasihani. Tetapi pastinya tidak ada yang membayari, ha-ha,.... Jadi? Perduli apa
dengan komentar orang?...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.