Monday, March 9, 2015

Serangan Panik Tak Berdasar

Panik mudah menyerang siapa saja dan kapan saja. Hanya segelintir manusia yang benar-benar 'cool' dan tak mudah terserang panik. Mengapa ada orang yang mudah panik dan mengapa ada yang 'acuh' tak mudah terpengaruh oleh kejadian apapun? Sepertinya ada banyak faktor, bisa juga genetis, orang-tuanya keturunan orang yang 'adem' nggak mudah panik. Atau kebiasaan yang ditanamkan, cara seseorang dibesarkan. Apakah ia selalu diberi masukan positif dan ditenangkan atau sering ditakut-takuti sehingga mudah menjadi panik? Pendapat saya pribadi. Cara seseorang dibesarkan, memandang diri dan pengaruh lingkungan akan sangat membentuk pola sikap. Apakah mudah panik atau kalem menghadapi segala sesuatu?

Saya tidak terlalu panik untuk hal-hal diluar urusan keluarga, rugi secara materi. Tetapi untuk urusan celaka, hidup, mati yang tersangkut dengan kerabat atau keluarga terdekat, siapa sih yang tidak mudah panik? Dengar kabar kecelakaan atau musibah belum apa-apa nangisnya udah sesenggrukan. Saya teringat ketika mendapat kabar adik sepupu saya Erina Natania meninggal dalam kecelakaan berkendara, masuk jurang di Papua. Ketika itu saya ingat betul sedang berkunjung ke sebuah perumahan dan menimbang-nimbang hendak pindah rumah serta mencari rumah baru yang sekiranya lebih cocok dengan selera. Hal yang menyenangkan pupus karena ada berita tragedi, panik sehingga menangis didepan agent perumahan yang bingung tak tahu apa-apa. 

Serangan panik memang kadang tak berdasar sehingga seolah menjadi pemborosan energi untuk hal yang tak pasti. Serangan panik tak berdasar saya alami kemarin. Beberapa bulan sebelumnya suami terlibat insiden tabrakan dengan sepeda motor. Sudah dua kali ia mengalami kejadian tabrakan. Yang pertama mobilnya ditabrak truk dan yang kedua mobilnya ditabrak motor. Dua-duanya cukup parah dan menimbulkan biaya bengkel yang lumayan besarnya untuk ditanggung. Sementara dalam dua kejadian itu suami tak tergores sedikitpun. Pukul tiga seharusnya putri kami sudah dijemput ayahnya pulang sekolah. Namun hingga pukul 3.30 sore tidak ada yang pulang ke rumah. Ketika saya menilpun sekolah dijawab oleh sekretaris di sekolah bahwa putri saya masih bermain di sekolah. Belum ada yang menjemput. Panik mulai menyerang diri saya. Ketika mencoba menilpon suami, dua nomor telepon tidak diangkat. Saya menilpon hingga beberapa kali masih saja tak ada kabar apapun juga. Akhirnya saya putuskan untuk menilpon sekolah dan meminta putri saya pulang naik ojeg. Ketika saya menilpon kedua kalinya, sekretaris di sekolah langsung menjawab, "Bu putrinya sudah pulang. Baru saja dijemput papanya!"

Jadi selama tigapuluh menit hingga sejam saya mengalami serangan panik yang sama sekali tak berdasar. Panik karena ada prasangka tak baik, membuat ramalan negatif tentang suatu hal yang sebenarnya tidak terjadi. Ketika tiba dirumah saya tanyakan pada suami, mengapa telepon dua-duanya tidak diangkat. Dengan kalem ia menjawab kedua telepon di silent karena ada seorang temannya yang sering mengganggu dengan telepon tak penting. Ia terlambat pulang menjemput putri saya karena ada customer yang harus dilayani hingga detik terakhir sebelum ia pergi menjemput ke sekolah. Suami sungguh merasa heran karena saya mudah panik seperti itu. Menurutnya kalau tidak ada kabar hingga tiga jam dan putri kami masih di sekolah hingga jam enam sore bolehlah merasa panik! Hanya terlambat setengah jam atau sejam? Apa perlunya merasa panik? Panik tak berdasar memang melelahkan. Tapi saya jadi ingat kisah seorang wanita yang pergi hingga tiga hari dan tidak dicari oleh keluarganya, ketika akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat, korban pembunuhan. Brrr,...

2 comments:

  1. Panik juga sering melanda saya ketika berhubungan dengan keluarga dan orang terdekat..hampir sama seperti itu Mbak.. di saya, lebih ke pikiran saya yang bisa mengasumsikan hal-hal yang macem-macem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah itulah.. kalau beraktivitas kudunya ngabarin yang dirumah ya ?

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.