Sunday, November 27, 2011

Apa Yang Salah Pada Gambar?

Saya memiliki seorang kawan yang saya idolakan dan hormati. Seorang senior. Segala hal tentang beliau boleh dikata adalah serba positif' - serba berorientasi pada kebaikan. Beliau selalu berusaha agar tak berkata buruk tentang orang lain ataupun membahas kejadian - kejadian buruk apapun juga. Selalu mencoba melihat pada sisi terangnya, the bright sight! Ujarnya.

Wah! Ini nih,... teman yang layak dijadikan panutan, suri tauladan dan patokan dalam disiplin laku diri. Yah, disiplin dalam berucap dan bertingkah laku. Bagaimana tidak salut? Jika seseorang berkisah tentang A yang malang, beliau akan menjawab 'Akh,..kalau A sih orangnya tegar. Dia bakal kuat menjalani ini semua... Sangguplah seorang seperti dia menjalani tragedi semacam itu!' Lalu jika kita berkomentar tentang kejadian B yang agaknya mengecewakan, beliau spontan menimpali, 'Kejadian B hanyalah bagian dari pelajaran kehidupan bagi kita. Dengan menjalani ini saya yakin kita semua justru akan kian dewasa dan lebih mumpuni.'

Begitu bijak, adem dan menentramkan hari. Semua indah dan nikmat adanya dalam naungan seorang sahabat macam beliau. Lalu sepuluh tahun berjalan, merambat lewati berbagai masa dan peristiwa yang membuat saya kian berbeda. Dan kawan ini masih mendengungkan hal-hal yang sama. Masih memberi nasihat yang sama, masih memberikan aura positif yang sama. Tapi ia masih pula duduk di kursi singgasana yang sama, posisi sama, jabatan sama, pekerjaan sama. Memiliki teman - teman yang sama dan suasana kehidupan yang kurang lebih sama pula. Terus-menerus sama, tidak ada perubahan.

Kelihatannya sih tidak ada yang salah! What is wrong in the picture? Saya! Saya yang mulai mempertanyakan label idola terhadap beliau. Saya mulai terhenyak pada kenyataan yang terlihat di kacamata minus saya. Rupanya lagu yang sama selalu disetel berulang - ulang dalam irama yang berbeda-beda oleh beliau ini. Kadang irama gambus, kadang irama seriosa di lain waktu irama dangdut. Tapi kata-kata yang sama, nasihat yang sama, angin surga yang sama. Jujur, saya mulai bosan! Kawan ini tampaknya memanipulasi kebaikan yang tidak membawa kebaikan. Bahkan kebaikannya tidak kemana-mana hanya jalan ditempat. Kebaikan yang hanya berguna bagi dirinya sendiri.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya berpikir tentang kawan yang mulai terlihat laksana robot hidup ini. Menyetel lagu yang sama, dari tempat yang sama. Hanya saja iramanya bervariasi tergantung siapa yang akan mendengar dan topik apa yang sedang in! Saya mulai traumatis pada kata-kata yang terlalu sering diucapkan. Jika ingin berlaku bijak belajarlah pada padi, jika ingin berlaku cerdik bertanyalah pada kancil dan jika ingin selalu berlaku positif jangan lupa follow Pak Mario Teguh. He-he

Menjadi manusia yang baik, bijak dan positif sungguh merupakan tujuan dalam mendewasakan diri. Namun jika semua itu hanyalah sekedar atribut agar eksis, sekedar omong kosong agar diterima, sekedar empati pura-pura agar dikagumi oleh orang lain, saya rasa itu adalah kebohongan. Tong kosong dan kacang goreng yang dijual dalam bungkus menarik. Banyak orang gemar menipu diri mereka sendiri. Sedemikian hebat mereka meyakini bahwa seperti itulah mereka (dan tidak bisa lebih baik lagi!). Orang-orang ini menyangkal pantulan dirinya dalam cermin. Menyangkal kerut yang mulai berganyut dirambati waktu tanpa adanya perubahan berarti. Lalu menyambut masa depan sambil bersantai makan kacang goreng. Hmmmph!....

Saya sendiri baru saja berkaca. Aih, ada jelaga di pipi saya! Jadi malu,.... Mengkritik orang lain boleh-boleh saja, namun yang pertama kritik diri sendiri terlebih dahulu.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.