Wednesday, July 6, 2016

Travel Note - Visit Jatim 2016 (1) Malang dan Surabaya

Catatan 19 Juni 2016

Udah lama banget pengen visit Jatim. Alasannya? Kalau ke Jateng-Yogya-Banten-Jabar boleh di kata lumayan sering. Sebagai wilayah terjauh dari tempat saya berdomisili, Jatim seolah dianak-tirikan. Saya tidak ingat kapan terakhir ke Jatim, bahkan ke kota yang mana ya? Beberapa tahun lalu seorang teman kuliah di Solo memberitakan, "Ada tempat wisata baru yang besar dan seru banget di Malang namanya Jatim Park. Coba deh pergi kesana, bawa anak-anak pasti menyenangkan!" Setelah saya brows memang tempatnya cocok untuk membawa anak-anak khususnya yang masih kecil, usia SD dan SMP. Full of excitement for kids!

Karena tahun ini putri saya sudah menginjak bangku SMA, saya khawatir dia akan 'terlambat' menikmati wisata Jatim Park, alias ketuaan. Entah kenapa saya lebih suka memperkenalkan dunia hewan dan alam kepada anak-anak daripada tiap hari ngajak ke mall. Demikian juga seni dan budaya. Menurut saya kesemuanya sangat penting untuk pertumbuhan budi pekerti anak-anak. Berdasarkan pemikiran itu sekaligus 'syukuran' karena putri saya sudah lulus SMP, saya lalu membuat janji dengan sahabat kuliah saya yang berdomisili di Surabaya. Gayung bersambut! Saya yang tadinya ragu, akhirnya berhasil membeli tiket pesawat jam sepuluh malam dan esoknya jam enam pagi sudah duduk manis bersama putri semata-wayang saya di pesawat Air Asia menuju Surabaya. Rasanya excited sekali membayangkan berkunjung ke kotanya Ibu Risma ini.

Jam tujuh pagi sahabat saya sudah menjemput di Bandara Juanda. Note: Bandara Juanda asyik juga tempatnya. Luas, bersih, modern dan banyak fasilitas yang disediakan bagi penumpang pesawat serta pengunjung lainnya. Bertaraf internasional. Aneka Cafe dan toko cindera mata berjajar. Kalau tidak salah ada dua terminal di Juanda. Terminal 1 dan Terminal 2 yang letak gedungnya berjauhan. Terminal 2 dapat ditempuh melalui jalan tol. Jadi letak terminal Juanda of course agak di luar kota, tepatnya masuk Sidoarjo. Saya datang ke Surabaya melalui terminal 1 dan pulangnya berangkat menggunakan pesawat Citylink melalui terminal 2. Sebetulnya naik kereta api bisa lebih hemat sedikit. Tapi harga tiket kereta yang eksekutif juga sudah lumayan mahal, belum lagi naik kereta dari Jakarta ke Surabaya? Jarak tempuh dan waktu yang terbuang rasanya akan mengubah saya menjadi arca batu saat tiba di tujuan, hi,hi,hi. Terakhir kelamaan duduk di kereta ke Solo, kaki saya kram dan ketika berjalan saya jatuh terkilir dengan sukses (duuuhh, ndoro puteriiihh! Hyaaa maaap!).

(1) Resto Mirasa Sidoarjo

Masih pening dan terkantuk-kantuk, sahabat saya di Surabaya, Linda bersama pasangan dan putranya, Albert langsung mengajak kami sarapan pagi di Sidoarjo. Saya melihat dengan mata kepala sendiri wilayah porong di Sidoarjo dimana banyak rumah-rumah yang 'ambles' masuk ke dalam tanah, seolah tenggelam. Waduh, kebayang kerugian yang dialami penduduk disini dan kesedihan karena tanah leluhur musnah. Walaupun memang kami tidak melihat secara langsung kolam lumpurnya. Perhentian pertama adalah resto Mirasa. Sebetulnya saya adalah tipe traveller penikmat alam (sight seeing) dan bukan jenis yang kuliner mania. Namun sahabat saya Linda adalah penggila kuliner, jadi wajib hukumnya saya dan putri saya 'harus' menikmati aneka hidangan khas Jawa Timur. He-he-he,..

Tapi ternyata nggak nyesel lho mampir di Resto Mirasa (Chinesse Food) - Jl.Brigjen Katamso 414 Waru Sidoarjo. Resto yang tampilannya biasa saja seperti perhentian mobil-mobil transit ternyata menyajikan hidangan yang enaknya maknyus banget. Maklum ya lama di Jakarta semua masakan dimasak berdasarkan 'hasil kerja'. Terasa banget masakan di daerah dimasak dengan penuh kecintaan dan kesetiaan pada tradisi. Masakan yang disajikan di Mirasa enak-enak banget. Gurih, yummy dan bikin ketagihan (= bikin gendut). Yang dipesan oleh Linda adalah masakan ote-ote (sejenis bakwan khas Jatim), bakso ikan berkuah dan siomay goreng. Semuanya lezat! Licin tandas dan tak berbekas. Berikut tercantum foto-foto hidangan yang sempat kami cicipi. Mohon maaf untuk ote-ote mengandung pork (non halal), jadi teman-teman yang beragama Islam sebaiknya tidak memesan hidangan ini. He-he.

(2) Biara Karmel Tumpang

Hari itu hari Minggu dan kami baru saja tiba di Surabaya, saya sempat khawatir tidak ada kesempatan pergi ke gereja karena waktu yang sempit. Ternyata Linda dan keluarganya gemar berkunjung ke Biara Pertapaan Karmel di Tumpang, Malang untuk memohon doa kepada para biarawati. Saya sudah pernah melakukan retreat di Biara Karmel di Cikanyere - Puncak dan juga pernah ke Gereja Biara Karmel di Lembang - Bandung. Jadi mengunjungi Biara Karmel di Tumpang menjadi kegembiraan tersendiri, asyik! Waduh, lokasinya kok sangat ndeso? Masuk ke jalan-jalan kecil di wilayah Tumpang - Malang, yang saya tak tahu itu tembus kemana? Pokoknya setelah berkelak-kelok sampai juga kami di gereja Karmel Tumpang ini, di Desa Ngadireso RT 02 / RW 01, Ponoco Kusumo, Tumpang, Jawa Timur. Phone: (0341) 788650.

Tempat parkirnya masih berlapis tanah merah dan kontur tanah semi perbukitan, saat itu juga hujan cukup deras, terbayang sulitnya untuk parkir disitu. Dan mobil-mobil umat Katolik juga sangat banyak berduyun-duyun parkir disitu. Ketika kami tiba di gereja rupanya sedang diadakan camping rohani kelas 6SD Katolik entah dari Surabaya atau darimana? Suasana gereja begitu ramai dan hiruk-pikuk, namun akhirnya kami dapat juga mengikuti perayaan misa hingga selesai. Hal yang unik adalah saking hiruk-pikuknya umat duduk di lantai dengan tikar dan beberapa di pinggiran gereja. Setelah selesai misa Romo Pastor memberitakan, "Maaf kami juga libur lebaran jadi Gereja dan Pertapaan ditutup untuk pengunjung selama beberapa hari," He-he, jadi nyatanya orang Kristen pada lebaran juga! Putri saya sempat berjumpa seorang kawannya. Ternyata temannya itu dan keluarga juga sedang berkunjung ke Jatim, jauh-jauh di ujung timur Jawa dari Tangerang bisa ketemu juga. Friendship circle!

(3) RM Gloria Malang

Sebenarnya keluar dari Tumpang sudah kesiangan. Perut mulai menggigit minta diberi makan. Lagi-lagi Linda dengan keahliannya sebagai 'pakar kuliner' mengajak kami melintasi kota Malang, melewati Toko Oen yang tersohor itu (sayang tidak mampir, karena menurut Linda tidak ada hidangan utama, yang ada hanya semacam makanan kecil) dan kami mendarat di RM Gloria, JL. KH Agus Salim 23, Malang. Phone: (0341) 324893 . Kabarnya rumah makan ini juga legendaris dan rahasia resepnya sudah digunakan sejak tahun 70-an. Tentu saja yang dihidangkan adalah hidangan khas Malang, aneka mie dan cwiie mie. Pokoknya serba bakmi! As always, pilihan Linda soal hidangan tak dapat dibantah. Wenaaaks!

(4) Tugu Hotel Malang

Siapa yang belum pernah mendengar tentang Hotel Tugu Malang yang tersohor itu? Terletak di Jalan Tugu No.3, Kauman, Klojen, Malang. Phone: (0341) 363891. Sebagai penggemar barang antik dan aneka kerajinan tentu saja saya sangat ingin melihat seperti apa sih penampakan Tugu Hotel? Awalnya Linda menyarankan agar kami mampir saja dan melihat-lihat kamar/kondisi hotel. Namun resepsionis hotel yang ramah tampaknya mampu mengendus hasrat kami yang lebih condong pada rasa 'penasaran' ketimbang niatan untuk menginap disitu. Bagaimana tidak? Hotel ini terkategori bintang lima dan termasuk dalam 2% jajaran hotel terbaik dunia untuk saat ini. Sebagai keluarga 'non selebs' berat diongkos atuh menginap sembarangan! Kamar termurah berkisar 1,5 jt dan kamar termahal berkisar 15 jt. Tarifnya bikin merinding! Tentu saja lebih banyak tamu asing, selebs dan pejabat yang menghabiskan waktu disini ketimbang rakyat jelata seperti kami. He-he,.. Tapi this is the law of luxury. Kemewahan memang 'ada rupa ada harga.'

Resepsionis lalu menyarankan agar kami mengambil paket "TUGU HOTEL TOUR". Ternyata untuk menghindari pengunjung yang kepo-kepo Tugu Hotel mempersilahkan pengunjung menikmati keindahannya dengan membeli paket tour (ditemani guide karyawan hotel) senilai Rp. 80.000,-/orang dan diberi keleluasaan untuk menikmati 'Tea Time' sore di beranda lantai atas hotel. Bebas minum kopi-teh dan mengambil aneka jajanan. Lagi-lagi penyesalan mendalam, saya nggak sanggup makan banyak (perut mbledhos), karena sesungguhnya saya ingin coba semua jajanan yang disediakan (jajanan tradisional yang enak dan sudah jarang muncul di pasaran). Bagi saya paket tour ini menarik sekali sekalipun memang harganya relatif mahal,--Rp. 80.000/orang, namun kesempatan untuk melihat-lihat Tugu Hotel dan bersantai di ruang makannya tentu saja senilai dengan harga yang ditawarkan. Okay, bite a little for this luxury!

Jujur menurut saya orang Jatim rada jutek-jutek (hi-hi) dan suasana paling ramah yang saya rasakan adalah sambutan dari karyawan Tugu Hotel. Keramahan karyawannya memang 'world class' kemanapun kita melangkah di dalam hotel disambut dengan senyum dan kehangatan. Guide yang menemani kami (saya lupa namanya, saking sesungguhnya hari Minggu itu capek sekali karena sejak subuh sudah siap-siap di bandara dan hampir salah boarding naik Air Asia yang jurusan ke Yogyakarta --kayak bis malam aja-- karena gate penerbangan digonta-ganti seenak dengkul hi-hi,...), mas anu ramah banget. Selalu tersenyum dan menampakkan wajah yang 'gak ada salahnya nyoba casting sinetron'. Kami berkeliling ke segala penjuru Tugu Hotel selama satu jam. Dimulai dari lobby, melewati kolam renang lalu masuk ke dalam berbagai 'nuansa' yang tak terbayangkan dalam imajinasi. 

Sebenarnya saya ingin menulis bab khusus tentang Tugu Hotel tapi nanti 'makalah kuliah' saya akan terlalu tebal. Maka saya ringkas saja kisah Tugu Hotel disini. Sebenarnya Tugu Hotel terletak di tengah kota Malang, dekat balaikota. Tentu saja hawanya biasa dan tidak sejuk. Bangunannya dikatakan sebagai bangunan renovasi yang membungkus bangunan lama sebelumnya. Namun suasana rumah-tua berhantu yang dulu ada, kini hilang dengan keahlian arsitektur yang mengubah hotel ini menjadi 'istana putih klasik yang menyembunyikan kisah 1001 malam.' Bangunannya juga nggak terlalu luas, bahkan kolam renangnya juga mungil saja, demikian pun bar/resto/ruang seminar tidak dibuat dalam ukuran raksasa semuanya 'sedang-sedang saja'. 

Apa yang menarik sehingga hotel ini begitu diagung-agungkan sebagai 'world class' hotel? Keindahan tata ruang dengan sentuhan klasik antik. Serba bergaya jawa kuno yang artistik. Etnik banget! Ya kalo Anda tidak punya 'taste of art' berkunjung ke hotel ini pun akan membuat Anda ngantuk berat karena isinya 'cuma' patung-patung kuno dan lukisan klasik. Anda cukup ke Hotel Pop, pesan handuk sama sikat gigi, lalu bleggg gubrak tidur. Beres dehh! Atau Anda sejenis penggemar acara PNP (percaya nggak percaya), uji nyali yang hobby kegelian kalau disenggol setan. Ya, barangkali hotel ini akan 'terasa lucu' bagi Anda karena nuansa setan dan ruh-ruh gentayangan yang kental akan melekat dalam benak Anda. Siap-siap kabur saja jika tengah malam ada perempuan berambut panjang duduk di jendela kamar tidur! He-he,.. Sentuhan etnik dan barang antik tentu saja tidak lepas dari hikayat masa lalu. Ada setannya atau tidak? Berdamailah jika Anda pencinta seni! Kagumi bagaimana pada masa lalu ada orang-orang (yang mungkin kini menjadi ruh-ruh gentayangan) yang pernah menggurat sejarah. 

TUGU HOTEL didesain penuh 'sentuhan masa lalu.' Barang antik dan lukisan kuno. Segala topeng, totem, arca batu, dekorasi kayu Jepara, aneka batik lan sakpanunggalane tersebar di segala penjuru hotel ini. Saya juga tipe orang yang menyukai aneka hiasan kerajinan dan mengoleksi beberapa di rumah (kelas teri, hi-hi). Suatu ketika teman dekat saya pernah berkomentar, "Haduh rumahmu terlalu banyak barang etnik udah kayak musium ajah!" Dalam hati saya menjawab, "Kalo gitu saya kurator seni dooong!" Pokoknya aku suka barang-barang antik begini! Dan saya pikir koleksi barang antik yang ada di Tugu Hotel nilainya mencapai milyaran rupiah. Kabarnya aneka koleksi ini adalah hasil perburuan sang pemilik hotel. Ada sebuah totem raksasa (guwede nya!), asli didatangkan dari Papua (saya bingung nggotongnya gimana). Ada lukisan perempuan cantik berambut panjang yang membelakangi cermin. Nggak, saya nggak takut! Karena ada hikayatnya wanita itu adalah putri pewaris pengusaha kaya jaman Hindia Belanda. Saking kaya dan dimanja, the lady tidak dapat mengatur keuangan. Lalu wanita ini meninggal dalam keadaan miskin papa. Tragis. I love Tugu Hotel and all the legends inside!

(5) Masjid Cheng Ho Pandaan

Di kota Malang sesungguhnya banyak yang dapat ditelusuri, namun waktu juga yang membatasi. Kami juga sudah sangat kelelahan karena saya bergentayangan sejak pukul tiga subuh. Setelah jalan-jalan ke FO Blossoms dan FO Donatello di Malang (saya nggak minat belanja) kami memutuskan untuk segera kembali ke Surabaya karena hari sudah menjelang Malam. Di perjalanan (kami bolak-balik melewati Kebun Raya Jawa Timur dan Taman Safari Jawa Timur, namun jelas tak bisa mampir). Di suatu tempat kami melewati Masjid Cheng Ho, Petungasri, Pandaan. Mesjid ini menarik sekali karena fungsinya sebagai mesjid namun dari jauh wujudnya seperti klenteng. Dengan nuansa warna merah menyala dan banyak ornamen Cina seperti lampion. Lagipula hari sudah jelang malam, orang-orang berpulang dari tarawih dan kegelapan yang menyelimuti akan menyulitkan saya mengambil foto. Perhaps someday!

(6) Bebek Goreng Harissa Surabaya

Sebenarnya saya tipe orang yang tidak rewel makan. Saya memahami filsafat 'makan untuk hidup'. Bahkan saya inginnya minum kapsul saja, sehari tiga kali jika ada kapsul pengganti makanan pokok bagi tubuh! Hi-hi,... Bertolak-belakang dengan sahabat saya Linda yang 'kalo nggak enak gue ogah makan!' Berhubung saya adalah tamunya, tentu saja saya menuruti hasrat nyonya rumah yang 'the taste of heaven is the taste of what you eat,' Menjelang pukul 9-10 malam kami mulai mendekati perumahan Puri Surabaya tempat dimana Linda menetap, mampirlah kami di bebek goreng Harissa. Sebelum pulang dan meletakkan kepala di bantal tentu saja perut masih harus ditutup dengan makan malam. Memang perut saya agak kaget, karena sejak pagi bolak-balik makan dalam porsi kecil. Sedangkan saya inginnya makan sehari tiga kali saja, porsi utama. Makanan kecil hanya sesekali jika ingin. Berhubung saya kurang pandai bercerita kuliner, saya hanya dapat mengatakan Bebek Goreng Harissa, Jalan Dr. Ir. H. Soekarno No. 553, Rungkut, Surabaya. Phone: (031) 8783788 rasanya weeeenaaaaaak buangeeet! Bebeknya gurih renyah dengan 'topping' (emangnya yogurt?) macam2x. Bisa di topping aneka rajangan segar pedas model dabu-dabu manado, bisa dikasih 'kremesan' gorengan dan lalap. Wes pokoknya nendang banget! Saya udah pasrah pada takdir masalah bobot tubuh di masa liburan ini. Hicks,.. 

4 comments:

  1. Wuiiih... wis nymape Ponco Kusumo rek,, itu salah satu sentra budidaya apel di Malang Mbak. Kalo mau ke Bromo ya lewat Ponco Kusumo ini.. :)

    Seingat saya itu fotonya Oei Hui Lan, putri Oei Tiong Hiam- raja gula orang terkaya di Indonesia dari Semarang. Saya termasuk yang awalnya takut liat foto rambut panjangnya... tapi baca juga bukunyaa... >,<

    ReplyDelete
    Replies
    1. Next time bersama Gita ya ke Ponco Kusumo njuk ke Bromo piyee? Hihihi,.. Iya betul putri raja gula dari Semarang. Dengar kisahnya kok tragis gitu,..

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.