Tuesday, June 23, 2015

Drama Adik Engeline

Sebelum menuliskan ini, tadinya saya mau menulis macam-macam tentang film yang saya tonton, tentang pertemanan dengan teman-teman saya yang serba koplaks dan lain-lain. Tapi kebetulan karena musim liburan sekolah, saya kadang bepergian dengan keluarga, ketemu teman, mengurus anak, bebenah rumah dan sebagainya, waktu dan kesempatan menulis jadi terdesak alias tidak sempat. Tapi hari ini rasanya sulit jika tidak menuliskan cerita ini. Drama adik Engeline.

Engeline (yang sebelumnya banyak disebut sebagai Angeline), Engeline, Engeline,... sebulan lebih setelah kepergianmu, orang masih saja ribut. Ada yang menuduh, ada tertuduh, ada yang simpati, ada yang empati, ada yang punya kepentingan, ada yang beriklan. Komplet pake telor mata sapi, seledri dan daun bawang. Seandainya adik Engeline jadi malaikat kecil yang bahagia dan terbang di alam lain ia akan bingung dan mungkin tertawa. Ketika aku ada, hidup dan bernafas kalian menelantarkanku. Ketika aku tiada, mati berkalang tanah, kalian ribut, bertikai dan saling bersengketa mencoba menjadi pahlawan yang menyelamatkan nyawaku? Diriku kini hanya tinggal angin lalu.. Lebih baik kalian selamatkan Engeline-Engeline lain diluar sana,...Masih ada kesempatan bahagia untuk mereka.

Ceritanya saya nonton acara ILC disebuah televisi swasta, gara-gara teman (dan mungkin masyarakat luas) mengabarkan, "ILC sedang membahas kasus Engeline lho..." Semangat dong! Saya jarang nonton acara yang berbau politik atau hukum dan sebagainya. Its just not my thing. Mungkin film kartun lebih saya sukai ketimbang nonton acara-acara 'dewasa' semacam itu. Tapi mungkin karena saya sudah cukup dewasa (hellooo...udah punya anak abege gitu loch! kapan mau dewasa?), jadi saya mulai belajar nonton acara politik yang khususnya tertarik sejak masa pilpres dan acara kasus/hukum khususnya juga tertarik karena dulu penggemar cerita misteri. Iya misteri karena selalu kita tidak bisa menebak siapa penjahatnya?

Acara ILC menampilkan para tokoh dari empat sisi. Ada sisi orang tua kandung. Ada sisi pembela keluarga ibu angkat Engeline. Ada sisi pembela dari tersangka pembunuh yang sudah dijerat polisi dan ada sisi 'Negara & kaum intelektual.' Yang hadir banyak, menurut Bung Karni Ilyas sang pembaca acara yang serba cool, peserta yang diundang bicara 20 orang. Masing-masing bicara selama lima menit. Mengupas dari sudut pandangnya masing-masing. Tapi saya pikir acara kali ini dalam ILC bagusnya diberi judul 'drama adik Engeline.'

Yang saya lihat semua bicara dan saling menyangkal. Pusing deh tujuh keliling. Jadi ingat komentar - komentar badung di media yang sering saya baca : kalau semua maling ngaku, penjara penuh dong! Opini masyarakat menjadi 'tenaga dalam' yang menyudutkan ibu M, sementara secara hukum dan kebenaran, orang yang dituduh tanpa bukti = fitnah. Jadi memang tidak bisa memojokkan lalu memfitnah orang dengan semena-mena. Harus ada buktinya kalau menuduh. Hitam dan putih kadang dipermainkan dengan bodoh dan pintar lalu dibungkus dengan kaya dan miskin. Kebenaran kadang tersimpan terlalu rapi jika dibungkus dengan kekayaan dan kepandaian. Semakin pandai seseorang, semakin pintar pula membolak-balikkan fakta. Semakin kaya seseorang maka semakin banyak pula orang yang berkepentingan untuk pro atau mendekat. 

Tapi coba dilihat dari kacamata bening yaitu dari kebenaran itu sendiri. Tanpa embel-embel yang lain. Seorang anggota DPR yang bersimpati menjenguk tersangka dan mendapat 'pengakuan baru.' Terima kasih! Karena dari situ ada hal baru yang bisa digali oleh penyidik. Team pengacara ibu angkat dan keluarga dekat membela dan memberi kesaksian. Terima kasih juga, karena jika seandainya persangkaan kekejian yang dilakukan oleh ibunda adalah fitnah berdasarkan opini publik semata itu adalah 'hukum rimba', penjagalan manusia yang semena-mena. Ibunda berhak membela diri. Karena tidak ada atau belum ada bukti nyata bahwa dialah yang melakukan kekejian pada adik Engeline. Sementara itu pengakuannya tetap sama: tidak bersalah! Ada orang-orang lain yang menjadi saksi bagaimana sikap ibunda kerapkali bengis dan kasar pada adik Engeline. Semua berputar pada sebuah kumparan yang sangat membingungkan.

Justru saya merasa sangat bersyukur bahwa "negara dan kaum intelektual" hadir dalam acara ILC tersebut. Mengapa? Kita tidak bisa selalu hidup dalam 'hukum rimba', mau sampai kapan? Semua orang emosi, semua orang marah-marah, semua orang menuduh dan semua orang tertuduh. Tetapi suara dari Mentri Sosial Khofifah Indar Parawansa sangat jelas dan gamblang. Bagaimana proses adopsi tersebut terkategori ceroboh dan tidak sah/ tidak legal. Suara dari Irjen Polisi Ronny Sompie selaku Kapolda Bali juga tenang dan sangat teratur sekalipun dipojokkan sama sekali tidak mudah terpengaruh. Saya mengamati ekspresi wajah semua orang dan ekspresi Mentri Khofifah serta Irjen Polisi Ronny sangat terkontrol dan stabil. Untuk sejenak saya berterima-kasih dan bersyukur pada Tuhan, setidaknya kita tahu dua orang penyelenggara negara adalah sejenis pohon yang tertanam kuat dan tidak mudah masuk dalam pusaran angin puyuh. Yang lain adu debat, tereak dan silang sengketa. Mereka berdua mampu tidak terseret arus dalam segala statement, opini, keributan, teriakan bahkan caci maki. Kalem!

Saya juga suka gaya bicara ibu Ratna Sarumpaet, memberikan aksentuasi dramatis. Dengan segala perkataannya yang langsung, umum, bebas, tanpa rahasia. Menerjang dan boleh dikata cukup menampar. Kata-katanya tajam dan menohok. Tapi kita butuh juga orang-orang yang seperti ini. Kalau semua serba pakai bahasa santun, metafora dan klemat-klemot kapan selesainya? Harus ada yang tembak-tembakin peluru. Agar menari lebih lincah di atas panggung. Ibu kandung Engeline adalah orang yang paling memelas dalam acara tersebut, wanita muda yang sederhana dan entah punya anak berapa, namun terlihat ada penyesalan mendalam bahwa hidup putrinya tersia-siakan karena terpisah dari dirinya. Semua orang boleh mencibir dan mengatakan: salah sendiri punya anak main dikasih ke orang lain! Jawabannya: bagaimana dengan kemiskinan? Bagaimana dengan : buat makan besok aja masih susah,... gimana mau ngurus anak bererot? Sad! Saya yakin masih banyak Engeline atau mungkin Engelo lain yang harus kita perhatikan diluar sana... Now!

Yang tak kalah menarik adalah penampilan dari Profesor Hubertus seorang psikolog/ ahli jiwa. Kesaksiannya mengungkap bahwa orang yang sering marah-marah biasanya akan bertendensi melakukan kekerasan. Dan bahwa orang yang sering marah-marah adalah orang yang memiliki kelainan jiwa. Saya pikir gangguan jiwa adalah hal yang sangat 'abstrak' seperti kain kelambu yang tipis. Antara mengatakan seseorang itu waras atau tidak waras. Sering saya bertemu orang yang omongannya mbolak-mbalik. Hari ini bicara demikian, esoknya lupa dan mengatakan sebaliknya. Ketika diingatkan, mengaku tidak pernah mengatakan hal-hal yang sebelumnya. Bahkan jelas-jelas bersalah pun akan mengaku tidak bersalah sama sekali. Kenapa? Karena jiwanya terganggu. Ada juga orang yang tidak bersalah tetapi mengaku bersalah. Kenapa? Bisa jadi jiwanya terganggu juga. Mudah labil, kurang cerdas, mudah diintimidasi. Bullying dan intimidasi adalah hal yang tidak sehat dan menakutkan. Tapi kadang-kadang profile kejiwaan seseorang yang labil dan tidak percaya diri juga akan menempatkan dirinya menjadi obyek untuk ditekan oleh orang lain. Masalah kejiwaan memang menarik. Kadang kita saling bercanda, "dasar loe psikopat!" Jangan-jangan memang ada psikopat diantara kita?

Drama adik Engeline menyisakan luka yang menganga buat banyak orang. Bahkan kedua anak ibu M akan terancam kehilangan ibunya jika sang ibunda masuk penjara. Yang harus sangat disadari adalah bahwa : biaya membesarkan seorang anak itu luar biasa! Saya tidak bicara masalah uang dan materi, tetapi saya bicara mengenai waktu, kesempatan, kasih sayang, teladan, bimbingan, keringat, kesabaran, cinta. Itu semua hendak dibeli dengan harga berapa? Tidak ada HARGAnya. Kasih sayang ayah dan ibu : tidak ada harganya. Semua harus diberikan dengan gratis kepada anak-anaknya. Tetapi ketika orang dewasa gagal dalam memberi waktu, kesempatan, kasih sayang, teladan, bimbingan, keringat, kesabaran, cinta, HUKUMANnya mengerikan. Anak tersebut bisa mati. Anak tersebut bisa terlantar. Anak tersebut bisa jadi bandit. Anak tersebut bisa menjadi penjahat. Anak tersebut bisa jadi sadis. Whatever,...anything horrible is possible. 

Satu hal yang sangat tidak saya mengerti adalah begitu mudahnya seseorang hamil, memiliki anak, tidak hanya satu bisa dua, tiga, hingga lebih. Saya dengar tersangka AGT berasal dari 10 bersaudara. Dan kemana ia berakhir kini? Menjadi tersangka kasus pembunuhan dan perkosaan anak 8 tahun?? Okay, mungkin ada contoh keluarga dengan banyak anak yang rata-rata sukses, tetapi mungkin harus dibuat kajian ilmiah. Berapa persen dari keluarga dengan anak yang sejumlah pasukan pesepak-bola bisa sukses membesarkan dan mendidik semua anak-anaknya? Lagipula para orang tua terkadang juga masih memiliki peran lain selain dari peran sebagai orang-tua. Bisa jadi mereka pendidik, sarjana, artis, pembicara, pengacara, ilmuwan. Waktu akan menjadi perebutan: apakah ngurusin anak? Apakah ngurusin karir dan pekerjaan? Acapkali ada yang berkomentar : Bagi waktu dengan baik dong! Iya kalo anaknya satu atau dua. Kalau lebih dari itu? Kalang kabut,....

Mengurus dan membesarkan anak itu hal yang 'amazing' buat saya. Menurut saya pekerjaan seorang ibu dan ayah yang benar-benar mampu mengantar anaknya bukan semata pada kesuksesan saja, tetapi menjadi seorang anak yang senyumnya menyejukkan dan sapaannya membahagiakan orang-orang disekelilingnya, itu luar biasa! Hebat! Saya dan suami hanya punya satu anak. Dont ask why. I hate this question (baca saja :drama adik Engeline and suddenly u know why..). Dengan satu anak, itu kerja fulltime plus overtime. Ada manajemen keuangan. Ada manajemen kesehatan. Ada manajemen emosi. Ada manajemen pendidikan. Ada manajemen karir dan skill. Ada manajemen karakter. Itu harus dilakukan untuk satu anak, semua harus diperhatikan. Supaya karakter, mental dan akhlaknya terdidik sempurna. Sebagai seorang ibu saya akan mengatakan sebaiknya bidik target nilai "SEMPURNA", jangan dengan target "BAIK" apalagi kalau orang Jawa bilang 'asal mangan & asal urip (asalkan masih bisa makan dan hidup).' Kalo cuma makan, babi juga makan. Kalo cuma hidup, kebo juga hidup. Untuk masa mendatang baik saja tidak cukup, harus bijak. 

Semasa kecil saya tidak mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan seperti aniaya atau KDRT tapi saya tidak bahagia dan sangat berjuang untuk mencari bahagia itu seperti apa. Ketika ibu saya masih hidup setiap berjumpa sering bertengkar dengan ibu, beda pendapat. Ketika ibu saya tiada, saya kadang berpikir untuk ikut melompat ke liang kuburnya. Maka itu mendidik anak adalah hal yang extraordinary, semua serba gratis, hitung-hitungannya hanya surga. Drama adik Engeline membuka pintu kesadaran bagi yang ingin sadar : punya anak itu nggak main-main. jangan nggampangin!

2 comments:

  1. Saya males nonton acara-acara dewasa gitu, Mbak. Males ngeliat semua orang merasa benar sendiri. Mending nonton anime...

    Anyway, semoga kita semua dijauhkan dari perbuatan-perbuatan seperti itu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduhhh,..aku masih agak gaptek nik...kaloo nulis reply ngga pake masuk akun trus sign in -- ternyata tulisan komennya ilang.... iya begitulah acara acara hehehe -- serba 'dewasa' bagi kita penggemar 'anime' jadi rasanya hiruk pikuk....met puasa yah.... Maria M baru ketemuan ama saya lho.... hehehe...

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.