Monday, August 29, 2016

KDRT yang benar adalah Komunikasi Dalam Rumah Tangga

Marriage is not for everyone. Iya benar. Pernikahan itu memang bukan untuk semua orang. Karena pernikahan menggandakan semua masalah dari satu menjadi dua. Dari satu kepala menjadi dua kepala dan saling berbenturan. Menggandakan berkah? Belom tentu! Iya kalau peruntungan sepasang sejoli membaik selama jalannya pernikahan. Bagaimana jika memburuk lalu ambruk? Cita-cita masing-masing individu tak kesampaian. Karir masing-masing mentok. Harapan rumah tangga mencapai masa gemilang hanya pepesan kosong. Membesarkan anak dilakukan pula dengan cara kedodoran. Most of the time saya berpikir bahwa pernikahan bukan untuk saya. Pernikahan membuat saya banyak berkorban dan merugi besar. Tapi ternyata saya tetap menikah juga (masih)!

Anehnya pernikahan ini dalam beberapa tahun lagi akan mencapai angka 20 tahun pernikahan. Pertengkaran-pertengkaran kami mulai memasuki "Era GAK MUTU". Era PIL, WIL dan BOKEK sudah terlewat dalam bab-bab sebelumnya. Pertengkaran masa lalu itu sudah terjawab dengan kata-kata mutiara, "Emang masih ada yang mau sama elo? Kalau masih ada yang mau, silahkan...!" Kemudian masalah bokek pernah terjawab dengan latihan ketabahan, ketika kami sekeluarga (termasuk anak) hanya menyantap nasi goreng curah yang dibeli di warung depan rumah selama beberapa hari berturut-turut. Saking nggak ada duit sama sekali. Itupun masih termasuk bagus kali ya, nggak sampai ke level nasi ikan asin, indomie atau bahkan nggak bisa makan selama seminggu. 

Pertengkaran "Era GAK MUTU" sifatnya insidental dan sangat aneh. Misalnya begini. Suatu hari saya dan suami harus kondangan ke lokasi dekat rumah dengan berjalan kaki. Mosok jarak 200 meter harus pake mobil? Acaranya jam 11 siang. Itu adalah jam yang sangat saya hindari untuk berjalan keluar rumah. Saya sering kecentilan dengan "menolak keras sinar UV". Saya tahu benar bahwa sinar matahari hanya aman untuk kulit dibawah jam 8.30 pagi. Sisanya siap mengeringkan kulit dan berfungsi mengumpulkan kerut. Kalau ketemu sinar matahari siang biasanya saya akan lari-lari lebay dan selalu berlindung di tempat gelap/teduh (mungkin sebelum reinkarnasi saya adalah vampir?). Kalau kepanasan saya juga sering mengeluh panjang pendek. Hingga pernah satu kali sahabat saya membentak, "Kamu sebentar lagi akan meleleh atau bagaimana?" Yah, setiap manusia punya sisi jelek dalam dirinya. Mungkin saya = lebay.

Maka dari itu saya memaksa suami membawa payung besar yang mudah dibuka dan dapat dipakai untuk berteduh berdua (memang lebay kelas dewa!). Tentu saja suami menolak. Panas terik kok malah membawa payung raksasa. Ke acara kondangan pula. Gila kali? Ia memaksa saya membawa payung yang kecil. Dengan alasan ia tidak butuh berteduh di bawah naungan payung. Silahkan saya berpayung sendiri sepuasnya. Saya agak jengkel karena saya sudah mengatakan bahwa saya yang akan membawa si payung raksasa tanpa rasa malu. Saya akan cuek menyenderkan payung atau meletakkan payung di lantai dalam acara kondangan tersebut demi keselamatan kulit saya. Payung adalah anti oksidan yang realistis dari UV. Saya sudah tahu bahwa payung kecil mulai rusak karatan dan sulit dibuka. 

Payung lalu menjadi sumber pertengkaran kami dalam perjalanan menuju acara kondangan. Saya jengkel karena masalah membawa payung saja saya tidak diijinkan alias didikte. Dan sepulangnya acara saya makin marah karena payung kecil sungguh sulit dibuka bahkan gagangnya copot ketika ditarik! Sehingga selama beberapa menit di perjalanan pulang saya terpanggang sinar UV jam 1 siang dan ini adalah hal yang paling saya benci. Terpaksa saya setengah berlari pulang meninggalkan suami supaya cepat terbebas dari sengatan UV. Sesampainya di rumah payung kecil langsung saya lemparkan ke sudut dengan mendongkol. Sementara suami sengaja berjalan pulang berlambat-lambat seolah menikmati sengatan matahari terik jam 1 siang itu sebagai bagian dari spa alam. Itu adalah salah satu contoh pertengkaran era gak mutu.

Kali lain saya membeli juice tiga gelas : dragon fruit, banana-strawberry dan mangga. Saya membayar lunas dan mendapatkan dua juice karena ternyata juice buah naga (dragon fruit) sedang dibuat. Maka saya harus menunggu. Tiba-tiba saja suami muncul dan melihat dua juice yang ada di meja. Kegemarannya adalah juice buah naga. Saya hanya berkata singkat sambil cuek, "juice buah naga sedang dibuat,..." Lalu suami mengangguk dan melangkah pergi. Biasanya ia akan membeli beberapa makanan yang ia sukai seperti sushi. Tak lama kemudian juice buah naga sudah siap dalam gelas plastik dan saya ambil dari counter karena sudah dibayar. Saya lalu kembali asyik bermain hape. Tiba-tiba saja saya lihat suami sedang mengambil juice buah naga! Rupanya ia sudah membayar dan membeli segelas lagi. Buset! Nggak konek,..

Saya berteriak tapi segalanya sudah sangat terlambat karena juice telah dibayar di cashier. Struk telah dikeluarkan dan buah naga telah di blender. Total kerugian mencapai Rp. 12.500,- . Lalu kami mulai saling berteriak dan bertengkar. lutuna lutung kasarung,... "Kok nggak bilang kalau juice itu sudah kamu bayar?!" Adalah protesnya yang pertama. Saya ngamuk, "Kamu nggak nanya udah dibayar apa belum. Mosok saya langsung kasih pengumuman? Lagian biasanya kamu pergi hanya untuk beli sushi!" Lalu kami saling merepet satu sama lain dan saling menyalahkan karena ada seseorang yang begitu goblog dan membiarkan juice buah naga dibeli hingga dua kali. Seorang oma-oma yang baru menyantap es magnum di sebelah meja menatap pertengkaran kami dengan pandangan ngeri. Dua karyawan yang ikut di dalam lift sempat pula mendengarkan jejeritan kami berdua dan sangat paham mengapa kami saling mendiamkan bete.

Setelah keluar lift, kami yang masing-masing tergopoh-gopoh repot dengan dua tangan membawa dua gelas juice dan membawa tas di bahu kanan-kiri mulai lagi saling bertengkar. Pertengkaran terhenti di area parkir setelah suami mengeluarkan jurus komunikasi terbaiknya: membentak 'diam kamu!' Saya langsung berhenti merepet. Mungkin jika itu adalah pesawat turbo dengan kecepatan supersonik ia langsung meledak dan hilang jadi debu di angkasa. He-he-he,.. Saya diam bukan karena takut. Tapi saya pikir memang perjuangan untuk kemenangan juice buah naga ini tidak pantas lagi dilanjutkan. Hi-hi-hi,.. Di mobil saya sindir lagi, "Menanggung kerugian dua belas ribu lima ratus rupiah saja istri sendiri diomeli habis-habisan. Bagaimana jika istri tersebut membuat kerugian dua belas setengah milyar rupiah? Dibunuh?" Pendek suami menjawab, "Gantung!" Hi-hi-hi,..

Ya begitulah! Menikah memang tidak untuk semua orang. Hanya untuk orang-orang yang terpaksa sudah telanjur menikah. Menikah adalah untuk mereka-mereka yang bisa mengartikan KDRT sebagai komunikasi dalam rumah tangga. Tahu kapan saatnya merepet dan tahu kapan saatnya mingkem. Sejak tahun-tahun awal pernikahan saking tobatnya menyesuaikan diri satu sama lain saya sering berkomentar, "Saya coba menyabarkan diri ya! Saya bertahan karena kamu sudah saya anggap seperti saudara/kerabat! Saya kasihan sama kamu,..." Lalu suami menjawab dengan nyontek, "Sama dong! Kamu juga sudah saya anggap seperti saudara saja. Apalagi saya, udah nggak tahan banget! Bener, cuma kasihan aja,.." Ya begitulah KDRT, komunikasi dalam rumah tangga. 

foto: berbagai sumber

2 comments:

  1. Saya baca nyengir ntengir sendirian di pagi hari....

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha..... masih mau mencari belahan jiwa Maria? :P

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.