Monday, September 12, 2016

K-Movies (18) The Chronicles of Evil (Serangkaian Kejahatan) ***

Park Seo Joon. Sebenarnya agak tak masuk di akal jika kita menghindari seseorang hanya karena kita merasa tidak "klop" dengan orang tersebut. Seperti aktor ini, Park Seo Joon. Ternyata saya tidak begitu suka menonton film atau drama yang diperankannya. Entah mengapa? Bukan benci tapi gak cocok dengan aktingnya. Mungkin orang lain ada yang cocok dengan akting/perannya di film. Kebetulan saya tidak bisa menikmati dengan baik. Ketika menonton film-nya saya pikir lakon utama adalah aktor yang terlihat senior dan punya kualitas, Son Hyun Joo. Ternyata ada Park Seo Joon sebagai tokoh utama kedua. Saya menonton Seo-Joon di drama Kill Me Heal Me (sebetulnya aktingnya disini lumayan lucu tapi juga tidak extraordinary). Lalu saya mencoba nonton dramanya yang lain Witch's Romance, ketika masuk di episode kedua saya sudah mogok dan malas melanjutkan.

The Chronicles of Evil persiapan film-nya terlihat matang dan baik tetapi jalan cerita dan plot twist terlalu mengada-ada buat saya. Menonton film ini orang akan berkomentar, "Namanya juga film, ceritanya boleh ngaco suka-suka yang nulis....." Tapi dalam beberapa drama dan film lain yang khususnya terinspirasi kisah nyata kita masih dapat mengambil hikmah, terhibur atau terinspirasi. Atau sekalipun kisahnya sahibul hikayat asalkan yang memerankan sungguh menjiwai, biasanya penonton akan terhanyut. Contohnya adalah drama The Healer dan Oh My Ghostess. Film ini, The Chronicles of Evil, berusaha tampil sebagai film thriller/detective/action tapi nggak ada yang terasakan apa-apa. Sebagai thriller plot-nya udah biasa, umum (penjahatnya orang terdekat). Sebagai detective misterinya mudah ditebak (namun jalan cerita sengaja diputar-balikkan sebagai pasangan gay agar penonton tidak langsung menebak penjahatnya). Sebagai action, yah sama sekali nggak ada actionnya. Kecuali adegan menembak dan berkelahi dengan supir taksi (yang tidak ada istimewanya).

Detective Choi (Son Hyun Joo) rencananya sebentar lagi akan naik pangkat di kepolisian. Anak buahnya di kepolisian juga sangat loyal dan memuja dirinya sebagai pimpinan idola (nggak tahu alasannya apa, hanya diceritakan sebagai seseorang sangat bijaksana dan disegani. Oke, mari kita percaya!). Lalu atasannya juga sudah 'menjanjikan' posisi di kepolisian yang lebih tinggi asalkan ia menghindar dari perkara. Suatu malam setelah 'merayakan' hari kenaikan pangkat yang akan segera tiba, Detective Choi pulang naik taksi seorang diri. Di tengah jalan si supir taksi yang ternyata menyimpan dendam masa lalu, menyerang detective Choi. Tanpa sengaja Choi membunuh si supir taksi dan meninggalkan te ka pe dengan menutup mata. Ia pikir kejadian tersebut akan ia lupakan. Ternyata keesokan harinya mayat sang supir taksi ditemukan tergantung disebuah crane gedung pencakar langit dan menjadi berita heboh nasional. Tentu saja Choi pucat pasi!

Seorang polisi muda, Detective Cha Dong Jae (Park Seo Joon) adalah anak buah kesayangan Detective Choi dan asistennya di kepolisian. Polisi muda belia yang lugu dan tampan ini, sigap melaksanakan tugas dan patuh pada atasan. Disini lagi-lagi agak aneh hubungan antara detective Choi dan asistennya, detective Oh (Ma Dong Seok) yang tampak sangat membimbing dan mengayomi detektive Cha Dong Jae seolah anak emas kesayangan. Detective Cha mulai merasakan kegelisahan Detective Choi terkait dengan kasus pembunuhan supir taksi yang digantung di crane pencakar langit. Lebih lanjut ia menemukan bukti-bukti yang kian menguatkan bahwa Detective Choi tersangkut kasus pembunuhan supir taksi. Namun ia menutupi semuanya demi menjaga nama baik sang atasan yang merupakan polisi idola di kepolisian.

Plot seolah dibuat rumit dengan adanya "kasus malpraktek kepolisian." Dimasa lalu seorang lelaki dituduh meracun dua belas orang tanpa bukti kuat. Lelaki itu kemudian dihukum mati. Polisi yang bertugas kala itu adalah detective Choi dan atasannya sang komisaris yang kini sudah punya posisi tinggi dan berniat menganugerahkan posisi lain yang lebih yahud bagi bagi detective Choi. Dalam penyelidikan ditemukan bahwa lelaki yang dulu dihukum mati punya anak lelaki yang kini menjadi aktor ternama. Aktor inilah yang kemudian menjadi dalang "jebakan" pembunuhan supir taksi bagi detective Choi. Ia sudah merencanakan sedemikian rupa bahwa Choi dan komisaris harus membayar hutang lama: menjebloskan pria tak bersalah hingga terkena hukuman mati. Komisaris mati dalam bom mobil dan Choi masuk perangkap sebagai terdakwa pembunuh.

Kurang rumit, plot dipaksakan agar pemirsa terkejut. Aktor tampan yang akhirnya bunuh diri setelah membunuh komisaris ternyata adalah pasangan gay polisi muda Detective Cha. Sejak kecil keduanya berteman baik dan bahkan sang aktor ganteng sangat mencintai Detective Cha (hmmm,..ya oke deh!). Sehingga ia banyak membantu sebagai dalang/asisten dalam balas dendam bagi ayah detective Cha. Iya, ternyata pria malang yang dihukum mati di masa lalu adalah ayah detective Cha (sesuai tebakan semula, penjahatnya palingan orang terdekat) dan yang meracun ke -12 orang adalah detective Cha sendiri. Semasa kanak-kanak ia sangat marah dan dendam melihat ayahnya dianiaya oleh dua belas orang majikan yang adalah penjudi-penjudi kelas teri. Ayahnya memang hanya lelaki bodoh merangkap pesuruh di tempat judi yang kumuh itu, tapi detective Cha ketika cilik sudah punya management dendam melihat ayahnya dianiaya. Malang justru pembunuhan dengan racun itu yang memicu ayahnya masuk penjara dan dihukum mati. Adegan ditutup dengan Detective Cha berhadapan dengan mentor/musuh Detective Choi. Berakhir dengan Cha bunuh diri dan Choi menjerit penuh kesedihan. Bagi saya: sedih engga. Terhibur juga engga.: (

foto: berbagai sumber

Tuesday, September 6, 2016

K-Movies (17) The Attorney (Sang Pengacara) ****

Hore! Film-nya Song Kang Ho lagi! Karena berjanji dalam hati untuk menelaah segala film dari Mr. Song, saya mulai lagi menonton salah satu koleksi filmnya. Bagus! Selalu saja Song Kang Ho 'larut' dalam berbagai gelas perwatakan yang diberikan kepadanya. Berperan sebagai Song Woo Seok lelaki pekerja keras lulusan SMA yang rajin dan akhirnya mendapat gelar 'Pengacara' dari ujian negara. Song Woo Seok menggambarkan kisah ultima seorang anak manusia. Yang dari kere, kerja keras, sukses, lalu tersadar kekayaan bukan akhir dari kesejatian hidup. Ia mulai lagi 'memburu' keadilan yang sesungguhnya. Jika pada awal cerita profesi pengacara oleh Song Woo Seok digunakan sebagai 'alat' untuk meraup kekayaan/menghidupi keluarga, maka pada akhir kisah profesi pengacara adalah alat untuk menjadi pahlawan pembela negara. Tsaaah!


Adalah Song Woo Seok lelaki yang tak pantang menyerah dan putus asa dalam memperjuangkan hidup. Dengan ijazah SMA dan tanpa kuliah, Song Woo Seok belajar sendiri untuk memperoleh gelar pengacara legal melalui ujian negara. Ia lalu meraih gelar itu dan diangkat sebagai jaksa daerah. Ia pun masuk dalam kolom berita sebagai 'lulusan SMA yang sukses menjadi jaksa'. Rupanya ia tak puas dengan posisi ini, mengundurkan diri dan ingin membuka kantor pengacara pribadi. Song Woo Seok lalu mulai merintis perijinan property melalui legal/hukum. Tak malu ia membagikan kartu namanya di segala tempat bagaikan salesman sisir sikat dan alat pijat. Pola pikirnya yang melihat jauh ke depan dalam membuka ladang mata pencaharian menjadikannya meraih sukses. Para pengacara lain lalu berbondong-bondong ikut membuka usaha legalitas property. Berpikir selangkah lagi maju ke depan, Song Woo Seok kemudian membuka usaha spesialisasi pajak! Begitulah selalu ada inovasi sehingga kantong pundi-pundi Song Woo Seok selalu penuh.


Dengan usaha yang sukses berat, Song Woo Seok lalu mampu membeli yacht, kapal layar dan melakukan hobby exclusive yang dilakukan 'orang kaya.' Ia juga tak lupa membalas budi banyak orang yang telah membantunya sukses, termasuk tukang warung bakmi langganannya. Warung mie milik Choi Soon Ae (Kim Young Ae) adalah tempatnya berhutang beli makan saat masih kere dulu. Hubungan persahabatannya terjalin baik dengan Mrs. Choi dan putra tunggalnya Park Jin Woo (Siwan). Sampai suatu ketika Jin Woo menghilang selama dua bulan. Masa itu adalah tahun 80-an ketika pemerintah Korea Selatan sangat keji dan ketat dalam screening anti komunis. Park Jin Woo mahasiswa yang tergabung dalam club buku dan membaca buku-buku western dianggap beraliran kiri. Pada suatu malam ia diciduk oleh oknum polisi dan disiksa selama dua bulan. Setelah penyiksaan itu baru muncul surat pengadilan ditujukan kepada Mrs. Choi, yang hampir gila mencari anaknya. Ia menangis menggerung mendapati anaknya masuk dalam sekapan 'oknum pemerintah.'

Sementara itu Song Woo Seok yang selama ini berpraktek hukum legal untuk property (jual beli tanah) dan pajak terkejut mendapati Jin Woo menghilang. Sekuat tenaga ia membantu Mrs. Choi mencari Jin Woo. Ketika kedua orang ini akhirnya mendapatkan ijin kunjungan di penjara, mereka menyaksikan tubuh Jin Woo yang lebam hancur oleh penyiksaan. Jeritan dan histeria-pun terjadi. Song Woo Seok yang selama ini mencela 'mahasiswa tukang demo' sebagai anak-anak yang malas belajar dan tidak bersyukur seolah mendapatkan tamparan besar di wajahnya. Park Jin Woo anak muda yang ia kenal sejak kecil (usia SD) dianiaya sedemikian oleh 'oknum pemerintah' membuat Woo Seok tergugah dan marah besar. Matian-matian ia mencari jalan keadilan bagi Park Jin Woo. Ia buka semua kedok interpol satuan khusus yang tak lebih dari para penyiksa manusia.

Proses perubahan sikap seorang anak manusia yang menjalani hidup 'adem ayem lan tentrem' lalu berubah menjadi pengacara yang jeli dan tanggap dalam menghadapi politik pemerintahan dan negara-nya sendiri dimainkan dengan keagungan seorang Song Kang Ho. Bagaimana ia berapi-api dalam sidang. Bagaimana ia berteriak dalam sidang. Bagaimana ia menuntut keadilan. Bagaimana ia dianiaya oleh polisi. Bagaimana saksi kuncinya 'diamankan' oleh pemerintah dan bahkan bagaimana istrinya mendapat ancaman telepon atas keselamatan anak-anaknya di sekolah. Kesemuanya dapat ditelurusi dengan baik dalam sosok Song Kang Ho yang berubah total menjadi pengacara Song Woo Seok. Tak jarang kita mendengar ada seseorang yang berubah menjadi sangat radikal barangkali dapat dipahami dengan peran Song Kang Ho sebagai pengacara ini. Bahwa seorang anak manusia dapat berubah pola pandangnya tentang kehidupan. Sesuatu terjadi! Dan itu membuat seseorang marah besar serta mengubah seluruh perjalanan hidup yang selanjutnya, The Attorney. However ending-nya kok rada mendadak dangdut dan hanya ditampilkan Song Woo Seok sebagai sosok idealis pemimpin demo di jalanan yang tengah diadili, "Lawan pemerintah yang korup dan otoriter!..."

foto: berbagai sumber

K-Movies (16) The Handmaiden (Nona Muda) ****

Saru! Film ini terkategori sangat erotis dan menurut saya butuh 'kebijaksanaan' penonton untuk mampu menelaahnya sebagai bagian dari art/seni. 28 tahun ke atas lah! 21 tahun saja nggak pantas untuk nonton film ginian. Sudah bukan rahasia bahwa seni/art sering diartikan dengan figur-figur atau pose-pose erotis. Entah itu tarian, lukisan, patung dan ini adalah sebentuk film yang sesungguhnya bernilai seni tapi tentu saja dengan muatan sex yang sangat tidak pantas untuk diperlihatkan pada sembarang penonton. Diangkat dari novel Fingersmith karya Sarah Waters (British). Park Chan Wook sang sutradara yang sudah bolak-balik mengejutkan penonton dengan karya-karyanya (Joint Security Area, Thirst), kali ini menggebrak tahun 2016 dengan film The Handmaiden.

Diadaptasi menjadi setting Korea/ Jepang kisah Handmaiden atau Fingersmith bercerita tentang Lady Hideko (Kim Min Hee) seorang nona muda pewaris tunggal kekayaan sebuah keluarga. Ia tinggal dengan pamannya Tuan Kouzuki (Cho Jin Woong). Hideko sendiri adalah keponakan dari almarhum istri Kouzuki, jadi dengan pamannya ia tak sedarah. Seorang lelaki penipu Tuan Fujiwara (Ha Jung Woo) berniat memperistri Lady Hideko dan menguasai hartanya. Ia lalu memaksa seorang gadis muda kenalannya bernama Sook Hee (Kim Tae Ri) untuk dijadikan pembantu utama/dayang Lady Hideko. Singkatnya Fujiwara dan Sook Hee hendak bersekongkol mempengaruhi Hideko agar mudah jatuh cinta dan masuk dalam pelukan Fujiwara. 

Plot lalu seolah menjadi triple twist ketika cerita sangat berbelit dilihat dari tiga sudut pandang. Rupanya sejak kanak-kanak Hideko mendapatkan pelajaran tak pantas untuk membaca dan mengerti seluk beluk erotisme hubungan seks. Ia harus membaca buku kisah tentang eksploitasi seks, berbagai posisi dan memiliki keahlian membaca kisah-kisah mesum. Pertunjukan ini digelar oleh pamannya, Tuan Kouzuki. Jika dulu aktris utama adalah almarhum bibinya (yang kemudian bunuh diri karena stress). Kini Hideko lah yang dijadikan kelinci pertunjukan seni membaca kisah erotis lengkap dengan segala akting bersanggama dan lenguhan tak pantas. Ditonton oleh sejumlah lelaki yang adalah pengusaha-pengusaha papan atas/ relasi dari pamannya. Hideko memiliki mental yang terlatih tangguh. Sekalipun sejak kanak-kanak ia dilatih dengan keahlian mesum tingkat tinggi, tingkahnya selalu anggun, tertutup, lembut, terpelajar dan sangat cerdas. Tak seorang pun menyangka bahwa profesi di belakang layarnya adalah semacam geisha exclusive, hasil didikan pamannya.

Plot pertama adalah Seok Hee bersama Fujiwara berniat menipu Hideko untuk memperoleh harta warisan. Plot ini dipatahkan dengan plot kedua. Ternyata Fujiwara sudah bersepakat dengan Hideko, hendak menolongnya lari dari kehidupan gila bersama pamannya yang mesum, Kouzuki. Mereka hendak menempatkan Seok Hee ke dalam rumah sakit jiwa sebagai pengganti Hideko. Plot inipun dipatahkan dengan plot ketiga ketika ternyata Hideko dan Seok Hee saling jatuh cinta dan menipu Fujiwara serta si tua Kouzuki. Kedua wanita ini kabur ke tempat yang jauh. Lari dari kehidupan gila masa lalu. Tentu saja yang menjadi sumber kerusuhan dalam film ini adalah kisah cinta lesbian antara Seok Hee dan Hideko. Dalam Fingersmith cinta terlarang kedua wanita muda memakai setting era Victorian, sedangkan dalam The Handmaiden menggunakan era penjajahan kolonial Jepang di Korea. Dibuat setting jadoel mungkin agar terasa betapa beratnya tantangan pada masa lalu saat menjalin hubungan cinta sejenis dilakoni oleh dua anak manusia.

Kim Tae Ri, berusia 26 tahun pemeran Seok Hee sepertinya tidak punya debut film apapun sebelum bermain dalam The Handmaiden. Dalam film ini ia langsung memenangkan awards. Mengaku tidak kesulitan dalam bermain adegan ranjang, Kim Tae Ri merasa lebih sulit berakting tertawa keras-keras seperti orang gila. Ia adalah pemenang dari 1500 orang yang melamar untuk peran Seok Hee dalam film Park Chan Wook ini. Jadi sudah terbayang bahwa ia sama sekali tidak terlihat ragu/risih/malu-malu dalam melakukan berbagai adegan aneh bersama partner-nya di film ini, aktris Kim Min Hee. Sementara akting para pemeran pria termasuk Ha Jung Woo hanya terasa sebagai pemanis atau penegas jalannya cerita dalam film. Fingersmith sendiri punya arti seseorang yang ahli dengan jemari tangannya. Bisa diartikan sebagai pencopet 'atau lainnya.' Dekor ruangan, background cerita dan kostume/make-up di film The Handmaiden sangat artistik. Niatan saya memberi bintang lima saya kurangi menjadi bintang empat. Hanya karena menurut saya terlalu mesum (aishhh!), apa yang dikisahkan dalam kehidupan Lady Hideko. Film oh film, seni oh seni,...

foto : berbagai sumber