Thursday, August 27, 2015

Proud of You, Girl !

Saya menghabiskan masa SD di sekolah swasta. Ketika pindah SMP ke sekolah negeri, saya merasa 'asing'. Soalnya banyak wajah-wajah baru yang tidak saya kenal dari berbagai sekolah dasar lain. Ada rasa gamang. Bagaimana saya akan mulai berkomunitas di tempat yang baru? Ada beberapa teman lama dari sekolah yang lama tetapi mereka tidak sekelas. Jadi bingung, harus berteman dengan siapa? Usia 12 tahun bukan usia yang mudah untuk berkata, "Hai, bolehkah aku jadi temanmu?"

Saat sedang melakukan SKJ (senam kesegaran jasmani) di lapangan sekolah, tangan saya menyenggol tangan seorang gadis. Langsung saja gadis itu tersenyum ramah. Saya langsung membalas. Senang ada yang memasang wajah ramah disaat saya sedang 'galau' takut karena tidak punya teman. Maklum baru lulus SD, bukan waktu yang tepat untuk tampil pede dan menjalin networking. Ha-ha! Saya terkesan dengan gadis berwajah ramah itu. Ia langsung memperkenalkan diri. Namanya Imelda. Berasal dari sekolah dasar swasta lain yang saya tahu letaknya dimana. Kebetulan adik bersekolah di sekolah itu. Ibu memang aneh. Memasukkan saya dan adik di sekolah dasar swasta yang berbeda. Tapi ada dampak positifnya. Saya tidak merasa asing dengan sekolah itu. 

Segera setelah itu Imelda menjadi sahabat karib saya. Benar-benar sahabat karib. Kami mencari-cari kesempatan untuk duduk sebangku berdua. Dengan 'licik' berusaha menggeser teman lain yang tadinya 'ditakdirkan' duduk bersama. "Kamu pindah ya? Duduk saja dengan teman yang lain! Aku ingin duduk dengan Imelda." Benar-benar cara yang tidak sopan untuk mendepak teman lain demi kebersamaan dengan sahabat. Tapi seperti itulah keakraban kami dulu. Yang membuat saya makin kagum Imelda ternyata anak dokter yang cukup terkenal di kota kecil kami. Tetapi ia tidak sombong. Bahkan adik saya ditolong kelahirannya oleh ayahnya. Imel seringkali berangkat dan pulang sekolah sendiri naik sepeda. Saya masih ingat sepeda mini-nya yang berwarna pink. 

Imel banyak memberikan 'warna baru' dalam kepribadian saya. Berteman dengannya saya dilatih badung tapi nggak bandel, cuwek dan tidak cengeng. And being positive in many ways. Imel orang yang tidak perduli dengan ocehan orang lain tentang dirinya. Padahal dia rajin berkomentar tentang orang lain dan seringkali komentarnya sangat pedas, jujur dan telak! I think saya belajar 'jahil' dan 'usil' dari Imel. Seringkali jika seorang anak lelaki gendut yang menjadi bahan olokannya liwat dalam keadaan keringat mengucur deras karena habis bermain lari-larian atau lempar tangkap bola, Imel akan mendesis, "Ih...si Guntur kemejanya basah banget!...Kecut tuh pasti keteknya!!" Saya yang tadinya pendiam dan pemalu langsung tertawa terpingkal-pingkal. Sementara Guntur berlalu dengan muka 'salting' (salah tingkah). Kejam ya! 

Masa abege saya habiskan bersama Imel. Pribadinya yang kocak, serba ceplas-ceplos dan kadang 'sengak' membuat hari-hari saya lebih berwarna. Saya yang tadinya penakut dan cengeng mulai tumbuh rasa percaya diri dan lebih banyak tertawa bersama Imelda. Ada saja yang menjadi bahan pembicaraan kami berdua, menjadi gosipan dan bahan celaan. Untuk ukuran remaja kota kecil Imel selalu tampil rapi, segar dan bergaya. Baju-baju dan gaunnya pilihan, maklum putri bungsu dokter. Kedua kakaknya lelaki, wajar ia sedikit tomboy. Kalau mengenang pertemanan kami yang diawali SKJ. Rasanya tidak percaya bahwa persahabatan ini masih sama. Dari masa kelulusan SD hingga 30 tahun kemudian. Waktu kami abege, ia mencela kaus kaki saya yang panjang selutut seperti pemain bola. Setelah kami dewasa, ia mencela perilaku saya yang manja dan tidak mau belajar mengemudikan mobil. Ada saja bahan celaannya. Tapi tanpa mencela rasanya bukan Imel yang saya kenal. 

SEPERTI APA PERSAHABATAN 30 TAHUN ITU? RASA NANO-NANO! Udah nggak jelas apakah kami sahabat, apakah kami bersaudara? Yang namanya saling cela, saling menggosip, saling mutung, baikkan. Mutung lagi. Baikan lagi. Protes karena potongan rambut jelek. Protes karena selera musik kampungan. Semua perdebatan dari masa abege hingga menikah dan masing-masing punya anak, tidak ada hentinya. Tak jarang kami saling bertengkar jika sebal atau tidak setuju dengan yang lainnya. Setelah berpisah kota, persahabatan kami sempat renggang. Namun tak lama membaik lagi. Diantara berbagai taufan kehidupan dan pusaran nasib, kami selalu menyempatkan diri untuk sekedar berkirim pesan pendek. Saling menyapa atau tepatnya saling mencela. 

Kemarin Imel mengirim pesan chat kepada saya, mengatakan bahwa ia sedang berusaha membeli Femina dimana cerbung saya sedang dimuat. What? Saya nggak menyangka! Untuk apa? Saya pikir ia hanya berbasa-basi senang karena saya kini rajin menulis. Kami tinggal di propinsi yang berbeda berjarak ratusan kilometer jauhnya. Untuk apa ia berpayah membeli FEMINA hanya demi membaca tulisan saya? Saya benar-benar tidak mengira ia akan repot sedemikian rupa, bela-belain cari majalah Femina! Lagipula saya pikir Femina itu sudah ada pasar pembelinya sehingga saya tidak perlu mempromosikan. Saya hanya sharing kegembiraan bahwa tulisan saya dimuat. Yang mengesankan Imel mengirim 'file suara' ke dalam pesan chat kami. Saya pikir dirinya salah pencet. Ketika saya tanyakan dengan santai ia menjawab, "Enggak. Saya nggak salah pencet! Kamu dengerin deh pesannya!" Ketika saya setel dengan logat 'medok'nya yang njawani Imel berkata, "Aku bangga karo kowe Nok!" (I'm so proud of you girl!)

TERHARU! Kenapa dia begitu bersemangat dan bangga karena saya menulis? Padahal saya seringkali putus asa, malas dan kurang sempurna dalam berkarya. Juga sering menggerutu dan tidak bersyukur, iri atas keberuntungan orang lain. Abis dimuat di Femina inginnya dimuat di Kompas! Whelhadalah! Imel merasa senang hanya karena saya dimuat di Femina. Padahal saya merasa masih belum berprestasi lebih baik lagi. Masih kurang-kurang dan kurang! Sekarang Imelda sudah menjadi dokter umum di kota kecil kami, memiliki dua anak yang lucu-lucu dan hidup bahagia. Hidup ini berharga bukan karena kita memiliki banyak harta. Tetapi karena kita memiliki banyak cinta. Maka dari itu keluarga dan sahabat-sahabat adalah harta terbaik kita, jangan disia-siakan. Thanks Mel! You give the real meaning of "That's what friends are for...for good times and bad times..I'll be on your side forever more..."

4 comments:

  1. Itu fotonya yah ce... hehe... anaknya masih kecil2. Tapi kadang anak kecil tuh usia bawel2nya karena mikir dunia masih bebas banget... Soalnya di kantor kerja saya, ada anak cewek balita bandelnya minta ampun meski sudah dibilangi. wkwkwk... yah udah deh... kapan2 mau punya anak sendiri. wkwkw :lol:

    dan selamat juga atas pencapaiannya... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you Agung...ditunggu undangan nikahnya aja... itu foto lama Gung, anak-anak skrg udah lebih besar.... Tq ya

      Delete
  2. Seperti Mbak Imel... sempat terbersit mau berburu Femina yang ada tulisannya Mbak Win.. :D

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.