Tuesday, August 4, 2015

Si Mas Dan Si Koko

Tadi itu nggak bisa tidur. Terus baca-baca Kompas Online. Jadi terharu sendiri karena melihat berita 'Si Mas' dan 'Si Koko'. Beritanya tersusun bersama. Yang pertama berita 'Si Koko', headline berita adalah sebagai berikut. Ahok: DKI Bangun GOR Rp 48 Miliar, tetapi Kelas Kampungan. Berikutnya adalah headline berita 'Si Mas'. Jokowi: Saya Diejek, Dicemooh, Dicaci Sudah Makanan Sehari-hari. Dua orang ini sejak jaman Pilgub DKI 2012, mereka bertemu, bersinergi dan bekerja bersama-sama. Rasanya sejak 'perjodohan' itu hari-hari keduanya selalu bergumul dalam kehebohan dunia politik dan pemerintahan. Yang namanya masalah, musuh dan serangan tak henti-henti. Dan keduanya konsisten, muncul dengan ciri khasnya masing-masing. Yang pria Jawa dengan gaya mas-mas-nya dan yang pria pria Belitung dengan gaya engko-engko-nya. Dua-duanya setiap hari 'gulung koming' dihantam berbagai badai kehidupan. Menyerah? Enggak! Nggak ada yang cengeng dan lari pulang ke ketiak ibunya kayak calon wakil walikota yang ...ach sudahlah! Nggak sebanding ngebandingin emas sama batu koral!

Jadi rupanya gini. Ahok sedang berpidato di acara pemberian hadiah pada atlet berprestasi jadi bete sendiri karena ternyata GOR Pancoran seluas 3000 meter yang menghabiskan dana 48 miliar hasilnya sangatlah kampungan dengan WC yang jorok. Setelah dihitung ulang seharusnya dengan dana 35 miliar saja DKI sudah bisa membangun GOR bertaraf internasional yang bagus. Pertanyaan dan sindiran Ahok tentu saja selalu menohok seperti biasanya, selisih duitnya kemana cuy? Mau ribut apa dan dengan siapa, Ahok selalu siap meladeni dan bertarung melawan semua pihak dan oknum yang menyudutkannya. Seribu jurus patok ular menyerang Ahok? Dia siap meladeni dengan dua ribu jurus tendangan tanpa menyisakan bayangan! Lu mo ngatain gue apa? Gue selalu punya jawabnya! Lu mau berkelit gimana? Gue punya rekaman ocehan elu selama ini! Mungkin gitu, gaya si Ahok melayani para penyerangnya. 

Beda lagi gaya Jokowi melawan para musuhnya. Baik musuh yang menyiapkan ribuan batalyon tempur maupun musuh yang diam--diam sembunyi dibalik selimut yang sama. Gayanya adalah 'jurus tenaga dalam.' Jokowi cuma bergaya kalem, santun dan menjawab lembut. Tapi diam-diam ia punya sejuta strategi dan papan percaturan yang diaturnya sendiri dengan rapi. Rupanya kali ini Jokowi berniat menghidupkan kembali 'pasal penghinaan presiden.' Yang katanya adalah pasal karet. Nah, belum apa-apa banyak pihak yang tidak menyukai gagasan itu. Lalu menganggap bahwa adalah sebuah kemunduran reformasi jika presiden tidak bisa menerima kritik. Dalam hati seorang presiden yang bijak pasti ngikik, "Lho,...yang ngga bisa menerima kritik itu siapa? Boleh mengkritik tapi bukan berarti semua orang berhak memperlakukan presiden bagaikan odong-odong yang dipakai buat menghibur anak-anak kecil dong? Bapak elo dihina aja pasti elo pengen nonjok. Moso presiden dihina dibuat lelucon sah-sah saja? Otak lu dimana, cuy?" Jokowi ingin menggarisbawahi dan menegakkan aturan. Ada perbedaan besar antara : kritikan dan hinaan. Betul Pak Jokowi! Kalau kritik, walaupun hati panas otak yang waras pasti akan memprosesnya sebagai input. Tapi kalau penghinaan, hati jadi panas, tangan pengen menghantamkan bogem mentah! 

Jokowi dan Ahok, si Mas dan si Koko. Setiap hari, sejak mereka masuk dalam peta pemerintahan dan perpolitikan, dunia mereka seakan tak henti digoyang. Mending kalo ajojing, dansa-dansi. Ini sih setiap saat dimusuhi, dicari celahnya, dijatuhkan, ditusuk, difitnah dan teman-temannya. Tapi seperti kelinci mainan yang memiliki energy batere energizer, keduanya terus maju dan melawan habis-habisan. Ditonjok balas ninju, disepak balas nendang, ditusuk berkelit. They are heroes! Maunya mereka apa? Seperti maunya Anda dan saya! Negara ini bebas korupsi, terorganisir baik, kemakmuran tercapai. Jangan ada lagi dana-dana yang dibocorkan untuk kantong-kantong kemakmuran segelintir orang. Lalu banyak kejahatan dan ketidakadilan yang didiamkan. Semua menutup sebelah mata. Itu mah udah nasib mereka. Miskin, menderita dan apes! Nasib anak Engeline yang malang. Nasib orang-orang gila yang berkeliaran di jalan raya kadang nggak pake celana. Haduh-haduh... Siapa saya? Cuma mak-mak di bis kota yang make minyak angin cap kampak, usap dada dan usap jidat, lawan sakit dan penat. Sakit hati dan sakit kepala gara-gara ketidakadilan yang merajalela. Si Mas jangan lelah mengayomi dengan bijaksana ya! si Koko jangan lelah mempertahankan hak rakyat!

2 comments:

  1. ... seakan tak henti digoyang. Mending kalo ajojing.. hahaha.. (y) :D

    Beliau berdua idola saya juga Mbak Win, sekalinya ikut pemilu, ya nyoblos suara buat Pak Jokowi. Kalo KTP saya KTP Jakarta, ya pasti wis tak daftarin ke Teman Ahok.. :D

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.