Friday, January 15, 2016

Hidup Dalam Genggaman Jemari

Tidak dipungkiri, kehidupan ini misteri. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Roda berputar. Sebentar dibawah, sebentar diatas. Hari Kamis kemarin, suami mengajak jalan ke Tanah Abang untuk ketemu dengan teman usahanya. Hanya usaha kecil-kecilan, yang penting jujur dan gembira melakukannya. Kadang saya menemani, karena perjalanan jauh dari Serpong ke Tanah Abang. Kasihan kalau sendirian. Seringkali macet. Herannya kemarin perjalanan lancar sekali. Sejak dari Serpong hingga tiba di tujuan sekitar jam 10.20 sembari menghindari waktu 3in1. 

Foto : Tribun
Setelah makan pagi jelang siang sekitar pukul sebelas liwat, saya berpisah dengan suami. Dia pergi menemui temannya dan saya pergi ke sebuah pusat grosir ketrampilan. Saya menikmati berjalan-jalan di pasar kain dan pusat benda-benda kerajinan, karena saya memang penggemar. Masalah ketrampilan, kadang-kadang saya 'serakah'. Ingin punya keahlian membuat patchwork. Ingin rajin menjahit cross stitch. Ingin pandai merajut. Pokoknya macam-macam! Dan suami sudah sebal karena peralatan ketrampilan saya kebanyakan teronggok tak berguna dengan alasan, 'ternyata saya tidak sempat mengerjakannya' sambil pasang wajah tak berdosa karena sudah melakukan pemborosan nasional dalam rumah tangga. Siang itu saya memutuskan bahwa saya ingin: belajar membuat asesoris. Bisa kalung, bisa gelang. He-he,..

Dengan khidmad saya masuk ke sebuah pusat ketrampilan yang sangat besar. Ribuan jenis manik-manik dan segala benda supply untuk ketrampilan ada disitu. Saya asyik meneliti satu demi satu manik-manik yang dijual. Saya sempat pula melihat aneka plier (tang) yang merupakan alat khusus untuk membuat asesoris dan sedang berpikir betapa mahalnya harga satu set plier yang mencapai jutaan. Mungkin barang impor? Tapi ada pula yang dijual satuan dengan harga puluhan ribu. Saya berpikir lagi. Beli atau enggak ya? Tapi kan saya belum belajar cara membuat kalung dan gelang? Masih bingung pula bahan manik-manik yang harus saya beli. Yang mana? Berapa banyak? Sementara itu rupanya tak jauh dari tempat saya termangu-mangu berpikir untuk membeli tang satuan atau satu set, banyak orang sedang heboh berkerumun. Puluhan terluka. Beberapa tewas di tempat. Dan saya masih terus berpikir. Mungkin saya beli paket kerajinan cross stitch dulu saja? Hidup terus berjalan bagi masing-masing orang,....

foto:okezone
Karena takut disemprot suami lagi untuk 'pembelanjaan yang belum perlu,' saya memutuskan untuk meredam gairah belanja dengan berjalan-jalan keluar dari tempat itu. Melihat-lihat toko lain dan kreasi aneka asesoris yang sudah jadi dan dipasarkan. Ketika tiba-tiba saja saya berpapasan dengan pria muda berbaju batik yang menelpon keras-keras, "Betul Pak. Gara-gara bom kita jadi saling menilpon,... Silaturahmi lagi. Benar, untuk proyek tersebut, nanti ada yang mengantar Bapak untuk melihat-lihat lokasi." Telinga saya berdiri, seperti kucing yang ragu-ragu, nyolong ikan atau enggak ya? Bom kapan? Bukannya udah jadoel ituh urusan Bom?...

Kesempatan berikutnya saya berjumpa dengan perempuan berkacamata yang menenangkan kawan-kawannya, "Bukan disini. Ini mah pasar! Yang diserang tempat-tempat seperti Starbuck...Pokoknya segala macem Starbuck!" Lagi-lagi telinga kucing saya berdiri dan terheran-heran. Lalu saya baca notification status seorang teman di FB, feeling worried. Kebetulan Mamanya sedang kurang sehat. Saya pikir, apakah dia sedang mengkhawatirkan kondisi mamanya? Sayang koneksi internet saya di pasar kain itu begitu buruk sehingga saya tidak berhasil membuka halaman facebook. Tapi keadaan semakin aneh ketika semua, semua,.... Semua orang yang saya jumpai berikutnya. Semuanya asyik dengan telepon genggam masing-masing. Aya naon? Mosok mendadak semua orang kompak mainan hape? Saya baru menyadari betapa besarnya kecintaan publik Indonesia pada benda yang bernama HaPe! Jemari mereka asyik memencet tombol-tombol. Gairah kehidupan memancar dari ketekunan meneliti HaPe. 

Foto: Path
Ketika akhirnya ketemu suami dan temannya saya langsung bertanya ragu-ragu, "Memangnya ada bom lagi?" Andra adalah teman usaha suami saya. Usianya mungkin di awal dua puluh tahun, atau akhir belasan. Ia menjawab santai, "Ada. Memang ada bom,..." Terus saya bertanya dengan santai lagi, "Nggak ada yang meninggal kan?"... Seorang bapak-bapak bertubuh gemuk yang ada di dekat Andra menjawab spontan, "Ada polisi yang meninggal." Saya terbelalak kaget. Bapak itu menambahkan, "Hingga sekarang ada tiga orang yang mati." Saya makin terbelalak antara percaya tak percaya. Saya pikir tahun ini sudah mencapai target, Indonesia damai, loh jinawi. Kok seperti ini terjadi lagi? Andra dengan gaya belianya asal ceplas-ceplos, "Kalau saya santai. Kalau sudah ajalnya ya sudah. Kita terima. Lalu polisi memang harus siaga. Daripada selalu menghabiskan waktu hanya dengan ngopi-ngopi saja di pos?" Gyaaaaah! Ini saatnya saya minjem gaya orang Korea menjerit. Dasar Andra, anak muda, suka asal bicara!

Lalu setelah itu rentetan kisah dan foto bom Sarinah mulai merasuki hidup saya. Postingan tentang Bom Sarinah tersebar dimana-mana. Di Facebook dan dalam group sosial media. Foto seorang polisi terluka yang hanya mengenakan celana dalam. Kerumunan massa yang menonton di perempatan Sarinah dan Djakarta Theatre. Terakhir foto tukang sate yang semangat dagang tetap membara walaupun lima orang baru saja meninggal di TKP dan puluhan lainnya luka-luka. Kemudian foto polisi-polisi ganteng yang muncul beraksi bagaikan Will Smith dan Martin Lawrence dalam Bad Boys. 

Berikutnya sahabat saya mengirim pesan dari luar negeri, "Win.... kamu dimana? Cepat pulang!" Saya menjawab santai, "Tunggu bentar tanggung, masih ada urusan belanja." Orang-orang mulai panik dan banyak yang kabur pulang dari pasar kain/kerajinan. Tapi saya masih tetap dirayu oleh pikiran, jadi beli tang plier aseoris atau enggak ya? Kapan hendak dibeli? Gyaaaaah! Hidup memang terpapar dalam genggaman jemari. Semua kabar tersiar cepat dalam satu postingan di sosial media. Begitu cepatnya, viral, apapun yang terjadi sebarkan. Mungkin yang kurang kita sadari adalah hidup ini sesungguhnya dalam genggaman jemari tangan Tuhan. Satu jentikan jemari dan Dia akan menentukan siapa yang hidup dan siapa yang mati. Turut berduka untuk semua korban luka dan tewas dalam kejadian bom Sarinah -14/01/2016. Namun #kami tidak takut!

Foto : Humas Kemenpar

Wednesday, January 13, 2016

Drama 01 - Pangeran Kopi (Coffee Prince) ****

Annyeonghaseyo,.. Seorang sahabat saya, ketika baru saja pulang dari tour Korea serasa bulan madu. Matanya berbinar-binar bahagia, kisah-kisahnya menggelora dan tentu saja nggak ketinggalan saya kebagian oleh-oleh (ini yang penting!). Sering dirinya membicarakan berbagai drama Korea. Tapi saya kekeuh, berkeras hati. No, I hate Korea! Ealah, kualat kali ya. Putri saya penggemar segala yang serba Korea, almarhum sepupu juga dikabarkan pernah dekat dengan seorang pria Korea, dst. I hate Korea, sebabnya dulu saya bekerja dan berkomunikasi dengan banyak orang-orang Korea. Memang ada yang cukup baik dan ramah, tapi lebih banyak yang kasar dan kurang halus adatnya. Ya, mungkin kultur saya yang serasa keturunan keraton laut kidul nggak cocok dengan budaya Korea. Serba berteriak dan menggertak. Gyaaaaah!...

Yang kedua saya sebal Drama Korea (atau Drama Asia lainnya) karena breath-taking, heart-breaking dan time-consuming. Satu seri bisa sampai dua puluh episode. Bisa lebih. Satu episodenya bisa makan waktu 45-60 menit. Sangat tidak sehat untuk tubuh, hati dan jiwa. Kenapa? Duduk berjam-jam dikasur atau sofa, menonton film berseri, mengenakan piyama, sedia popcorn, susu, dan tissue. Siap-siap menangis bombay terharu dan jatuh hati dengan tokoh utama. Pokoknya saya pikir Drama Korea adalah salah satu 'racun' dunia entertainment yang sangat berbahaya. Sekali keracunan susah sembuh. Dulu banget saya pernah keracunan serial Meteor Garden (Jerry Yan), sampai koleksi CD asli dari Taiwan dan membeli ratusan ribu rupiah. Kalau saya pikir sekarang, gila kali ya? CD-nya sudah teronggok berdebu di sudut lemari. Lalu menonton seri Full House (Rain) dan drama Friends (Won Bin). Thanks to my BFF, Elvira, akhirnya saya keracunan juga, yeayy! Awal tahun ini saya mulai dengan menonton serial Drama Korea lama yang dirilis 2009 -- 1st Shop of Coffee Prince.

RINGKASAN CERITA
Ceritanya sangat termehe-mehe. Bersyukurlah nama tokoh sinetron Indonesia lebih gampang diingat : Doddy, Bram, Anjas, dst. Nama orang Korea? Otak keriting jika mencoba mengingatnya satu-persatu. Go Eun-chan (Yoon Eun-hye), 24 tahun, adalah gadis yang tomboy sejak kecil. Penampilannya seperti lelaki, tingkah lakunya juga demikian. Keluarganya miskin, ibunya janda dan adiknya masih SMA. Untuk menghidupi keluarga, Eun Chan kerja serabutan dari tukang antar pizza, pelayan, menjahit mata boneka, mengupas kentang. Segala dilakukannya. Gayanya tomboy, ugal-ugalan tapi cutie. Baik hati sekaligus menggemaskan. Pokoknya dia nggak malu angkut karung, buang sampah, mengantar susu. Semua dilakukan Eun-Chan supaya dapur ibu dan adiknya tetap bisa ngebul.

Singkat cerita Eun-Chan ketemu cowok tinggi, ganteng, cucu keluarga ternama pemilik perusahaan kopi di Korea (Ouchhh,..so sweet!). Cowok ini usianya hampir 30tahun. Bandel, belum mapan bekerja, tapi kesayangan neneknya. Hartanya banyak, manja tapi baik hati. Cukup cerdas dan bertanggung-jawab. Alasan sebagai keturunan keluarga berpunya membuatnya agak malas untuk segera settled, membenahi hidupnya. Cowok ini Choi Han-kyul (Gong Yoo) lalu menyewa Eun-chan menjadi pacar gay-nya. Dia pikir Eun-Chan adalah seorang pemuda yang berwajah manis. Han-kyul tidak mau buru-buru menikah sekalipun neneknya sudah ngotot mencoba mencarikan jodoh, mempertemukannya dengan banyak wanita. Pertemanan Eun-Chan dan Han-Kyul makin akrab dan berliku ketika Han-Kyul diberi mandat membuka kedai kopi oleh neneknya, sang taipan. Eun-chan direkrut sebagai salah satu pelayan pria/barista kedai kopi. Eun-Chan sangat gembira karena ia menjadi karyawan di kedai tersebut dan tetap merahasiakan identitasnya sebagai seorang gadis. Dari sini plot cerita mulai ‘memanas’ sajian utamanya: romantika percintaan Eun-Chan dan Han-Kyul.

Untuk menambah keseruan kisah percintaan. Ada tokoh pendukung yaitu Choi Han-sung (Lee Sun-kyun), yang merupakan kakak sepupu Han-Kyul. Ganteng, dewasa, produser musik dan cinta pertama Eun-Chan. Rupanya Eun-Chan adalah tukang susu yang tiap hari mengantar ke rumah Han-Sung. Pribadi Han-Sung berbeda dengan adik sepupunya yang kasar, suka berteriak dan emosional. Han-sung mempesona sebagai pria dewasa yang matang, kalem dan mapan dalam bidang pekerjaannya (catet!). Biar makin seru ditambah lagi bumbu cinta segitiga antara Han-Sung, Han-Kyul dan wanita pelukis cantik yang anggun, Han Yoo-Joo (Chae Jung-an). Sampai disini bisa mengingat nama-namanya dengan baik? Syukurlah! Karena panjangnya adalah 17 episode yaitu sekitar 17 jam, tentu saja saya tidak sanggup menuliskan segalanya disini. Nanti malah jadi novel. Ceritanya panjang dengan plot, intrik, klimaks, romance dan anti klimaks yang sebenarnya mudah diduga. Kelebihannya adalah akting para pelakon yang keren abis. Chemistry-nya nyambung banget. Yang saya paling kurang cocok adalah akting pemeran Yoo-Joo, datar dan membosankan. Kurang improvisasi. Siapa saya kok sok menilai? Serasa temen deketnya Woody Allen aja hehe...

KEKUATAN KARAKTER
Suka banget dengan akting pemeran Eun-Chan yang tomboy, mudah berteman, suka menolong, kuat bekerja keras. Akting Eun-Hye sangat ciamik. Bagaimana ia konsisten dengan penampilan rambut pendek berponi dan gaya-gaya anak lelaki. Bisakah anak perempuan dikira anak lelaki? Bisa banget. Dulu saya pernah melakukannya. Syaratnya kurus kering, rambut dipotong pendek dan mengenakan topi pet serta kaus longgar kemana-mana. He-he,.. Patut disanjung akting Eun-Hye dan bagaimana menampakkan betapa ia sangat mencintai Han-Kyul sampai nangis-nangis banjir bandang. Berperan sebagai cowok ganteng yang stunning seperti yang dilakukan Yoo Gong mungkin tidak sulit. Buat saya yang sulit adalah membangun emosi bersama dengan aktris Eun-Hye. Saya hampir yakin keduanya saling naksir di belakang layar. Sampai hari ini kedua aktris dan aktor masih saling memuji. Saya ditipu romantika murahan drama Korea? Barangkali! Biarlah Tuhan juga yang mengampuni.

SETTING LOKASI
Setting lokasinya bikin manusia greget bermimpi tentang pencapaian hidup. Seandainya hidup kita seindah dalam film. Gyaaaah! (Ngegertak gaya Korea). Rumah kediaman Han-Kyul adalah semacam apartemen studio luas yang terletak di lantai teratas gedung bertingkat. Halamannya juga luas, berupa pelataran terbuka. Bisa jemur baju. Bisa memandang kota Seoul diwaktu siang dan malam. Bisa sarapan di luar beratapkan langit. Rumah kediaman Han-Sung adalah semacam villa rumah batu di pegunungan, serasa di Puncak gitu. Penuh kaca-kaca dengan pemandangan hijau taman dan perbukitan. Han-Sung juga memiliki anjing Bearded Collie yang dinamakan Terry namun dipanggil Ssulja oleh Eun-Chan. Beberapa adegan menampakkan  Han-Sung rajin menemani dan mengajak jalan Eun-Chan ketika ia putus asa tentang cinta, sembari membawa anjing kesayangannya yang berbulu tebal itu. Lucu! Belum lagi rumah eksotis si wanita pelukis Yoo-Joo. Karena dikisahkan sebagai seniman, maka ada studio lukis, adegan melukis dan aneka karya di sebuah galery. Keep dreamin’ on! Perhaps in another life (mengeluh sambil goreng tempe dengan serbet dibahu...) hihi...

Kesimpulan utama tentang drama Korea adalah cocok digelari sebagai silent killer. Gimana enggak? Kesibukan ketemu teman, masak, nulis, jalan keluar rumah, baca, bebenah rumah dst bisa kocar-kacir berantakan karena keracunan drama Korea. Salut untuk para sineas di Korea, kok bisa jago banget membuat cerita film, mengaduk emosi penonton dengan karakter-karakter yang dreamy and catchy. Lanjooooot!

Foto: berbagai sumber 

Sunday, January 3, 2016

Sepuluh Lagu Abadiku ...(dan kenapa gituh?..)

Happy New Year 2016! 

Berapa lama ngga nulis? Setengah bulan? Alasan seperti biasa : yo'i mana sempaaaat (padahal mana tahaaaan kalau engga ngeblog). Gak updet dong. Ini seperti cercaan putri saya yang sering ngatain: "Mami Kudet" alias kurang updet! Ya maap atuh,.. Masih bagus Mami usaha! Eh, met taun baru dulu yaaaa,... Saking banyaknya yang ingin saya ceritakan semua hilang luluh lantak karena udah lama banget nggak nulis. Asli, lupa deh! Mo cerita apa ya? Maka saya putuskan untuk menuliskan sepuluh lagu Indonesia (jadoel) yang paling disuka. Ceritanya sok-sok latah kaleidoskop telat. Lagunya beraneka-neka. Urutannya dari yang paling sering dinyanyi-nyanyikan kalo lagi bosen, dengan suara sember dan ingatan yang patah-patah. Linglung gak karuan. He-he,...
Suka, karena kata-kata tentang 'denting piano kala jemari menari, nada merambat pelan di kesunyian malam,..' pada intro atau awal lagu ini menurut saya bagus banget. Alasan kedua agak konyol. Ketika SMA saya pernah dekat dengan seseorang. Teman satu lifting beda kelas. Ceritanya sahabat saya udah punya cowok. Terus kalau pergi bertiga kayaknya kok aneh, saya jadi penggembira? Lalat? Jadi saya pikir, I will try to like someone biar bisa double date. Aissh, alasan yang sangat koplak... Lalu 'terpilihlah' seseorang dengan bodohnya. Seminggu saja, langsung bubar! Ha-ha. Pokoknya saya nggak betah, orangnya koplak. Kalau diibaratkan saya suka gothic, orang ini style-nya keroncongan. Totally ngalor sama ngidul nggak nyambung. Cowok ini tentu saja marah dan sebal tingkat dewa kepada saya. Ya, maap. Makanya saya berhati-hati di kemudian hari,.. Tapi terima-kasih, saya seminggu saja udah bosan. Sahabat saya pacaran sebelas tahun lalu bubar dengan sukses. Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan foto 'mantan' saya ini. Well, still good looking. But still, I don't like him,...He-he,.. ya-sekali lagi--maap,..

Saya suka banget dengan group RATU, menurut saya spektakuler dan meraih masa keemasan ketika Mulan berpasangan dengan Maia. Tapi kita semua tahu bagaimana ending-nya yang bubar nggak karuan gara-gara Ahmad Dani ada diantara mereka berdua (tapee dee..). Paling suka suara Pingkan Mambo ketika menjadi personil Ratu. Cewek Manado yang satu ini suaranya khas dan sexy. Agak serak tapi jangkauan nada tinggi pasti gampang dicapai olehnya. Sayang duo Ratu bubar. Baik dengan Pingkan maupun dengan Mulan. Entah yang sekarang apakah Ratu masih ada? Sepertinya berganti nama Duo Maia atau apa gitu? Lagunya sendiri, nggak ada kenangan apapun. Hanya senang saja, nadanya sendu-sendu gimana. Kasihan ya kalau terlalu mencintai nanti stress, ...seperti tercurah dalam lagu ini. Ehem,...

Menurut saya lagu ini seolah menyerap dan menyatu dengan alam. Saya dulu pengen jadi anak gunung. Tipe-tipe petualang gitu jalan ke gunung, kemping, trekking dsb. As always ibu saya : melarang! Kemarin seorang sahabat muda yang memang 'anak gunung' berkomentar, "Duh, gue sebel deh kalau temen-temen naik gunung terus ngajak cewe-cewe sok manis imut. Jadi repot! Apa-apa harus dibantu. Barang-barang harus dibawakan. Nggak mandiri. Segala macem jadi ribed." Terus dengan agak ragu saya berkomentar, "Lha maap bro,... saya juga tipikalnya gitu. Abis saya kalau jalan lelet dan kalau angkut ransel harus selalu dibawakan karena nggak kuat." Terus dengan cepat ia menjawab, "Eh, kalau Mbak Win ya memang harus dibantu dong Mbak..." Ealah?? Disorientasi sudut pandang dong? Ha-ha,.. Ya pokoknya saya punya angan-angan kalau saya kemping dengan mengenakan jaket tebal, celana parachute, beannie dan usap-usap telapak tangan di depan perapian sambil nyeruput indomie, saya akan nyetel lagu ini. Cocok!

Tahun berapa ya? Lagu ini kayaknya terusan diputar di radio dan televisi. Pagi-sore-siang-malam. Bukan karena dicekokin gitu saya jadi suka. Lagunya memang keren menurut saya. Ada dua vokal cowok yang berpadu merdu dalam duet. Fatur dan Danny. Saya nggak tahu namanya Danny siapa tapi bukan Ahmad Dani. Beda. Nah, saya suka suaranya Danny ini. Nggak tahu apakah masih nyanyi apa engga? Kalau diperhatikan dalam video klipnya juga, Danny hanya berdiri sambil megat-megot tapi bergaya. Fatur adalah vokal utama. Lalu suara Danny seolah hanya backing-an Fatur tapi justru dinyanyikan dengan nada yang lebih sulit sebagai suara kedua. Lagu lain yang dipopulerkan oleh Java Jive pada jaman itu adalah, "Menikahlah denganku,.." dan "Gerangan Cinta."

Kata-kata pada awal lagu ini juga memikat saya,.. "Cinta adalah Kenangan. Rasanya tak mudah dilupakan,..." Eh, bener ya? Bener sih! Hari ini kita bahagia karena sudah lupa apa itu cinta. Mungkin di hari-hari yang lalu kita pernah patah hati, sakit encok dan asam lambung naik semua gara-gara cinta. "Tangisan dan tawa serta riang canda, berjuta benci juga rindu, semua tumbuh jadi satu..." Lagu ini gebugan drum-nya juga manteb. Satu hal yang saya syukuri tentang cinta. Rasanya terlalu sering saya jatuh cinta lalu nggak lama kemudian saya lupa, kepada siapa saya pernah cinta? Kalau mendengar lagu ini lalu mencoba mengingat-ingat lagi, siapa yaaaa.... Khususnya pada retro,... "Kan kuingat dan selalu kubawa, bisikanmu oh kasihku,..." Tetap saja saya lupa. Siapa?

Si cantik Sheila punya banyak lagu yang mendayu-dayu dan merayu-rayu. Tapi entah kenapa saya suka lagunya yang ini. Menurut saya nada-nadanya 'semi jazz'. Lagunya mengisahkan seseorang yang sudah memutus cinta, kemudian ada penyesalan dalam diri dan ingin kembali lagi. Gimana caranya kalau sudah putus kemudian ingin minta kembali jalin cinta lagi? Bagaimana kalau si dia sudah punya kekasih baru? Pahit lah! Anyway, saya tak ada kaitan dengan masalah kepahitan, hanya saja lagu ini mengingatkan masa-masa KKN. Ada teman yang bernama lily, saya sering bertengkar dengannya karena tidak sependapat bekerja sama di masa-masa KKN itu. Lalu pada suatu hari ia mencoba bermain gitar memainkan lagu ini guna menyenangkan saya. So sweet, ...Kemana si lily sekarang?...

Pernah kuliah selama empat tahun di Yogya, lagu ini jadi semacam hymne bagi saya. Kenangan akan Yogya sudah kian pudar dalam ingatan. Kalau mendengar lagu ini sedikit terbangkitkan. Masa perkuliahan jaman itu adalah masa naive, bodoh, koplak, culun dan sebagainya. Saya tidak bisa berbuat banyak pada masa kuliah. FB belum ada. Twitter boro-boro. Bahkan handphone juga belum muncul (astaga, mengingatkan tentang diri saya sendiri. note-to-self : kamu manusia purba!). Saya sering ke warnet untuk sewa telepon dan menilpon ibu pada masa itu. Itulah satu-satunya jalur komunikasi terkeren yang saya miliki. Jadi nggak ada istilah yang namanya updet status. Tiap hari dalam hati statusnya: Galau -- kapan lulus? Mau kerja dimana ya? Tapi suara Katon Bagaskara selalu mengingatkan saya, "Pulang ke kotamu ada setangkup haru dalam rindu,..."

Chrisye (almh) adalah musisi yang abadi dalam hati saya. Suka banget. Suara dan lagu-lagunya indah. Saya ingat ketika duduk di bangku SMA dan melihat video clip Chrisye, "Nona Lisa." Saya langsung, "Hah...?" Soalnya Chrisye nyanyi sambil menari muter-muter gak karuan dan ponten saya untuknya adalah 5: enggak banget! Chrisye harus menyanyi namun janganlah menari. Nggak semua orang sanggup nyanyi dan menari heboh seperti J-LO atau Beyonce. Lagu ini tidak ada kenangan apapun tapi saya suka karena tentang surya dan nadanya sendu. Saya kadang kesulitan bangun pagi. Bukan jenis orang yang rajin bangun pagi, sehingga saya paling suka memandang senja. Ada beberapa kali saya memotret pemandangan senja. Menurut saya senja lebih syahdu ketimbang fajar, soalnya cuaca menjadi adem. Jelang malam. Saya mengkhayalkan lagu ini diputar sambil memandang ombak yang berdebur dari ketinggian tebing pantai-pantai di Pulau Bali. Huiiiiii,....

Suara Ari sangat fenomenal. Dulu menjadi icon dari group Dewa 19 sebelum digantikan oleh Once. Ketika Ari akhirnya ber-solo karir seingat saya ia muncul pertama kali dengan lagu ini bersama Melly. Lagunya bagus, lagi-lagi lagu tentang orang-orang yang berpisah kemudian ingin kembali bersama. Peribahasa Jawanya : teklek kecemplung kalen, timbang golek mending balen. Sandal kecemplung di sungai daripada mencari yang baru lebih baik kembali pada yang lama. Saya bingung juga, kaitannya dengan sandal apa ya? Lagian kalau sandal kecemplung di sungai kan yang tersisa tinggal dibuang? Hendak disandingkan dengan apa? Anyway, lagu romantis manis, sayang modelnya Ari dengan Melly dikondisikan duduk-duduk di bangku taman. Saling berjauhan kaya orang musuhan dan 'body language-'nya kaya abis main gaplek bareng kalah-menang terus bete-betean. Whaddever, lagu bagus tapi video klip rada ngga nyambung.

Iwan Fals lagi. Horee! Suka lagu ini, kisahnya 'macho'. Ternyata lelaki kalau dibuat pilihan bisa bete dan terluka. Padahal lelaki suka mendua (katanya). Hedeh, curang ya! Tapi lelaki-lelaki yang saya kenal termasuk teman-teman saya semuanya adalah lelaki baik-baik semua. Amen! Suami? Oh tenang. Selalu sedia parang. Ha-ha! Suara Iwan Fals dalam lagu ini yang direkam bertahun kemudian setelah lagu pertama yang saya sebutkan tadi diatas (Yang Terlupakan), juga sudah berubah. Suaranya lebih dalam dan macho juga. Lagunya bernada balada. Jadi kalau sama cowok jangan pilah-pilih paling entar malah situ ditendang, "Jangan pernah memilih, aku bukan pilihan,..." Eh, bukan saya. Sumpah Paaak...bukan sayaah...ampuuun...