Tuesday, July 15, 2014

Kemarahan Pada Seorang Gadis

Membuka-buka halaman blog orang lain, lalu saya menemukan blog seorang gadis yang muda - belia. Jauh usianya dibawah saya. Pernah sekali saya berjumpa dengannya. Kala itu ia duduk manis dimuka mimbar, menjadi penulis pembicara yang terkemuka. Kagum saya terhadapnya, ia masih muda dan sudah meraih prestasi yang tiada tara. Dua kali menjadi juara dalam satu ajang terkemuka. Melibas yang lainnya, tanpa memberi kesempatan siapapun juga. Saya pikir gadis ini memang cukup punya gaya dan nuansa dalam merangkai kata. Lalu tanpa sengaja saya menemukan blog-nya. 

Tiba-tiba saja ada sebuah kemarahan menyeruak dalam diri saya. Ini adalah kesempatan saya yang dicuri oleh orang lain, oleh gadis yang masih muda-belia. Ini adalah ambisi dalam hidup saya yang ditarik oleh magnetnya. Semua hal menjadi berantakan dan saya marah tanpa alasan. Saya marah untuk tahun - tahun yang saya habiskan di masa lalu. Untuk bangku sekolah yang ilmunya tak secuilpun masuk dalam perasa. Untuk pekerjaan yang menguntungkan entah bagi siapa. Saya mendadak menjadi marah karena gadis ini punya segala yang saya inginkan. Benarkah?

Lalu saya disadarkankan lagi. Bahwa semasa bersekolah, saya berusaha berbakti kepada ibu saya. Menyelesaikan sekolah yang adalah keinginannya. Meraih nilai-nilai baik yang adalah kebanggaannya. Menjadi sarjana sesuai apa yang ia damba. Saya seperti wayang tanpa tali yang berjalan sendiri di titian kehidupan. Tapi tak mengapa demi ibu. Lalu episode selanjutnya dalam kehidupan tiba, menikah dan membina rumah-tangga. Saya lalu sibuk bekerja mencari nafkah, melahirkan dan membesarkan seorang anak. Membantu suami dan berjibaku dalam mengais rejeki. Tiba-tiba saja sebuah episode kehidupan berlalu, saya kian tertinggal jauh. Cemburu, dan bukan tentang lelaki!

Membuka blog gadis itu saya seolah merasakan kemarahan pada dirinya. Kemarahan yang bukan adalah kesalahannya. Kemarahan yang adalah takdir saya, mengapa belum sempat menuliskan apa-apa. Terlebih belum menjadi siapa-siapa. Hanya gemerisik suara angin yang bergesekan dengan padang ilalang. Itu adalah saya. Sendiri dibelakang dalam buaian malam kelam. Saya merasakan kemarahan yang menggunung pada gadis yang tidak bersalah. Pada perempuan yang mungkin tidak perlu berbakti pada ibunya seperti saya. Pada perempuan yang belum berumah-tangga dan mampu memfokuskan dirinya pada cita-cita. Ia sudah menjadi matahari dan saya masih serupa angin malam.

Saya merasa sangat jauh tertinggal dengan prestasinya. Semua lomba yang ingin saya ikuti dibatasi oleh usia. Seolah usia sekian itu 'jompo' adanya dan tak boleh berbuat apa-apa. Lalu dilarang bergerak menuliskan apapun yang disuka. Tidak suka batasan-batasan usia. Mengapa harus yua ataupun muda? Banyak orang-tua yang hanya menambahkan uban dikepalanya dan tak mengubah sikap-sikapnya. Banyak anak muda yang lebih dewasa dari beberapa orang yang seharusnya disebut tetua. Saya? Ingin selalu young at hearts! Makanya tak percaya ketika cita-cita dan hasrat saya dicuri gadis lainnya. Sungguh belia.

Kemarahan saya pada seorang gadis. Sesungguhnya bukanlah kemarahan pada individu, tetapi terlebih pada diri sendiri. Betapa saya dikalahkan oleh waktu dan masa lalu. Pernah ada masanya, yang saya tak tahu harus kemana atau berbuat apa. Ketika saya dikerangkeng dalam jeruji impian lain dan bukannya mimpi saya sendiri. Saya marah dan iri kepada gadis ini yang tanpa beban apapun juga, seperti menyenangkan ibu dan berumah tangga. Dia yang meraih semua yang diinginkannya. Apakah sekarang sudah terlambat? Saya menolak untuk mengatakan terlambat! Tidak ada kata terlambat bagi saya (dan ANDA), yang ada harus terus melangkah dan maju kedepan. Memperjuangkan hal terakhir yang dicita-citakan. Menulis dan terus menulis hingga yang terbaik,..

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.