Wednesday, July 16, 2014

Cinta Telah Mati

Seperti apa rasanya cinta yang telah mati? Katanya seseorang yang masih memiliki emosi atau memiliki kebencian, artinya masih memiliki rasa. Namun orang yang sungguh-sungguh sudah tak perduli, tidak akan merasakan apapun juga. Entah itu benci, entah itu sekedar baik berbasa-basi. Akan sangat sulit bagi seseorang seperti saya untuk berpolitik atau dipaksa masuk dalam dunia politik. Bagaimana mungkin jika saya serupa buku yang terbuka lebar? Benci katakan benci dan cinta katakan cinta, menurut saya.

Dalam jejaring sosial media ada beberapa kawan yang sudah lama berselang, sama sekali tak bertegur sapa dengan saya. Jika ia bukan kawan dekat tak mengapa, namun jika dulunya ia adalah sahabat mengapa sekarang menjadi musuh? Bukan musuh sebenarnya, hanya saja dunianya dan dunia saya sudah terpisah jauh. Tidak ada lagi jembatan atau jangkauan yang masih memampukan kami saling berdekatan. Ada satu - dua peristiwa yang saya rasa masih mampu saya tolelir. Namun jika seiring waktu bergulir terlalu banyak kecewa yang saya alami, lalu saya berhenti dalam sapa. Saya tidak ingin kejam apalagi mendiamkan kawan sendiri. Namun sungguh sulit ketika mencari satu alasan saja untuk bercakap kembali, tidak ada!

Saya cepat hafal dan bosan dengan segala perwatakan orang-orang yang mudah ditebak. Yang hanya ingin mencari, menggali, menghisap madu lalu membuangnya setelah tak dibutuhkan. Cinta yang telah mati, membuat orang tidak tahu lagi harus bagaimana menjalin komunikasi. Sedangkan mencari kesamaan topik percakapan saja sudah tak ada, lalu apa lagi yang harus dipaksakan? Ini bicara tentang komunikasi antar teman. Lalu bagaimana jika komunikasi dengan kekasih, suami, orang-tua, anak dan saudara? Jika cinta telah mati diantara mereka? Bagaimana jika belum membuka mulut saja, sudah tidak ingin tahu apapun perkataannya?

Bagaimana menumbuhkan cinta yang telah mati? Tentu saja dengan berpindah ladang mencari kawan baru, mencari sahabat baru dan mungkin mencari kekasih baru? Terdengar sebagai tindakan yang frontal dan langsung melepaskan diri dari masa lalu. Tetapi tidak salah juga, jika mengikatkan diri justru hanya akan menyakitkan salah satu atau kedua belah pihak. Tentu saja harus terus ditelaah dari masalah logika, alasan dan nurani. Jika semuanya sudah menolak untuk menumbuhkan cinta yang telah mati, apa boleh buat. Mungkin kita harus pindah ke lain hati? Kejam. Tapi dalam beberapa kasus hal semacam ini harus dilakukan tidak bisa tidak. Seseorang tidak dapat terus 'berkubang' dalam permasalahan yang sama.

Maka bagi seseorang hendaknya berhati-hati dalam bertingkah - laku hingga cinta yang ada di sekeliling Anda tidak meranggas lalu mati. Mengenai perilaku orang lain, itu tanggung jawab mereka untuk merubahnya. Tetapi mengenai perilaku diri sendiri, itu tanggung jawab kita untuk mengendalikannya. Tidak mungkin seseorang akan terus menerus bersabar untuk hal yang menghalangi mereka merasa bahagia. Dalam kewarasan pikir, tidak mungkin seseorang tidak ingin perubahan kearah yang lebih baik. Orang akan bosan diperlakukan dengan semana-mena, baik dengan perkataan apalagi dengan perbuatan. Saya lalu terkenang doa tobat yang kerap diucapkan dalam gereja Katholik. Confiteor dalam bahasa latin yang artinya adalah 'SAYA MENGAKU', "Kepada Allah yang maha kuasa dan kepada saudara sekalian. Bahwa saya telah berdosa. Dengan pikiran dan perkataan. Dengan perbuatan dan kelalaian. Saya berdosa, saya sungguh berdosa,.."


Confiteor Deo omnipotenti,
beatæ Mariæ semper Virgini,
beato Michæli Archangelo,
beato Ioanni Baptistæ,
sanctis Apostolis Petro et Paulo,
omnibus Sanctis, et vobis, fratres (et tibi pater),
quia peccavi
nimis cogitatione, verbo et opere:
mea culpa,
mea culpa,
mea maxima culpa.
Ideo precor beatam Mariam
semper Virginem,
beatum Michælem Archangelum,
beatum Ioannem Baptistam,
sanctos Apostolos Petrum et Paulum,
omnes Sanctos, et vos, fratres (et te, pater),
orare pro me ad Dominum Deum nostrum.
Amen.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.