Sunday, July 6, 2014

Gile Lu, Ndro...

foto: twicsy
Celetukan 'Gile Lu Ndro'... sempat tenar dikisaran tahun 80-an. Ketika film-film warkop prambors merajai sinema Indonesia. Komentar para personilnya yang terdiri dari Kasino, Dono dan Indro sangat menggelitik, kocak. Biasanya kalau yang lain protes, ditujukan kepada Indro. Yang selalu kebagian peran pemuda ganteng, intelek dan siap sedia bela sahabat. Sahabat-sahabatnya adalah muka bemo, si Dono dan muka ndeso si Kasino. Tapi tiga-tiganya sama pedenya dalam melakoni hidup. Apalagi masalah pendekatan pada cewek. Mereka selalu berlomba-lomba dan terlibat situasi konyol. Tampilan fisik bukan halangan untuk rasa percaya diri.

POLITIK JADI AGENDA BARU RAKYAT

Jaman sekarang, jamannya orang muda atau orang yang buta politik mulai melek, ngurusin politik. Gile lu, Ndro,.. Demikian komentar saya barangkali jika teman - teman mengajak sibuk mengurusi politik. Ini kolom koran yang tak pernah saya tengok, pembicaraan yang membuat saya terkapar mengantuk dan perdebatan yang membuat saya ingin langsung menyetel musik daripada mendengarnya. Bohong-bual-basi. Itu pendapat saya tentang dunia politik selama ini. Yang menggemari, monggo silahkan. Saya merasa politik di tanah air hanya pepesan kosong saja, jadi penggemar politik namun tidak akan bisa nyaleg atau nyapres. Lha wong, bokek nggak punya duit! Sok ikutan sibuk ngurus politik? Mending dagang di pasar, jual tahu atau sayur, pasti lebih produktif daripada membual masalah politik!

Masalah politik berubah menjadi torpedo besar yang memporak-porandakan tanah air ketika seorang bekas Walikota Solo nan sederhana mendadak masuk bursa Capres. Gile lu, Ndro? Atau Gile lu, Jok?.. Barangkali komentar itu akan dilayangkan oleh kawan-kawan dekat sang capres nomor 2, Joko Widodo yang kerap disebut JOKOWI. Jadi capres nggak modal duit, nggak model tongkrongan keren. Jujur, Jokowi bahkan mungkin akan melengkapi formasi Warkop Prambors lebih baik ketimbang menjadi Capres Indonesia. Wajahnya yang 'ndeso membuat orang berkomentar nggak salah pilih, haruskah orang ini? Orang ingin presiden Indonesia yang ganteng, gagah-perkasa, intelek, cerdas cendikia, bijaksana, lembut mempesona. Sesungguhnya semua sudah dicoba oleh rakyat Indonesia. Yang belum hanyalah presiden yang sederhana. Seseorang yang biasa lalu-lalang disekitar kita, namun sungguh bekerja bukan hanya omong besar atau numpang lewat memperkaya dinasti. JOKOWI ADALAH KITA. Seorang lelaki yang sederhana, mampu menggerakkan jutaan rakyat Indonesia yang kembali menanam benih harapan bahwa mereka semua akan terangkat derajadnya lebih baik lagi. Harapan yang disemaikan di ladang baru sangat membangun semangat kebangsaan.

foto: kabarnet
Kapan lagi ada calon presiden seperti ini? Orang yang busananya apa adanya tidak banyak ornamen aksi. Wajahnya Indonesia banget namun mengaku otak skala internasional, dan memang terbukti oleh prestasinya. Selalu turun dan menyapa semua lapisan masyarakat. Yang paling sering dikunjungi olehnya bukan orang-orang kaya yang punya kuasa tetapi rakyat kecil yang sederhana. Orang-orang yang terpinggirkan, semuanya didekati dan dirangkul olehnya. Ia ingin tahu apa yang dapat dilakukannya untuk membantu mereka. Itupun membuat ia banyak diserang selaku orang yang penuh kepura-puraan, pencitraan dan sebagainya. Padahal tujuannya hanya satu, dalam skala besar ia harus mengerti juga semua detail kecil yang tersebar. Menjadi pemimpin memang bukan duduk di kursi empuk dan perintah sana sini tanpa tahu permasalahan dengan baik. Itu yang terjadi selama ini di tanah air.

PEMIMPIN SKALA BESAR DAN PAHAM DETAIL KECIL

Menjadi pemimpin harus memahami detail kecil di segala penjuru tanah-air. Mengerjakan pekerjaan rumah-nya dengan baik. Ibarat laba-laba raksasa yang akan membangun jaring kekuatan, ia harus mengukur jarak, ketebalan benang dan pola anyaman. Demikian nantinya ketika ia mendapat mandat, setidaknya ia akan tahu bagaimana membuat jaring yang dibutuhkan untuk melindungi rakyatnya. Ia akan menggunakan perpanjangan tangan yang kompeten, mentri-mentri, kepala divisi dan semua jajaran birokrasi yang bergerak sinergis, cepat dan terarah. Karena bangsa kita sudah sangat tertinggal jauh oleh negara tetangga. Jangan lagi kumpulan orang yang malas, aji mumpung, hobby ngutil alias korupsi dan bekerja asal-asalan masuk ke dalam jajaran pasukan yang akan memajukan tanah air. Never again!

Seorang Jokowi membuat masyarakat banyak mulai membangun mimpi. Saya dan teman-teman kampus/SMA tadinya hanya gemar membahas hal-hal tak penting. Seperti cuaca, liburan dan tempat belanja, kini punya topik pembicaraan baru, POLITIK. Tadinya politik itu bikin demam dan seperti virus penyakit yang menakutkan. Perlahan namun pasti misteri - misteri yang melingkupinya tersibak. Apa dan siapa? Mengerjakan apa? Indikasi keberhasilannya dimana? Kegagalannya mengapa? Mentri mana yang benar - benar moncer bak bintang kejora? Mentri mana yang 'gila lu Ndro -- situ kok bisa jadi mentri? Membuat rakyat seperti saya dan kawan - kawan tergerak hatinya. Kalau seperti itu saja gaya bekerjanya, lebih baik diberikan pada kami posisi tersebut! Banyak orang yang ingin kaya, tetapi lebih banyak orang yang sadar bahwa kaya tidak jatuh dari langit. Seharusnya kerja keras diimbangi dengan hasil kerja yang maksimal dan ganjaran yang setimpal. Bukan dikacaukan dengan ganjaran setimpal, kerja asal-asalan dan hasil ala kadarnya. Alasannya? Tokh, rakyat tidak tahu! Dengkulmu!

Beberapa penampilan tokoh politik dan pembesar di tanah-air seolah melecehkan tingkat intelegensi rakyat seperti kami-kami ini. Seorang Joko Widodo justru membuat gelegar halilintar. Dimana jutaan rakyat yang tadinya letih lesu secara massal, mendadak bergejolak memilih gelombang besar untuk perubahan. Ingin berubah, ingin segera berubah. Penganiayaan yang dialami rakyat tidak hanya petani, nelayan, buruh. Bahkan karyawan perkantoran seperti sebagian besar dari kami masih saja terzolimi dengan aturan yang tak jelas, metode pengawasan yang sama sekali tidak ada. Korporasi-korporasi besar memainkan peran raja kecil penuh kewenangan, take it or leave it! Tidak usah repot dengan loyalitas. Sementara di kalangan profesional persaingannya juga kian ketat, tidak sekedar pro, kadang kemahiran bulus untuk bicara dan nego menjadi kekuatan. Bukan lagi masalah baik-buruk tetapi si kuatlah yang menang!

POLITIK DIANTARA ANDA DAN SAYA

foto: tempo
Gile lu Ndro,..Panjang bener saya bicara masalah politik? Baru kali ini, sekali - kalinya saya membumbungkan harapan setinggi langit bagi seorang pemimpin di tanah air. Baru kali ini saya dan teman kuliah saya, Luzy coba-coba membangun mimpi. "Kalau nggak pakai duit, kami ingin sekali turut berperan-serta dalam dewan." Luzy lalu menyampaikan keinginannya. "Aku ingin di komisi yang mengurus pariwista." Ujarnya. Seolah-olah kami kembali kemasa kecil ketika ditanya ingin jadi apa? Aku ingin  jadi dokter! Dan saya dengan berceloteh tak kalah semangat, "Aku ingin kerja di komisi pendidikan. Karena aku ingin  semua anak-anak baik, terdidik, santun. Pokoknya bikin bangga bangsa."..Wouw...dengan mudahnya kami melempar cita-cita pada pengembangan bidang-bidang yang kami minati. Sama seperti tokoh yang kami kagumi Joko Widodo, kami hanya ingin gaji yang cukup. Pas dengan kerja kami. Bukan yang mewah, karena keluarga dan kebahagiaan adalah kemewahan kami sesungguhnya. Kami tidak suka patpat-gulipat karena kami bukan kelinci lompat yang siap dipenggal jika keadaan mendesak, atas nama korupsi dan manipulasi.

Orang malas, banyak jumlahnya. Orang culas tersebar dimana-mana. Tapi itu bukan berarti tidak ada orang yang baik, penolong dan setia kepada ajaran Tuhan. Yang hanya takut pada hukum surga dan neraka. Yang tidak sekedar sibuk mengais kenikmatan dunia. Manusia yang merasa cukup akan selalu dicukupkan hidupnya. Sebaliknya manusia yang tak tahu diri akan selalu merasa kurang, berhak mengebiri orang lain dan bahkan mengorbankan mereka. Gile lu Ndro,... masih banyak orang baik yang kini sudah menjerit, tak tahan oleh ketidakadilan. Kami bukan menyerang, tetapi kami mempertahankan kebenaran. The new wave is coming. Salam dua jari!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.