Tuesday, July 1, 2014

Perjalanan Baduy Dalam V

Terusir dari Baduy dalam? Sebenarnya bukan terusir namun hanya menyesuaikan dengan aturan Baduy bahwa pengunjung hanya dapat menginap semalam di perkampungan Baduy. Maka rombongan kami kembali melakukan perjalanan keluar Cibeo menuju Cikeusik dimana mobil terparkir sehari sebelumnya. Perjalanan selama 1 jam lebih ini terasa lebih menyenangkan karena dilakukan pada siang hari. Cuaca cukup terik sehingga panas matahari pun membakar wajah. Namun terangnya siang membuat kami mampu melihat alam di perjalanan dengan jelas. Akar sebuah pepohonan besar nampak menyembul kepermukaan menjadi jemari yang mengeratkan kekuatan pada tanah. Sehingga lumpur tidak terlalu licin dan lembek untuk diinjak. Inilah pentingnya selalu menumbuhkan pepohonan. Lagi - lagi saya ditinggalkan oleh rombongan kawan-kawan saya yang melaju terlebih dahulu. Kali ini saya bergabung dengan kawan-kawan mahasiswa dan melanjutkan perjalanan bersama. Tetap menyenangkan karena perjalanan dilakukan dengan santai dan menikmati pemandangan. Saya gunakan kesempatan ini untuk menjepret banyak obyek di perjalanan.

Sesampainya di perbatasan kampung, kami pun bersiap naik kendaraan melewati jalan desa yang sama. Karena terik dan minus hujan, saya mampu menarik nafas dengan lega. Jalanan buruk namun setidaknya tak licin dan landai. Keluar dari Cikeusik kami terus melaju menuju ke Ciboleger. Tempat perhentian menuju Baduy luar yang lebih populer dan banyak dikunjungi wisatawan. Sempat menyasar selama setengah jam lebih, akhirnya kami kembali dan menemukan jalur perjalanan yang tepat menuju Ciboleger. Sekitar pukul tujuh malam kami tiba di Ciboleger, makan nasi soto ala kadarnya di sebuah warung. Lalu melanjutkan masuk ke sebuah kampung untuk menginap. Ternyata penginapan hanya berjarak 3 rumah dari ujung jalan. Kali ini kaum perempuan mendapat satu ruangan besar yang asalnya adalah musholla. Lagi-lagi kami tidur di lantai. Buat saya lebih menyenangkan karena di alasi karpet sehingga cukup empuk untuk berbaring. Kamar mandi yang tersedia di penginapan sederhana ini juga ada empat buah. Kamar mandi lama ala kampung namun bersih dan airnya melimpah. Akhirnya,..kembali ke peradaban. He-he,...

Pagi hari menjadi acara yang menyenangkan ketika bangun di rumah yang memiliki listrik. Betapa biasanya kita tidak menganggap penting adanya listrik. Pengalaman ke Baduy dalam membuka mata hati. Apa jadinya kita tanpa listrik seumur hidup? Nah, kembali bersyukur. Kami bangun, membersihkan diri kemudian sarapan nasi goreng yang disediakan oleh pengelola penginapan. Pemilik Rumah makan/penginapan ini, Ibu Yati memiliki toko pernak-pernik Baduy lengkap. Saya sarankan untuk belanja disini karena harganya murah dan yang dijual juga sangat lengkap. Apa saja sih souvenir yang dijual di Baduy? Seperti biasa ada T-Shirt Baduy, kaus barong, tas anyam rami, madu Baduy, tenun seledang/ scarf Baduy, kain tenun untuk pakaian, kain batik khusus motif Baduy (printing), gula aren, jahe merah Baduy. Pokoknya banyak, sama seperti tempat wisata lainnya di seluruh Indonesia. Hanya saja harga yang ada bervariasi tergantung si penjual. Namanya juga cari untung. Pariwisata adalah modal kuat suku Baduy. Setelah makan ada insting ingin ke kamar mandi. Horee,... tiga hari baru proses ini akhirnya dapat saya lakoni!

Setelah semuanya rapi, barang-barang juga sudah dikemas dalam tas. Kami lalu jalan - jalan mamasuki perkampungan Baduy luar. Ternyata busana yang digunakan berbeda dengan penduduk Baduy dalam. Warga Baduy luar mengenakan batik baduy biru cerah dan atasan warna hitam. Penduduk juga rasanya lebih banyak, kepadatan desa lebih terasa. Demikian pula kegiatan yang mereka lakukan juga beragam. Penduduk Baduy luar tidak terlalu suka berinteraksi dengan wisatawan. Mereka tidak mau dan tidak suka diajak berfoto bersama. Berbeda dengan penduduk Baduy dalam yang selalu menyambut wisatawan dengan keramahan dan ketulusan. Entah mengapa ada perbedaan yang signifkan seperti ini. Penduduk Baduy luar tidak antipati kepada wisatawan, namun mereka lebih sibuk dengan kehidupan dan pekerjaan mereka. Maka terkesan lebih acuh dan tidak terlalu menaruh perhatian pada pendatang. Dikarenakan Baduy dalam menerapkan larangan mengambil foto, maka kesempatan berjalan di desa Baduy luar menjadi ajang berburu foto yang kami dambakan. Bentuk rumah dan struktur masyarakat mirip, bahkan orang Baduy luar lebih modern karena tidak secara ketat menerapkan tradisi yang sama seperti Baduy dalam. Beberapa penduduk Baduy dalam yang menikah akhirnya pindah ke Baduy luar. Desa Baduy luar mencerminkan desa wisata yang sesungguhnya, plus banyak penduduk yang memajang dagangan didepan rumah mereka. Di Baduy dalam tidak ada orang yang berdagang secara terbuka demikian. Bentuk rumah adatnya pun sama persis antara Baduy luar dan Baduy dalam. Para penduduk Baduy sangat tergantung pada kayu bakar. Hampir disetiap rumah selalu tertumpuk kayu bakar di sisinya.

Puas menjelajah kampung Baduy luar, kami kembali ke penginapan Bu Yati untuk makan siang dan bersiap pulang. Wisata kali ini yang makan waktu dua hari tidaklah terlalu menyita waktu dengan itinerary yang ketat. Karena acara banyak dibebaskan bagi para peserta untuk melakukan hal yang disukainya masing-masing. Entah mau tiduran, bersantai di penginapan, ngopi, jalan ke perumahan desa atau ke mana pun dipersilahkan. Yang penting berkumpul pada jamnya untuk bersiap pulang atau melanjutkan perjalanan. Kesimpulan yang saya ambil dari perjalan ke Baduy dalam sudah sangat tepat dengan apa yang saya butuhkan. Yaitu belajar sabar, legowo dan bersyukur. Juga lebih menghargai alam serta budaya. Lebih mengerti dan menghormati gaya hidup masyarakat lain dan tidak merasa diri lebih mulia atau lebih pintar hanya karena masyarakat Baduy memilih mempertahankan tradisinya dengan ketat. Ingat, kita belum tentu mampu menjalankan hidup seperti mereka. Sungguh-sungguh kembali ke alam. Sementara bagi mereka sudah pasti lebih mudah menerima modernisasi, tetapi mereka menolak! Lihat dari sudut pandang lain. Hanya karena mereka menolak, janganlah dianggap bodoh atau terbelakang. Sebaliknya saya mampu menyaksikan sisi spiritualitas Baduy yang sesungguhnya ketika sekelompok manusia menafikan geliat jaman dan hanya tunduk kepada suara alam/ Tuhan. Terima kasih, dari yang tadinya ragu, perjalanan ini jadi mengesankan.(END-JW)

2 comments:

  1. Ah, penutup yg manis. Nice win... menyenangkan mengikuti cerita perjalananmu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you Donna..pengennya tiap bulan ada cerita travelling..sapa yg bayarin yaaa..hihihi..

      Delete

Note: Only a member of this blog may post a comment.