Saturday, July 26, 2014

Tidak ada Cinta Yang Tersia-sia

Ketika pada akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan kantor tempat saya bekerja selama belasan tahun, rasanya memang tidak mudah. Tetapi harus! Saya tidak tahu apakah saya termasuk orang yang beruntung untuk urusan cinta. Tapi selama ini tidak ada masalah yang cukup berarti bagi saya untuk terlalu lama bermuram durja karena cinta. Mungkin juga saya cukup beruntung tentang hal itu. Mungkin! Buat saya cinta terkadang bias dengan hasrat semata. Ketika saya sangat tidak tahan dengan pekerjaan dan memutuskan pergi meninggalkan tempat itu, saya merasa sangat lega, damai dan bahagia. Jujur, bahkan terpikir bagai keluar dari neraka!

Saya jadi berpikir tentang cinta. Dalam arti cinta yang salah arah. Dalam pekerjaan saja ketika seseorang merasa sangat tidak bahagia, rasanya sangat berat. Dibayar berapapun tidak akan mampu menghilangkan kepenatan yang ada. Tidak mampu melipur duka lara. Ini bagi saya yang pada akhirnya tersadar, uang bukan segalanya. Memang tipis batasnya antara menyadari uang sungguh dibutuhkan dan uang bukanlah segalanya. Seperti batas nalar orang waras dan orang gila. Tetapi saya lalu membayangkan seseorang yang memaksakan diri mencintai orang yang sesungguhnya tidak pernah ia cintai sama sekali. Pertalian kasih yang berdasarkan kalkulasi untung-rugi. Bagaimana pada akhirnya? Mungkinkah bahagia mampir?

Mengorbankan perasaan cinta sama saja dengan menjadi zombie di dunia ini. Hidup, bernafas dan bergerak, tetapi tanpa jiwa. Itu yang saya rasakan ketika bekerja dengan gaji yang terbilang cukup setiap bulannya, tetapi saya tak tahu apa yang saya lakukan. Saya tidak merasa bangga dan tidak mendapat apresiasi yang saya harapkan. Hati saya terus berteriak, "Saya tidak bisa hidup terus seperti ini, bisa gila!" Mungkin itu perasaan seseorang yang tak tahan lagi berpasangan dengan pribadi yang dipandangnya tak cocok. Yang membuat saya sedikit rancu, manusia kadang jatuh cinta atau memilih seseorang atas dasar pilihannya sendiri. Atas kesadaran sendiri, sedangkan mencari kerja kadangkala hanya berdasarkan 'peruntungan'. Cocoknya bekerja dimana. Bagaimana kedua hal ini dapat disamakan?

Tapi saya coba tarik garis. Pernikahan memang harus sangat berhati-hati, walau sedikit setidaknya harus ada rasa cinta. Dan itu adalah hal yang utama untuk mempertahankan pernikahan. Cinta yang hanya setitik sesungguhnya tidak akan tersia-siakan jika dapat menjadi modal guna mempertahankan pernikahan hingga akhir. Tetapi tanpa cinta sama sekali? Sungguh berjudi! Saya tidak yakin, apakah ada orang yang akan mampu bertahan? Mungkin bertahan, namun semacam sandiwara saja layaknya. Saya bukan sejenis pribadi manusia yang sanggup bersandiwara. Dapat dipastikan sandiwara itu akan langsung gagal.

Itu yang saya rasakan sekian lamanya saya bekerja dalam sebuah pekerjaan yang sia-sia. Dalam sebentuk instansi yang tidak jelas, acuh dan asal-asalan. Sama sekali tidak mendengar suara dari karyawannya. Perusahaan hanya menjalankan sistem monolog, percakapan satu arah. Apa yang diinginkan, maka mereka akan memaksakan pada pekerjanya. Hmmm! Sekian tahun bekerja, saya kian tersadar bahwa penjajahan masih ada banyak disekitar kita dalam wujud selubung kasat mata. Sebuah pernikahan seharusnya juga berlandaskan dialog. Komunikasi terus-menerus antara dua orang. 

Jika hanya ada satu orang yang menurut maka akan membawa penderitaan bagi yang satunya. Suatu saat akan terjadi ledakan kebencian dan pemutusan hubungan. Untungnya, saya memutuskan untuk 'bercerai' dengan pekerjaan saya dan bukannya pasangan hidup. Tidak ada cinta yang tersia-siakan jika cinta itu diberikan pada orang yang tepat. Sesungguhnya cinta akan selalu membawa manfaat dalam kehidupan. Cinta kepada pasangan, orang-tua, anak, sahabat dan bahkan pekerjaan. Terpenting adalah jujur pada diri sendiri, sungguhkah cinta? Cinta yang tidak memperbaharui diri akan menjadi sebuah perbudakan (Kahlil Gibran). 

1 comment:

  1. Aku juga ndak tau sampe kapan bertahan Mbak.. boss-nya baik, mudah kompromi, aturan dan batasan ndak jelas, sistem "yang penting kerjaan kelar" itu aku ndak terlalu suka, apalagi yang nyiptain itu karyawannya.

    Apalagi masih ditambah ada teman yang selalu berasa "paling"..dan cenderung "paling Islami".. hwuaaaaa... berasa pengen garuk-garuk aspal.. n malah jadi curhat sayanyaaaaaa... >,<
    Banyak lhooo jenis yang kaya beginian Kakak... dibilang kebetulan tapi kok sering yaaa... >,< aku sebeeeeeel jadinee.... #karo geram poll#

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.